Anda di halaman 1dari 15

REVIEW ARTIKEL

Praanggapan, Tindak Tutur, Implikatur, Deiksis, Prinsip Kerja Sama

Dosen Pengampu : Dr. Salam, M.Pd.


Mata Kuliah : Pragmatik

OLEH :
Aprianti Mega Resky
210501502075

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
ISI REVIEW
Jurnal 1 (Praanggapan)

Lampiran Jurnal 1

Judul ANALISIS PRAANGGAPAN PADA


PERCAKAPAN TAYANGAN “SKETSA” DI
TRANS TV
Volume & Halaman Volume 2 Nomor 3. Halaman 1-16
Penulis Sugeng Febry Andryanto, Andayani, Muhammad
Rohmadi
Tahun 2014
Riviewer Aprianti Mega Resky
Tanggal Riviewer 8 Desember
Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
tindak tutur yang mengandung praanggapan dan
implikatur dalam percakapan Sketsa di TRANS
TV. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah
dokumen, peristiwa, dan informan. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan analisis
dokumen, observasi, dan wawancara. Validitas
data menggunakan triangulasi data dan metode.
Analisis data menggunakan teknik analisis
interaktif. Hasil penelitan ini adalah sebagai
berikut ini. Pertama, di dalam Sketsa terdapat lima
macam tindak tutur, yaitu: representatif, direktif,
ekspresif, komisif, dan deklarasi. Tindak tutur
yang paling banyak adalah tindak tutur direktif.
Dari berbagai macam tindak tutur yang ada,
ternyata juga mengandung sebuah praanggapan
yang dilakukan oleh penutur kepada lawan
tuturnya. Kedua, di dalam Sketsa juga terdapat
implikatur konvensional dan nokovenmsional.
Metode Penelitian ini dilakukan di rumah dengan cara
menyimak acara Sketsa yang ditayangkan di
televisi dan you tube. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
dengan menggunakan pendekatan pragmatik.
Hasil Penilitian Sketsa merupakan salah satu program acara
komedi yang ditayangkan disalah satu stasiun
televisi swasta, yaitu TRANS TV. Dalam
percakapan humor yang dilakukan oleh para
pemain Sketsa banyak sekali terdapat tindak tutur
yang mengandung praanggapan yang mampu
mengecoh para pemainnya atau bahkan para
pemirsa di rumah. Praanggapan terjadi karena
penutur menyampaikan sesuatu kepada agar lawan
tutur untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi, lawan
tuturnya belum begitu jelas atau bahkan
melakukan sesuatu yang sama persis sesuai dengan
apa yang diucapkan penutur, padahal penutur
sendiri menganggap apa yang disampaikannya itu
sudah mampu dipahami betul oleh lawan tuturnya.
Hal inilah yang dapat menimbulkan tindak tutur
yang mengandung praanggapan. Berikut ini contoh
temuan penelitian. Berdasarkan hasil analisis data
dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa percakapan pada tayangan
Sketsa di TRANS TV mengandung tindak tutur.
Tindak tutur tersebut dibagi menjadi lima macam,
yaitu tindak tutur representatif, tindak tutur
direktif, tindak tutur ekspresif, tindak tutur
komisif, tindak tutur deklarasi. Dari data yang
telah diperoleh setelah dianalisis didapat tindak
tutur representatif 2 data, tindak tutur direktif 6
data, tindak tutur ekspresif 2 data, tindak tutur
komisif 1 data, tindak tutur deklarasi 2 data. Selain
itu, terdapat praanggapan yang dilakukan oleh
penutur kepada lawan tuturnya. Hal ini terjadi
karena pengetahuan yang dimiliki bersama
(background knowledge) disalahartikan dengan
sesuatu hal yang sama, tetapi menjadi beda di saat
lawan tuturnya kurang memahami dan mencermati
ujaran dari penutur tersebut.
Link Jurnal https://media.neliti.com/media/publications/54532-
ID-none.pdf

Jurnal 2 (Tindak Tutur)

Lampiran Jurnal 2

Judul TEORI TINDAK TUTUR DALAM STUDI


LINGUISTIK PRAGMATIK
Volume & Halaman Volume 15 Nomor 1. Halaman 1-16
Penulis Akhmad Saifudin
Tahun 2019
Riviewer Aprianti Mega Resky
Tanggal Riviewer 8 Desember 2022
Latar Belakang Tindak tutur adalah teori penggunaan bahasa
yang dikemukakan oleh John Langshaw Austin
(1962) dalam bukunya yang berjudul How to
do things with words. Austin adalah salah
seorang filsuf terkemuka dari sebuah kelompok
yang disebut Oxford School of Ordinary
Language Philosophy. Teori ini kemudian
dikembangkan lebih mendalam oleh muridnya,
Searle (1979), dan sejak saat itu pemikiran
keduanya mendominasi kajian penggunaan
bahasa, yaitu ilmu pragmatik. Sebelum
munculnya konsep tindak tutur, para ahli
bahasa memperlakukan bahasa sebagai
deskripsi tentang suatu keadaan atau fakta.
Dengan konsep seperti ini berarti setiap
pernyataan dalam bahasa terikat pada apa yang
disebut sebagai syarat atau kondisi kebenaran
(truth conditions). Kondisi kebenaran dijadikan
satu-satunya alat ukur yang ditetapkan sebgai
kriteria kebenaran kalimat. Benar tidaknya
makna kalimat bergantung kepada benar
tidaknya proposisi atai isi kalimat. Pernyataan
bahwa “Senyummu sangat menawan”
tergantung pada kenyataan apakah senyumnya
membuat orang terpesona atau tidak. Dengan
kata lain sebuah kalimat harus dinilai
berdasarkan pada fakta empiris.
Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif dengan
menggunakan pendekatan pragmatik.
Hasil Penilitian Di dalam tulisan ini telah dijelaskan
penggunaan teori tindak tutur seperti yang
dikemukakan oleh Austin dan Searle. Tindak
tutur adalah tuturan yang mengandung niat,
maksud, atau daya ilokusi dan mempunyai
dampak kepada mitra tutur atau pendengarnya.
Tindak tutur dapat berupa bunyi, kata, frasa,
kalimat, maupun wacana yang mempunyai
maksud dan berdampak tertentu pada
pendengarnya. Tindak tutur merupakan satuan
analisis dalam kajian pragmatik, seperti halnya
fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat
dalam linguistik struktural. Austin di sisi lain
menolak anggapan bahwa pernyataan atau
tuturan harus terikat pada nilai benar salah
yang berdasarkan fakta empiris. Tidak semua
pernyataan dapat diuji dengan „kondisi
kebenaran‟. Pernyataan “Jangan masuk!” tentu
tidak dapat diuji nilai kebenarannya karena
pernyataan tersebut tidak menunjukkan
deskripsi keadaan atau fakta. Pernyataan
tersebut adalah larangan. Menurut Austin, saat
menggunakan bahasa orang tidak hanya
menghasilkan serangkaian kalimat yang
terisolasi, tetapi juga melakukan suatu
tindakan. Dengan kata lain, dengan
menggunakan bahasa mereka melakukan
sesuatu atau membuat orang lain melakukan
sesuatu. Inilah yang disebut sebagai tuturan
performative.Dalam tindak tutur ada daya
ilokusi atau maksud penutur yang dapat
dimaknai sebagai sebuah tindak. Ketika
seorang hakim mengujarkan “Saudara saya
nyatakan bersalah dan dihukum penjara selama
satu tahun.” , maka sebenarnya terdapat tindak
atau aktifitas dalam tuturan tersebut, yakni
tindak menghukum. Daya ilokusi dapat
dituturkan secara langsung maupun tidak
langsung. Dikatakan tidak langsung jika apa
yang dituturkan penutur dan maksud penutur
berbeda. Tindak tutur dapat dijalankan dengan
baik jika terpenuhi sejumlah syarat yang oleh
Searle disebut sebagai kondisis felisitas
(kesahihan). Terdapat empat kondisi atau
syarat yang berkaitan dengan psikologis dan
keyakinan peserta tutur, yaitu kondisi isi
proposisi, persiapan, ketulusan, dan esensial.
Link Jurnal https://core.ac.uk/download/pdf/295522914.pdf
Jurnal 3 (Implikatur)

Lampiran jurnal 3

Judul IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM


PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEMESTER I FEB
UNMAS DENPASAR
Volume & Halaman Volume 11, Nomor. Halaman 56-71
Penulis Dewa Gede Bambang Erawan
Tahun 2021
Riviewer Aprianti Mega Resky
Tanggal Riviewer 8 Desember 2022
Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implikatur
percakapan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Pada
Program Studi Akuntansi Semester I FEB Unmas Denpasar,
dan faktor - faktor yang menyebabkan munculya implikatur
percakapan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada
Program Studi Akuntansi Semester I FEB Unmas Denpasar.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa
dan dosen dalam mata kuliah bahasa Indonesia pada Program
Studi Akuntansi Semester I FEB Unmas Denpasar. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa wujud implikatur
percakapan yang ada dalam proses pembelajaran meliputi,
implikatur konvensional, implikatur khusus, implikatur
umum, dan implikatur berskala. Faktor yang menyebabkan
munculnya implikatur percakapan dalam pembelajaran
meliputi: bahasa, keakraban, kepekaan, budaya, kepedulian
dan kasih sayang. Penelitian sejenis yang menganalisis
implikatur dalam percakapan sudah banyak dilakukan, namun
sebagian besar menganalisis implikatur percakapan dalam
konteks konfensional (conventional implicature), padahal
implikatur percapakan yang terjadi dalam konteks percakapan
(conversation implicature) sering juga terjadi dan layak untuk
dijadikan sebagai bahan analisis termasuk percakapan yang
terjadi dalam proses pembelajaran di kelas.
Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi, reduksi data, penyajian data,
verifikasi data.
Hasil Penilitian Implikatur yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia
pada Program Studi Akuntansi Semester I FEB Unmas
Denpasar meliputi: implikatur percakapan umum, khusus,
berskala, dan praangapan yang diimplementasikan dalam
sebuah kalimat berupa kalimat deklaratif, imperatif, dan
kalimat interogratif. Pada bagian analisis implikatur
konvensional, peneliti menemukan dua wujud implikatur yang
diklasifikasikan atas wujud tuturan imperatif dan tuturan
interogratif. Wujud tuturan imperatif dilihat dari segi
gramatikal dan pengucapan yang dilakukan oleh penutur.
Faktor - faktor yang melatarbelakangi munculnya implikatur
percakapan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pada
Program Studi Akuntasi Semester I FEB Unmas Denpasar
meliputi: bahasa, kepekaan, keakraban, budaya, kepedulan
dan kasih sayang. Faktor bahasa dikatakan melatar belakangi
munculnya implikatur percakapan karena bahasa yang
dipergunakan sehari-hari secara umum sama, yaitu bahasa
Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada interaksi antara dosen
dengan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Dalam
pembelajaran dosen harus melatih sikap sosial mahasiswa
dalam melakukan interaksi dengan efektif kepada lingkungan
sosial di kampus maupun pergaulan dalam masyarakat. Faktor
budaya menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi
terjadinya implikatur percakapan dalam proses pembelajaran
karena budaya yang kuat ditanamkan oleh lingkungan sekitar
kepada mahasiswa yang bersangkutan. Faktor kepedulian dan
kasih sayang menjadi salah satu faktor munculnya implikatur
percakapan karena seorang dosen/pendidik ingin selalu
mendidik serta menanamkan karakter yang mulia kepada
mahasiswa.
Link Jurnal
https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/jsp/article/download/1
807/1460

Jurnal 4 (Deiksis)

Lampiran Jurnal 4

Judul ANALISIS DIALOG PERCAKAPAN PADA CERPEN KUDA PUTIH


DENGAN JUDUL “SURAT DARI PURI” : SEBUAH KAJIAN
PRAGMATIK “DEIKSIS”
Volume & Vol 9 No 2. Halaman 86-94
Halaman
Penulis NND Narayukti
Tahun 2020
Riviewer Aprianti Mega Resky
Tanggal Riviewer 8 Desember 2020
Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan deiksis pada
dialog antartokoh dalam cerpen Kuda Putih dengan judul Surat dari Puri.
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Subjek
penelitian ini adalah cerpen, sedangkan objeknya adalah penggunaan
deiksis pada dialog antartokoh dalam cerpen Kuda Putih dengan judul
Surat dari Puri. Data penelitian dikumpulkan dengan teknik studi
dokomen. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik deskriptif-
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 deiksis dari 6
deiksis yang ada, yaitu deiksis persona, deiksis petunjuk, deiksis tempat,
deiksis waktu, deiksis sosial, dan tidak ditemukannya deiksis wacana
pada dialog tersebut. Dalam deiksis tempat dimungkinkan bahwa dasar-
dasar pragmatik deiksis tempat adalah jarak psikologis. Di sisi lain,
deiksis waktu yang tidak termasuk adalah waktu di kalender dan waktu
jam. Dari hasil yang sudah dianalisis, deiksis persona, deiksis petunjuk,
deiksis tempat, deiksis waktu, dan deiksis sosial, pada dialog antartokoh
pada cerpen Kuda Putih dengan judul Surat dari Puri terdapat beberapa
kata yang sama namun tujuan yang berbeda. Tidak semua kata yang
sama memiliki tujuan yang sama, namun ada beberapa tujuan yang
berbeda. Simpulan dalam penelitian ini adalah hasil analisis dialog
Kumpulan Cerpen Kuda Putih Karya IBW Widiasa Keninten dengan
judul Surat dari Puri yang telah dipaparkan, ditemukan 8 deiksis
persona, 2 deiksis petunjuk, 2 deiksis tempat, 2 deiksis waktu, 2 deiksis
sosial, dan tidak ditemukannya deiksis wacana pada dialog tersebut.
Metode Berdasarkan judul penelitian ini, yakni “Analisis Dialog Percakapan
Pada Cerpen Kuda Putih Dengan Judul “Surat Dari Puri”: Sebuah Kajian
Pragmatik “Deiksis”, maka diberi kode yang terdiri atas nomor data dan
nomor halaman pada cerpen. Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi, reduksi data, penyajian data, verifikasi
data.
Hasil Penilitian Penutur Menggunakan Bahasa Untuk Memberikan Informasi Kepada
Mitra Tuturnya. Bahasa Digunakan Sebagai Media Penyampaian Pesan
Oleh Penutur. Selain Sebagai Media Penyampaian Informasi Bahasa
Juga Harus Dipelajari Karena Bahasa Adalah Ilmu. Mengkaji Dan
Mempelajari Bahasa Adalah Hal Yang Penting Dilakukan Oleh Manusia
Karena Secara Langsung Akan Melestarikan Bahasa. Beberapa Kajian
Bahasa Yaitu Sintaksis, Semantik, Pragmatik, Sosiolinguistik, Dan
Masih Banyak Lagi (Aslinda, 2007). Salah Satu Ilmu Kajian Bahasa
Adalah Pragmatik. Mey (Dalam Rahardi, 2005:12), Mengungkapkan
Pragmatik Adalah Studi Mengenai Kondisikondisi Penggunaan Bahasa
Manusia Yang Ditentukan Oleh Konteks Masyarakat. Adapun Yang
Menjadi Kajian Dari Pragmatik Yaitu Implikatur, Preposisi
(Praanggapan), Tindak Tutur Dan Pristiwa Tutur, Prinsip Kerjasama,
Deiksis Dan Aspek-Aspek Struktur Wacana. Deiksis Penunjuk
Mengungkapan Sesuatu Hal Dalam Bentuk Ujaran Yang Tidak Bisa
Terlepas Dari Maksud Yang Ingin Disampaikan Oleh Penutur Kepada
Mitra Tuturnya (Putrayasa, 2014: 46). Sebaliknya, Mitra Tutur Juga
Diharuskan Dan Sedapat Mungkin Untuk Memahami Maksud Yang
Ingin Disampaikan Oleh Penutur. Oleh Karena Itu, Agar Pesan Yang
Ingin Disampaikan Penutur Kepada Mitra Tuturnya Dapat Dipahami
Dengan Baik, Pemahaman Terhadap Deiksis Dan Penggunaannya
Secara Tepat Adalah Salah Satu Alternatifnya. Setelah Dipahami
Tentang Pronomina Petunjuk Umum, Pembahasan Selanjutnya Adalah
Mengenai Pronomina Penunjuk. Contoh Pronomina Penunjuk Tempat
Dalam Bahasa Indonesia Dan Sering Diujarkan Ialah Sini, Situ Atau
Sana. Perbedaan Di Antara Ketiganya Ada Pada Si Pembicara. Jika
Sesuatu Yang Ditunjuk Berada Dekat Dengan Si Pembicara, Kata ‘Sini’
Yang Digunakan. Jika Sesuatu Yang Ditunjuk Agak Jauh Dengan Si
Pembicara Digunakan Kata Sana. Analisis dialog cerpen “Surat dari
Puri” karya IBW Widiasa Keninten dianalisis berdasarkan teori jenis-
jenis deiksis. Dalam dialog pada Kumpulan Cerpen Kuda Putih dengan
judul “Surat dari Puri” ditemukan deiksis yang digunakan para tokoh
melalui kalimat-kalimat yang digunakan. Dari 6 jenis deiksis, hanya
ditemukan 5 jenis deiksis yang digunakan dalam dialog dalam Cerpen
Surat dari Puri. Deiksis yang ditemukan ialah: deiksis persona, deiksis
petunjuk, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis sosial. Berikut tabel
jumlah deiksis yang ditemukan.
Link Jurnal https://ejournal-pasca.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_bahasa/article/
download/3492/pdf

Jurrnal 5 (Prinsip Kerja Sama)

Lampiran Jurnal 5

Judul PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA DAN


PRINSIP SOPAN SANTUN BERBAHASA DI
KALANGAN MASYARAKAT KAMPUNG
PESISIR KOTA CREBON
Volume & Halaman Vol. 3 No. 1. Halaman 18-38
Penulis Syibli Maufur, M.Pd.
Tahun 2016
Riviewer Aprianti Mega Resky
Tanggal Riviewer 8 Desember 2022
Latar Belakang Gaya bahasa masyarakat Cirebon dan pesisir
berdasarkan watak dan letak geografisnya yang
panas, cenderung apa adanya, lugas, ceplas-ceplos,
keras nada dan intonasinya, dan terkesan kasar.
Dalam menyelesaikan suatu masalah juga
cenderung tidak suka berbelit-belit. Hal ini sangat
berbeda dengan bahasa yang digunakan masyarakat
pedalaman yang penuh tatakrama, halus, dan tidak
bernada tinggi. Bagi mereka yang tidak terbiasa
dengan kehidupan dan mengerti watak masyarakat
pesisir, gaya bahasa seperti ini mungkin akan
terdengar tidak santun. Akan tetapi, bagi
penggunanya, gaya babasa yang keras dan lugas ini
tidak berarti membuat bahasa masyarakat pesisir
tidak santun. Berdasarkan latar belakang tersebut,
dilakukan penelitian tentang Penerapan Prinsip
Kerja Sama dan Prinsip Sopan Santun Berbahasa di
Kalangan Masyarakat Kampung Pesisir Kota
Cirebon. Melalui penelitian ini, penulis ingin
mengungkapkan rumusan masalah, yaitu (1)
Bagaimanakah bentuk penerapan prinsip kerja sama
yang digunakan oleh masyarakat Kampung Pesisir
Kota Cirebon, (2) Bagaimanakah bentuk penerapan
prinsip sopan santun yang digunakan oleh
masyarakat Kampung Pesisir Kota Cirebon, dan (3)
Apakah strategi yang digunakan masyarakat
kampung pesisir kota cirebon dalam merealisasikan
prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Untuk
menjawab pertanyaan, penulis menggunakan
pendekatan pragmatik dengan desain penelitian
kualitatif. Data penelitian ini diperoleh dari latar
alamiah dengan metode observasi, catatan lapangan,
wawancara, dan perekaman. Berkenanan dengan
dengan rumusan masalah pertama, analisis data
menghasilkan sejumlah kesimpulan. Bentuk kerja
sama yang tercermin dalam komunikasi masyarakat
Kampung Pesisir Kota Cirebon adalah (1) maksim
kuantitas, (2) maksim kualitas, (3) maksim
hubungan, dan (4) maksim cara. Selanjutnya,
berkenaan dengan maslah kedua menunjukkan
bentuk sopan santun berbahasa yang tercermin
dalam komunikasi masyarakat kampung pesisir
adalah (1) maksim kedermawanan, (2) maksim
kearifan, (3) maksim pujian, (4) maksim kesetujuan,
(5) maksim simpati, dan (6) maksim kerendahan
hati. Terakhir, strategi yang digunakan dalam
merealisasikan maksim kerja sama dan sopan
santun adalah (1) menggunakan kalimat langsung,
dan (2) menggunakan kalimat tidak langsung.
Selanjutnya, penggunaan kalimat tidak langsung
direalisasikan melalui (1) menyetujui dan (2)
menyindir.
Metode Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi, reduksi data, penyajian data,
verifikasi data.
Hasil Penilitian 1. Konsep Pragmatik
Menurut Firth (dalam Wijana, 1996: 5) bahwa
kajian penggunaan bahasa tidak dapat dilakukan
tanpa mempertimbangkan konteks. Sementara itu,
Leech (1993: 8) mengatakan bahwa ilmu yang
mampu mengkaji makna tuturan adalah ilmu
pragmatik. Hal ini berbeda dengan semantik yang
mengkaji makna kalimat. Dengan demikian dapat
dikatakann bahwa semantik mengkaji makna
linguistik, sedangkan pragmatik mengkaji maksud
tuturan. Selanjutnya, Levinson (1983; 21-24)
menjelaskan beberapa pengertian pragmatik.
Pertama, untuk memahami makna bahasa, seorang
penutur dituntut tidak saja untuk mengetahui makna
kata dan hubungan gramatikal antarkata tersebut,
tetapi juga menarik kesimpulan yang dikatakan
sebelumnya. Kedua, pragmatik adalah ilmu yang
mempelajari tentang kesesuaian antara kalimat yang
dituturkan oleh pengguna bahasa dengan konteks
yang melatarinya.
2. Kerangka Sosiopragmatik dalam Analisis
Kesantunan
Kerangka sosiopragmatik merupakan perpaduan
teori sosial dan teori pragmatik. Teori pragmatik
menjelaskan bahwa suatu tuturan bukan semata
sebagai satuan linguistik melainkan sebagi satuan
pragmatik, yaitu unsur terkecil dalam komunikasi
linguistik yang berupa gabungan antara ilokusi
dengan preposisi. Satuan pragmatik dikaji dalam
hubungannya dengan tujuan komunikasi dan tujuan
sosial. Walaupun demikian, teori-teori pragmatik
saja dipandang tidak cukup. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini juga digunakan teori sosial. Teori
sosial menjelaskan bahwa proses interaksi seperti
status (kedudukan) dan peran (fungsi) ditempatkan
sesuai dengan system nilai budaya yang dianut
masyarakat. Status menyangkut kedudukan, baik
sebagai individu maupun kelompok, yang
ditentukan oleh jabatan, tingkat pendidikan, usia,
jenis kelamin, dan sebagainya. Sedangkan yang
berkaitan dengan peran yaitu menyangkut apa yang
harus dapat dilakukan berkaitan dengan status
tersebut (Ibrahim, 1996). Sosiopragmatik
didasarkan pada kenyataan bahwa prinsip kerja
sama dan prinsip sopan santun digunakan secara
berbeda dalam budaya kehidupan masyarakat yang
berbeda pula dan dalam konteks sosial yang
berbeda. Tidak bias digeneralisasikan bahwa
budaya masyarakat Sunda dapat digunakan pada
kehidupan masayarakat Jawa.
3. Prinsip Kerja Sama
Menurut Grice (dalam Leech, 1993: 120)
percakapan akan mengarah pada penyamaan unsur-
unsur pada transaksi kerja sama yang semula
berbeda dengan jalan (1) menyamakan tujuan
jangka pendek, meskipun tujuan akhirnya berbeda
atau bahkan bertentangan, (2) menyatukan
sumbangan partisipan sehingga penutur dan mitra
tutur saling membutuhkan, dan (3) mengusahakan
agar penutur dan mitra tutur mempunyai pengertian
bahwa transaksi berlangsung dengan suatu pola
tertentu yang cocok, kecuali jika bermaksud
mengakihiri kerja sama. Untuk keperluan tersebut,
Grice mengemukakan prinsip kerja sama yang
berbunyi “Buatlah sumbangan percakan Anda
seperti diinginkan pada saat berbicara, berdasarkan
tujuan percakapan yang disepakati atau arah
percakapan yang sedang Anda ikuti”. Prinsip yang
digunakan dalam melakukan percakapan terdiri atas
empat maksim, yaitu (1) maksim kualitas, (2)
maksim kuantitas, (3) maksim hubungan, dan (4)
maksim cara.
Link Jurnal https://media.neliti.com/media/publications/129396-
ID-pelaksanaan-prinsip-kerja-sama-dalam-per.pdf
DAFTAR SUMBER ARTIKEL
Jurnal 1 Pranggapan
Soedjatmiko,W. (1992). “Apek Linguistik dan Sosiokultural di Dalam Humor dalam PELLBA 5.
Jakarta: Lembaga Unika Atma Jaya.
https://media.neliti.com/media/publications/54532-ID-none.pdf
Jurnal 2 Tindak Turur
Saifudin, A. (2010). Analisis Pragmatik Variasi Kesantunan Tindak Tutur Terima Kasih Bahasa
Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Eriko. LITE, 6(2), 172–181.
https://core.ac.uk/download/pdf/295522914.pdf
Jurnal 3 Implikatur
Geoffrey, L. (1993). Prinsi-Prinsip Pragmatik Terjemahan oleh MDD Oka. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/jsp/article/download/1807/1460
Jurnal 4 Deiksis
Leech, Geoffrey . 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik (Edisi terjemahan oleh M.D.D. Oka). Jakarta:
UI Press.
https://ejournal-pasca.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_bahasa/article/download/3492/pdf
Jurnal 5 Prinsip Kerja Sama
Tarigan, H.G. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa
https://media.neliti.com/media/publications/129396-ID-pelaksanaan-prinsip-kerja-sama-
dalam-per.pdf

Anda mungkin juga menyukai