Dosen Pengampu:
Ns. Fiora Ladesvita, M.Kep., Sp.Kep.MB
Disusun Oleh:
KELAS D
Rita Azzahra R. 2010711020 Charissa Tiara Putri 2010711083
Novi Nursifa 2010711021 Afitiani Maghfiroh 2010711028
Elsa Fitriyani 2010711022 Nita Caroline 2010711087
Eri Humairoh 2010711095 M. Harits Saifulloh 2010711044
Kholil Lailatus 2010711109 Goldameir Florencia 2010711018
Rana Rozanna 2010711104 Farach Nabilla 2010711063
Eunike Christina 2010711052 Andi Kansa S. 2010711060
Ria Nur Fitria 2010711003 Nina Cahya F. 2010711067
Yasmin Alisha I. 2010711068 Ramanto Sijabat 2219915041
Annisa Refiyani 2010711082
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat Rahmat dan Nikmat-Nya kami
bisa menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Medikal Bedah III Tidak lupa kita haturkan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, berkat perjuangan-Nya dapat membawa kita
dari zaman kegelapan menuju zaman terang-benderang.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ns. Fiora Ladesvita,
M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku dosen pengampu dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
yang telah memberikan bimbingan untuk materi “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Meningitis”.
Makalah ini disusun dengan usaha yang maksimal dan berkat bantuan dari berbagai sumber
penulis textbook, jurnal maupun artikel ilmiah. Kami berharap makalah berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Meningitis” bisa memperluas wawasan kita untuk menjadi perawat
profesional di masa depan.
Namun, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami buat.
Mungkin dari segi bahasa, susunan kalimat atau hal lain yang tidak kami sadari. Oleh karena itu
kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sebagai sarana perbaikan makalah
yang lebih baik.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II
PEMBAHASAN 5
2.1 Definisi Meningitis 5
2.2 Etiologi Meningitis 5
2.3 Tanda dan Gejala Meningitis 7
2.4 Patofisiologi 9
2.5 Pathway 10
2.6 Klasifikasi Meningitis 11
2.7 Komplikasi Meningitis 11
2.8 Penatalaksanaan Meningitis 12
2.9 Pemeriksaan Penunjang 13
2.10 Asuhan Keperawatan 15
2.11 Telaah Jurnal 22
2.12 Media Edukasi 23
BAB III
PENUTUP 25
3.1 Kesimpulan 25
3.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
3
BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis merupakan suatu peradangan atau pembengkakan dari membran pelindung yang
menutupi otak dan sumsum tulang belakang yang dikenal sebagai meningens. Meningitis juga
dapat disebabkan oleh virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu. Meningitis
bakterial merupakan salah satu meningitis SSP (Sistem Saraf Pusat) yang paling berat dan
mematikan serta menjadi masalah kesehatan yang menyebabkan adanya gangguan neurologis
permanen di kemudian hari. Pada tahun 2016 penderita meningitis mencapai angka 78.081 kasus
dengan jumlah meninggal mencapai 4.313. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara
dengan kasus dan tingkat kematian tertinggi di Asia Tenggara akibat meningitis. Menurut data
yang dipublikasikan WHO pada 2020 kematian meningitis di Indonesia mencapai 3.140 atau
0.9% dari total kematian.
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Meningitis adalah radang pada meningen, yaitu membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis, disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur (Smeltzer dan bare, 2002)
Meningitis dicirikan pada inflamasi pada meningen, membran yang melapisi otak dan saraf
tulang belakang (Black & Joyce, 2014)
Meningitis adalah inflamasi lapisan di sekeliling otak dan medula spinalis yang disebabkan
bakteri atau virus (Smeltzer, S. C, 2015)
Meningitis merupakan peradangan yang terjadi pada meningen (lapisan pelindung yang
menyelimuti otak dan saraf tulang belakang). Gejala awal dari meningitis ini mirip dengan flu,
seperti demam dan sakit kepala. Maka dari itu, meningitis sulit dikenali. Meningitis biasanya
disebabkan oleh banyak hal, seperti infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit. Kondisi-kondisi
tertentu, seperti melemahnya sistem imun tubuh, juga dapat memicu munculnya meningitis.
1. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah: Haemophilus
influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, dan Staphylococcus aureus.
Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan dapat menimbulkan respon peradangan.
Neutrophil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel sebagai respon
peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk di ruang
subaraknoid. Penumpukan di dalam cairan serebrospinal akan menyebabkan cairan
menjadi kental sehingga dapat mengganggu aliran serebrospinal di sekitar otak dan
medulla spinalis. Sebagian akan mengganggu absorbsi akibat granulasi arakhnoid dan
dapat menimbulkan hidrosefalus. Penambahan eksudat di dalam ruang subaraknoid dapat
menimbulkan peradangan lebih lanjut dan peningkatan tekanan intrakranial. Eksudat
akan mengendap di otak dan saraf-saraf kranial dan spinal. Sel-sel meningeal akan
5
menjadi edema, membran sel tidak dapat lebih panjang mengatur aliran cairan yang
menuju atau keluar dari sel.
2. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik meningitis.Meningitis ini terjadi
sebagai akibat dari berbagai macam penyakit virus yang meliputi measles, mumps,
herpes simplex dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya terjadi diatas
korteks serebral, substansi putih dan meninges.Kerentanan jaringan otak terhadap
berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang dipengaruhi.Virus herpes simplex
merubah metabolisme sel, yang mana secara cepat menyebabkan perubahan produksi
enzim atau neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan kemungkinan
kelainan neurologi.
6
2.3 Tanda dan Gejala Meningitis
1. Sakit kepala
Salah satu gejala meningitis yang paling umum adalah nyeri kepala parah. Peradangan
yang terjadi di dekat otak dan sumsum tulang belakang dapat mengakibatkan rasa sakit
yang signifikan. Namun, nyeri kepala ini sering disalah artikan sebagai migrain. Otak
berinteraksi untuk membantu seseorang menjaga keseimbangan dan kesadaran mereka
akan ruang di sekitar mereka. Namun, kemampuan ini dapat terganggu karena
pembengkakan di otak, yang menyebabkan hilangnya keseimbangan dan menyebabkan
nyeri kepala yang hebat, dan jatuh.
2. Mual muntah
Mual dan muntah terjadi akibat dari efek samping reaksi hipersensitivitas pasien yang
menerima cefotaxim,penggunaan kloramfenikol juga dapat menyebabkan mual dan
muntah Kenaikan suhu hipotalamus akan diikuti dengan peningkatan mediator kimiawi
akibat peradangan seperti prostaglandin, epinefrin, norepinefrin. Kenaikan mediator
tersebut dapat merangsang peningkatan metabolisme sehingga dapat terjadi kenaikan
suhu di seluruh tubuh, rasa sakit kepala, serta peningkatan respon gastrointestinal yang
memunculkan rasa mual dan muntah.
3. Demam
Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain.
Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya penyakit
Faringitis, Tonsillitis, Pneumonia, dan Bronkopneumonia. Masuknya organisme melalui
sel darah merah pada blood brain barrier. Penyebaran organisme bisa terjadi akibat
prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea
atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat menimbulkan meningitis,
dimana terjadinya hubungan antara CSF (Cerebrospinal Fluid) dan dunia luar.
Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan
medulla spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan saraf pusat melalui ruang pada
subarachnoid sehingga menimbulkan respon peradangan seperti pada via, arachnoid,
CSF, dan ventrikel. Efek peradangan yang disebabkan oleh mikroorganisme meningitis
7
yang mensekresi toksik dan terjadilah toksemia, sehingga terjadi peningkatan suhu oleh
hipotalamus yang menyebabkan suhu tubuh meningkat atau terjadinya hipertermi.
4. Sakit dan nyeri secara umum
5. Menggigil
Pusat motorik untuk menggigil terletak berdekatan dengan daerah sentral pada
hipotalamus posterior diantara impuls-impuls dan reseptor dingin datang. Hal ini secara
normal dihambat oleh impuls-impuls dari daerah preoptik yang sensitif terhadap panas di
daerah hipotalamus anterior, tetapi ketika impuls melebihi ambang batas maka pusat
motor untuk menggigil ini menjadi teraktivasi sehingga mengirim impuls secara bilateral
ke dalam motor neuron anterior spinal cord (tulang belakang). Pada awalnya hal ini
meningkatkan tonus otot ke seluruh tubuh, tetapi ketika tonus otot meningkat di atas level
tertentu maka terjadilah menggigil. Menggigil merupakan mekanisme sistem imun untuk
meningkatkan suhu tubuh guna melawan virus atau bakteri. Kondisi ini biasanya muncul
disertai demam.
6. Lemas
Lemas pada penderita meningitis disebabkan oleh adanya demam dan juga peradangan
pada selaput otak yang membuat kinerja otak tidak stabil dan menyebabkan penderita
lemas akan kegiatan yang dilakukan
7. Perubahan tingkat kesadaran
8. Bingung
9. Perubahan pola nafas
10. Ataksia
11. Kaku kuduk
Kaku kuduk merupakan suatu kondisi kekakuan pada leher akibat perangsangan pada
selaput otak, dan kondisi ini dapat ditemukan pada Meningitis.
12. Kernig’s Sign
Kernig’S Sign adalah tanda untuk iritasi meningen seperti pada meningitis. Disini
terdapat ketidakmampuan untuk mengekstensikan lutut ketika paha difleksikan tegak
lurus terhadap abdomen.
13. Ptechialrash
14. Kejang (fokal, umum)
8
15. Opistotonus
16. Nistagmus
17. Ptosis
18. Gangguan pendengaran
19. Tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif
20. Fotophobia
2.4 Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan di
dalam tubuh lainnya. Virus atau bakteri yang menyebar secara hematogen sampai ke selaput
otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan
Endokarditis.
Penyebaran bakteri atau virus tersebut dapat juga terjadi secara perkontinuitatum dari
peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran kuman bisa terjadi akibat dari
trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak (Lewis, 2008). Invasi
kuman-kuman ke dalam ruang sub arakhnoid yang menyebabkan reaksi radang pada pia dan
arakhnoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi dalam
waktu yang sangat singkat, lalu terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam
ruang sub arakhnoid kemudian terbentuk eksudat, dalam beberapa hari terjadi pembentukan
limfosit dan histiosit dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
lapisan yaitu bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin serta di lapisan dalam
yang terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga dapat terjadi pada vena-vena di korteks yang dapat
menyebabkan thrombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural dengan fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.
Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
meningitis yang disebabkan oleh bakteri (Nur, et al, 2008).
9
2.5 Pathway
10
2.6 Klasifikasi Meningitis
1. Hidrosefalus
Didalam otak manusia terdapat rongga yang disebut dengan ventrikel. Di dalam
ventrikel terdapat struktur yang disebut plexus koroideus. Struktur ini memproduksi
cairan otak, yang dalam seharinya menghasilkan rata-rata sebanyak 450cc. Pada
meningitis ini kondisi cairan akan menjadi pekat. Bila kepekatan ini memburuk,
penyerapan cairan otak untuk masuk ke dalam aliran pembuluh darah balik otak akan
terganggu. Bila sudah mencapai titik tertentu, cairan otak yang diproduksi akan lebih
banyak jumlahnya dibanding dengan yang bisa diserap. Hal ini menyebabkan cairan otak
akan terus menumpuk di dalam otak, dan akan semakin membesar hingga menekan otak
di sekitarnya.
2. Sepsis
Sepsis merupakan reaksi peradangan parah pada tubuh yang terjadi akibat infeksi
yang tidak ditangani dengan baik. Infeksi yang menyebabkan meningitis dapat menyebar
ke aliran darah dan menimbulkan sepsis. Gejala yang timbul antara lain demam,
hipotermia, tekanan darah dan detak jantung tidak teratur, kesulitan bernapas, kehilangan
kesadaran.
3. Ventrikulitis
Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan
langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler. Abses yang masuk ke dalam
ventrikuler otak sehingga menyebabkan peradangan disebut dengan ventrikulitis.
4. Abses Otak
Abses otak adalah sekumpulan nanah yang terbentuk di otak akibat proses infeksi.
11
Infeksi terjadi akibat bakteri atau jamur yang berhasil masuk ke jaringan otak dan
berkembang biak menggerogoti jaringan otak normal dan berubah menjadi nanah dan
jaringan mati. Hal ini terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena Meningitis
tidak mendapatkan pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
b. Terapi Farmakologis
1. Terapi antibiotic
Terapi farmakologi adalah dengan memberikan pasien antibiotic dan pemberian
antibiotic dimulai segera ketika meningitis bacterial dicurigai. Pilihan antibiotic
12
dapat berupa penisilin, sefalosporin, rifampisin (Rifadin), vankomisin (Vancocin),
atau kloramfenikol (Chloromycetin) ditentukan ketika mikroorganisme penyebab
diidentifikasi dari hasil tes.
- Lama pemberian antibiotic:
European Federation of Neurological Societies (EFNS) merekomendasikan lama
pemberian antibiotik bergantung pada etiologi meningitis bakterialis, yaitu:
1) Meningitis bakterialis non-spesifik: 10-14 hari [Rekomendasi 4C].
2) Meningitis pneumokokus: 10-14 hari [4A].
3) Meningitis meningokokus: 5-7 hari [4A].
4) Meningitis Hib: 7-14 hari [4B].
5) Meningitis listeria: 21 hari [4B].
6) Meningitis Pseudomonas dan Basil Gram-Negatif: 21-28 hari [4B]
2. Control kejang
Terapi obat yang bisa diberikan jika kejang adalah antikonvulsan seperti diazepam
atau fenobarbital
Pemeriksaan yang dapat menentukan seseorang terkena meningitis atau bukan adalah dengan
melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1. CT-Scan
Berdasarkan guideline European Congress of Clinical Microbiology and Infectious
Disease (ESCMID), indikasi untuk dilakukannya CT scan terdiri atas:
a. Keadaan imunokompromais berat
b. Adanya kejang onset baru
c. GCS < 10, dan
d. Adanya defisit fokal neurologi (kecuali palsi nervus kranial)
Aspirasi cairan serebrospinal tidak boleh dilakukan sebelum dilakukannya
pemeriksaan Computed Tomography (CT) kepala karena adanya kontroversi yang
menyebutkan bahwa aspirasi cairan serebrospinal dapat menginduksi herniasi otak dan
kematian pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.
13
CT Scan kepala dapat dilakukan pada pasien dengan kecurigaan adanya infeksi
bakteri atau space occupying lesion (SOL). Pada infeksi bakteri, beberapa pasien akan
memperlihatkan adanya meningeal enhancement. CT scan juga dilakukan untuk
mengeksklusi SOL. Misalnya, pada pasien dengan defisit neurologis fokal. CT scan juga
dapat membantu menyingkirkan diagnosis perdarahan intrakranial.
2. Lumbal Puncture/pungsi lumbal
Pungsi lumbal atau analisis cairan dan kultur cairan serebrospinal masih menjadi
metode definitif dalam mendiagnosis meningitis. Parameter yang diperiksa pada pungsi
lumbal adalah opening pressure, jumlah sel darah putih, glukosa, protein, dan
pemeriksaan mikrobiologi. Pada meningitis bakteri biasanya ditemukan adanya
peningkatan tekanan, peningkatan sel darah putih (>80% neutrophil), penurunan glukosa,
peningkatan protein, dan ditemukan patogen bakteri.
Pada meningitis virus ditemukan tekanan normal atau sedikit meningkat, peningkatan
sel darah putih (biasanya mononuklear), glukosa dalam batas normal atau sedikit
menurun, protein dalam batas normal atau sedikit meningkat, dan ditemukan gen virus
pada PCR.
Pada pemeriksaan meningitis tuberkulosis biasanya ditemukan peningkatan sel darah
tekanan dan sel darah putih (biasanya limfosit), penurunan glukosa, peningkatan protein,
dan pada pemeriksaan basil tahan asam akan positif.
3. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah tidak spesifik digunakan untuk mendiagnosis meningitis. Kultur
darah dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi infeksi bakteri, terutama penyakit
meningococcal.
4. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dilakukan untuk mengetahui
lebih spesifik bakteri yang menginfeksi dengan analisis DNA.
14
2.10 Asuhan Keperawatan
Seorang pasien dirawat di ruangan perawatan umum untuk pasien gangguan neurologi
dengan kapasitas 24 pasien. Klien dirawat dengan keluhan sudah 3 hari tidak bisa bangun dari
tempat tidur,lemas, nyeri kepala, demam disertai menggigil, mual dan muntah. Saat pengkajian
ditemukan suhu 39’C, kaku kuduk +, Kernig’s sign +. Pemeriksaan lumbal fungsi menunjukkan
hasil kultur + bakteri Neisseria meningitidis group B. Pasien di diagnosis meningitis akut.
Keluarga bertanya pada perawat bagaimana pasien bisa terkena penyakit ini. Pasien
mendapatkan terapi panadol 500 mg tid, cefotaxime 2x 1 gram bd,dexamethasone 0,15 mg/kg
setiap 6 jam. Dokter, perawat, ahli gizi dan tim kesehatan lainnya melakukan perawatan secara
terintegrasi untuk menghindari/ mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut seperti
hydrocephalus.
a. Pengkajian
Data Fokus
15
● T: Nyeri berlangsung sejak 3
hari SMRS dan tak kunjung
membaik
b. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Hipertermi
1) Pasien demam disertai Proses penyakit (SDKI, Edisi I,
menggigil D.0130, Hlm. 284)
DO:
1) Saat pengkajian ditemukan
suhu 39◦C
DT:
1) Kulit tampak kemerahan
16
DT:
1) Klien mengatakan sulit
bergerak
2) Klien merasa gelisah karena
nyeri
3 DS: Intoleransi
1) Pasien merasa lemas Kelemahan Aktivitas
DO: (SDKI, Edisi I,
1) Kernig’s sign (+) D.0056, Hlm. 128)
DT:
1) Klien mengatakan sulit
bergerak
2) Klien merasa gelisah karena
nyeri
c. Diagnosa
1. Hipertermi b.d proses penyakit d.d suhu 39’C, demam disertai menggigil, lemas,
nyeri kepala, Turgor kulit tampak kemerahan, hasil kultur + bakteri Neisseria
meningitidis group B
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (bakteri) d.d lemas, nyeri kepala, kaku
kuduk +, Kernig’s sign +, hasil kultur + bakteri Neisseria meningitidis group B
● P: Nyeri terasa ketika klien bangun dari tempat tidur
● Q: Nyeri berdenyut dan terasa kaku
● R: Nyeri menjalar hingga ke leher jika dipaksakan bangun dari tempat tidur
● S: Skala nyeri 4
● T: Nyeri berlangsung sejak 3 hari SMRS dan tak kunjung membaik
3. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, imobilitas d.d sudah 3 hari tidak bisa bangun
dari tempat tidur, lemas, nyeri kepala, kaku kuduk +, Kernig’s sign +, menggigil,
klien mengatakan sulit bergerak
17
d. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Rencana Tindakan
(SDKI) (SIKI)
2 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisiologis keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
(bakteri) d.d lemas, nyeri masalah Nyeri akut dapat teratasi - Identifikasi lokasi,
karakterisitik, durasi,
kepala, kaku kuduk +, dengan kriteria hasil:
frekuensi, kualitas,
Kernig’s sign +, hasil Tingkat Nyeri (L.08066) intensitas nyeri
kultur + bakteri Neisseria 1. Kemampuan menuntaskan - Identifikasi skala nyeri
meningitidis group B aktivitas meningkat - Identifikasi respons
2. Keluhan nyeri menurun nyeri non verbal
18
3. Kesulitan tidak menurun - Identifikasi faktor yang
4. Ketegangan otot menurun memperberat dan
5. Lemas mulai teratasi memperingan nyeri
- Monitor efek samping
6. Kernig’s sign (-)
penggunaan analgetik
7. P : Provokes teratasi Terapeutik
Q : Quality teratasi - Berikan teknik
R : Radiates diketahui nonfarmaologis untuk
S : Skala menurun ke skala mengurangi rasa nyeri
1-2 ataupun teratasi - Kontrol lingkungan
T : Time teratasi yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu dan
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
perioda, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan penggunaan
analgesik secara tepat
- Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
19
3. Kekuatan tubuh bagian bawah aktivitas
meningkat Terapeutik
4. Toleransi dalam menaiki - Lakukan latihan
rentang gerak pasif
tangga
dan/atau aktif
5. Keluhan lelah menurun - Fasilitasi duduk disisi
tempat tidak, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
20
mengakomodasi
aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. Ambulansi,
mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- Tingkat aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan
- Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksasi otot
- Libatkan keluarga
dalam aktivitas, Jika
perlu
- Fasilitasi
mengembangkan
motivasi dan penguatan
diri
- Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
- Jadwalkan aktivitas
dalam ritinitas
sehari-hari
Edukasi
- Jelaskan metode
aktivitas fisik
sehari-hari
- Ajakrkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
- Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
- Anjurkan keluarga
untuk memberikan
penguatan positif atas
partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
21
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
- Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
Judul Jurnal : Karakteristik dan Luaran Pasien Meningitis Tuberkulosis Anak dengan
Komplikasi Hidrosefalus dengan atau Tanpa Tuberkulosis di RSUD Teluk Bintuni, Papua
Barat, Indonesia.
Nama Jurnal : Interdisciplinary Neurosurgery
Penulis : Ahmad Farid, et.al
Tahun Terbit : 2020
Volume : 19
Halaman : 1-4
a. Metode
Metode yang dilakukan dalam penelitian dengan studi kohort retrospektif
yang dilakukan pada pasien TBM anak yang dirawat di RSUD Teluk Bintuni,
Papua Barat, Indonesia pada 1 Januari-31 Desember 2017. Data dikumpulkan dari
rekam medis pasien anak yang didiagnosis menderita TBM dengan CT-Scan.
b. Sampel
Pasien TBM anak dengan rentang usia 0-14 tahun yang dirawat di RSUD
Teluk Bintuni, Papua Barat, Indonesia pada 1 Januari-31 Desember 2017 dan
didiagnosis sebagai TBM dengan komplikasi hidrosefalus dengan atau tanpa
tuberkulosis.
c. Hasil
Terdapat 43 anak didiagnosis selama 1 Januari hingga 31 Desember 2017 di
Teluk Bintuni terdiri dari 21 anak laki-laki dan 22 anak perempuan. TBM
memiliki gejala yang tidak spesifik, sehingga sulit untuk dideteksi secara
langsung pada tahap awal. Hasil studi menunjukkan bahwa jenis kelamin
terdistribusi secara merata dengan rasio laki-laki:perempuan 1:0,75 dengan gejala
22
yang menonjol adalah penurunan berat badan, demam berkepanjangan, dan kaku
duduk yang diikuti adanya penurunan kesadaran. Sebagian besar pasien TBM
anak di RSUD Teluk Bintuni mengalami hidrosefalus dan tuberkulosis. Adanya
hidrosefalus dan tuberkuloma pada kasus-kasus tersebut menunjukkan beratnya
kondisi yang mengakibatkan outcome yang buruk.
23
4. Menjaga makanan yang dikonsumsi. Makan masakan yang matang dan menghindari
makanan mengandung susu (tanpa melalui proses pembunuhan kuman di suhu tinggi
terlebih dahulu)
5. Melakukan vaksinasi. Beberapa vaksinasi yang dapat mencegah meningitis:
a. Vaksinasi meningitis B
b. Vaksinasi 6-in-1
c. Vaksinasi meningitis C
d. Vaksinasi pneumokokus
e. Vaksinasi MMR untuk melindungi dari campak, gondok, dan rubella. Meningitis
terkadang timbul akibat komplikasi dari infeksi ini
f. Vaksinasi meningitis ACWY
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meningitis dibagi menjadi dua, yaitu bentuk aseptik dan bentuk septik. Meningitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, cacing, dan protozoa. Penyebab yang sering terjadi pada
meningitis adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat fatal
dibandingkan meningitis dari penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak
yang disebabkan bakteri lebih berat.
Meningitis bisa timbul karena adanya infeksi virus dan juga infeksi bakteri yang dianggap
serius dan dapat mengancam jiwa. Selain itu, infeksi jamur juga bisa menjadi salah satu
penyebab meningitis walaupun hal tersebut jarang terjadi. Biasanya infeksi meningitis dapat
menular dari satu orang ke orang lain melalui batuk, bersin, mencium, berbagi peralatan makan,
sikat gigi, maupun rokok.
3.2 Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Dokter Post. 2016. Diagnosis Dan Tatalaksana Meningitis Bakteri. Diakses pada 24 Oktober
2021 dari http://dokterpost.com/tatalaksana-meningitis-bakterialis
Faried, A., Putra, S. P., Suradji, E. W., Trianto, Akbar, R. R., Nugraheni, N. K., & Arifin, M. Z.
(2020). Characteristics and outcomes of pediatric tuberculous meningitis patients with
complicated by hydrocephalus with or without tuberculoma at Regional Public Hospital
Teluk Bintuni, West Papua, Indonesia. Interdisciplinary Neurosurgery, 19, 1-4.
https://doi.org/10.1016/j.inat.2019.100609
Harsono. Meningitis tuberkulosa. Buku Ajar Neurologi Klinis : Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. Edisi ke 3. Yogyakarta: Gadjah Mada University; 2005.
HIDAYATI, O. N. (2015). Studi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Meningitis Bakteri
Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUD Dr.
Soetomo Surabaya (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
http://repository.pkr.ac.id/752/7/7%20BAB%20II%20TINJAUAN%20TEORI.pdf
Kemenkes, R. I. (2019). Panduan Deteksi dan Respon Penyakit Meningitis Meningokokus.
Panduan Deteksi Dan Respon Penyakit MENINGITIS MENINGOKOKUS, 1-100.
Melia Husni, P. (2020). Proses Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien Anak Meningitis (Studi
Kasus). Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Riau.
26