Anda di halaman 1dari 33

SENAM HAMIL

Konsep Senam Hamil

Definisi

Senam hamil adalah program kebugaran yang diperuntukkan bagi ibu


hamil. Oleh karena itu senam hamil memiliki prinsip gerakan khusus yang
disesuaikan dengan kondisi ibu hamil. Latihan pada senam hamil dirancang
khusus untuk menyehatkan dan membugarkan ibu hamil, mengurangi keluhan
yang timbul selama kehamilan serta mempersiapkan fisik dan psikis ibu dalam
menghadapi persalinan. Tujuan dari program senam hamil adalah membantu
ibu hamil agar nyaman, aman dari sejak bayi dalam kandungan hingga lahir.
Senam hamil merupakan latihan relaksasi yang dilakukan oleh ibu yang
mengalami kehamilan sejak 23 minggu sampai dengan masa kelahiran dan
senam hamil ini merupakan salah satu kegiatan dalam pelayanan selama
kehamilan (prenatal care) (Manuaba. 2015).

Tujuan Senam Hamil

Tujuan umum, yaitu: melalui senam hamil yang teratur dapat dija- ga kondisi
otot-otot dan persediaan yang berperan dalam proses mekanisme persalinan,
mempertinggi kesehatan fisik dan psikis serta ke- percayaan pada diri sendiri
dan penolong dalam menghadapi persalinan, dan membimbing wanita
menuju suatu persalinanyang fisiologis.

Tujuan khusus, yaitu: memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot


dinding perut, otot-otot dasar panggul, ligament dan jaringan yang berperan
dalam mekanisme persalinan, melonggarkan persendian yang berhubungan
dengan proses persalinan, membentuk sikap tubuh yang prima, sehingga dapat
membantu mengatasi keluhan-keluhan, letak janin dan mengurangi sesak nafas,
menguasai teknik pernafasan dalam persalinan, dan dapat mengatur diri kepada
ketenangan. Tujuan senam hamil, yaitu: melatih ibu untuk beradaptasi lebih
baik dengan kehami- lannya, melatih dan mempersiapkan ibu hamil untuk
menghadapi ke- lahiran bayinya, mencegah varises, yaitu pelebaran pembuluh
darah balik (vena) secara segmental yang tak jarang terjadi pada ibu hamil,
guatan otot-otot dasar panggul dan tungkai, penguluran dan pelemasan otot-otot
dan ligament, meningkatkan sistem pernapasan, latihan perna- pasan, latihan
mengejan, menambah gerakan sendi panggul, relaksasi, mengurangi rasa
waswas atau gelisah dan mencegah gangguan fisik yang diakibatkan oleh
gangguan mental atau faktor psikologis (Manuaba. 2015).

Menurut Nirwana (2011) olah tubuh bagi ibu hamil sangat penting, dian- tara
tujuan senam hamil adalah :

1. Menguasai teknik pernafasan, dengan menguasai teknik pernafasan ini


diharapkan ibu mendapatkan oksigen yang lebih banyak, latihan ini
dilakukan agar ibu siap menghadapi persalinan.
2. Memperkuat elastisitas otot, tujuannya adalah untuk mencegah atau untuk
mengatasi keluhan nyeri di bokong perut bagian bawah dan keluhan
wasir.
3. Mengurangi keluhan, melatih sikap tubuh hamil sehingga mengurangi
keluhan yang timbul akibat perubahan bentuk tubuh.
4. Melatih relaksasi, proses relaksasi akan sempurna dengan melakukan
kontraksi dan relaksasi yang diperlukan untuk mengatasi ketegangan atau
rasa sakit saat proses persalinan.
5. Menghindari kesulitan, senam hamil ini bertujuan untuk membantu proses
persalinan, sehingga ibu dapat melahirkan tanpa kesulitan serta dapat
menjaga tubuh agar tetap bugar dan Sehat.
6. Mencegah varises, yaitu mencegah pelebaran pembuluh darah balik
(vena) secara segmental yang tak jarang terjadi pada ibu hamil.
7. Latihan mengejan, latihan ini khusus untuk menghadapi proses per-
salinan dengan mengejan secara benar bayi dapat lancar keluar dan tidak
tertahan lama dijalan keluar.
Manfaat Senam Hamil

Barbara Hoisteni dalam Widianti (2013) menyebutkan manfaat senam hamil


sebagai berikut :

1. Memperbaiki sirkulasi
2. Meningkatkan keseimbangan otot-otot
3. Mengurangi bengkak-bengkak
4. Mengurangi risiko gangguan gastrointestinal, termasuk sembelit
5. Mengurangi kejang kaki
6. Menguatkan otot perut
Program senam hamil yang baik juga dapat memperbaiki postur tubuh
karena pengaruh rahim dan perut yang mengembang sehingga me- nyebabkan
daerah pelvis bergeser ke depan. Gerakan-gerakan senam un- tuk
mengencangkan otot-otot pantat, punggung, bahu, perut akan menja- ga
penampilan dan mengurangi kemungkinan terjadinya berbagai gangguan akibat
postur tubuh kurang sehat (Widianti, 2013).

Syarat Senam Hamil

Menurut Anggraeni (2010), ada beberapa syarat yang harus diper-


hatikan oleh ibu hamil sebelum mengikuti senam hamil, yaitu: telah dil- akukan
pemeriksaan kesehatan dan kehamilan oleh dokter atau bidan, latihan dilakukan
setelah kehamilan mencapai lebih dari 23 minggu, lati- han dilakukan secara
teratur dan disiplin, dalam batas kemampuan fisik ibu dan sebaiknya latihan
dilakukan di rumah sakit atau klinik bersalin dibawah pimpinan instruktur
senam hamil. Sedangkan menurut Canadian Society for Exercise Physiology
(CESP), prinsip pelasksanaan senam hamil yang aman dikenal dengan istilah
FITT, yaitu:
1. Frequency (F), senam hamil dilakukan 2-4 kali dalam seminggu.

2. Intensity (I), diukur dengan melihat denyut jantung ibu disesuaikan


dengan umur. Intensitas ini bisa juga diobservasi melalui “Talk Test”.
Jika ibu berbicara dengan nafas terengah-engah, maka inten- sitas
senam harus diturunkan.
3. Time (T), durasi senam hamil dimulai dari 15 menit, kemudian
dinaikkan 2 menit perminggu hingga dipertahankan pada durasi 30
menit. Setiap kegiatan senam disertai dengan pemanasan dan
pendinginan masing- masing 5-10 menit.
4. Type (T), pemilihan jenis gerakan harus berisiko minimal dan tidak
membahayakan.

Kontra Indikasi Senam Hamil

Menurut Widianti (2013) bila ibu hamil menderita salah satu kon- disi yang
ada di bawah ini, sebaiknya intensitas senam dikurangi, bahkan ketika tim
medis mungkin menyatakan bahwa senam hamil merupakan hal yang terlalu
riskan. Sehingga sebaiknya senam dihentikan dan perawat medis dihubungi
secepatnya. Adapun kondisi yang dimaksud adalah yaitu :

1. Penyakit myocardial aktif

2. Kelainan jantung

3. Thromboplebitus (radang otot dan gumpalan darah beku).

4. Pulmonary embolism (gumpalan darah pada paru-paru).

5. Isoimunisasi akut (misalnya jika Rh-negatif ibu, antibodi akan


berkembang dan merusak Rh- positif pada sel darah bayi).

6. Gangguan pada perkembangan rahim.

7. Adanya tanda-tanda kelainan pada janin.

8. Bengkak mendadak pada muka dan tangan, sakit kepala dan pus- ing.
Jenis Senam Hamil

Senam hamil ada beberapa jenis, masing-masing memiliki gerakan dan manfaat
yang berbeda. Jenis-jenis senam hamil antara lain :

1. Yoga

Menurut Sindhu (2014), yoga berasal dari bahasa sansekerta yang memiliki
arti persatuan. Praktik yoga yang dilakukan oleh ibu hamil tid- ak jauh berbeda
dengan yoga yang dilakukan oleh orang dewasa. Prena- tal yoga merupakan
modifikasi dari yoga klasik yang telah disesuaikan dengan kondisi fisik wanita
hamil, pada ibu hamil intensitasnya lebih perlahan dan lembut. Tujuan dari
modifikasi khusus ini adalah untuk menghindari ibu hamil dari cedera, serta
untuk kenyamanan untuk ibu hamil. Yoga bermanfaat bagi ibu hamil sebagai
media self help yang dapat mengurangi ketidaknyamanan selama hamil,
mempermudah per- salinan, dan mempersiapkan mental ibu yang baru
melahirkan dan saat membesarkan anak
Yoga dapat dilakukan oleh ibu hamil dengan bantuan instruktur selama 60-
90 menit tiap sesi dan dilakukan 1-2 kali seminggu, di hari lain dapat
melakukan sendiri di rumah. Yoga dibagi dalam 2 bagian be- sar, yaitu praktik
pagi dan praktik petang. Praktik pagi terdiri atas : pemusatan perhatian,
praktik meningkatkan stamina dan praktik postur yoga, sedangkan untuk
praktik petang terdiri atas pemusatan perhatian
Gambar 2.1 Senam hamil yoga
2. Pilates
Menurut Muhtadi (2011), senam pilates dikembangkan seorang
berkebangsaan Jerman bernama Joseph Hubert Pilates (Joe Pilates) di awal abad 20
seusai perang pertama. Tujuan awalnya adalah T e k n i k s e b a g a i rehabilitasi
dunia bagi para tentara yang kembali dari medan perang untuk memperkuat tubuh dan
menyembuhkan rasa sakit. Metoda Pilates difokuskan pada meningkatkan fleksibilitas,
kekuatan dan kesiagaan tubuh dengan cara melatih pengendalian gerakan tubuh.

Pilates adalah penggabungan seni olah tubuh dari dunia Timur dan dunia Barat, senam
ini terlihat sepintas seperti yoga. Namun beberapa gerakan dalam pilates juga
menggunakan alat bantu. Selain itu, pilates memiliki teknik pernapasan khusus yang
dipraktekkan dalam setiap gerakan. Teknik nafas yang digunakan tidak dengan perut
atau dada, melainkan dengan diafragma (Muhtadi, 2011). Gerakan Pilates bukan
gerakan aerobic atau cardio, melainkan gerakan peregangan atau dikenal dengan istilah
resistance exercise. Dua elemen kunci untuk Pilates adalah kekuatan otot dan postur
tubuh. Selama melakukan gerakan harus senan- tiasa fokus pada kontraksi otot,
pernafasan, dan kualitas dari gerakan. Tujuannya adalah untuk terkoordinasinya antara
fikiran, tubuh, dan se- mangat yang disebut oleh Joseph Pilates dengan "contrology"
(Muhtadi, 2011).

Gerakan dalam pilates terlihat ringan dan mudah, namun bagi pemula akan terasa relatif
sulit. Gerakan pilates tidak dilakukan beru- lang-ulang seperti halnya gerakan saat
aerobik. Hal yang dipentingkan saat berpilates adalah akurasi (ketepatan) gerakan dan
cara mengatur na- pas. Kondisi inilah yang menyebabkan seseorang perlu
berkonsentrasi penuh saat melakukan pilates .

Menurut Joseph Pilates, pencipta 34 gerakan dasar senam sejak ta- hun
1920, terdapat prinsip utama di dalamnya, meliputi: konsentrasi, pernapasan
pemusatan gerakan, kontrol gerakan, presisi dalam melakukan gerakan,
isolasi terhadap otot yang dilatih, rutinitas. Gerakan pilates banyak melatih
otot-otot perut, punggung bagian bawah, sekitar panggul, dan bokong, yang
disebut core muscle. otot-otot yang dilatih bukan hanya otot luar, tetapi juga
otot dalam (deep muscle) yang jarang dijadikan fokus latihan senam biasa.
Pemberdayaan otot dalam tubuh akan berdampak pada kekuatan dan
fleksibilitas otot yang lebih baik (Widyatama, 2011)
Karena bukan latihan kardio, pilates tak menguras keringat atau
memacu denyut jantung dan harus dilakukan dalam frekuensi lumayan sering.
Otot yang dilatih adalah core muscle (otot perut, punggung bagian bawah,
sekitar panggul, dan bokong). Bagi ibu hamil, manfaat utama melakukan senam
Pilates adalah untuk memperkuat otot dan sendi, teru- tama otot bagian perut
dan dekat tulang punggung. Jadi manfaat dari se- nam hamil metode Pilates
antara lain untuk membantu proses melahirkan membuat ibu hamil lebih bugar
serta mempertahankan bentuk tubuh baik selama kehamilan maupun setelah
melahirkan (Widyatama, 2011).

3. Hypnobirthing

Hypobirthing berasal dari kata hypno (hypnosis dan birthing (me- lahirkan),
sehingga hypnobirthing adalah proses melahirkan dengan hyp- nosis, dimana
ibu sepenuhnya sadar dan menikmati proses Persalinan.
Metode ini berakar pada ilmu hypnosis dengna metode pendekatan keji- waan
yang memberi kesempatan kepada wanita untuk berkonsentrasi, fokus dan
rileks. Sehingga hypnobirthing mengacu pada hypnoterapi, yakni latihan
penanaman sugesti pada alam bawah sada ibu untuk men- dukung menjalani
proses persalinan (Batbual, 2010). Latihan relaksasi hypnobirthing bisa
dilakukan kapan saja oleh ibu hamil pada umumnya dilakukan saat memasuki
trimester ketiga kehamilan, tetapi akan lebih baik jika dilakukan di trimester
pertama. Hypnobirthing dilakukan juga bisa secara singkat, yaitu dua minggu
sebelum ibu melahirkan. Hyp- nobirthing dilakukan setiap malam menjelang
tidur, segera setelah bangun tidur di pagi hari maupun waktu dimana ibu
merasa nyaman (Batbual, 2010). Ketenangan ibu menjadi kunci penting saat
proses me- lahirkan. Metode relaksasi memb melancarkan persalinan dan
memini- malisir rasa sakit. Kondisi rileks akan mendorong pengeluaran hormon
endorphine yang membantu menghilangkan rasa takut, tegang dan kep- anikan
saat melahirkan (Batbual, 2010).
4. Tai Chi

Tai Chi adalah olah raga tradisional Cina dengan gerakan lambat,
pernafasan yang dalam, dan pemusatan pikiran dengan unsur meditasi (Yeh, et
al., 2009 dalam Hikmaharidha, 2011). Gerakan yang lembut dari Tai Chi ini
dapat menjadi pilihan olahraga yang baik khususnya wanita (Thornton, Sykes,
& Wai, 2004 dalam Hikmaharidha, 2011). Tai Chi dikenal dapat membantu
menghilangkan stress yang merupakan salah satu faktor risiko hipertensi
dengan cara latihan pernafasan yang tepat dikombinasikan dengan latihan otot
ringan sehingga membuat seseorang menjadi rileks. Teknik pernafasan yang
dalam dan gerakan yang lambat dapat meningkatkan konsentrasi oksigen di
dalam darah, memperlancar aliran darah, dan menu denyut jantung
(Hikmaharidha, 2011).
Senam Tai Chi berpegang pada kaidah "Kurva Intensitas” yang terdiri atas
pemanasan (sepertiga bagian pertama senam), stressting pere- gangan
(pertengahan senam) dan colling down (sepertiga bagian terakhir senam)
(Taufik, 2015). Gerakan Tai Chi merupakan olahraga yang me- madukan
gerakan yang membutuhkan konsentrasi penuh dengan menga- tur sistem
pernafasan bersifat lembut untuk menghasilkan energi yang positif. Sedangkan
prinsip senam Tai Chi terdiri dari tiga bagian, yaitu :
1) Pesenam harus dalam kondisi menghilangkan pikiran dan bermeditasi
selama berlangsungnya senam,
2) Pesenam harus mampu mengatur pernafasannya secara halus, panjang
dan dalam, serta berkesinambungan. Melakukan ekspirasi dan inspirasi
ke dalam dada secara teratur sesuai aba-aba dari instruktur,
3) Gerakan senam Tai Chi harus benar, dan harus memenuhi kaedah Yin
dan Yang, dimana dalam kelembutan gerakan ter- dapat tarikan otot
yang kuat. (Taufik, 2015).

5. Yophytta
Salah satu senam yang juga dilakukan oleh ibu hamil adalah Se- nam
Yophytta. Senam yophytta diciptakan oleh Putu Arsaningsih pada tahun 2009.
Senam hamil ini merupakan gabungan antara Yoga, Pilates Hypnoteraphy dan
Tai Chi, sehingga apabila dilakukan secara teratur akan membuat tubuh ibu
hamil menjadi lebih sehat bugar dan memper- mudah proses persalinan (Lestari
2014; Muhimah dan Safe 2010 dalam Umamah, 2011). Perbedaan senam hamil
lainnya dengan yophytta adalah senam lainnya menekankan gerakan fisik
sedangkan senam yophytta menggabungkan latihan fisik, mental, dan spiritual
ibu hamil. Hal terse- but tentunya menjadi kelebihan dari senam yophytta.
Senam yophytta bisa mulai dilakukan pada usia kehamilan 5 bulan, dengan
durasi latihan 1-1,5 jam perhari. Senam yophytta dapat dirasakan manfaatnya
saat per- salinan apabila dilakukan minimal 2 kali dalam seminggu atau 6 kali
latihan dalam 3 minggu, dengan intensitas latihan 70 - 90%.
Senam yophytta membuat persiapan mental dan spiritual saat pros- es
persalinan lebih baik, sehingga dapat mengurangi kekhawatiran yang berkaitan
dengan proses kelahiran yang akan dialami. Dengan senam yophytta
diharapkan ibu hamil akan mempunyai kemampuan berpikir positif,
menghilangkan stres, menjaga kestabilan emosi, dan mengurangi keluhan
selama hamil (nyeri sendi, sakit pinggang, dan morning sick- ness). Manfaat
fisik senam yophytta dapat memperkuat elastisitas otot dasar panggul dan
dinding perut yang tentu sangat berperan terhadap ke- hamilan dan persalinan.
Senam yophytta dilakukan untuk menarik lebih banyak energi ke dalam tubuh
ibu hamil melalui pernafasan, dan akan disimpan dalam tubuh, sedangkan
energi negatif di dalam tubuh ibu ham- il dikeluarkan melalui udara yang
dikeluarkan saat pernapasan (Lestari, 2014; Susanti, 2014)

Gerakan Dasar Senam Hamil

Senam hamil bisa dilakukan dimana saja termasuk di rumah. Teta- pi


cara atau tahapan harus disesuaikan dengan kondisi tubuh, umur kan- dungan
dan sesuai aturan yang sudah dianjurkan oleh instruktur (Man- uaba. 2015).

1. Latihan I
a. Duduk relaks dan badan ditopang tangan di belakang.

b. Kaki diluruskan dengan sedikit terbuka

c. Gerakan latihan: gerakan kaki kanan dan kiri ke depan dan ke belakang, putar
persendian kaki melingkar kedalam dan keluar, bila mungkin angkat bokong
dengan bantuan kedua tangan dan ujung telapak tangan, kembangkan dan
kempiskan otot dinding perut, kerutkan dan kendorkan otot dubur.

Gambar 2.2 Latihan I

d. Lakukan gerakan ini sedikitnya 8-10 setiap gerakan.

2. Latihan II

a. Sikap duduk tegak dengan badan disangga oleh tangan


dibelakang badan.
b. Kedua tungkai bawah lurus dalam posisi rapat
c. Bentuk latihan: tempatkan tungkai kanan di atas tungkai
bawah kiri silih berganti, kembangkan dan kempiskan
otot dinding perut bagian bawah, kerutkan dan kendurkan
otot liang dubur.
d. Lakukan gerakan ini sedikitnya 8-10 kali.
e. Tujuan latihan: melatih otot dasar panggul agar dapat
berfungsi optimal saat persalinan, meningkatkan
peredaran darah ke alat ke- lamin bagian dalam
sehingga sirkulasi menuju plasenta makin sempurna.

Gambar 2.3 Latihan II

3. Latihan III

a. Sikap duduk dengan badan disangga kedua tangan di


belakang, tungkai dirapatkan.
b. Tidur terlentang dengan kedua kaki merapat.
c. Bentuk latihan: pada sikap duduk, angkat tungkai bawah
silih ber- ganti ke atas dengan tinggi semaksimal
mungkin, angkat tungkai bawah silih berganti kanan dan
kiri dengan tinggi semaksimal mungkin.
d. Lakukan latihan ini sedikitnya 8-10 kali.

e. Tujuan latihan: memperkuat otot dinding perut sehingga


dapat berfungsi saat persalinan, meningkatkan sirkulasi
darah menuju kelamin bawah, sehingga darah menuju
janin dapat ditingkatkan.

4. Latihan IV
a. Sikap duduk bersila dengan tegak.

b. Tangan di atas bahu sedangkan siku di samping badan


c. Bentuk latihan: lengan diletakkan di depan dada, putar
lengan ke atas dan ke samping, ke belakang, dan
selanjutnya ke depan tubuh (dada).

Latihan IV

d. Lakukan latihan ini sedikitnya 8-10 kali.

e. Tujuan latihan: melatih otot perut bagian atas,


meningkatkan ke- mampuan.

5. Latihan V

a. Sikap duduk bersila dengan tumit berdekatan satu sama lain.

b. Badan agak relaks dan paha lemas.


c. Kedua tangan di persendian lutut.
d. Bentuk latihan: tekan persendian lutut dengan
berat badan sebanyak 20 kali.
e. Badan diturunkan ke depan semaksimal mungkin.

f. Tujuan latihan: melatih otot punggung agar berfungsi


dengan baik, melatih agar persendian tulang punggung
tidak kaku.

6. Latiahan VI

a. Sikap latihan tidur di atas tempat tidur datar.

b. Tangan di samping badan.

c. Tungkai bawah ditekuk pada persendian lutut dengan


sudut tungkai bagian bawah sekitar 80-90 derajat.
d. Bentuk latihan: angkat badan dengan topangan pada
ujung telapak kedua kaki dan bahu, pertahankan selama
mungkin di atas dan se- lanjutnya turunkan perlahan-
lahan.

Tujuan latihan: melatih persendian tulang punggung bagian


atas, melatih otot perut dan otot tulang belakang.
Gambar Latihan VI

7. Latihan VII
a. Sikap tidur terlentang di tempat tidur mendatar.

b. Badan seluruhnya relaks.

c. Tangan dan tungkai bawah harus rileks

d. Bentuk latihan: badan dilemaskan pada tempat tdur,


tangan dan tungkai bawah membujur lurus, pinggul
diangkat ke kanan dan ke kiri sambil melatih otot liang
dubur, kembang kempiskan otot ba- gian bawah.
e. Lakukan latihan ini sedikitnya 10-15 kali.

f. Tujuan latihan: melatih persendian tulang punggung dan


pinggul, meningkatkan peredaran darah menuju janin
melalui plasenta.

8. Latihan pernapasan

a. Sikap tubuh tidur terlentang di tempat tidur atau matras


yang da- tar.
b. Kedua tangan di samping badan dan tungkai bawah
ditekuk pada lutut dan santai
c. Satu tangan dilekatkan di atas perut.

d. Bentuk latihan: tarik napas perlahan dari hidung serta


pertahankan dalam paru beberapa saat, bersamaan dengan
tarikan napas terse- but, tangan yang berada di atas perut
ikut serta diangkat mencapai kepala, keluarkan napas
melalui perut secara perlahan, tangan yang diangkat ikut
serta diturunkan.
e. Lakukan gerakan latihan ini sekitar 8-10 kali dengan
tangan silih berganti.
f. Bentuk gerakan lain: tangan yang berada di atas perut
dibiarkan mengikuti gerakan saat melakukan tarikan dan
saat mengeluarkan napas, tangan tersebut seolah-olah
memberikan pemberat pada pe- rut untuk memperkuat
diafragma.
g. Tujuan latihan: meningkatkan penerimaan konsumsi
oksigen ibu dan janin, menghilangkan rasa takut dan
tertekan, mengurangi nyeri saat kontraksi.

9. Latihan relaksasi.
Latihan relaksasi dapat dilakukan bersamaan dengan latihan otot tu-
lang belakang, otot dinding perut dan otot liang dubur atau dengan relaksasi
total. Teknik relaksasi antara lain :

a. Sikap tubuh seperti merangkak.

b. Bersikap tenang dan relaks.

c. Badan disangga pada persendian bahu dan tulang paha.

d. Bentuk latihan: tubuh disangga persendian bahu dan


tulang paha, lengkungkan dan kendurkan tulang
belakang, kembangkan dan kempiskan otot dinding perut,
kerutkan dan kendorkan otot liang dubur.
e. Lakukan latihan ini 8-10 kali.

f. Bentuk latihan yang lain: tidur miring dengan kaki


membujur, ter- lentang dengan disangga bantal pada
bagian bawah lutut, tidur ter- lentang dengan kaki
ditekuk, tidur miring dengan kaki ditekuk.
Gambar 2.6 Latihan
Relaksasi
g. Tujuan latihan kombinasi: melatih dan melemaskan
persendian pinggul dan persendian tulang paha, melatih
otot tulang belakang, otot dinding perut.

10. Latihan relaksasi dengan posisi duduk telungkup

a. Sikap tubuh duduk menghadap sandaran kursi.

b. Kedua tangan disandaran kursi.

c. Kepala diletakkan diatas tangan.

d. Bentuk latihan: tarik napas dalam dan perlahan


hembuskan, dil- akukan pada kala I (pertama).
e. Tujuan latihan: meningkatkan ketenangan,
mengendalikan dan mengurangi rasa nyeri, latihan ini
dapat dilakukan pada kala I (masa pembukaan pada
proses persalinan) sehingga mengurangi nyeri.

11. Latihan menurunkan dan memasukkan kepala janin ke PAP


(pintu atas panggul). Pada primigravida kepala janin sudah
turun dan masuk PAP pada minggu ke 36, bila kepala janin
belum masuk pintu atas panggul, terdapat beberapa faktor antara
lain: tali pusat pendek, ter- dapat lilitan tali pusat, kelainan bentuk
kepala janin, panggul ibu sempit atau sebab lainnya. Dengan
masuknya kepala janin ke pintu atas panggul terutama pada ibu
primigravida memberikan petunjuk bahwa tidak terdapat
kesempitan panggul, untuk mengusahakan agar kepala janin
masuk pintu atas panggul, dapat dilakukan latihan se- bagai
berikut:

a. Sikap tubuh berdiri tegak dan jongkok.

b. Berdiri dengan berpegangan pada sandaran tempat tidur


atau kursi dan jongkok.
c. Tahan beberapa saat sehingga tekanan pada Rahim
mencapai maksimal untuk memasukkan kepala janin ke
pintu atas panggul.
d. Bentuk latihan lain: membersihkan lantai sambil bergerak
sehing- ga tahanan sekat rongga tubuh dan tulang
belakang menyebabkan masuknya kepala janin ke dalam
pintu atas panggul.

12. Latihan koordinasi persalinan.

Menurut Manuaba (2015) latihan koordinasi persalinan mempunyai tiga


tujuan, yaitu:

a. Tubuh melengkung menyebabkan dorongan maksimal sekat


rong- ga tubuh terhadap rahim. Saat mengejan, kontraksi otot
dasar panggul mencapai hasil maksimal sebagai pendorong janin
dalam proses persalinan, dan persendian antara tulang
selangkang dan tulang tungging akan melebar sehingga
meluaskan jalan lahir.
b. Napas dalam dan menahannya beberapa waktu untuk mengejan,
dapat mengurangi rasa sakit saat kontraksi, dan hasil kekuatan
mempercepat persalinan.
c. Latihan koordinasi persalinan adalah untuk membiasakan diri
saat proses persalinan berlangsung. Urutan latihan koordinasi
persali- nan adalah: sikap badan dan bahu diletakkan kearah
dada sampai menyentuhnya, tulang punggung dilengkungkan,
pinggul ditarik ke atas, paha ditarik kearah badan dengan jalan
menarik persendi- an lutut dengan tangan mencapai siku, badan
melengkung sedemikian rupa sehingga terjadi hasil akhir his
untuk mengejan dan sambil tarik napas dalam.

SUMBER EVIDENCE BASED

Evidence-based Medicine (EBM) adalah pengintegrasian antara

(1) bukti ilmiah berupa hasil penelitan yang terbaik dengan


(2) kemampuan klinis dokter serta
(3) preferensi pasien dalam proses pengambilan keputusan pelayanan kedokteran ,
sedang Geddes (2000) menyatakan bahwa EBM adalah strategi yang dibuat
berdasarkan pengembangan teknologi informasi dan epidemiologi klinik dan
ditujukan untuk dapat menjaga dan mempertahankan ketrampilan pelayan- an
medik dokter dengan basis bukti medis yang terbaik.
Dengan demikian, EBM dapat diartikan sebagai pemanfaatan bukti ilmiah secara
seksama, ekplisit dan bijaksana dalam pengambilan keputusan untuk tatalaksana pasien.
Artinya mengintegrasikan kemampuan klinis individu dengan bukti ilmiah yang terbaik
yang diperoleh dengan penelusuran informasi secara sistematis.

Bukti ilmiah itu tidak dapat menetapkan kesim- pulan sendiri, melainkan membantu
menunjang penatalaksanaan pasien. Integrasi penuh dari ketiga komponen ini dalam
proses pengambilan keputusan akan meningkatkan probabilitas untuk mendapatkan
hasil pelayanan yang optimal dan kualitas hidup yang lebih baik.

Praktek EBM itu sendiri banyak juga dicetuskan oleh adanya pertanyaan2 pasien
tentang efek pengobatan, kegunaan pemeriksaan penunjang, prognosis penyakitnya,
atau penyebab kelainan yang dideritanya.
EBM membutuhkan ketrampilan khusus, termasuk didalamnya kemampuan untuk
melakukan penelusuran literatur secara efisien dan melakukan telaah kritis terhadap
literatur tersebut menurut aturan-aturan yang telah ditentukan.

Langkah dalam proses EBM adalah sebagai berikut.

1. Diawali dengan identifikasi masalah dari pasien atau yang timbul selama
proses tatalaksana penyakit pasien.
2. Dilanjutkan dengan membuat formulasi pertanyaan dari masalah klinis
tersebut
3. Pilihlah sumber yang tepat untuk mencari jawaban yang benar bagi
pertanyaan tersebut dari literatur ilmiah.
4. Lakukan telaah kritis terhadap literatur yang didapatkan untuk menilai
validitas (mendekati kebenaran), pentingnya hasil penelitian itu serta
kemungkinan penerapannya pada pasien.
5. Setelah mendapatkan hasil telaah kritis, integrasikan bukti tersebut dengan
kemampuan klinis anda dan preferensi pasien yang seharusnya mendapatkan
probabilitas pemecahan masalah pelayanan pasien yang lebih baik.
6. Evaluasi proses penatalaksanaan penyakit / masalah pasien anda.Apakah
berhasil atau masih memerlukan tindakan lain?

Kemampuan menelaah secara kritis terhadap suatu artikel dengan tata cara tertentu
sudah dikenal sejak lama, namun EBM memperkenalkan tata cara telaah kritis
menggunakan lembar kerja yang spesifik untuk tiap jenis penelitian (diagnostik, terapi,
prognosis, metaanalisis, pedoman pelayanan medik dll). Tiga hal penting merupakan
patokan telaah kritis, yaitu (1) validitas penelitian, yang dapat dinilai dari metodologi
bahan dan cara , (2) pentingnya hasil penelitian yang dapat dilihat dari bagian hasil
penelitian, serta (3) aplikabilitas hasil penelitian tersebut pada lingkungan kita, yang
dapat dinilai dari bagian diskusi artikel tersebut.

Praktek EBM adalah suatu proses yang panjang dan berkelanjutan, melakukan
pembelajaran/analisis berdasarkan masalah yang timbul dari pasien dan karenanya bisa
menemukan informasi yang penting dalam aspek diagnosis, terapi, prognosis atau aspek
lainnya dari pelayanan kesehatan, antara lain pedoman pengobatan dan sebagainya.
Melalui proses ini diharapkan juga dokter akan memfokuskan topic bacaannya pada
masalah yang terkait dengan masalah pasien. Latihan membuat pertanyaan klinis yang
baik, dan membuat strategi untuk mencari jawabannya dalam arsip data dimanapun
didunia ini akan lebih produktif dan tetap terkait dengan masalah klinis dari pada
sekedar membaca artikel2 dalam suatu jurnal yang dipilih.

Sebagian ahli beranggapan bahwa EBM merubah kebiasaan para dokter untuk menilai
sebuah artikel dari membaca abstraknya saja, menjadi suatu kebiasaan menelaah secara
kritis suatu artikel untuk kepentingan pasien dan dengan sendirinya memperluas basis
pengetahuan dokter tersebut.2

Banyak pro dan kontra yang timbul dalam penerapan EBM ini, namun tampaknya
pengenalan dan pendalaman EBM merupakan keharusan bagi dokter-dokter khususnya
bagi mereka yang ingin meningkatkan “probabilitas” keberhasilan pelayanan
kedokteran secara profesional.

Penelitian tentang kebiasaan mencari informasi dari para dokter menunjukkan bahwa
bila diminta dokter akan mengatakan setiap 3 pasien akan menimbulkan 2
pertanyaan/masalah, padahal fakta penelitian menunjukkan setidaknya 5 pertanyaan
timbul dari setiap pasien, 52% dari pertanyaan ini dapat dijawab oleh dokter tersebut
dari catatan medik atau sistim informasi rumah sakit dan 25% jawaban dapat ditemukan
di buku ajar atau basis data di Internet. 3,4

Diharapkan dalam penerbitan selanjutnya, secara berkala dapat dibahas tinjauan khusus
dan telaah kritis untuk topik / desain penelitian tertentu, dengan contoh-contoh yang
konkrit dalam penatalaksanaan pasien sehari-hari (art).
PRAKTIK PADA PELAYANAN KEBIDANAN

Kebidanan memiliki Undang-Undang tersendiri. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019


tentang Kebidanan yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Maret
2019. UU 4 tahun 2019 tentang Kebidanan diundangkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 56 dan Penjelasan Atas UU ini dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6325 oleh Menkumham
Yasonna H. Laoly pada tanggal 15 Maret 2019 di Jakarta.

Pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya perempuan, bayi, dan anak yang
dilaksanakan oleh bidan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan
berkesinambungan, masih dihadapkan pada kendala profesionalitas, kompetensi, dan
kewenangan. Pengaturan mengenai pelayanan kesehatan oleh bidan maupun pengakuan
terhadap profesi dan praktik kebidanan belum diatur secara komprehensif sebagaimana
profesi kesehatan lain, sehingga belum memberikan pelindungan dan kepastian hukum
bagi bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepacia masyarakat. Hal ini
menjadi pertimbangan terbitnya UU 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.

Apa itu Kebidanan?

Kebidanan dalam UU 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan
selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa nifas,
bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Bidan
adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan Kebidanan
baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah
Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik Kebidanan.

Pelayanan Kebidanan menurut ketentuan umum UU Kebidanan adalah suatu bentuk


pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/atau rujukan. Praktik
Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh Bidan dalam
bentuk asuhan kebidanan. Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang dimiliki oleh
Bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memberikan
Pelayanan Kebidanan.

Apa itu Bidan?

Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan


Kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh
Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik Kebidanan.
Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh Bidan
dalam bentuk asuhan kebidanan.

Asuhan Kebidanan adalah rangkaian kegiatan yang didasarkan pada proses


pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh Bidan sesuai dengan
wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat Kebidanan.

Hak Bidan

Dalam melaksanakan Praktik Kebidanan, Bidan berhak:

1. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan


kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik, standar profesi, standar
pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional;
2. memperoleh informasi yang benar, jelas, jujur, dan lengkap dari Klien dan/atau
keluarganya;
3. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik,
standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
4. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Kebidanan yang telah diberikan;
5. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar; dan
6. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi.

Kewajiban Bidan

Bidan memiliki kewajiban dalam melakukan praktik kebidanan. yaitu:

a. memberikan Pelayanan Kebidanan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, dan


mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur
operasional;
b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai tindakan
Kebidanan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai kewenangannya;
c. memperoleh persetujuan dari Klien atau keluarganya atas tindakan yang akan
diberikan;
d. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani ke dokter atau Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
e. mendokumentasikan Asuhan Kebidanan sesua1 dengan standar;
f. menjaga kerahasiaan kesehatan Klien;
g. menghormati hak Klien;
h. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari dokter sesuai dengan
Kompetensi Bidan;
i. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;
j. meningkatkan mutu Pelayanan Kebidanan;
k. mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan/atau keterampilannya
melalui pendidikan dan/atau pelatihan; dan/atau
l. melakukan pertolongan gawat darurat.

Status

Undang-Undang Kebidanan adalah UU Baru. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019


tentang Kebidanan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 56
dan Penjelasan Atas UU 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan dalam Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6325. Berlaku mulai 15 Maret 2019.

Latar Belakang

Pertimbangan sebagai latar belakang lahirnya UU 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan


adalah:

a. bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan agar dapat hidup
sejahtera lahir dan batin, sehingga mampu membangun masyarakat, bangsa, dan
negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya perempuan, bayi, dan
anak yang dilaksanakan oleh bidan secara bertanggungjawab, akuntabel,
bermutu, aman, dan berkesinambungan, masih dihadapkan pada kendala
profesionalitas, kompetensi, dan kewenangan;
c. bahwa pengaturan mengenai pelayanan kesehatan oleh bidan maupun pengakuan
terhadap profesi dan praktik kebidanan belum diatur secara komprehensif
sebagaimana profesi kesehatan lain, sehingga belum memberikan pelindungan
dan kepastian hukum bagi bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kebidanan;

Dasar Hukum

Dasar hukum sebagai landasan yuridis lahirnya UU 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penjelasan Umum UU Kebidanan

Pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin secara
konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, serta keadilan sosial.

Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang


berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh,
terarah, dan terpadu, termasuk pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan pada
dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat sehingga dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilakukan berbagai upaya


kesehatan, salah satunya dalam bentuk pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan
bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan
masyarakat. Pelayanan Kebidanan, yang merupakan salah satu bentuk pelayanan
kesehatan ditujukan khusus kepada perempuan, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak
prasekolah termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pelayanan Kebidanan harus diberikan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu,
dan aman.

Profesi Bidan di Indonesia masih dihadapkan oleh berbagai macam kendala seperti
persebaran Bidan yang belum merata dan menjangkau seluruh wilayah terpencil di
Indonesia, serta pendidikan Kebidanan yang sampai saat ini sebagian besar masih pada
jenis pendidikan vokasi yang menyebabkan pengembangan profesi Bidan berjalan
sangat lambat. Dalam hal praktik Kebidanan, masih terdapat ketidaksesuaian antara
kewenangan dan kompetensi yang dimiliki oleh Bidan. Selain itu, Bidan sebagai
pemberi Pelayanan Kebidanan perlu dipersiapkan kemampuannya untuk mengatasi
perkembangan permasalahan kesehatan dalam masyarakat.

Bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan berperan sebagai pemberi Pelayanan


Kebidanan, pengelola Pelayanan Kebidanan, penyuluh dan konselor bagi Klien,
pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik, penggerak peran serta masyarakat dan
pemberdayaan perempuan, serta peneliti. Pelayanan Kebidanan yang diberikan oleh
Bidan didasarkan pada pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu Kebidanan yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Klien.

Ketentuan mengenai profesi Bidan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-
undangan dan belum menampung kebutuhan hukum dari profesi Bidan maupun
masyarakat. Hal ini mengakibatkan belum adanya kepastian hukum bagi Bidan dalam
menjalankan praktik profesinya, sehingga belum memberikan pemerataan pelayanan,
pelindungan, dan kepastian hukum bagi Bidan sebagai pemberi Pelayanan Kebidanan
dan masyarakat sebagai penerima Pelayanan Kebidanan. Pengaturan Kebidanan
bertujuan untuk meningkatkan mutu Bidan, mutu pendidikan dan Pelayanan Kebidanan,
memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Bidan dan Klien, serta
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Undang-Undang ini mengatur mengenai pendidikan Kebidanan, Registrasi dan izin


praktik, Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri, Bidan Warga Negara Asing,
Praktik Kebidanan, hak dan kewajiban, Organisasi Profesi Bidan, pendayagunaan
Bidan, serta pembinaan dan pengawasan.

Isi UU Kebidanan

Berikut adalah salinan isi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan,
tidak dalam format asli:

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Kebidanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan bidan dalam


memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum
hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa nifas, bayi baru lahir,
bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
2. Pelayanan Kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
bidct.n secara mandiri, kolaborasi, dan/atau rujukan.
3. Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan
Kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah
oleh Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik
Kebidanan.
4. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh
Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan.
5. Asuhan Kebidanan adalah rangkaian kegiatan yang didasarkan pada proses
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh Bidan sesuai dengan
wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat Kebidanan.
6. Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang dimiliki oleh Bidan yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memberikan Pelayanan Kebidanan.
7. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
studi Kebidanan.
8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Bidan
yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Kebidanan.
9. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan Praktik
Kebidanan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.
10. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Bidan yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain
serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan Praktik
Kebidanan.
11. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh konsil Kebidanan kepada Bidan yang telah diregistrasi.
12. Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Bidan sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Kebidanan.
13. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau ternpat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat.
14. Tempat Praktik Mandiri Bidan adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
diselenggarakan oleh Bidan lulusan pendidikan profesi untuk memberikan
pelayanan langsung kepada klien.
15. Bidan Warga Negara Asing adalah Bidan yang berstatus bukan Warga Negara
Indonesia.
16. Klien adalah perseorangan, keluarga, atau kelompok yang melakukan konsultasi
kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan secara
langsung maupun tidak langsung oleh Bidan.
17. Organisasi Profesi Bidan adalah wadah yang menghimpun Bidan secara nasional
dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18. Konsil Kebidanan yang selanjutnya disebut Konsil adalah bagian dari Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia yang tugas, fungsi, wewenang, dan
keanggotaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
19. Wahana Pendidikan Kebidanan adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan Kebidanan.
20. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

Pasal 2

Penyelenggaraan Kebidanan berasaskan:

a. perikemanusiaan;
b. nilai ilmiah;
c. etika dan profesionalitas;
d. manfaat;
e. keadilan;
f. pelindungan; dan
g. keselamatan Klien.

Pasal 3

a. meningkatkan mutu pendidikan Bidan;


b. meningkatkan mutu Pelayanan Kebidanan;
c. memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Bidan dan Klien; dan
d. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, terutama kesehatan ibu, bayi baru
lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah.

REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK

Pasal 21

1. Setiap Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki STR.
2. STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil kepada Bidan
yang memenuhi persyaratan.
3. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. memiliki ijazah dari perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan Kebidanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
e. membuat pernyataan tertulis untuk mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
Pasal 22

1. STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah
memenuhi persyaratan.
2. Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. memiliki STR lama;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. membuat pernyataan tertulis mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi;
e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi; dan
f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan,
dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.

Pasal 23

Konsil harus menerbitkan STR paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
pengajuan STR diterima.

Pasal 24

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 23 diatur dalam Peraturan Konsil.

Hak dan Kewajiban Bidan

Pasal 60

Bidan dalam melaksanakan Praktik Kebidanan berhak:

a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan


kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik, standar profesi, standar
pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional;
b. memperoleh informasi yang benar, jelas, jujur, dan lengkap dari Klien dan/atau
keluarganya;
c. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik,
standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Kebidanan yang telah diberikan;
e. memperoleh fasilitas kerja sesua1 dengan standar; dan
f. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi.

Pasal 61

Bidan dalam melaksanakan Praktik Kebidanan berkewajiban:

a. memberikan Pelayanan Kebidanan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, dan


mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur
operasional;
b. memberikan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai tindakan
Kebidanan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai kewenangannya;
c. memperoleh persetujuan dari Klien atau keluarganya atas tindakan yang akan
diberikan;
d. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani ke dokter atau Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
e. mendokumentasikan Asuhan Kebidanan sesua1 dengan standar;
f. menjaga kerahasiaan kesehatan Klien;
g. menghormati hak Klien;
h. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari dokter sesuai dengan
Kompetensi Bidan;
i. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;
j. meningkatkan mutu Pelayanan Kebidanan;
k. mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan/atau keterampilannya
melalui pendidikan dan/atau pelatihan; dan/atau
l. melakukan pertolongan gawat darurat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bandiyah, S. 2009. Kehamilan, Persalinan dan Gangguan Kehamilan. Nuha


Medika, Yogyakarta
2. Eko Susanto, 10 Agustus 2011. Hal.: 16. Jolosemar
3. Muliarini, P. 2010. Pola Maka Dan Gaya Hidup Sehat Selama Kehamilan. Nuha
Medika, Yogyakarta
4. Saminem, Hajjah, 2008. Kehamilan Normal. EGC, Jakarta
5. Yulaikhah, L. 2008. Kehamilan. EGC, Jakarta
http://Noviemightmax.wordpress.com/2011 /12/03/senam. hamil/
http://zietraeimart.multiply.com/journal/ite m/327&sshow_intertitial= 1&u=%2f
journal 1%2fitem
6. Sackett, D. Evidence-based Medicine: How to Practice and Teach EBM. 2nd edition.
Churchill Livingtone, 2000.
7. Bordley DR. Evidence-based medicine: a powerful edu- cational tool for clerkship
education. American Journal of Medicine. 102(5):427-32, May1997.
8. Covell, DG. Uman, CG. Manning, PR. Information needs in office practice: are they
being met? Annals of Internal Medicine 103(4):596-599, Oct 1995.
9. Osheroff JA. Forsythe DE. Buchanan BG. Bankowitz RA. Blumenfeld BH. Miller RA.
Physicians’ informa- tion needs: analysis of questions posed during clinical teaching.
Annals of Internal Medicine.114(7):576-81, Apr 1991

Anda mungkin juga menyukai