Praanggapan, Tindak Tutur, Implikatur, Deiksis, Prinsip Kerja Sama
Dosen Pengampu : Dr. Salam, M.Pd.
Mata Kuliah : Pragmatik
OLEH : Aprianti Mega Resky 210501502075
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2022 ISI REVIEW Jurnal 1 (Praanggapan)
Lampiran Jurnal 1
Judul ANALISIS PRAANGGAPAN PADA
PERCAKAPAN TAYANGAN “SKETSA” DI TRANS TV Volume & Halaman Volume 2 Nomor 3. Halaman 1-16 Penulis Sugeng Febry Andryanto, Andayani, Muhammad Rohmadi Tahun 2014 Riviewer Aprianti Mega Resky Tanggal Riviewer 8 Desember Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur yang mengandung praanggapan dan implikatur dalam percakapan Sketsa di TRANS TV. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah dokumen, peristiwa, dan informan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen, observasi, dan wawancara. Validitas data menggunakan triangulasi data dan metode. Analisis data menggunakan teknik analisis interaktif. Hasil penelitan ini adalah sebagai berikut ini. Pertama, di dalam Sketsa terdapat lima macam tindak tutur, yaitu: representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Tindak tutur yang paling banyak adalah tindak tutur direktif. Dari berbagai macam tindak tutur yang ada, ternyata juga mengandung sebuah praanggapan yang dilakukan oleh penutur kepada lawan tuturnya. Kedua, di dalam Sketsa juga terdapat implikatur konvensional dan nokovenmsional. Metode Penelitian ini dilakukan di rumah dengan cara menyimak acara Sketsa yang ditayangkan di televisi dan you tube. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Hasil Penilitian Sketsa merupakan salah satu program acara komedi yang ditayangkan disalah satu stasiun televisi swasta, yaitu TRANS TV. Dalam percakapan humor yang dilakukan oleh para pemain Sketsa banyak sekali terdapat tindak tutur yang mengandung praanggapan yang mampu mengecoh para pemainnya atau bahkan para pemirsa di rumah. Praanggapan terjadi karena penutur menyampaikan sesuatu kepada agar lawan tutur untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi, lawan tuturnya belum begitu jelas atau bahkan melakukan sesuatu yang sama persis sesuai dengan apa yang diucapkan penutur, padahal penutur sendiri menganggap apa yang disampaikannya itu sudah mampu dipahami betul oleh lawan tuturnya. Hal inilah yang dapat menimbulkan tindak tutur yang mengandung praanggapan. Berikut ini contoh temuan penelitian. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa percakapan pada tayangan Sketsa di TRANS TV mengandung tindak tutur. Tindak tutur tersebut dibagi menjadi lima macam, yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, tindak tutur komisif, tindak tutur deklarasi. Dari data yang telah diperoleh setelah dianalisis didapat tindak tutur representatif 2 data, tindak tutur direktif 6 data, tindak tutur ekspresif 2 data, tindak tutur komisif 1 data, tindak tutur deklarasi 2 data. Selain itu, terdapat praanggapan yang dilakukan oleh penutur kepada lawan tuturnya. Hal ini terjadi karena pengetahuan yang dimiliki bersama (background knowledge) disalahartikan dengan sesuatu hal yang sama, tetapi menjadi beda di saat lawan tuturnya kurang memahami dan mencermati ujaran dari penutur tersebut. Link Jurnal https://media.neliti.com/media/publications/54532- ID-none.pdf
Jurnal 2 (Tindak Tutur)
Lampiran Jurnal 2
Judul TEORI TINDAK TUTUR DALAM STUDI
LINGUISTIK PRAGMATIK Volume & Halaman Volume 15 Nomor 1. Halaman 1-16 Penulis Akhmad Saifudin Tahun 2019 Riviewer Aprianti Mega Resky Tanggal Riviewer 8 Desember 2022 Latar Belakang Tindak tutur adalah teori penggunaan bahasa yang dikemukakan oleh John Langshaw Austin (1962) dalam bukunya yang berjudul How to do things with words. Austin adalah salah seorang filsuf terkemuka dari sebuah kelompok yang disebut Oxford School of Ordinary Language Philosophy. Teori ini kemudian dikembangkan lebih mendalam oleh muridnya, Searle (1979), dan sejak saat itu pemikiran keduanya mendominasi kajian penggunaan bahasa, yaitu ilmu pragmatik. Sebelum munculnya konsep tindak tutur, para ahli bahasa memperlakukan bahasa sebagai deskripsi tentang suatu keadaan atau fakta. Dengan konsep seperti ini berarti setiap pernyataan dalam bahasa terikat pada apa yang disebut sebagai syarat atau kondisi kebenaran (truth conditions). Kondisi kebenaran dijadikan satu-satunya alat ukur yang ditetapkan sebgai kriteria kebenaran kalimat. Benar tidaknya makna kalimat bergantung kepada benar tidaknya proposisi atai isi kalimat. Pernyataan bahwa “Senyummu sangat menawan” tergantung pada kenyataan apakah senyumnya membuat orang terpesona atau tidak. Dengan kata lain sebuah kalimat harus dinilai berdasarkan pada fakta empiris. Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Hasil Penilitian Di dalam tulisan ini telah dijelaskan penggunaan teori tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin dan Searle. Tindak tutur adalah tuturan yang mengandung niat, maksud, atau daya ilokusi dan mempunyai dampak kepada mitra tutur atau pendengarnya. Tindak tutur dapat berupa bunyi, kata, frasa, kalimat, maupun wacana yang mempunyai maksud dan berdampak tertentu pada pendengarnya. Tindak tutur merupakan satuan analisis dalam kajian pragmatik, seperti halnya fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat dalam linguistik struktural. Austin di sisi lain menolak anggapan bahwa pernyataan atau tuturan harus terikat pada nilai benar salah yang berdasarkan fakta empiris. Tidak semua pernyataan dapat diuji dengan „kondisi kebenaran‟. Pernyataan “Jangan masuk!” tentu tidak dapat diuji nilai kebenarannya karena pernyataan tersebut tidak menunjukkan deskripsi keadaan atau fakta. Pernyataan tersebut adalah larangan. Menurut Austin, saat menggunakan bahasa orang tidak hanya menghasilkan serangkaian kalimat yang terisolasi, tetapi juga melakukan suatu tindakan. Dengan kata lain, dengan menggunakan bahasa mereka melakukan sesuatu atau membuat orang lain melakukan sesuatu. Inilah yang disebut sebagai tuturan performative.Dalam tindak tutur ada daya ilokusi atau maksud penutur yang dapat dimaknai sebagai sebuah tindak. Ketika seorang hakim mengujarkan “Saudara saya nyatakan bersalah dan dihukum penjara selama satu tahun.” , maka sebenarnya terdapat tindak atau aktifitas dalam tuturan tersebut, yakni tindak menghukum. Daya ilokusi dapat dituturkan secara langsung maupun tidak langsung. Dikatakan tidak langsung jika apa yang dituturkan penutur dan maksud penutur berbeda. Tindak tutur dapat dijalankan dengan baik jika terpenuhi sejumlah syarat yang oleh Searle disebut sebagai kondisis felisitas (kesahihan). Terdapat empat kondisi atau syarat yang berkaitan dengan psikologis dan keyakinan peserta tutur, yaitu kondisi isi proposisi, persiapan, ketulusan, dan esensial. Link Jurnal https://core.ac.uk/download/pdf/295522914.pdf Jurnal 3 (Implikatur)
Lampiran jurnal 3
Judul IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEMESTER I FEB UNMAS DENPASAR Volume & Halaman Volume 11, Nomor. Halaman 56-71 Penulis Dewa Gede Bambang Erawan Tahun 2021 Riviewer Aprianti Mega Resky Tanggal Riviewer 8 Desember 2022 Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implikatur percakapan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Pada Program Studi Akuntansi Semester I FEB Unmas Denpasar, dan faktor - faktor yang menyebabkan munculya implikatur percakapan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada Program Studi Akuntansi Semester I FEB Unmas Denpasar. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa dan dosen dalam mata kuliah bahasa Indonesia pada Program Studi Akuntansi Semester I FEB Unmas Denpasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wujud implikatur percakapan yang ada dalam proses pembelajaran meliputi, implikatur konvensional, implikatur khusus, implikatur umum, dan implikatur berskala. Faktor yang menyebabkan munculnya implikatur percakapan dalam pembelajaran meliputi: bahasa, keakraban, kepekaan, budaya, kepedulian dan kasih sayang. Penelitian sejenis yang menganalisis implikatur dalam percakapan sudah banyak dilakukan, namun sebagian besar menganalisis implikatur percakapan dalam konteks konfensional (conventional implicature), padahal implikatur percapakan yang terjadi dalam konteks percakapan (conversation implicature) sering juga terjadi dan layak untuk dijadikan sebagai bahan analisis termasuk percakapan yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas. Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, reduksi data, penyajian data, verifikasi data. Hasil Penilitian Implikatur yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada Program Studi Akuntansi Semester I FEB Unmas Denpasar meliputi: implikatur percakapan umum, khusus, berskala, dan praangapan yang diimplementasikan dalam sebuah kalimat berupa kalimat deklaratif, imperatif, dan kalimat interogratif. Pada bagian analisis implikatur konvensional, peneliti menemukan dua wujud implikatur yang diklasifikasikan atas wujud tuturan imperatif dan tuturan interogratif. Wujud tuturan imperatif dilihat dari segi gramatikal dan pengucapan yang dilakukan oleh penutur. Faktor - faktor yang melatarbelakangi munculnya implikatur percakapan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pada Program Studi Akuntasi Semester I FEB Unmas Denpasar meliputi: bahasa, kepekaan, keakraban, budaya, kepedulan dan kasih sayang. Faktor bahasa dikatakan melatar belakangi munculnya implikatur percakapan karena bahasa yang dipergunakan sehari-hari secara umum sama, yaitu bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada interaksi antara dosen dengan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran dosen harus melatih sikap sosial mahasiswa dalam melakukan interaksi dengan efektif kepada lingkungan sosial di kampus maupun pergaulan dalam masyarakat. Faktor budaya menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi terjadinya implikatur percakapan dalam proses pembelajaran karena budaya yang kuat ditanamkan oleh lingkungan sekitar kepada mahasiswa yang bersangkutan. Faktor kepedulian dan kasih sayang menjadi salah satu faktor munculnya implikatur percakapan karena seorang dosen/pendidik ingin selalu mendidik serta menanamkan karakter yang mulia kepada mahasiswa. Link Jurnal https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/jsp/article/download/1 807/1460
Jurnal 4 (Deiksis)
Lampiran Jurnal 4
Judul ANALISIS DIALOG PERCAKAPAN PADA CERPEN KUDA PUTIH
DENGAN JUDUL “SURAT DARI PURI” : SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK “DEIKSIS” Volume & Vol 9 No 2. Halaman 86-94 Halaman Penulis NND Narayukti Tahun 2020 Riviewer Aprianti Mega Resky Tanggal Riviewer 8 Desember 2020 Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan deiksis pada dialog antartokoh dalam cerpen Kuda Putih dengan judul Surat dari Puri. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah cerpen, sedangkan objeknya adalah penggunaan deiksis pada dialog antartokoh dalam cerpen Kuda Putih dengan judul Surat dari Puri. Data penelitian dikumpulkan dengan teknik studi dokomen. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik deskriptif- kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 deiksis dari 6 deiksis yang ada, yaitu deiksis persona, deiksis petunjuk, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis sosial, dan tidak ditemukannya deiksis wacana pada dialog tersebut. Dalam deiksis tempat dimungkinkan bahwa dasar- dasar pragmatik deiksis tempat adalah jarak psikologis. Di sisi lain, deiksis waktu yang tidak termasuk adalah waktu di kalender dan waktu jam. Dari hasil yang sudah dianalisis, deiksis persona, deiksis petunjuk, deiksis tempat, deiksis waktu, dan deiksis sosial, pada dialog antartokoh pada cerpen Kuda Putih dengan judul Surat dari Puri terdapat beberapa kata yang sama namun tujuan yang berbeda. Tidak semua kata yang sama memiliki tujuan yang sama, namun ada beberapa tujuan yang berbeda. Simpulan dalam penelitian ini adalah hasil analisis dialog Kumpulan Cerpen Kuda Putih Karya IBW Widiasa Keninten dengan judul Surat dari Puri yang telah dipaparkan, ditemukan 8 deiksis persona, 2 deiksis petunjuk, 2 deiksis tempat, 2 deiksis waktu, 2 deiksis sosial, dan tidak ditemukannya deiksis wacana pada dialog tersebut. Metode Berdasarkan judul penelitian ini, yakni “Analisis Dialog Percakapan Pada Cerpen Kuda Putih Dengan Judul “Surat Dari Puri”: Sebuah Kajian Pragmatik “Deiksis”, maka diberi kode yang terdiri atas nomor data dan nomor halaman pada cerpen. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, reduksi data, penyajian data, verifikasi data. Hasil Penilitian Penutur Menggunakan Bahasa Untuk Memberikan Informasi Kepada Mitra Tuturnya. Bahasa Digunakan Sebagai Media Penyampaian Pesan Oleh Penutur. Selain Sebagai Media Penyampaian Informasi Bahasa Juga Harus Dipelajari Karena Bahasa Adalah Ilmu. Mengkaji Dan Mempelajari Bahasa Adalah Hal Yang Penting Dilakukan Oleh Manusia Karena Secara Langsung Akan Melestarikan Bahasa. Beberapa Kajian Bahasa Yaitu Sintaksis, Semantik, Pragmatik, Sosiolinguistik, Dan Masih Banyak Lagi (Aslinda, 2007). Salah Satu Ilmu Kajian Bahasa Adalah Pragmatik. Mey (Dalam Rahardi, 2005:12), Mengungkapkan Pragmatik Adalah Studi Mengenai Kondisikondisi Penggunaan Bahasa Manusia Yang Ditentukan Oleh Konteks Masyarakat. Adapun Yang Menjadi Kajian Dari Pragmatik Yaitu Implikatur, Preposisi (Praanggapan), Tindak Tutur Dan Pristiwa Tutur, Prinsip Kerjasama, Deiksis Dan Aspek-Aspek Struktur Wacana. Deiksis Penunjuk Mengungkapan Sesuatu Hal Dalam Bentuk Ujaran Yang Tidak Bisa Terlepas Dari Maksud Yang Ingin Disampaikan Oleh Penutur Kepada Mitra Tuturnya (Putrayasa, 2014: 46). Sebaliknya, Mitra Tutur Juga Diharuskan Dan Sedapat Mungkin Untuk Memahami Maksud Yang Ingin Disampaikan Oleh Penutur. Oleh Karena Itu, Agar Pesan Yang Ingin Disampaikan Penutur Kepada Mitra Tuturnya Dapat Dipahami Dengan Baik, Pemahaman Terhadap Deiksis Dan Penggunaannya Secara Tepat Adalah Salah Satu Alternatifnya. Setelah Dipahami Tentang Pronomina Petunjuk Umum, Pembahasan Selanjutnya Adalah Mengenai Pronomina Penunjuk. Contoh Pronomina Penunjuk Tempat Dalam Bahasa Indonesia Dan Sering Diujarkan Ialah Sini, Situ Atau Sana. Perbedaan Di Antara Ketiganya Ada Pada Si Pembicara. Jika Sesuatu Yang Ditunjuk Berada Dekat Dengan Si Pembicara, Kata ‘Sini’ Yang Digunakan. Jika Sesuatu Yang Ditunjuk Agak Jauh Dengan Si Pembicara Digunakan Kata Sana. Analisis dialog cerpen “Surat dari Puri” karya IBW Widiasa Keninten dianalisis berdasarkan teori jenis- jenis deiksis. Dalam dialog pada Kumpulan Cerpen Kuda Putih dengan judul “Surat dari Puri” ditemukan deiksis yang digunakan para tokoh melalui kalimat-kalimat yang digunakan. Dari 6 jenis deiksis, hanya ditemukan 5 jenis deiksis yang digunakan dalam dialog dalam Cerpen Surat dari Puri. Deiksis yang ditemukan ialah: deiksis persona, deiksis petunjuk, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis sosial. Berikut tabel jumlah deiksis yang ditemukan. Link Jurnal https://ejournal-pasca.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_bahasa/article/ download/3492/pdf
Jurrnal 5 (Prinsip Kerja Sama)
Lampiran Jurnal 5
Judul PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA DAN
PRINSIP SOPAN SANTUN BERBAHASA DI KALANGAN MASYARAKAT KAMPUNG PESISIR KOTA CREBON Volume & Halaman Vol. 3 No. 1. Halaman 18-38 Penulis Syibli Maufur, M.Pd. Tahun 2016 Riviewer Aprianti Mega Resky Tanggal Riviewer 8 Desember 2022 Latar Belakang Gaya bahasa masyarakat Cirebon dan pesisir berdasarkan watak dan letak geografisnya yang panas, cenderung apa adanya, lugas, ceplas-ceplos, keras nada dan intonasinya, dan terkesan kasar. Dalam menyelesaikan suatu masalah juga cenderung tidak suka berbelit-belit. Hal ini sangat berbeda dengan bahasa yang digunakan masyarakat pedalaman yang penuh tatakrama, halus, dan tidak bernada tinggi. Bagi mereka yang tidak terbiasa dengan kehidupan dan mengerti watak masyarakat pesisir, gaya bahasa seperti ini mungkin akan terdengar tidak santun. Akan tetapi, bagi penggunanya, gaya babasa yang keras dan lugas ini tidak berarti membuat bahasa masyarakat pesisir tidak santun. Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian tentang Penerapan Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Sopan Santun Berbahasa di Kalangan Masyarakat Kampung Pesisir Kota Cirebon. Melalui penelitian ini, penulis ingin mengungkapkan rumusan masalah, yaitu (1) Bagaimanakah bentuk penerapan prinsip kerja sama yang digunakan oleh masyarakat Kampung Pesisir Kota Cirebon, (2) Bagaimanakah bentuk penerapan prinsip sopan santun yang digunakan oleh masyarakat Kampung Pesisir Kota Cirebon, dan (3) Apakah strategi yang digunakan masyarakat kampung pesisir kota cirebon dalam merealisasikan prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Untuk menjawab pertanyaan, penulis menggunakan pendekatan pragmatik dengan desain penelitian kualitatif. Data penelitian ini diperoleh dari latar alamiah dengan metode observasi, catatan lapangan, wawancara, dan perekaman. Berkenanan dengan dengan rumusan masalah pertama, analisis data menghasilkan sejumlah kesimpulan. Bentuk kerja sama yang tercermin dalam komunikasi masyarakat Kampung Pesisir Kota Cirebon adalah (1) maksim kuantitas, (2) maksim kualitas, (3) maksim hubungan, dan (4) maksim cara. Selanjutnya, berkenaan dengan maslah kedua menunjukkan bentuk sopan santun berbahasa yang tercermin dalam komunikasi masyarakat kampung pesisir adalah (1) maksim kedermawanan, (2) maksim kearifan, (3) maksim pujian, (4) maksim kesetujuan, (5) maksim simpati, dan (6) maksim kerendahan hati. Terakhir, strategi yang digunakan dalam merealisasikan maksim kerja sama dan sopan santun adalah (1) menggunakan kalimat langsung, dan (2) menggunakan kalimat tidak langsung. Selanjutnya, penggunaan kalimat tidak langsung direalisasikan melalui (1) menyetujui dan (2) menyindir. Metode Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, reduksi data, penyajian data, verifikasi data. Hasil Penilitian 1. Konsep Pragmatik Menurut Firth (dalam Wijana, 1996: 5) bahwa kajian penggunaan bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks. Sementara itu, Leech (1993: 8) mengatakan bahwa ilmu yang mampu mengkaji makna tuturan adalah ilmu pragmatik. Hal ini berbeda dengan semantik yang mengkaji makna kalimat. Dengan demikian dapat dikatakann bahwa semantik mengkaji makna linguistik, sedangkan pragmatik mengkaji maksud tuturan. Selanjutnya, Levinson (1983; 21-24) menjelaskan beberapa pengertian pragmatik. Pertama, untuk memahami makna bahasa, seorang penutur dituntut tidak saja untuk mengetahui makna kata dan hubungan gramatikal antarkata tersebut, tetapi juga menarik kesimpulan yang dikatakan sebelumnya. Kedua, pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang kesesuaian antara kalimat yang dituturkan oleh pengguna bahasa dengan konteks yang melatarinya. 2. Kerangka Sosiopragmatik dalam Analisis Kesantunan Kerangka sosiopragmatik merupakan perpaduan teori sosial dan teori pragmatik. Teori pragmatik menjelaskan bahwa suatu tuturan bukan semata sebagai satuan linguistik melainkan sebagi satuan pragmatik, yaitu unsur terkecil dalam komunikasi linguistik yang berupa gabungan antara ilokusi dengan preposisi. Satuan pragmatik dikaji dalam hubungannya dengan tujuan komunikasi dan tujuan sosial. Walaupun demikian, teori-teori pragmatik saja dipandang tidak cukup. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga digunakan teori sosial. Teori sosial menjelaskan bahwa proses interaksi seperti status (kedudukan) dan peran (fungsi) ditempatkan sesuai dengan system nilai budaya yang dianut masyarakat. Status menyangkut kedudukan, baik sebagai individu maupun kelompok, yang ditentukan oleh jabatan, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, dan sebagainya. Sedangkan yang berkaitan dengan peran yaitu menyangkut apa yang harus dapat dilakukan berkaitan dengan status tersebut (Ibrahim, 1996). Sosiopragmatik didasarkan pada kenyataan bahwa prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun digunakan secara berbeda dalam budaya kehidupan masyarakat yang berbeda pula dan dalam konteks sosial yang berbeda. Tidak bias digeneralisasikan bahwa budaya masyarakat Sunda dapat digunakan pada kehidupan masayarakat Jawa. 3. Prinsip Kerja Sama Menurut Grice (dalam Leech, 1993: 120) percakapan akan mengarah pada penyamaan unsur- unsur pada transaksi kerja sama yang semula berbeda dengan jalan (1) menyamakan tujuan jangka pendek, meskipun tujuan akhirnya berbeda atau bahkan bertentangan, (2) menyatukan sumbangan partisipan sehingga penutur dan mitra tutur saling membutuhkan, dan (3) mengusahakan agar penutur dan mitra tutur mempunyai pengertian bahwa transaksi berlangsung dengan suatu pola tertentu yang cocok, kecuali jika bermaksud mengakihiri kerja sama. Untuk keperluan tersebut, Grice mengemukakan prinsip kerja sama yang berbunyi “Buatlah sumbangan percakan Anda seperti diinginkan pada saat berbicara, berdasarkan tujuan percakapan yang disepakati atau arah percakapan yang sedang Anda ikuti”. Prinsip yang digunakan dalam melakukan percakapan terdiri atas empat maksim, yaitu (1) maksim kualitas, (2) maksim kuantitas, (3) maksim hubungan, dan (4) maksim cara. Link Jurnal https://media.neliti.com/media/publications/129396- ID-pelaksanaan-prinsip-kerja-sama-dalam-per.pdf DAFTAR SUMBER ARTIKEL Jurnal 1 Pranggapan Soedjatmiko,W. (1992). “Apek Linguistik dan Sosiokultural di Dalam Humor dalam PELLBA 5. Jakarta: Lembaga Unika Atma Jaya. https://media.neliti.com/media/publications/54532-ID-none.pdf Jurnal 2 Tindak Turur Saifudin, A. (2010). Analisis Pragmatik Variasi Kesantunan Tindak Tutur Terima Kasih Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Eriko. LITE, 6(2), 172–181. https://core.ac.uk/download/pdf/295522914.pdf Jurnal 3 Implikatur Geoffrey, L. (1993). Prinsi-Prinsip Pragmatik Terjemahan oleh MDD Oka. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/jsp/article/download/1807/1460 Jurnal 4 Deiksis Leech, Geoffrey . 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik (Edisi terjemahan oleh M.D.D. Oka). Jakarta: UI Press. https://ejournal-pasca.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_bahasa/article/download/3492/pdf Jurnal 5 Prinsip Kerja Sama Tarigan, H.G. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa https://media.neliti.com/media/publications/129396-ID-pelaksanaan-prinsip-kerja-sama- dalam-per.pdf