Diajukan untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah
Disusun oleh :
Novlia (1882050023)
2022
Kata Pengantar
Assalamualaikum wr.wb.
Puji Skyukur kehadirat Allah Swt. Yang telah menganugerahkan kenikmatan. sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah berjudul "Proses dan Komponen-Komponen
Manajemen Berbasis Sekolah" dengan baik. Harapan penulis, semoga makalah ini dapat
bermanfaat sebagai salah satu rujukan, pedoman, atau penambah wawasan.saya sadar
makalah ini tidak luput dari banyak kekurangan, baik dari segi kualitas, maupun dalam
pemilihan bahasa yang kami gunakan. Semua murni didasari keterbatasan yang saya miliki.
Oleh sebab itu, saya membutuhkan saran dan kritik dari pembaca agar kedepannya, penulis
dapat memperbaiki makalah ini menjadi makalah yang layak dan lebih baik lagi.
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………… i
BAB I PENDAHULUAN ………..…………………………………………………………. 1
A.Latar Belakang……………………………………………………………………….. 1
B.Rumusan Masalah ………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN ……… …………………………………………………………….3
A.Proses Manajemen Berbasis Sekolah ……………………………………………. 3
B. Manajemen Kurikulum ………………………………………………….…………. 4
C.Manajemen Pembelajaran …………………………………………………...……… 5
D.Manajemen Tenaga Kependidikan …………………………………………….……. 6
E.Manajemen Kesiswaan ……………………………………………………………….7
F.Manajemen Keuangan ……………………………………………………………… 8
G.Manajemen Sarana dan Prasarana ………………………………………………….. 9
H.Manajemen Hubungan Kemasyarakatan ………………………………………….. 10
I.Manajemen Layanan Khusus………………………………………………………..11
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..12
A.Kesimpulan…………………………………………………………………………… 12
B.Saran………………………………………………………………………………….. 12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Dewasa ini globalisasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam
berbagai lingkungan termasuk lingkungan pendidikan. Salah satu contoh perubahan mendasar
yang sedang digulirkan saat ini adalah Manajem Berbasis Sekolah. Pemerintah telah
melakukan sosialisasi ditingkat sekolah dasar pada khususnya tentang pengaruh dan
kegunaan Manajemen Berbasis Sekolah terhadap peningkatan mutu dan kualitas sekolah
menuju kearah yang lebih baik, akan tetapi hal tersebut seolah tidak mendapat respon yang
positif dari pihak sekolah. Terbukti dengan masih banyaknya angka partisipasi pendidikan
nasional yang kurang baik dan kualitas pendidikan tetap menurun. Diharapkan pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah sesuai dengan anjuran yang diberikan sehingga Manajemen
Berbasis Sekolah dapat berhasil mengangkat kondisi dan memecahkan masalah pendidikan
yang ada. Hal tersebut diharapkan akan bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia.
Dalam Manajemen Berbasis Sekolah, sekolah memiliki wewenang yang besar dalam
mengelola kebijakannya. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelolah
sekolah sngatlah penting, selain peran guru, siswa, maupun peran serta masyarakat tentunya.
Dalam pengeolaan sekolah diperlukan suatu kemampuan manajerial. Dalam buku
Manajemen Berbasis Sekolah, Nurkholis (2003: 120) menyatakan bahwa: “Sebagai manajer,
kepala sekolah harus memerankan fungsi manajerial dengan melakukan proses perencanaan,
pengorganisasian, menggerakkan dan mengoordinasikan.”
Dari hal tersebut jelas terlihat bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangatlah vital
dalam pengelolaan sekolah. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya sebuah sekolah apabila
kepala sekolah tidak memiliki kemampuan manajemen ( sebagai manajer ) maka yang terjadi
adalah kesemrawutan pengelolaan, baik itu pengelolaan kurikulum, pengelolaan
pembelajaran, pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan, pengelolaan kesiswaan,
pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan hubungan
kemasyarakatan, serta pengelolaan layanan khusus. Akan tetapi, pengelolaan tersebut tidak
semata-mata tugas dari kepala sekolah saja. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara
komponen sekolah itu sendiri. Baik dari guru, siswa, orang tua siswa, maupun komite
sekolah. Apabila kerjasama terjalin dengan baik, maka tujuan pendidikan yang diharapkan
akan lebih mudah tercapai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa
rumusan masalah dalam kaitannya dengan komponen Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu
sebagai berikut:
Untuk menjawab beberapa rumusan masalah di atas, berikut penjelasannya dalam Bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah proses kegiatan memilih, membentuk hubungan kerja, menyusun
deskripsi tugas dan wewenang orang-orang yang terlibat dalam kegiatan komponen/bidang
manajemen sekolah tertentu sehingga terbentuk kesatuan tugas dan struktur organisasi yang
jelas dalam upaya pencapaian tujuan peningkatan mutu sekolah. Memilih orang-orang yang
dilibatkan dalam kegiatan tertentu mempertimbangkan karakteristik dan latar belakang yang
bersangkutan, antara lain: karakteristik fisik dan psikis (minat, kemampuan, emosi,
kecerdasan, dan kepribadian); serta latar belakang (pendidikan, pengalaman, dan jabatan
sebelumnya). Membentuk hubungan kerja menjadi satu kesatuan berarti bahwa penempatan
orang-orang dalam kegiatan tertentu dibentuk berupa susunan dan atau struktur organisasi,
lengkap dengan deskripsi tugas dan wewenangnya
Struktur organisasi sekolah berisi tentang sistem penyelenggaraan dan administrasi yang
diuraikan secara jelas dan transparan. Semua pimpinan, pendidik, dan tenaga kependidikan
mempunyai uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas tentang keseluruhan
penyelenggaraan dan administrasi sekolah. Pedoman yang mengatur tentang struktur
organisasi sekolah:
1. memasukkan unsur staf administrasi dengan wewenang dan tanggungjawab yang jelas
untuk menyelenggarakan administrasi secara optimal;
2. dievaluasi secara berkala untuk melihat efektifitas mekanisme kerja pengelolaan sekolah;
3. diputuskan oleh kepala sekolah dengan mempertimbangkan pendapat dari komite sekolah
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan berarti implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian yang telah disusun.
Dalam pelaksanaan perlu diberikan motivasi, supervisi, dan pemantauan. Pemberian motivasi
merupakan upaya mendorong pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah agar selalu
meningkatkan mutu kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Supervisi yaitu
pemberian bantuan perbaikan dan pengembangan kegiatan implementasi komponen/bidang
manajemen sekolah agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan peningkatan mutu
sekolah. Supervisi meliputi supervisi manajerial dan akademik, yang dilakukan secara teratur
dan berkesinambungan oleh kepala sekolah, atasan dan pemangku kepentingan lainnya.
Pemantauan dilakukan oleh kepala sekolah, atasan, dan pemangku kepentingan lainnya
secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas
penyelenggaraan komponen/bidang manajemen sekolah.
Dalam melaksanakan program sekolah, sekolah membuat dan memiliki pedoman yang
mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak-pihak
yang terkait. Perumusan pedoman sekolah:
1. mempertimbangkan visi, misi dan tujuan sekolah;
2. ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.
4. Pengevaluasian
Pengawasan diartikan sebagai proses kegiatan untuk membandingkan antara standar yang
telah ditetapkan dengan hasil pelaksanaan kegiatan. Pengawasan berguna untuk mengukur
keberhasilan dan penyimpangan, memberikan laporan dan menerapkan sistem umpan balik
bagi keseluruhan kegiatan komponen/bidang manajemen sekolah. Pengawasan meliputi
kegiatan evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Kegiatan pengawasan juga
didasarkan atas kegiatan pemberian motivasi, pengarahan, supervisi, dan pemantauan.
Pemantauan pengelolaan sekolah dilakukan oleh komite sekolah atau bentuk selain dewan
perwakilan pihak yang berkepentingan secara berkala dan berkelanjutan untuk menilai
efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan. Supervisi pengelolaan akademik
dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Kurikulum SDN 3
Tamanwinangun, 2010: 5). Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan
dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di
daerah. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan
oleh Departemen Pendidikan Nasioanal ( sekarang Kementerian Pendidikan Nasional-red )
pada tingkat pusat. Karena itu sekolah merealisasikan dan menyesuaiakan kurikulum tersebut
dengan kegiatan pembelajaran. Disamping itu, sekolah juga bertugas dan berwenang untuk
mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
lingkungan setempat.
Menurut Nurkholis (2003: 45) menyatakan bahwa: “Sekolah dapat mengembangkan,
namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang
dikembangkan oleh Pemerintah Pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan
kurikulum muatan lokal.”
Pengembangan kurikulum muatan lokal telah dilakukan sejak digunakkannya
Kurikulum 1984, khususnya di sekolah dasar (Mulyasa, 2009: 40). Pada kurikulum tersebut
muatan lokal disisipkan pada berbagai bidang studi yang sesuai. Dalam kurikulum 1994,
muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang studi.
Jadi intinya adalah dalam pengelolaan kurikulum yang bersifat nasional, sekolah tidak
berhak mengurangi isinya. Yang boleh dikembangkan adalah muatan lokal yang disesuaiakan
sesuai dengan kondisi dan karakteristik sekolah masing-masing.
Ketenagaan dalam sekolah identik dengan posisi guru sebagai pendidik maupun
tenaga kependidikan. Adanya pembagian tugas yang jelas antara ketenagaan yang satu
dengan yang lainnya akan menunjang kelancaran dari pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Menurut Mulyasa (2009: 42) manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil)
mencakup (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan
pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6)
kompensasi, (7) penilaian pegawai.
Mengenai pengelolaan ketenagaan, Nurkholis (2003: 46) menyatakan bahwa:
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen,
pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja
sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih
ditangani oleh birokrasi di atasnya.
Tugas kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen tenaga kependidikan
bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan
sekolah, tetapi juga tujuan tenaga kependidikan (guru dan pegawai) secara pribadi. Oleh
karena itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan instrumen pengelolaan tenaga
kependidikan, seperti daftar riwayat pekerjaan, dan kondisi pegawai untuk membantu
kelancaran MBS di sekolah yang dipimpinnya.
E. MANAJEMEN KESISWAAN
F. MANAJEMEN KEUANGAN
Keuangan merupakan salah satu sumber dari sekolah yang secara langsung
menunjang kelangsungan dari sekolah tersebut dalam efektifitas dan efisiensi pengelolaan
pendidikan. Dalam MB, hal tersebut akan jauh lebih terasa, karena menuntut sekolah untuk
merencanakan, mengelola, mengevaluasi, serta mempertanggungjawabkan penggunaan
keuangan secara transparan.
Sekolah diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan
penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata bergantung pada pemerintah
(Nurkholis, 2003: 46). Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling
memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi uang sudah seharusnya dilimpahkan ke
sekolah (Rohiat, 2009: 66)
Mulyasa (2009: 48) menyatakan bahwa: “Sumber keuangan dan pembiayan sekolah
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) pemerintah, (2) orang tua atau
peserta didik, (3) masyarakat.”
Dalam pengelolaan keuangan di sekolah, diperlukan rasa tanggungjawab yang besar
dari semua komponen sekolah agar penggunaannya dapat maksimal dan sesuai sasaran.
Dengan penggunaan yang tepat, maka semua kebutuhan sekolah dalam hal peningkatan
pembelajaran, baik teknis ataupun non-teknis akan tercukupi sehingga sekolah dapat berjalan
dengan lancar, teratur dan bertanggungjawab.
Mengenai sarana dan prasarana pendidikan, Mulyasa (2009: 49) menyatakan bahwa:
Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan
dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang
kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan
prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses
pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah,
tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman
sekolah untuk pengajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olahraga,
komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.
Manejemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah
yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru
maupun murid untuk berada di sekolah.
Nurkholis (2003: 46) dan Rohiat (2008: 66) sepakat bahwa pengelolaan fasilitas
seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan
hingga pengembannya.
Melihat alasan dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa dalam MBS, sekolah
yang benar-benar mengetahui kondisi dan kebutuhan fasilitas untuk pengembangan
sekolahnya masing-masing.
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan suatu sarana yang
sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di
sekolah.
Menurut Mulyasa (2009: 50) tujuan dari hubungan sekolah dengan masyarakat
adalah:
1) Memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak;
2) Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat;
3) Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
Gambaran dan kondisi sekolah dapat diinformasikan ke masyarakat melalui laporan
kepada orang tua siswa, buletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran sekolah, open
house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah siswa (home visit), penjelasan oleh staf
sekolah, siswa itu sendiri, radio serta laporan tahunan.
Esensi dari hubungan ini adalah meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan,
dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial yang dari dulu telah
didesentralisasikan {Nurkholis (2003: 46-47) dan Rohiat (2008: 67)}
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa kelangsungan sebuah
sekolah tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat. Maka, seyogyanya jalinan atau
hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat harus dijunjung tingggi. Sekolah
merupakan bagian dari masyarakat, pun demikian dengan masyarakat yang harus merasa
memiliki sekolah. Keduanya saling membutuhkan demi tercapainya tujuan pendidikan
Indonesia.