Anda di halaman 1dari 14

MEMILIH ILMU,GURU DAN TEMAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Qiro’atul Kutub”

Dosen Pengampu

Muhammad Ainul Yaqin, M.Pd

Disusun Oleh :

Riskiyatul Kasiroh (2010700068)

Yulia Putri Intan Nuraini (2010700080)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS NURUL JADID

2022

Kata Pengantar

Assalamualaikum wr.wb

Segala puji bagi Allah yang selalu melimpahkan rahmat taufiq, serta hidayahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Memilih Ilmu, Guru, dan
Teman”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Qiroatul Kutub, dengan
tujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa.

Dalam penulisan makalah ini, tidak lepas dari petunjuk dan bimbingan Allah serta
masukan dari semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini sehingga
makalah ini dapat Terselesaikan .Makalah ini berusaha saya susun dengan sebaik mungkin
sesuai kemampuan yang saya miliki.

Akan tetapi kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, karena
keterbatasan dan kekurangan wawasan serta minimnya pengalaman yang dimiliki. Oleh
karena itu kami membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menjadi bahan
eavaluasi dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Ucapan terimakasih tak lupa kami ucapkan, sebagai wujud rasa syukur dengan
tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yang telah berpartisipasi selama penyusunan
makalah ini, yang telah dengan tulus ikhlas membantu baik secara moril maupun materil,
terutama kepada dosen Pembimbing dan teman-teman sekalian.

Probolinggo, 18 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .........................................................................................1


B. Rumusan makalah ...................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Memilih Ilmu ............................................................................................................3


B. Memilih guru .............................................................................................................4
C. Memilih teman...........................................................................................................6

BAB III PENUTUP

Kesimpulan……………………………………………………………………………….10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ta‘līm al-Muta‘allim Tharīq al-Ta‘allum adalah sebuah kitab monumental yang dikarang
oleh seorang ulama’ besar yang bernama Burhanuddin al-Islam al-Zarnuji. Tidak ada
kepastian mengenai tempat dan waktu dilahirkannya al-Zarnuji, sedangkan mengenai waktu
wafatnya ada dua pendapat, pendapat yang pertama mengatakan dia meninggal dunia pada
tahun 1195 M. sedangkan pendapat yang kedua pada tahun 1243 M. Dia hidup pada masa
kejayaan ilmu pengetahuan, dia belajar di Bukhara dan Samarqan yang pada saat itu kedua
kota tersebut menjadi pusat kegiatan keilmuan.

Setelah belajar pada banyak guru akhirnya dia menjadi seorang ulama besar, yang
kemudian mengarang kitab Ta‘līm al-Muta‘allim yang sampai sekarang masih menjadi kitab
wajib di pesantren-pesantren salafiyah. Kitab ini ditulis oleh al-Zarnuji karena
keprihatinannya terhadap para peserta didik pada saat zamannya. Dia melihat banyak orang
yang mempunyai ilmu, akan tetapi tidak diamalkannya dalam kehidupan seharihari sehingga
ilmu yang dimilikinya tidak bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri apalagi bagi orang lain dan
lingkungannya.

Berangkat dari keprihatinan terhadap keadaan peserta didik pada zamannyalah yang
membuat al-Zarnuji menulis sebuah kitab yang berisikan tentang bagaimana menuntut ilmu
yang baik sehingga bisa bermanfaat bagi dirinya serta orang lain. Apabila dikaitkan dengan
kondisi peserta didik sekarang, tentu keadaan peserta didik sekarang, tidak jauh berbeda
dengan keadaan peserta didik pada masa al-Zarnuji. Oleh sebab itulah dalam merumuskan
tujuan pendidikan di antaranya adalah mengharapkan ridha Allah SWT, mengharapkan
kebahagiaan akhirat, menghilangkan kebodohan dan menegakkan agama.

Dalam kitabTa’lim al-Muta’alli, al-Zarnuji, memilih Ilmu Teman dan guru merupakan
suatu hal yang sangat penting, dia menganjurkan peserta didik agar sebelum belajar maka dia
harus memilih ilmu, guru serta teman, yaitu ilmu yang terbaik bagi dirinya dan agamanya
baru

1
kemudian ilmu yang lain. Dianjurkan pula untuk memilih guru yang Alim, wara’ serta
mempunya sanad keilmuan yang jelas, Agar dapat tertuntun kepada kebenaran yang haqiqi,
tidak tercebur ke dalam pemahaman yang salah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara memilih Ilmu menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-
Muta’allim serta menurut sudut pandang tokoh Islam
2. Bagaimana cara memilih guru menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-
Muta’allim serta menurut sudut pandang tokoh Islam
3. Bagaimana cara memilih teman menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-
Muta’allim serta menurut sudut pandang tokoh Islam
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Bagaimana cara memilih Ilmu menurut al-Zarnuji dalam kitab
Ta’lim al-Muta’allim serta menurut sudut pandang tokoh Islam
2. Untuk mengetahui Bagaimana cara memilih guru menurut al-Zarnuji dalam kitab
Ta’lim al-Muta’allim serta menurut sudut pandang tokoh Islam
3. Untuk mengetahui Bagaimana cara memilih teman menurut al-Zarnuji dalam
kitab Ta’lim al-Muta’allim serta menurut sudut pandang tokoh Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Memilih Ilmu
Seorang Penuntut Ilmu Harus Benar-Benar Mencermati Ilmu Yang Akan
Dipelajarinya, Baru Kemudian Memilih Ilmu Yang Paling Baik Atau Paling Cocok
Dengan Dirinya, Baik Ilmu Yang Dibutuhkan Saat Itu Maupun Ilmu Yang Dibutuhkan
Untuk Masa Yang Akan Datang.

1. Memilih Ilmu Menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim


Ilmu Paling Utama yang Harus Dipelajari Adalah Ilmu Tauhid, Karena Dengan
Ilmu Tauhid Kita Dapat Mengetahui Sifat-Sifat Allah Berdasarkan Dalil-dalilnya.
Sebab dengannya, keimanan seseorang menjadi sempurna dan tidak termasuk kepada
golongan orang-orang yang muqollid (ikut-ikutan saja). Dianjurkan Pula Bagi
Seorang Penuntut Ilmu Untuk Memilih Mencari Ilmu-Ilmu Kuno yaitu ilmu Agama
yang berasal dari Rasulullah, sahabat dan tabi’in Seperti ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih,
Ilmu Akhlak Ilmu yang wajib dipelajari, karena setiap orang membutuhkannya
dalam segala keadaan, dianalogikan seperti makanan yang setiap orang pasti
membutuhkannya (hukumnya fardhu ‘ain) seperti : kewajiban untuk mendirikan
salat, maka setiap orang islam hukumnya wajib mempelajari ilmu tentang salat. Ada
pula ilmu yang dibutuhkan pada keadaan tertentu, sehingga dianalogikan seperti obat
yang hanya dibutuhkan pada saat-saat tertentu (hukumnya fardhu kifayah) Ilmu
kedokteran, Ilmu biologi, Ilmu pertanian dan lain sebagainya.
Sedangkan mempelajari ilmu nujum itu hukumnya haram, karena ia diibaratkan
penyakit yang sangat membahayakan. Dan mempelajari ilmu nujum itu hanyalah sia-
sia belaka. Rasulullah SAW bersabda :
‫من اقتبس علما من النجوم اقتبس شعبة من السحر زاد مازاد‬
" Barang siapa mempelajari satu cabang dari ilmu nujum maka sesungguhnya ia telah
mengambil satu bagian dari ilmu sihir, semakin bertambah ( ilmu yang dia pelajari),
semakin bertambah pula ( dosanya )” HR Abu Dawud, Ibnu majah, ahmad dan al
Baihaqi

3
karena ia tidak bisa menyelamatkan seseorang dari taqdir Tuhan. Oleh karena itu, setiap
orang Islam wajib mengisi seluruh waktunya dengan berzikir kepada Allah, berdoa,
memohon seraya merendahkan diri kepadaNya, membaca al-Quran dan bersedekah
supaya terhindar dari marabahaya. Boleh mempelajari ilmu nujum (ilmu falak) untuk
mengetahui arah kiblat dan waktu-waktu shalat

B. Memilih Guru
1. Memilih Guru Menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim
Guru menjadi sosok penting yang menjadi perantara bagi kita untuk menimba
ilmu. Dalam memilih guru.
Menurut Imam al-Zarnuji, Kriteria memilih guru adalah sebagai berikut
Pertama : hendaknya seorang penuntut ilmu memilih guru yang Alim, wara’, dan
lebih tua usianya.
‫اد بن‬a‫ه حم‬a‫ة رحم هللا علي‬a‫و حنيف‬a‫ار اب‬a‫ا اخت‬a‫ن كم‬a‫ار االعلم والورع والس‬a‫تاذ فينبغي ان يخت‬a‫ار اال س‬a‫ا اختي‬a‫ام‬
‫سليمان بعد التامل والتفكير‬
Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang lebih alim, waro’ dan juga lebih
tua usianya. Sebagaimana Abu Hanifah menentukan pilihannya kepada Hammad
Bin Abu Sulaiman setelah lebih dahulu memikir dan mempertimbangkan lebih
lanjut.

Tentunya, guru yg akan kita jadikan panutan bukan hanya pintar. Tapi harus
memiliki sifat Wara’. Adapun wara’ adalah meninggalkan maksiat dan menjauhkan
diri dari syubhat karena takut terjatuh dalam haram. Bagi para pencari ilmu, inilah
qaul ulama yang menjdi kriteria ungkapan “fii ikhtiyyari al Usatdz. Sehinga kita
terhindar dari orang yg salah memahami agama.
Kedua, bukan orang yang cinta dunia, menuruti hawa nafsu, menganiaya
muslim lainnya.
“Dikisahkan, ada seorang ulama’ dari kalangan Bani Israil mengoleksi berbagai
kitab dari banyak disiplin ilmu hingga berjumlah 70 peti.Lantas Allah memberikan
wahyu kepada seorang Nabi pada zaman tersebut, agar disampaikan kepada
seorang ulama’ tersebut.

4
“Tidak akan ada artinya berbagai ilmu mu, walaupun kau lipat gandakan koleksi
kitabmu dari jumlah kitab yang engkau miliki sekarang, selagi engkau masih
memendam tiga sifat ini, yakni: dirimu masih cinta dunia, bersekongkol dengan
nafsu dan syetan untuk menuruti hawa angkaramu, dan masih menganiaya satu
orang muslim saja.

Dalam memilih guru perlu untuk memperhatikan ajaran yang ia bawa. Guru
yang salah, akan membawa kita ke jurang kesesatan, yang menyebabkan munculnya
radikalisme, fanatisme buta, dan kerusakan lainnya. Oleh karena itu, ajaran yang ia
bawa harus sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, dan tidak menyelisihi
mayoritas ulama.
2. Memilih Guru Menurut Syekh Ibrahim Musa asy-Syathibi
Sanad keilmuan adalah nilai penting dalam mencari ilmu agama. Oleh karena itu,
agama memerintahkan kita untuk lebih selektif dalam memilih seorang guru.
Sebagaimana dalam hadits:
‫ ُذونَ ِدينَ ُك ْم‬aaaa‫ا ْنظُرُوا َع َّم ْن تَْأ ُخ‬aaaaَ‫ين ف‬
ٌ ‫ َذا ْال ِع ْل َم ِد‬aaaaَ‫يرينَ ِإ َّن ه‬
ِ aaaa‫ا َل ُم َح َّم ِد ْب ِن ِس‬aaaaَ‫ ق‬Muhammad bin Sirin
mengatakan “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian
mengambil agama kalian (Lihat: Muqaddimah Shahih Muslim, hal. 10).
Syekh Ibrahim bin Musa asy-Syathibi dalam kitab al-Muwafaqat menjelaskan
‫أنفع طرق العلم الموصلة إلى غاية التحقق به أخذه عن أهله المتحققين به على الكمال والتمام من‬
“Di antara jalan untuk mencari ilmu yang dapat mengantarkan pelajar ke ujung
kepakaran dalam bidangnya adalah mengambil ilmu dari ahli/pakar yang telah
membidangi ilmu tersebut secara sempurna dan menyeluruh” (Ibrahim bin Musa
asy-Syathibi, al-Muwafaqat [Beirut: Dar Ibnu Affan], 2007, juz 1 hal. 139).

Imam asy-Syathibi dalam kitab yang sama menjabarkan tanda dan bukti kepakaran
seorang guru dalam bidang ilmu.
a. Pertama, ia telah mengamalkan apa yang telah ia pelajari sehingga ucapan yang
keluar darinya sesuai dengan perbuatannya. Apabila perbuatannya tidak sesuai
dengan ucapannya maka ia bukan ahli/pakar yang pantas untuk diambil ilmu
darinya serta ia tidak pantas dijadikan panutan dalam ilmu.
b. Kedua, ia adalah seorang guru yang dahulunya ditempa oleh para pakar dalam
bidang keilmuan tersebut. Ia telah sempurna mengambil ilmu dari guru-gurunya
5
serta ia telah lama hidup bersama (mulazamah) dengan para guru-gurunya.
Sehingga ia pantas mendapatkan pujian dan gelar sebagaimana guru-gurunya.
Menurut Imam asy-Syatibi, begitulah tradisi ulama terdahulu. Pada mulanya,
para sahabat Nabi hidup bersama (mulazamah) dengan Nabi, mereka mengambil
manfaat dari segenap perkataan dan perbuatan Nabi, serta mereka juga
mengikuti seluruh ketetapan Nabi dalam setiap keadaan. Dan tradisi para
sahabat Nabi diturunkan kepada generasi selanjutnya. Kemudian, para tabi’in
juga meneladani tradisi para sahabat bersama Nabi. Sehingga, para tabi’in
mampu sampai ke dalam derajat kesempurnaan dalam ilmu syariat. Dan
cukuplah bagi seseorang bukti bahwa tidak ada seseorang yang alim lagi
masyhur bermanfaat di antara masyarakat, kecuali mereka memiliki panutan
yang masyhur diikuti di zamannya. Dan sedikit sekali ditemukan golongan atau
seseorang yang melenceng dari sunnah Nabi, kecuali mereka telah menyimpang
dari sifat-sifat (guru) yang telah dijelaskan di atas. (Ibrahim bin Musa asy-
Syathibi, al-Muwafaqat [Beirut: Dar Ibnu Affan], 2007, juz 1 hal. 139).
c. Dari penjelasan Imam asy-Syathibi, ada hal yang telah menjadi sebuah tradisi
sejak zaman dahulu yang relevan hingga sekarang, yaitu seorang yang alim pasti
tercetak dari guru-guru yang alim dan kompeten di bidangnya. Sebagaimana
contoh Gus Baha’ yang terkenal alim yang dididik oleh seorang guru agung
bernama KH Maimoen Zubair dan sesamanya. Oleh karena itu, seandainya kita
ingin menjadi seorang ulama di masa mendatang wajib bagi kita untuk mencari
guru yang alim nan andal sebagaimana yang dijelaskan ciri-cirinya oleh Imam
Ibrahim bin Musa asy-Syathibi. Sedangkan, bagi kita semua sebagai barisan
para penuntut ilmu ketika telah menemukan guru yang tepat maka wajib untuk
mempelajari ilmu dengan sabar.
C. Memilih Teman
1. Memilih Teman al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim
Menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim etika memilih teman
dalam belajar sebagaimana yang terdapat dalam syair beliau yakni:
‫الن‬aa‫ر من الكس‬aa‫تقيم والمتفهم ويف‬aa‫ع المس‬aa‫احب الطب‬aa‫ورع وص‬aa‫د وال‬aa‫واما اختيار الشريك فينبغي ان يختار المج‬
‫والمعطل والمكثار والمفسد والفتان‬

6
Tentang memilih teman, hendaklah memilih yang tekun, waro, bertabiat baik atau
lurus serta semangat untuk memahami pelajaran. Dan hendaklah pula menjauhi
orang-orang malas, pengangguran atau tidak mau memahami ilmu, orang yang
banyak bicara dan orang yang berbuat kerusakan serta ahli fitnah.

Dalam kutipan tersebut al-Zarnuji menganjurkan kepada kita untuk memilih


atau berteman dengan orang yang tekun, waro, bertabiat baik atau lurus serta
semangat untuk memahami pelajaran. Kemudian beliau juga menganjurkan
kepada kita untuk menjauhi orang-orang yang malas, pengangguran atau tidak
mau memahami ilmu, orang yang banyak bicara dan orang yang berbuat
kerusakan serta ahli fitnah.

Pertama, al-Zarnuji menganjurkan kita untuk berteman dengan orang yang tekun.
Perlu diketahui bahwa sifat tekun merupakan kunci utama kesuksesan dalam
segala hal. Dalam bekerja, belajar ataupun segala aktivitas yang kita lakukan jika
kita menginginkan keberhasilan dalam aktivitas tersebut, kita haruslah tekun atau
bersungguh-sungguh dalam menjalankannya. Sebagaimana yang disyairkan oleh
beliau dalam kitabnya Ta’limul Muta’allim:

‫ومن قرع الباب ولج ولج‬ ‫من طلب شيا وجد وجد‬

2. Memilih Teman Menurut Imam Al-Ghazali


Menurut Imam Al-Ghazali dalam karyanya yang berjudul Bidayatul Hidayah “
“Jika engkau mencari orang untuk dijadikan sahabat dalam mencari ilmu, urusan
agama, dan urusan dunia, maka kau harus memperhatikan darinya lima hal
berikut.”
a. Pertama, yang harus diperhatikan adalah akalnya, dalam arti cerdas dan
berilmu. Menurut Imam Al-Ghazali, berteman dengan orang bodoh tidak ada
manfaatnya dan akan berujung pada keputusasaan dan permusuhan.

Dalam syair Imam Ali berkata:

 Janganlah berteman dengan orang yang bodoh telah karena akan


celaka engkau dan celaka pula dia.

7
 Berapabanyak orang yang bodoh telah merusak orang yang bijak
ketika berteman dengannya.
 Seseorang akan disamakan dengan seseorang yang lain, jika dia selalu
bersama dengannya. Seperti sepasang sandal, apabila sandal itu dijajarkan.
 Antara hati dengan hatii yang lainnya terdapat getaran saat berjumpa.

b. Kedua , perhatikan akhlaknya. Jangan bersahabat dengan orang yang tidak


bagus akhlaknya serta buruk kelakuannya. Perumpamaan orang yang buruk
akhlaknya seperti orang yang tidak mampu menguasai dirinya ketika marah
atau ketika tinggi nafsunya
Seorang ahli hikmah memberikan wasiat kepada putranya untuk bekal
memilih teman. Dia adalah Al-‘Utharidi. Pesan tersebut berisi perintah untuk
berteman dengan orang yang menjaga kehormatan temannya, mencukupi
kebutuhan temannya, menambahkan kemuliaan temannya, membantu menjaga
ibadah temannya menghargai dan menutupi keburukan temannya, dan lain
sebagainya.
c. Ketiga, hal selanjutnya yang harus diperhatikan ketika memilih teman adalah
kesalehannya. Orang saleh akan mengajak kepada kebaikan dan menjauhi
maksiat. Imam Al-Ghazali melarang untuk berteman dengan orang fasik yang
tidak takut Allah dan mengajak kepada kemaksiatan.“Dan janganlah engkau
mengikuti orang yag hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta
menuruti keinginannya dan perilakunya sudah melawati batas.” (QS. Al-
Kahfi [18]:28)
d. Keempat, tidak tamak dunia. Orang yang tamak merupakan racun hati yang
mematikan. Bergaul dengan orang tamak dapat menyebabkan ketamakan kita
bertambah dan sebaliknya bila bergaul dengan orang-orang yang zuhud akan
menyebabkan menguatnya sifat zuhud.Sebenarnya, secara fitri hati manusia
diciptakan ingin selalu meniru serta mengikuti. Tabiat dan sifat manusia ini
saling menulari tanpa disadari. Sehingga hal ini juga mempengaruhi kuatlitas
diri kita akibat pertemanan tersebut.

8
e. Kelima adalah kejujuran. Imam Al-Ghazali menyebut seorang pembohong
adalah fatamorgana. Dia seakan mendekatkan yang terlihat jauh dan
menjauhkan yang

Ada tiga macam tipe Sahabat menurut Imam Al-Ghazali.

 Pertama, sahabat dalam urusan akhirat. Dalam pertemanan ini maka


carilah keuntungan dalam bidang agama.
 Kedua, sahabat dalam urusan duniawi. Maka carilah keuntungan berupa
akhlak yang mulia darinya.
 ketiga, sahabat dalam bersenang-senang dan bersantai-santai. Dalam hal
ini, Imam Al-Ghazali tidak menganjurkan untuk mengambil manfaat
apapun darinya.

Para santri harus memilih ilmu pengetahuan yang paling baik atau paling cocok dengan
dirinya. Pertama tama yang perlu dipelajari oleh seseorang santri adalahilmu yang paling baik
dan yang diperlukannya dalam agama pada saat itu. Kemudian baru ilmu ilmu yang
diperlakukan pada masa yang akan datang.

Ilmu tauhid harus didahulukan, supaya santri mengetahui sifat sifat Allah berdasarkan
dalil yang otentik. Karna imannya orang yang taklid tanpa mengetahui dalilnya ,sekalipun
salah menurut pendapat kami, tetapi ia berdosa

Para santri harus mempelajari ilmunya para salaf ( baca Ilmu Agama ) dan tinggalkan
ilmu ilmu yang baru. Tinggalkan ilmu debat yang muncul setelah meninggalnya para ulama.
Sebab perdebatan akan menjauhkan seseorang dari ilmu fiqih, menyinyiakan Umur ,
menimbulkan keresahan , dan permusuhan. Dan apabila umat muhammad saw. sudah suka
berbantah bantahan dianatara mereka, , itulah tanda akan datangnya hari kiamat. Tanda
bahwa ilmu fiqih semakin menghilang.

9
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Menurut kitab Ta’lim Muta’llim, ilmu yang paling utama harus dipelajari adalah ilmu
tauhid, karena dengan ilmu tauhid kita dapat mengetahui sifat-sifat Allah berdasarkan dalil
yang ontentik. Meskipun orang imannya taklid di anggap sah oleh ulama terdahulu, tapi
perbuatan tersebut tetap berdosa karena hal itu menunjukkan bahwa orang tersebut tidak mau
mencari dalil untuk menguatkan imannya. Oleh karena itu mempelajari ilmu tauhid
diutamakan.Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang alim, waro dan juga lebih tua
usianya. Tentang memilih teman, hendaklah memilih yang tekun, waro, bertabiat baik atau
lurus serta semangat untuk memahami pelajaran.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Artikel : Imam Az-Zarnuji: Kiat Memilih Ilmu dan Guru https://ibtimes.id/?p=37336

https://www.nudepok.com/kriteria-memilih-guru/

Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/cara-memilih-guru-agama-yang-tepat-menurut-imam-
asy-syathibi-jYNT

Al-Zarnuji, ‫ المتعلم تعلم شرح‬, Kediri: Fath al-Ulum, t.t.


Dapartemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012.

11

Anda mungkin juga menyukai