Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PEMBUATAN LAMANG

Disusun untuk memenuhi Tugas PROYEK

Guru Pembina : Yeni Puspita Sari S.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 4

1. Aqli Zuhdi Khalfani


2. Satya Dwifa Nugraha
3. Siti Ihdatusaid
4. Syaskila Parades
5. Vallysha Bunga Rizwi
6. Vindo Yulio Fransisco
7. Willy Cahya Nofriyanti
8. Zilfa Sofia
9. Yudi Juliansyah

SMA NEGERI 2 SOLOK

NPP : 2022/2023
Daftar Isi
Kata Pengantar

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun
materinya.

Kami sebagai penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa di
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Solok, 10 September 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selain di alam Minang kabau,lamang sebagai makanan ini juga tersebar di seluruh
kebudayaan Melayu. Populernya lamang di Minangkabau, menurut cerita masyarakat
Pariaman, lamang diperkenalkan Syekh Burhanuddin Ulakan (1646-1704). Syekh
Burhanuddin adalah salah seorang penyebar (pengajar) agama di Minangkabau. Ia
banyak membangun surau tempat belajar agama di Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat.

Diceritakan, bahwa Syekh Burhanuddin sering dijamu masyarakat ketika


berdakwah. Namun ia meragukan kehalalan makanan yang disuguhkan kepadanya. Di
zaman itu, masyarakat masih suka memakan makanan olahan dari daging tikus dan ular,
tulis Ph.S. van Ronkel dalam artikelnya Het Heiligdom te Oelakan atau Tempat Keramat
di Ulakan (1914). Syekh Burhanuddin menolak dengan halus. Ia katakan bahwa dirinya
tak suka daging tikus dan ular. Meskipun telah disuguhi makanan lainnya, ia masih tetap
ragu dengan kehalalan makanan itu, karena sangat mungkin makanan tersebut dimasak di
wadah bekas memasak daging tikus, ular dan mungkin juga daging babi.

Lalu, ia mulai mencontohkan. Memasak nasi di dalam ruas bambu yang dilapisi
daun. Namun, karena nasi tidak bisa tahan lama, lalu ia mengganti beras dengan beras
pulut. Itulah asal mula lamang. Cara masak Syekh Burhanuddin tersebut lalu ditiru oleh
orang-orang di sekitar surau tempat ia mengajar. Membuat lamang tidak bisa dilakukan
sendiri. Butuh beberapa orang untuk membuatnya. Misalnya, ada yang bertugas untuk
mencari bambu sebagai tempat adonan, mencari kayu bakar guna memanggang lamang,
mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat lamang seperti beras ketan, santan, dan
daun pisang, serta orang yang mempersiapkan adonan dan memasukkan adonan lamang
dalam bambu.

Begitulah ceritanya. Namun demikian, Lamang juga ditemukan sebagai makanan


tradisional di Riau, Bengkulu, Jambi, Malaysia, Suku Dayak dan beberapa daerah
lainnya. Bagaimana pula asal usulnya, apa terkait juga dengan Syekh Burhanuddin, lain
pula pasal pembahasannya.
Bagaimana lamang berubah menjadi tradisi tak banyak sumber yang bisa dirujuk.
Budayawan Emha Ainun Najib (2018) mengatakan terkait asal-usul penciptaan tradisi
apapun bisa ‘dibisa-bisakan’, ‘disambung-sambungkan’, dan bisa disesuai-sesuaikan.
Namun, merujuk kepada perkembangan hantaran dalam acara kekerabatan, maka
diduga kuat lamang menjadi salah satu bentuk perubahan yang sifatnya menambah dalam
hantaran adat di Minangkabau. Tradisi bernama Malamang ini diperkirakan sudah
berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Malamang adalah tradisi membuat lemang, yaitu
kudapan dari ketan putih yang dimasak dengan cara dibakar di dalam bambu dan daun
pisang. Tradisi ini dapat ditemui hampir di seluruh wilayah Minangkabau, baik di daerah
darek (darat) seperti Solok, Bukittinggi, Payakumbuh. Maupun di pesisir pantai, Padang,
Pariaman, dan Painan.

Tradisi malamang ini harus dilestarikan karna tradisi ini sudah berkembang dari
dahulu, dan menjadi salah satu makanan khas sumatera barat yang sering dijumpai pada
hari-hari besar keagamaan.

B. Tujuan

Tujuan Malamang memang sebagai sarana berkumpul dan mempererat tali


silaturahmi. Biasanya, lamang dibuat dalam jumlah banyak. Proses pembuatan lamang
dimulai dari mencuci sipuluik atau beras ketan, kemudian dikeringkan. Lalu, dimasukkan
dalam bambu sepanjang 60 sentimeter yang sebelumnya telah diberi alas daun pisang
muda. Setelah itu, beri santan, garam, dan vanila secukupnya. Masak menggunakan kayu
bakar. Proses membuat lamang hingga masak atau matang bisa memakan waktu sekitar
lima jam dengan api kecil. Lamang yang sedang dibuat ini ada tiga rasa, yaitu rasa
pisang, ketan, dan lamang galamai yang terbuat dari tepung beras. Menyantap lemang
paling nikmat ditemani tapai atau ketan hitam yang sudah difermentasi.

Anda mungkin juga menyukai