Anda di halaman 1dari 7

Hukum khamr dalam Islam dan tahap pengaharamannya sebagai pelajaran di

era modern dalam berdakwah


Oleh : Cut Hafida
Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an Isy Karima

Pendahuluan
Seringnya seorang da’i menginginkan pendengarnya atau manusia seluruhnya segera
mendengar kepada kebenaran yang diserunya. Sehingga terkesan seperti terburu-buru dan
tidak sabar dalam usaha memperbaiki kemunkaran yang tersebar di antara manusia. Terlihat
pada sebuah video yang sempat tersebar secara luas dan disiarkan pula di media televisi yang
berisi seorang pemuda yang membuang beberapa sesajen yang ditempatkan pada lokasi
tertentu dengan dalih menyingkirkan kemusyrikan dan bid’ah.
Sesajen merupakan salah satu budaya yang sudah mengakar dalam masyarakat seperti
halnya jimat. Maka tentu, dalam usaha untuk menghilangkan kemunkaran yang seperti itu
membutuhkan waktu dan tahapan. Telah terekam dalam sejarah bahwa dahulu sebelum
Rasulullah diutus, masyarakat arab memiliki banyak kebiasaan yang munkar dan mengakar.
Salah satunya adalah meminum khamr, budaya ini merupakan budaya yang termasuk
kedalam muamalah keseharian seperti halnya jual-beli. Hampir-hampir tidak ada dari bangsa
arab yang tidak pernah meminum arak pada masa itu, oleh karena begitu kentalnya budaya
tersebut.
Namun, syariat melarangnya dan hingga hari ini dapat kita lihat bahwa mayoritas dari
muslimin tidak meneguk minuman keras karena larangan pengaharamannya. Kondisi ini
dicapai dengan pengharaman yang bertahap. Terdapat empat tahap pengaharaman yang
terekam dalam Al-Quran yaitu pada surat An-Nahl ayat 67, Al-Baqarah ayat 219, An-Nisa
ayat 43 dan Al-Maidah 90-91. Tahapan pengharaman ini tentu memiliki hikmah tersendiri
yang dapat kita manfaatkan sebagai metode dalam mengajak umat manusia untuk kembali
kepada syariat secara kaffah. Apalagi terhadap budaya-budaya baru yang melekat pada jiwa
para emuda dan pemudi saat ini.

Pembahasan
a. Pengertian dan sifat khamr
Para ulama muslimin telah memberi penjelasan mengenai khamr dengan gamblang
disertai dengan sifat dan dampak terhadap peminumnya. Secara umum masyarakat luas
mengartikan khamr sebagai minuman keras atau minuman yang memabukkan jika diminum
banyak. Sedangkan secara bahasa, disebutkan dalam kamus Arab-Indonesia al-Munawwir,
bahwa kata khamr adalah bentuk mashdar dari kata ‫ خمر – يخمر خمرا‬yang berarti tertutup atau
tersembunyi.1

1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm.
368
Makna asli dari kata ‫ خَم ٌر‬adalah menutupi sesuatu. Dan sesuatu yang digunakan untuk
menutupi disebut dengan ‫( ِخما ٌر‬kerudung). Akan tetapi pada perkembangannya,kata‫ ِخما ٌر‬ini
lebih dikenal sebagai nama untuk sesuatu yang digunakan untuk menutupi kepala perempuan.
Dan bentuk jamaknya adalah ‫ ُخم ٌر‬.

Arak disebut dengan ‫خَم ٌر‬, karena ia dapat menyebabkan tertutupnya akal. Menurut
sebagian masyarakat kata ‫ خَم ٌر‬merupakan nama untuk setiap hal yang dapat memabukan.
Sedangkan menurut sebagian yang lain ia merupakan nama untuk perasan anggur atau kurma,
sesuai dengan hadits Nabi ‫صلى هللا عليه وسلم‬:

(( ‫))الخمر من هاتين الشجرتين النخلة والعنبة‬

“Khamer itu terbuat dari dua macam pohon ini; kurma dan anggur.”2
Para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan apa yang dimaksud dengan khamr;
Pendapat pertama; menurut Imam Abu Hanifah dan ulama yang sepakat denganya
diantaranya; Ibrahim al-Nakha'i, Sufyan Ats-Tsauri, dan Ibn Abi Laila berpendapat bahwa
khamr adalah minuman memabukan yang diambil dari perasan anggur, adapun minuman
yang memabukan dari selainya seperti hasil perasan dari kurma, biji gandum, beras, jagung
dan selainnya maka itu tidak di sebut dengan khamr, akan tetapi dikategorikan kedalam
istilah lain, yaitu: ^‫ النبيذ‬/An-nabidz. Maka ayat yang mengharamkan khamr hanya terbatas
kepada khamr: perasan anggur saja, adapun minuman yang memabukan dari sumber yang
lain yaitu nabidz maka menurut pendapat ini mengkonsumsinya dengan kadar sedikit itu
dibolehkan adapun jika mengkonsumsinya dengan banyak sehingga memabukan maka itu
yang diharamkan haram.
Pendapat kedua; yaitu Jumhur Ulama (selain Imam Abu Hanifah) mendefinisikan
khamr yaitu setiap jenis minuman yang dapat memabukan baik itu berasal dari perasan buah-
buahan berupa anggur, kurma dan buah thin, atau dari perasan sejenis kacang-kacangan:
gandum dan jagung atapun dari selainya yaitu seperti madu, baik minuman tersebut sudah
dimasak atapun masih mentah. semuanya sama dalam hukumnya baik meminumnya sedikit
ataupun banyak dan memabukan atapun tidak hukumnya haram sesuai dengan nash Al-
Quran. Menurut pendapat ini khamr adalah sebuah nama untuk segala jenis benda yang
dapat memabukan.3

b. Hukum khamr
Rasulullah Saw bersabda tentang haramnya minuman keras (khamr);

)‫ وكل مسكر حرام‬،‫ (كل مسكر خمر‬:‫ عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬،‫وعن ابن عمر رضي هللا عنه‬.
“Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa salam, beliau
bersabda, "Setiap yang memabukkan adalah arak dan setiap yang memabukkan hukumnya
haram." (Hadits riwayat Muslim).
2
Ar-Raghib Al-Ashfahani, Kamus Al-Qur’an, Ahmad Zaini Dahlan, (Depok: Pustaka Khazanah Fawa’id, 2017),
hlm. 695-696.
3
http://www.staialmaarifciamis.ac.id/2019/08/perspektif-al-quran-tentang-khamr.html diakses pada 18
November 2022 pukul 12:51 WIB
)‫ فقليله حرام‬،‫ (ما أاسكر كثيره‬: ‫وعن جابر أن رسول هللا قال‬.
“Dari Jabir radhiallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa salam
bersabda, "Sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun hukumnya haram."
(Hadits riwayat Ahmad serta empat orang Imam. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban). 4

‫ عاصرها ومعتصرها وشاربها وحاملها والمحمولة إليه‬:‫ لعن رسول هللا في الخمر عشرة‬:‫عن انس قل‬
)‫ (رواه الترمذى‬.‫وساقيها وبائعها وآكل ثمنها و المشتري لها والمشتراة له‬
“Dari Anas ia berkata, “Rasulullah SAW melaknat tentang khamr sepuluh golongan:
1. yang memerasnya, 2. pemiliknya (produsennya), 3. yang meminumnya, 4. yang
membawanya (pengedar), 5. yang minta diantarinya, 6. yang menuangkannya, 7. yang
menjualnya, 8. yang makan harganya, 9. yang membelinya, 10. yang minta dibelikannya”.
[HR. Tirmidzi).5
Keterangan dari Rasulullah ini menerangkan bahwa batasan khamr adalah sifatnya
dan bukan dari zat asalnya. Dengan begitu, apa pun bentuk dari zat yang dapat memabukkan
(gas, cair atau padat) dan dari manapun. Suatu zat dikatakan memabukkan jika ia dapat
menjadikan peminumnya kehilangan akalnya setelah mengonsumsinya dalam kadar yang
banyak. Maka sedikitnya pun tetap haram.
c. Tahap Pengharaman khamr
Tahap pertama, tercantum pada surat An-Nahl ayat 67. Ayat ini merupakan ayat
makiyyah yang menunjukkan kepada manusia akan unsur memabukkan pada tumbuhan
tertentu.

َ‫ب تَتَّ ِخ ُذونَ ِم ۡنهُ َس َك ٗرا َو ِر ۡزقًا َح َسنً ۚا ِإ َّن فِي ٰ َذلِكَ أَل ٓيَ ٗة لِّقَ ۡو ٖم يَ ۡعقِلُون‬
ِ َ‫ت ٱلنَّ ِخي ِل َوٱَأۡل ۡع ٰن‬
ِ ‫َو ِمن ثَ َم ٰ َر‬
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki
yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang memikirkan.”
Ayat ini turun sebelum diharamkannya khamr, dan nampaknya ayat ini adalah prolog
bagi haramnya khamr, yang semula mereka anggap baik. Sebagian ulama berpendapat bahwa
bagi yang membaca ayat ini dengan kedalaman instingnya akan berkata bahwa akan datang
ketetapan atau hukum dari Allah tentang yang memabukkan. Saat itu khamr belum haram,
sebab bagaimana dapat dikatakan ia telah diharamkan sementara disebutkan bersamaan
dengan beberapa nikmat yang tidak haram (kurma dan anggur), sebab lain bahwa surat ini
turun pada periode Mekah sementara pengharaman khamr terdapat pada surat al Maidah.
Maka dapat dikatakan bahwa ayat ini turun disaat khamr belum diharamkan.6
Pada ayat ini Allah sama sekali tidak menyinggung perihal dosa ataupun keharamannya
bagi peminum khamr. Namun, terdapat beberapa orang muslim yang datang kepada Nabi
4
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram, Zaenal Abidin bin Syamsuddin, (Bekasi: Pustaka Imam Adz-
Dzahabi, 2007), hlm. 620.
5
Hamudullah Mahmud, Hukum Khamr dalam Perspektif Islam, Vol. 01, Maddika: Journal of Islamic Family Law,
Juli 2020, hlm. 40.
6
Ibid., hlm. 31
Muhammad dan bertanya perihal kebiasaan meminum khamr dan berjudi. Kemudian
beberapa dari mereka mengurangi takaran minumnya, bahkan ada pula yang berhenti sama
sekali meski belum turun hukum pelaranggannya.
Pada tahap ini Allah berusaha memaparkan informasi mengenai potensi yang dimiliki
oleh rezeki yang dianugerahkan kepada manusia yang berupa buah-buahan (kurma dan
anggur). Dengan begitu maka tahap pertama yang harus dilakukan oleh da’i dalam menyeru
dan berusaha melarang kemunkaran yang mengakar kuat yaitu dengan memberi pengetahuan
perihal potensi yang dikandung oleh hal tersebut secara lembut dan melalui kata-kata yang
baik.
Tahap kedua, terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 219. Turun di Madinah dan
merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan orang-orang muslim mengenai khamr dan
berjudi.

‫اس َوِإ ۡث ُمهُ َم^^ٓا َأ ۡكبَ^ ُر ِمن نَّ ۡف ِع ِه َم^ ۗ^ا َويَ ۡس^ئلُونَكَ َم^^ا َذا‬ ٰ ٞ ^ِ‫م َكب‬ٞ ‫ك ع َِن ۡٱل َخمۡ ر َو ۡٱل َم ۡي ِس ۖ^ر قُ ۡل فِي ِه َمٓا ِإ ۡث‬ َ َ‫يَ ۡسئلُون‬
ِ َّ‫^ير َو َمنَفِ^ ُع لِلن‬ ِ ِ
٢١٩ َ‫ت لَ َعلَّ ُكمۡ تَتَفَ َّكرُون‬ ٰ
ِ َ‫ونَ قُ ِل ۡٱل َع ۡف ۗ َو َك َذلِكَ يُبَيِّنُ ٱهَّلل ُ لَ ُك ُم ٱأۡل ٓ ٰي‬
ۖ ُ‫يُنفِق‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
"Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir,”
Ayat itu turun ketika Umar bin Khatab, Muazd bin Jabal dan beberapa orang Anshor
mendatangi Nabi Muhammad SAW., lalu meminta fatwa tentang minuman keras dan judi,
beliau menjawab, “keduanya dapat menghilangkan akal dan menghabiskan harta.”
pertanyaan ini muncul sebab saat itu penduduk Madinah gemar meminum arak (minuman
yang memabukkan) dan makan dari hasil perjudian. Dapat dikatakan bahwa bahwa ayat
tersebut adalah ayat pertama yang menyinggung tentang larangan khamr. Kemudian mereka
para sahabat kala itu menanyakan tentang kebiasaan tersebut.
Sehubungan dengan hal itu Allah SWT., menurunkan ayat ke-219 dari Surah al-
Baqarah tentang mereka yang menanyakan khamr. Setelah mendapat jawaban mereka berkata
“Tidak diharamkan kita meminum khamr, hanya saja berdosa besar”. Oleh sebab itu mereka
meneruskan kebiasaan tersebut. Menanggapi ayat ini maka dapat dikatakan bahwa umat
Muslim ketika itu masih terpecah menjadi dua golongan. Sebagian meninggalkan minum
khamr karena menyadari adanya dosa yang besar dan sebagian lagi tetap meminumnya
karena melihat adanya aspek manfaat pada jenis minuman tersebut.7
Ayat ini seakan memberi dukungan kepada mereka yang peka atau sensitif terhadap
ayat Allah, yaitu mereka yang pada ayat sebelumnya telah mengurangi atau berhenti dari
meminum khamr bahkan sebelum ayat mengenai pelarangan atau peringatan muncul.
Tahap kedua ini dapat dipahami bahwa bagi da’i yang telah memberi pengetahuan
dan pengertian kepada para madh’u terhadap potensi yang dimiliki oleh suatu kemunkaran. Ia
hendaknya memahamkan bahwa memang setiap hal memiliki dua sisi, yaitu baik dan buruk.
7
Hamudullah Mahmud, Hukum Khamr dalam Perspektif Islam, Vol. 01, Maddika: Journal of Islamic Family Law,
Juli 2020, hlm. 32.
Namun, setiap hal yang munkar dan tidak sesuai syariat memiliki keburukan yang lebih
banyak dibandingkan kebaikannya. Perlu diperhatikan juga bahwa ayat ini turun beberapa
kurun waktu setelah ayat sebelumnya, maka sebaiknya para da’i memberikan jarak antara
satu jenis peringatan kepada jenis peringatan yang lain.
Tahap ketiga adalah pembatasan konsumsi khamr, yaitu pada surat An-Nisa ayat 43.

‫يل َحتَّ ٰى‬ٍ ِ‫وا َم^^ا تَقُولُ^^ونَ َواَل ُجنُبً^^ا ِإاَّل َع^^ابِ ِري َس^ب‬ ْ ‫صلَ ٰوةَ َوَأنتُمۡ ُس ٰ َك َر ٰى َحتَّ ٰى ت َۡعلَ ُم‬
َّ ‫ُوا ٱل‬ ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ‫وا اَل ت َۡق َرب‬
ْ ‫د ِّمن ُكم ِّمنَ ۡٱلغَٓاِئ ِط َأ ۡو ٰلَ َم ۡستُ ُم ٱلنِّ َسٓا َء فَلَمۡ ت َِجد‬ٞ ‫ض ٰ ٓى َأ ۡو َعلَ ٰى َسفَ ٍر َأ ۡو َجٓا َء َأ َح‬
ْ ^‫ُوا َمٓاءٗ فَتَيَ َّم ُم‬
‫^وا‬ َ ‫وا َوِإن ُكنتُم َّم ۡر‬ ْ ۚ ُ‫ت َۡغت َِسل‬
‫ُوا بِ ُوجُو ِه ُكمۡ َوَأ ۡي ِدي ُكمۡۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َعفُ ًّوا َغفُورًا‬
^ْ ‫ص ِع ٗيدا طَيِّبٗ ا فَٱمۡ َسح‬ َ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat tersebut turun di latar
belakangi suatu kejadian di mana ada seorang laki-laki yang meminum khamr kemudian
maju untuk mengimami shalat. Karena khamr yang diminum menyebabkan ia mabuk, bacaan
yang dibacanya pun menjadi keliru. Ia keliru membaca ayat dalam surat al-Kāfirūn berikut :

‫ ونحن نعبد ما تعبدون‬.‫ال أعبد ما تعبدون‬. ‫قل يا أيها الكافرون‬.


“Katakanlah hai orang-orang kafir ! Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah,
dan kami menyembah apa yang yang kalian sembah”.
Sehubungan dengan kejadian itu turunlah ayat ke-43 dari surah An-Nisa.8
Pembatasan kali ini merupakan pembelajaran bagi kaum muslimin kala itu sebab telah
terjadi kerugian yang amat nyata yaitu rusaknya perkataan seseorang dalam shalat, dimana
notabenenya shalat itu merupakan tiang agama. Shalat bagi seorang muslim diwajibkan
sebanyak lima kali sehari semalam. Yaitu ketika fajar, tengah hari, sore, setelah matahari
tenggelam dan di malam hari. Jarak terjauh diantara waktu shalat itu adalah dari malam hari
hingga fajar, meski demikian jika seseorang meminum khamr pada malam hari efeknya
masih akan terasa pada keesokannya.
Pembatasan waktu ini mempersempit kesempatan minum bagi mereka yang telah
terbiasa dengan khamr dan tidak terlalu tergesa dalam usaha untuk meniadakan khamr dalam
aspek kehidupan. Periode ini merupakan masa bagi mereka yang kecanduan untuk memulai
kebiasaan baru dalam mengatur waktu minum dan latihan dalam menahan diri.
Pelajaran yang dapat ditarik dari tahap pelarangan ini yaitu, tahap ketiga dalam
meniadakan kemungkaran diantara masyarakat sebaiknya memberi batasan terlebih dahulu
kepada mereka terhadap kemungkaran yang terbiasa mereka laksanakan seperti halnya dalam
ayat ini. Batasan yang diberi seharusnya mempersempit ruang gerak namun masih

8
Hamudullah Mahmud, Hukum Khamr dalam Perspektif Islam, Vol. 01, Maddika: Journal of Islamic Family Law,
Juli 2020, hlm. 33-32.
menyisakan kesempatan kecil, sehingga mereka masih memiliki kelapangan hati dalam
menerima batasan tersebut.
Tahap keempat, dalam surat Al-Maidah ayat 90-91 diterangkan mengenai
pelarangan mutlak terhadap khamr.
ۡ َ‫س ِّم ۡن َع َم ِل ٱل َّش ۡي ٰطَ ِن ف‬
َ‫ٱجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬ ٞ ‫نصابُ َوٱَأۡل ۡز ٰلَ ُم ِر ۡج‬َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا ِإنَّ َما ۡٱل َخمۡ ُر َو ۡٱل َم ۡي ِس ُ^ر َوٱَأۡل‬
َّ ‫ص َّد ُكمۡ عَن ِذ ۡك^ ِر ٱهَّلل ِ َوع َِن‬
‫ٱلص ^لَ ٰو ۖ ِة‬ ُ َ‫ضٓا َء فِي ۡٱلخَ مۡ ِر َو ۡٱل َم ۡي ِس ِر َوي‬َ ‫ِإنَّ َما ي ُِري ُد ٱل َّش ۡي ٰطَنُ َأن يُوقِ َ^ع بَ ۡينَ ُك ُم ۡٱل َع ٰ َد َوةَ َو ۡٱلبَ ۡغ‬
َ‫فَهَ ۡل َأنتُم ُّمنتَهُون‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”
Abu Maisarah berkata, “Ayat ini turun sebab Umar bin Khattab. Sesungguhnya ia
menyampaikan kepada Nabi SAW kelemahan-kelemahan khamr dan pengaruhnya terhadap
manusia, maka ia pun berdo’a kepada Allah SWT., agar khamr diharamkan seraya berkata,
“Ya Allah jelaskan kepada kami mengenai hukum khamr dengan penjelasan yang
memuaskan” maka turunlah ayat-ayat tersebut. Kemudian Umar berkata, “kami
menyudahinya, kami menyudahinya.”
Adapun salah satu hikmah dari tahapan-tahapan pengharaman khamr ialah bukti
bahwa Islam bukanlah agama yang memberatkan umatnya. Islam mengajarkan bahwa untuk
mencapai suatu tujuan yang besar diperlukan tahapan yang tidak sebentar. Ini juga
menunjukan bahwa untuk membiasakan suatu hal yang baru haruslah dimulai dari tahap yang
paling mudah tidak langsung kepada tahap yang sulit.
Hal ini dilakukan setahap demi setahap dengan meningkatkan kondisi sosial
masyarakat. Keimanan memainkan peran penting dalam pendekatan gradual ini. Waktu yang
diperkirakan untuk kampanye ini sekitar 15 tahun. Sejarah mencatat, sejak turunnya ayat
terakhir, mayoritas pecandu telah berhenti menyalahgunakan alkohol dan masyarakat hidup
tanpa alkohol, tidak minum, menyentuh, membawa, atau menjualnya, bahkan tidak duduk
bercampur dengan pemabuk.9
Dapat dipahami dalam tahap terakhir ini, keputusan untuk benar-benar menyudahi
suatu keburukan dilaksanakan setelah meninjau bahwa para pelaksana telah siap secara
psikologis. Sebab perubahan yang seketika hanya akan bertahan sementara, apalagi jika
perubahan tersebut merupakan hal yang telah menjadi kebiasaan dan budaya.
Kurun waktu 15 tahun dalam tahapan pengharaman khamr merupakan tolok ukur
minimal dalam perubahan besar yang mungkin terjadi dalam masyarakat. Maka bagi seorang
da’i, hal ini merupakan informasi yang harus diperhatikan dalam menyampaikan kebenaran
dan mengharapkan perubahan ke arah yang lebih baik dalam masyarakat. Kurun waktu yang
begitu lama ini seharusnya menjadikan seorang da’i lebih sabar dalam menghadapi tingkah
laku masyarakat yang belum sesuai dengan harapannya.
9
Hamudullah Mahmud, Hukum Khamr dalam Perspektif Islam, Vol. 01, Maddika: Journal of Islamic Family Law,
Juli 2020, hlm. 36.
Kesimpulan
Menyangkut priodesasi pengharaman khamr dalam Al-Qur’an sebagaimana hal
tersebut terjadi di zaman Nabi Muhammad SAW. Maka ketika Al-Qur’an melarang seorang
muslim dalam keadaan mabuk mengerjakan shalat sehingga ia sadar, larangan tersebut adalah
tindakan preventif Al-Qur’an dalam mencegah manusia berperilaku buruk. Jika seorang
muslim tidak dibenarkan melakukan shalat di saat ia mabuk, maka ini adalah sinyalemen
bahwa larangan meminum-minuman keras yang bersifat preventif bagi pelakunya. Al-Qur’an
melarang seorang muslim untuk meminum-minuman keras, karena mudharat atau bahayanya
jauh lebih besar dari manfaatnya. Sementara larangan yang menyebutkan mudharat lebih
besar dari kemanfaatan merupakan metodologi AlQur’an dengan menggunakan pendekatan
kuratif. Semantara upaya rehabilitatif dengan memperbanyak amalan-amalan shaleh dan
menjahui kemungkingan-kemungkinan terjebak dalam kemaksiatan dan dosa juga banyak
kita temukan dalam Al-Qur’an. Pendekatan rehabilitaf ini adalah bagian dari menifestasi
taubat dengan imbalan amal shaleh dan peningkatan keimanan dan ketakwaan.Jika dari
penjelasan sejarah pengharaman khamr pada masa Rasullah SAW., dapat kita jadikan
pelajaran yang kemudian diwujudkan dengan langkah yang nyata menggunakan langkah-
langkah preventif, kuratif dan rehabilitatif maka hal tersebut dipastikan dapat menjamin
kehidupan sosial yang lebih baik.10
Salah satu hikmah yang juga dapat kita ambil dari pengharaman ialah hal ini
membuktikan bahwa islam bukanlah agama yang memberatkan umatnya, islam mengajarkan
bahwa untuk mencapai tujuan yang besar diperlukan waktu yang tidak sebentar, ini juga
menunjukan bahwa untuk membiasakan hal yang baru harus di mulai dari tahap yang mudah
tidak lansung pada tahap pengharaman.
. Demikianlah tahap tahap yang telah diatur Al-Qur’an dalam mengharamkan khamr
atau minuman keras tersebut. Cara memberi hukum atau membuat peraturan hukum seperti
ini sangat cocok untuk umat yang telah terjerumus dalam pada kegelapan dan kerusakan,
yaitu dengan memberi penjelasan secara perlahan tentang suatu keburukanya sehingga ketika
umat tersebut diberi larangan agar meninggalkan hal tersebut mereka tidak akan
memberontak karena mereka sudah paham tentang baik dan buruknya hal tersebut.11

10
Hamudullah Mahmud, Hukum Khamr dalam Perspektif Islam, Vol. 01, Maddika: Journal of Islamic Family
Law, Juli 2020, hlm. 36-37.
11
Ghina Raudlotul Jannah, Rachmad Risqy Kurniawan, Hukum Khamr dalam Islam, Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu
AL-Quran dan Tafsir, (Bogor: Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darul Quran), September 2021

Anda mungkin juga menyukai