DiSUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
1. Wa Herni (210501501065)
2. Aprianti Mega Rezky (210501502075)
3. Uli Ayu Sudarni (210501502069)
4. Suciatmi Ramadhani (210501501075)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah Swt, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi nikmat kesehatan serta kesempatan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Strategi Pembelajaran Inovatif
Bahasa dan Sastra”. Makalah ini kami buat sebagai tugas kelompok mata kuliah
keterampilan dasar mengajar yang diberikan oleh Dr.Hj. Sulastriningsih Djumingin, M.
Hum.
Makalah ini kami susun dengan maksimal dan melalui kerja sama yang baik
sehingga kami dapat menyelesaikannya. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberi
ilmu dan pengetahuan kepada siapa pun yang membacanya. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari bahwa masih ada kekurangan dari segi penyusunan kalimat maupun tata
bahasanya. Dengan segala tangan terbuka kami menerima saran dan kritik dari Dr.Hj.
Sulastriningsih Djumingin, M. Hum. serta teman-teman yang lain.
Segala bentuk kritik dan saran sangat dibutuhkan dari berbagai pihak dalam
pembuatan makalah ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami ucapkan
banyak terima kasih yang tidak akan terhingga kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini. Semoga amal dan kebaikannya dilipatgandakan
dan dibalas oleh Allah Swt.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Cantona & Sudarma (2020) ada beberapa tahap dari pembelajaran SAVI.
Tahapan tersebut tahap persiapan, tahap penyampaian, tahap pelatiahan dan tahap
penampilan hasil dengan unsur-unsur Somatic, Auditory, Visualitation, Intelektually pada
beberapa tahapannya.
6
a. Pada tahapan persiapan
Guru meminta siswa untuk mempersiapkan alat-alat pembelajaran sehingga pada
proses pembelajaran siswa benar-benar siap dalam mengikuti proses pembelajaran
yang diberikan oleh guru. Sambil mempersiapkan sarana pembelajaran guru
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang siswa untuk
berpikirdan membangkitkan rasa ingin tahu siswa sehingga siswa termotivasi
dalam mengikuti proses pembelajaran maupun materi yang akan dipelajari.
Pertanyaan-petanyaan yang diajukan menyangkut pengalaman siswa dan hal-hal
yang relevan dan tidak membuat siswa memiliki perasaan negative terhadap proses
pembelajaran.
b. Tahap penyampaian
Guru memberikan inti dari materi yang akan dibahas dengan bertanya jawab
kepada siswa (visual dan auditori). Penyampaian materi yang dilakukan
dengan tanya jawab akan mampu melatih kemampuan kognitif yang dimiliki oleh
siswa. Proses tanya jawab akan membuat siswa menggali pengetahuan dan mencari
informasi atau sumber-sumber untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
guru. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang didapat oleh siswa
akan sangat bermakna,hal tersebut juga akan membuat siswa tidak pasif
menerima informasi dari guru.
c. Tahap pelatihan
Siswa diberikan beberapa pertanyaan yang akan membuat siswa untuk terlatih
menemukan konsep baru dengan cara yang menarik. Selain itu pelajaran
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam proses
pembelajaran akan melatih siswa untuk menemukan konsep baru secara individu.
Pada tahap ini siswa melakukan unsur Intelectualy dan Somatic yang
diartikan dengan suatu proses pembelajaran yang siswa lakukan dengan cara
menghubungkan pengalaman, fisik, emosional, dan intiuitif tubuh.
7
kemampuan psikomotor siswa, memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa, siswa akan
termotivasi untuk belajar
8
lebih baik, melatih siswa untuk terbiasa mengemukakan pendapat, bertanya,
maupun menjawab, dan kelebihan yang sangat kuat adalah merupakan variasi yang
cocok untuk semua gaya belajar.
Adapun kelemahan dari pembelajaran VAK, yaitu tidak banyak orang mampu
mengkombinasikan ketiga gaya belajar tersebut, sehingga orang yang hanya mampu
menggunakan satu gaya belajar, hanya akan mampu menangkap materi jika
menggunakan metode yang lebih memfokuskan kepada salah satu gaya belajar
yang didominasi.
9
C. AIR (Auditory, Intelectually and Repetition)
1. Pengertian Pembelajaran AIR
Pembelajaran AIR adalah model yang menekankan pada tiga aspek, yaitu Auditory,
Intelectuall, and Repetition. Auditory yaitu belajar dengan mendengar, Intelectually yaitu
belajar dengan berpikir dan memecahkan masalah, Repetition yaitu pengulangan
agar melajar lebih efektif. Auditory yang berarti bahwa indera telinga digunakan dalam
belajar dengan cara mendengarkan, menyimak berbicara, persentasi, argumentasi,
mengemukakan pendapat dan menanggapi. Intectual berpikir yang berarti bahwa
kemampuan berpikir perlu dilatih melalui latihan bernalar, mencipta, memecahkan
masalah, mengkonstruksi dan menerapkan. Repetition yang berarti pengulangan,
agar pemahaman lebih mendalam dan lebih luas. siswa perlu dilatih melalui pengerjaan
soal pemberian tugas atau kuis (Purniawati, S. (2013)).
a. Auditory
Auditory berarti indera telinga digunakan dalam belajar dengan
cara menyimak, berbicara, persentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan
menanggapi. Mendengar merupakan salah satu aktivitas belajar, karena
tidak mungkin informasi yang disampaikan secara lisan oleh guru dapat diterima
dengan baik oleh siswa jika tidak melibatkan indera telinganya untuk mendengar.
Guru diharapkan bisa memberikan bimbingan pada siswa agar pemanfaatan indera
telinga dapat berkembang secara optimal sehinga interkoneksi antara telinga dan otak
bisa dimanfaatkan secara maksimal (Purniawati, S. (2013)).
b. Intelectually
Intellectually berarti belajar dengan berpikir untuk menyelesaikan masalah.
Kemampuan berpikir perlu dilatih melalui latihan bernalar, mencipta memecahkan
masalah, mengkonstruksi dan menerapkan (Purniawati, S. (2013)).
c. Repetition
Dalam proses belajar, ada sejumlah informasi atau materi pelajaran yang
diharapkan tersimpan didalam memori otak. Pada kenyatannya, hal-hal yang telah
dipelajari sulit sekali dimunculkan bahkan tidak dapat direproduksikan lagi dari daya
ingat kita. Peristiwa inilah yang disebut lupa.Pengulangan tidak berarti
dilakukan dengan bentuk pertanyaan atau informasi yang sama, melainkan dalam
bentuk informasi yang dimodifikasi. Dalam memberi pengulangan, agar pemahaman
siswa lebih mendalam dan lebih luas guru dapat memberikan soal, tugas atau kuis.
Dengan diberikan soal dan tugas. siswa akan terbiasa menyelesaikan persoalan-
persoalan matematika. Sedangkan dengan pemberian kuis siswa akan senantiasa
siap dalam menghadapi tes ujian (Purniawati, S. (2013)).
1
3) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenaisoal LKS
yang kurang dipahami.
Kegiatan Siswa:
1) Siswa menuju kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk oleh guru.
2) Siswa menerima LKS yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan secara
kelompok.
b) Tahap Intelectually
Kegiatan Guru:
1) Guru membimbing kelompok belajar siswa untuk berdiskusi dengan rekan
dalam satu kelompok sehingga dapat menyelesaikan LKS.
2) Guru memberi kesempatan kepada beberapa kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerjanya.
3) Guru membimbing kelompok belajar siswa untuk berdiskusi dengan rekan
dalam satu kelompok sehingga dapat menyelesaikan LKS.
Kegiatan Siswa:
1) Siswa mengerjakan soal LKS secara berkelompok dengan mencermati
contoh- contoh soal yang telah diberikan.
2) Siswa mempresentasikan hasil kerjanya secara berkelompok yang telah
selesai mereka kerjakan.
3) Siswa dari kelompok lain bertanya dan mengungkapkan pendapatnya,
sedangkan kelompok lain yang mempresentasikan menjawab
dan mempertahankan hasil kerjanya.
c) Tahap Repretition
Kegiatan guru:
1) Memberikan latihan soal individu kepada siswa.
2) Dengan diarahkan guru, siswa membuat kesimpulan secara lisan tentang
materi yang telah dibahas.
Kegiatan siswa:
1) Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru secara individu.
2) Siswa menyimpulkan secara lisan tentang materi yang telah dibahas
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran AIR
dapat meningkatkan kemampuan aktivitas siswa untuk bersosialisasi serta
siswa mempunyai kesempatan untuk saling menghargai perbedaan pendapat
dalam kelompok.
1
D. TAI (Team Assisted Individualization)
1. Pengertian Pembelajaran TAI
TAI singkatan dari Team Assisted Individualization (TAI) memiliki dasar pemikiran
yaitu untuk mengadaptasi pembelajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan
kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. Dalam pembelajaran TAI, siswa
ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (4 sampai 5 siswa) yang heterogen dan
selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang
memerlukannya. Dengan pembelajaran kelompok diharapkan para siswa dapat
meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi
(Widyaningsih, 2017).
Tipe ini mengkombinasikan keunggulan model pembelajaran kooperatif dan model
pembelajaran individual, model pembelajaran ini dirancang untuk mengatasi kesulitan
belajar siswa secara individual, oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak
digunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas pada model pembelajaran TAI ini
adalah: setiap siswa secara individual belajar model pembelajaran yang sudah
dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok
untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab
bersama.
Menurut Riswanto, A. (2016) model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini memiliki
8 komponen, kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1) Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa.
2) Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata
nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
3) Curriculum materials yaitu materi yang dikerjakan oleh siswa sesuai dengan
kurikulum yang ada.
4) Team Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh
kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang
membutuhkan. Para siswa mengerjakan unit – unit mereka dalam kelompok mereka
atau dengan kata lain siswa diberikan untuk mengerjakan soal secara individu
terlebih dahulu kemudian setelah itu mendiskusikan hasilnya dengan kelompok
masing – masing.
5) Team Score and Team Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil kerja
kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil
secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam
menyelesaikan tugas.
6) Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang
pemberian tugas kelompok.
7) Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.
8) Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhir waktu
pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.
1
2) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan
skor dasar atau skor awal.
1
3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang
dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras,budaya, suku yang
berbeda serta kesetaraan jender.
4) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi
kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu
kelompok.
5) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
7) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
1
berbicara. Diskusi yang terjadi pada tahap talk ini merupakan sarana untuk
mengungkapkan dan merefleksikan pikiran siswa.
c) Write (Menulis)
Tahap yang terakhir adalah write, siswa menuliskan hasil diskusi pada Lembar
Kerja Siswa (LKS). Aktivitas menulis berarti mengkonstruksikan ide, karena
setelah berdiskusi atau berdialog antarteman, kemudian siswa
mengungkapkannya ke dalam bentuk tulisan.
Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Think Talk Write (TTW)
menurut Kuswari, U. (2011) adalah sebagai berikut :
a) Guru membagikan LKS yang memuat soal yang harus dikerjakan oleh siswa
serta petunjuk pelaksanaannya.
b) Siswa membaca teks dan membuat catatan kecil berupa halhal yang diketahui
dan tidak diketahuinya (think).
c) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu kelompok untuk membahas
sisi catatan kecil (talk).
d) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman ke
dalam tulisan argumentasi (write).
1
2. Langkah-langkah Penerapan Pembelajaran TS-TS
Menurut Lisdiana, A. (2019) adapun langkah-langkah pembelajaran TS-TS
sebagai berikut :
a) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen yang terdiri dari
empat siswa. Tujuannya yaitu untuk saling mendukung dan saling membelajarakan.
b) Pendidik membagi setiap kelompok dengan sub pokok bahasan untuk
diselesaikan bersama kelompoknya masing-masing.
c) Siswa dalam kelompok yang berjumlah empat orang saling bekerja sama dengan
gtujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif
dalam proses berfikir mrnyelesaikan permasalah yang diberikan guru.
d) Setelah kelompok selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok
meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
e) Dua orang yang tinggal di kelompoknya bertugas untuk membagikan hasil kerja
dan informasi yang mereka dapatkan ke tamu mereka.
f) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompoknya masing-masing dan melaporkan
hasil temuan mereka dari kelompok lain.
g) Kelompok mencocokkan dan membahas kembali hasil-hasil kerja mereka.
h) Masing-masing kelompok mengkomunikasikan/mempersentasikan hasil kerja
mereka di depan kelas.
1
G. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)
1. Pengertian Pembelajaran CORE
Model pembelajaran CORE ini adalah suatu model pembelajaran yang
memiliki desain mengkonstruksi kemampuan siswa dengan cara menghubungkan dan
mengornisasikan pengetahuan, kemudian memikirkan kembali konsep yang sedang
dipelajari. Model CORE mencakup empat proses Connecting, Organizing,
Reflecting, Extending. Dalam Connecting, siswa diajak untuk menghubungkan
pengetahuannya yang baru dengan pengetahuannya terdahulu. Organizing, membantu
siswa untuk dapat mengorganisasikan pengetahuannya. Reflecting, siswa dilatih untuk
dapat menjelaskan kembali informasi yang telah diperoleh. Extending atau proses
memperluas pengetahuan siswa. Pembelajaran CORE ini merupakan sebuah proses
pembelajaran yang berbeda dan memberi ruang bagi siswa untuk berpendapat, mencari
solusi dan membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini memberikan pengalaman yang
berbeda sehingga diharapkan bisa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis pada siswa (Ulfa, D. & dkk, (2019).
Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran CORE ini guru tidak
meyampaikan secara keseluruhan materi yang diajarkan, melainkan melalui kegiatan
pemecahan masalah. Dalam prosesnya siswa mengingat informasi lama yang
pernah didapatkannya untuk dihubungkan ke informasi yang baru. Setelah itu siswa
mengorganisasi ide untuk memahami materi, lalu memikirkannya kembali serta
memperluas dan mengembangkannya. Proses tersebut dilakukan agar siswa dapat
melatih kemampuan pemecahan masalah. Sehingga dengan model pembalajaran CORE
ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah (Ulfa, D. &
dkk, (2019).
1
b) Mengembangkan dan melatih daya ingat siswa tentang sesuatu konsep dalam
materi pembelajaran.
c) Mengembangkan daya berfikir kritis sekaligus mengembangkan
keterampilan pemecahan suatu masalah.
d) Memberi pengalaman belajar kepada siswa karena mereka banyak berperan
aktif sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Kelemahan model pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting dan
Extending, yaitu :
a) Membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model
ini. b) Memerlukan banyak waktu.
1
f) Tahap Review
2
Pada tahap ini guru membimbing siswa untuk meninjau ulang seluruh
pertanyaan yang telah disusun dan jawaban yang telah ditemukan serta kesesuaian
antara pertanyaan dengan jawaban.
2
pengalaman tersebut dan menghubungkan ide-ide mereka dengan materi atau konsep
baru. Kegiatan itu dilakukan guru melalui:
(a) Guru mengasosiasi materi dengan pengalaman siswa melalui beberapa
pertanyaan agar siswa merefleksi dan menganalisis pengalaman-
pengalaman mereka terdahulu.
(b) Guru menyampaikan hubungan atau relevansi materi baru dengan materi
lama.
b) Recontruction
Konsep pembelajaran ini adalah menekankan kepada para siswa untuk menciptakan
interpretasi mereka sendiri terhadap materi pelajaran. Siswa meletakkan pengalaman
belajar dengan pengalamannya sendiri. Misalnya dengan menyajikan berupa konsep
atau materi melalui kegiatan menyimak, didiskusikan, dan kemudian
disimpulkan oleh siswa. Kegiatan itu dilakukan guru melalui :
(a) Guru memotivasi siswa dalam mempelajari materi yang disampaikan
dan
membagi siswa kedalam kelompok kecil heterogen.
(b) Guru berkeliling memfasilitasi siswa dalam diskusi
kelompok.
c) Production
Konsep materi pembelajaran yang telah disampaikan atau di aplikasikan dalam
bentuk nyata. Kontrol kegiatan ini lebih bertumpu pada siswa untuk
mengekspresikan diri sendiri melalui tugas-tugas komunikatif yang bertujuan, jelas,
dan terarah. Kegiatan itu dilakukan guru melalui:
(a) Guru membimbing siswa menarik
kesimpulan.
(b) Guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi.
(c) Guru mengajak siswa untuk mengekspresikan pengetahuan yang didapatnya
melalui tugas-tugas komunikatif (soal).
2
Kekurangan Model Pembelajaran Meaningful Instructional Design (MID),
sebagai berikut:
a) Guru merasa kesulitan menemukan contoh-contoh konkrit dan realistik.
b) Karena ini membentuk suatu kelompok, yang sering terjadi adalah
mengandalkan siswa yang pintar (Huda, F.A. (2022)).
2
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
2
DAFTAR PUSTAKA
2
Purniawati, S. (2013).” Implementasi Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetiton
(Air) pada Materi Bangun Datar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP N 1
Pabelan”. (Doctoral dissertation, Program Studi Pendidikan Matematika
FKIP- UKSW).
Riana, A. (2018). “Penerapan Model Pembelajaran Visual Auditory Kinesthetic (VAK)
untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa”. (Doctoral dissertation, UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi).
Riswanto, A. (2016). “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted
Individualization Terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa”. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika, 5(3), 293-304.
Siregar, H. H., Hadi, N., & Hilmi, D. (2021). “Analisis Pembelajaran Berbasis SAVI
(Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual) dalam Maharah Kalam”. Jurnal Shaut
Al- Arabiyah, 9(1), 32-42.
Ulfa, D., Rahmi, D., & Revita, R. (2019). “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Core
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Berdasarkan Self-Confidence
Siswa SMP/MTS”. Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika, 3(2), 400-409.
Widyaningsih, E. E. (2017). “Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)
Sebagai Upaya Optimalisasi Kontribusi Anggota Kelompok Dalam Praktikum IPA
Materi Cahaya”. Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika, 7(2), 57-62.
Yusnaldi, E. 2020. “Pengaruh Model SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite,
Review) Terhadap Hasil Belajar IPS Materi Penjajahan Belanda di Indonesia. Tadris
IPS.(Diakses pada Sabtu, 8 April 2023). http://repository.uinsu.ac.id/8500/1/Jurnal
%20Eka%20Yusnaldi%202019.pdf