Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ANALISIS JAMINAN SOSIAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM PADA MASA


DAULAH ABASSIYAHDAN MASA KINI

Dosen Pengampu:
Dr. Widita Kurniasari, S.E.,M.E.
Dr. Zakik, S.E.,M.Si.

Disusun Oleh:

MA’RUF EPENDI
NIM. 210231100143

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2022

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmad dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang
telah menuntun kita dari zaman jahiliyah menuju ke zaman terang benderang yakni
addinul islam.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca


mengenai Analisis Jaminan Sosial dalam Perspektif Islam pada Masa Daulah Muawiyah
dan Masa Kini sebagai salah satu tugas mata kuliah Islam & Ekonomi di Program Studi
Ekonomi Pembangunan Universitas Trunojoyo Madura.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Zakik, S.E., M.Si. selaku
dosen pengampu mata kuliah Iskam & Ekonomi. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu proses penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam


penulisan maupun penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapakan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sehingga penulis dapat
memperbaiki makalah ini.

Bangkalan, 5 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Content
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................5
1.3 Tujuan................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
2.1 Konsep Jaminan Sosial dalam Perspektif Islam............................................6
2.2 Jaminan Sosial pada masa Daulah Abassiyah...............................................7
2.3 Jaminan Sosial pada Masa Kini....................................................................10
BAB III...........................................................................................................................13
PENUTUP......................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jaminan sosial (takaful ijtimai) dibentuk atas dasar kepedulian
masyarakat atau kebijakan pemerintah dalam hal mewujudkan kepeduliannya
terhadap rakyat. Keberpihakan semacam ini bertujuan untuk menciptakan
kesejahteraan sampai akar rumput (akar rumput). Ada beberapa aspek sosial
yang diketahui dijamin oleh pemerintah seperti jaminan di bidang kesehatan,
pendidikan, ekonomi, politik, dan keamanan.
Aspek-aspek tersebut dinilai tidak pernah hilang dalam sejarah bangsa
dan negara umat manusia. Artinya, sampai sekarang dan mungkin sampai nanti
jaminan sosial yang diusung oleh rakyat sendiri maupun pemerintah terus eksis
sepanjang peradaban. Mayoritas negara di dunia selalu memposisikan kebijakan
jaminan sosial sebagai agenda prioritas, sebab mau atau tidaknya jaminan sosial
sebagai kebutuhan yang harus melekat dalam suatu masyarakat dan
pemerintahan.
Sebagai salah satu elemen dalam peradaban umat manusia, Islam tentu
tidak pernah menjadi alpa dalam hal ini. Hal ini disinyalir dalam konsep yang
ditanamkan oleh Al-Quran dan as-Sunnah Rasulillah SAW. Islam adalah agama
universal (rahmatan lil alamin), yang kemunculannya ditunggu-tunggu oleh
rakyat. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa kepedulian sosial yang banyak
dikemukakan oleh literatur sejarah Islam untuk menempatkan agama ini sebagai
ajaran yang sangat memperhatikan umat manusia, termasuk mengenai pokok
bahasan penelitian ini, jaminan sosial.
Daulah Abbasiyah atau Bani Abbasiyah merupakan kekhalifahan
Islam ketiga yang berkuasa antara 750-1258. Selain menjadi
kekhalifahan yang paling lama memerintah, yaitu selama lima abad,
Abbasiyah juga berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dunia. Dinasti Abbasiyah resmi berdiri setelah
memenangkan revolusi atas Kekhalifan Bani Umayyah pada tahun 750.
Pendiri Dinasti Abbasiyah yang sekaligus menjadi khalifah pertamanya

4
adalah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih
dikenal dengan Abdul Abbas As-Saffah. Latar belakang berdirinya
Daulah Abbasiyah tidak terlepas dari berbagai masalah yang mewarnai
pemerintahan Bani Umayyah. Sejak awal berdirinya Dinasti Umayyah
(Sunni), kelompok Muslim Syiah telah memberontak karena merasa hak
mereka terhadap kekuasaan dirampok oleh Muawiyah (pendiri Bani
Umayyah) dan keturunannya. Begitu pula dengan kelompok Khawarij,
yang juga merasa bahwa hak politik tidak dapat dimonopoli oleh
keturunan tertentu, tetapi hak setiap Muslim. Masalah itu terus
memburuk hingga pada pertengahan abad ke-8, banyak umat yang tidak
lagi mendukung Bani Umayyah, yang dinilai korup, sekuler, dan
memihak sebagian kelompok. Kelompok lain yang sangat membenci
kekuasaan Dinasti Umayyah adalah Mawalli, yaitu orang-orang Muslim
non-Arab. Mereka yang kebanyakan dari Persia ini merasa tidak
diperlakukan setara dengan orang Arab karena diberi beban pajak lebih
tinggi. Keadaan pun semakin diperburuk oleh perang saudara antara
sesama Bani Umayyah, yang oleh masyarakat telah dicap bermoral
buruk.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep jaminan sosial dalam perspektif islam?
2. Bagaimana implementasi jaminan sosial pada masa Daulah Abassiyah?
3. Bagaimana implementasi jaminan sosial dalam perspektif islam pada
masa kini?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menginformasikan kepada
pembaca mengenai analisis jaminan sosial dalam perspektif islam pada masa
Daulah Abassiyah dan masa kini.

BAB II

PEMBAHASAN

5
2.1 Konsep Jaminan Sosial dalam Perspektif Islam
Jaminan sosial secara etimologis terdiri dari dua kata, yaitu jaminan dan
sosial. Dalam hal ini, jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima
atau janji salah satu pihak untuk menanggung kewajiban pihak lain. Sedangkan
sosial adalah sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat atau rakyat. Kedua
makna tersebut, jika dianalogikan dengan salah satu pihak adalah negara dan
pihak lainnya adalah masyarakat (citizen), sehingga dapat diambil pemahaman
bahwa seseorang di suatu negara berkewajiban untuk menyetorkan iuran kepada
negara secara kolektif dan universal dalam rangka menanggung dan menjamin
kehidupan setiap warga negara yang membutuhkan (Syufa'at 2015).
Islam meninggalkan pesan melalui sejarah budaya yang terkait erat
dengan keadilan dan kesejahteraan. Keadilan sosial ini tentu bukan hanya untuk
negara Islam, tetapi konsep ini harus dimiliki oleh semua negara di dunia. Jika
Anda meninjau skema jaminan sosial yang mengarah pada kesejahteraan, maka
dalam prosesnya ada distribusi kekayaan dalam bentuk jaminan. Sedangkan
salah satu dana jaminan dalam hal ini diambil dari dana warganya, yaitu dalam
bentuk zakat, infak, dan sedekah (al-Qashim 2006).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa jaminan sosial merupakan
bentuk perlindungan sosial yang diberikan kepada masyarakat, baik berupa
sandang, pangan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan keadilan
bagi kaum produktif dan lansia. Dengan tambahan penjelasan bahwa tunjangan
hari tua hanya akan diberikan setelah seseorang melewati batas usia produktif.
Sedangkan jaminan keamanan, keadilan, pemerataan ekonomi yang terangkum
dalam sandang, pangan, dan papan adalah hak masyarakat baik di usia produktif
maupun non produktif.
Islam telah menugaskan negara untuk memberikan jaminan sosial untuk
menjaga standar hidup semua individu dalam masyarakat Islam. Biasanya,
negara memenuhi kewajiban ini dalam dua bentuk. Pertama, negara memberi
individu banyak kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif,
sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan dari pekerjaan dan usahanya sendiri.
Namun, ketika seorang individu tidak mampu melakukan pekerjaan yang
produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari usahanya sendiri atau ketika
ada keadaan khusus di mana negara tidak dapat memberikan kesempatan kerja

6
baginya, maka bentuk kedua berlaku. Dalam hal ini, bentuk kedua adalah agar
negara menerapkan prinsip jaminan sosial dengan menyediakan jumlah uang
yang cukup untuk membiayai kebutuhan individu dan untuk meningkatkan
standar hidupnya.
Dengan demikian, jaminan sosial merupakan instrumen yang sangat
penting dalam ekonomi syariah. Oleh karena itu, melaksanakan jaminan sosial
adalah upaya manusia dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT,
sehingga menjadikan harta benda mereka bersih dan berkembang
menghilangkan ketamakan dan kerakusan, serta keegoisan. Namun, jelas bahwa
kebutuhan dasar rakyat, berupa kebutuhan dasar, keamanan, kesehatan, dan
pendidikan, harus disediakan oleh negara secara gratis bagi seluruh rakyatnya,
baik kaya maupun miskin, tanpa diskriminasi sedikit pun.

2.2 Jaminan Sosial pada masa Daulah Abassiyah


Salah seorang dokter yang juga merupakan ilmuwan bernama Abu
Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi menjadi sosok yang berperan
dalam perjuangan jaminan kesehatan di masa khilafah ‘Abbasiyah.

Kepada murid-muridnya, ia mencoba meluruskan bahwa niat tulus


seorang dokter adalah menyembuhkan orang sakit, yang lebih besar
daripada niat untuk mendapatkan upah atau imbalan materi lainnya.
Mereka diminta memberikan perhatian kepada orang fakir, sebagaimana
orang kaya maupun pejabat negara. Mereka juga harus mampu
memberikan motivasi kesembuhan kepada pasiennya, meski mereka
sendiri tidak yakin. Karena kondisi fisik pasien banyak dipengaruhi oleh
kondisi psikologisnya (‘Abdul Mun’im Shafi, Ta’lim at-Thibb ‘Inda al-Arab,
hal. 279).

Mengutip dari buku Menggagas Kesehatan Islam yang ditulis oleh KH.
Hafidz Abdurrahman, MA dkk, perhatian di bidang kesehatan seperti ini
tidak hanya terbatas di kota-kota besar, bahkan di seluruh wilayah
Islam, hingga sampai ke pelosok, bahkan di dalam penjara-penjara
sekalipun. Pada era itu, sudah ada kebijakan Khilafah dengan rumah

7
sakit keliling. Rumah sakit seperti ini masuk dari desa ke desa. Perlu
dicatat di sini, Khilafah saat itu benar-benar memberikan perhatian di
bidang kesehatan dengan layanan nomor satu, tanpa membedakan
lingkungan, strata sosial dan tingkat ekonomi.

Di sisi lain, Wazir Ali bin Isa al-Jarrah, yang menjadi wazir di masa
Khalifah al-Muqtadir (908-932 M) dan al-Qahir (932-934 M), dan dikenal
sebagai wazir yang adil dan ahli hadits yang jujur, juga penulis yang
produktif, pernah mengirim surat kepada kepala dokter di
Baghdad, “Aku berpikir tentang orang-orang yang berada dalam
tahanan. Jumlah mereka banyak, dan tempatnya pun tidak layak.
Mereka bisa diserang penyakit. Maka, kamu harus menyediakan dokter-
dokter yang akan memeriksa mereka setiap hari, membawa obat-obatan
dan minuman untuk mereka, berkeliling ke seluruh bagian penjara dan
mengobati mereka yang sakit.” (Ibn Qifthi, Tarikh al-Hukama’, hal. 148)

Ia dikenal sangat kaya raya. Pendapatannya 700.000 dinar per bulan.


Tetapi, dari 700.000 Dinar itu, ia infakkan untuk kemaslahatan umat
sebesar 680.000 dinar. Termasuk untuk wakaf dan lain-lain .

2.3 Jaminan Sosial pada Masa Kini


Jaminan sosial sering didefinisikan sebagai kesejahteraan sosial. Istilah
kesejahteraan sosial merupakan syarat pemenuhan kebutuhan material dan non
material. Jaminan sosial tidak hanya berporos pada perwujudan kesejahteraan
rakyat. Namun demikian, jaminan sosial telah bermetamorfosis menjadi sebuah
sistem, di mana sistem tersebut dibangun sesuai dengan identitas dan kondisi
masing-masing negara. Menurut Prabowo Subianto, jaminan sosial sebagai
suatu sistem akan mampu memberikan energi bagi setiap warga negara untuk
membangun cita-cita negaranya menuju masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera (Prabowo Subianto 2011).
Jaminan masyarakat dapat diwujudkan melalui zakat. Untuk itu, zakat
erat kaitannya dengan dimensi sosial, moral, dan ekonomi. Dalam dimensi
sosial, zakat merupakan kewajiban sosial yaitu ibadah, karena zakat yang

8
dikenakan pada harta individu ditujukan kepada masyarakat dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan mengentaskan kemiskinan. Pada dimensi moral, zakat
mengikis keserakahan dan keserakahan orang kaya. Sementara dalam dimensi
ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir orang tertentu
(Mannan 1993).
Zakat sebagai jaminan sosial dalam masyarakat bertujuan untuk
menciptakan pembangunan ekonomi yang lebih berkeadilan. Zakat sejalan
dengan prinsip utama distribusi dalam ajaran Islam, yaitu agar kekayaan tidak
hanya beredar di kalangan orang kaya (Noor 2013). Prinsip ini merupakan rule
of the game yang harus dijalankan. Jika diabaikan, itu akan menciptakan jurang
yang dalam antara si miskin dan si kaya, dan tidak akan ada keadilan ekonomi di
masyarakat.
Jaminan sosial lainnya di masyarakat, juga dapat diwujudkan melalui
infak dan sedekah. Dalam hal ini, infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta
atau penghasilan untuk kepentingan yang diperintahkan Islam. Jika zakat
memiliki ni ṣ ab, maka infak tidak memiliki niṣab. Selain tidak adanya
ketentuan niṣab dalam infak, ketentuan tentang delapan kelompok yang
menerima zakat juga tidak berlaku dalam infak. Jadi, infak bisa diberikan
kepada siapa saja (Riyadi 2015).
Sedangkan sedekah adalah hadiah dari seorang muslim secara sukarela
tanpa dibatasi waktu dan jumlah tertentu, atau hadiah yang dibuat oleh seseorang
sebagai kebaikan yang mengharapkan berkah dan pahala Allah semata.
Berdasarkan pemahaman tersebut, infak masuk dalam kategori sedekah. Selain
itu, sedekah dalam konsep Islam memiliki makna yang lebih luas dan tidak
hanya sebatas memberikan sesuatu yang materiil. Namun lebih dari itu, sedekah
mencakup semua perbuatan baik, jasmani dan non fisik.
Penekanan pada infak dan sedekah merupakan sarana yang tepat untuk
membantu menciptakan masyarakat yang peduli dengan kondisi sosial, karena
pada dasarnya setiap manusia harus menyadari bahwa setiap individu tidak bisa
hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain.
Jaminan sosial lainnya di masyarakat juga bisa melalui wakaf. Dalam hal
ini, wakaf diartikan sebagai jenis pemberian yang dilakukan dengan cara

9
menahan (kepemilikan) untuk digunakan demi kepentingan umum (Noor 2013).
Wakaf pada dasarnya sejalan dengan tujuan ekonomi, yaitu menjadi cara yang
lebih baik dalam menyalurkan pendapatan di masyarakat dengan memberikan
solusi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Cizakca 1998).
Kesadaran untuk memahami dan mewakili sebagian hartanya
berkontribusi signifikan terhadap terciptanya keadilan distribusi di tengah-
tengah masyarakat. Pada dasarnya, keberadaan harta wakaf berkaitan dengan
kepentingan harta benda untuk kepentingan rakyat. Jika keberadaannya
terealisasi dengan baik, maka secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan
sosial di masyarakat. Dengan demikian, jaminan sosial di masyarakat bisa
melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Jika dilihat dari perspektif makro,
instrumen ini akan membentuk mekanisme jaminan sosial yang komprehensif.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Khalifah abbasiyah atau kekuasaan dinasti bani abbas, sebagai
mana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani umayah.
Kekuasaannya berlangsung rentang waktu yang panjang . selama
dinasti bani abbasiyah berkuasa dimana pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuain dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya.
Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
memastikan seluruh masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kehidupan
yang layak. Bentuk jaminan sosial saat ini dilakukan melalui zakat, infaq &
sedekah, dan wakaf. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa jaminan sosial
merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diberikan kepada
masyarakat dalam rangka menjaga taraf hidup seluruh individu dalam
masyarakat Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/Desy/Downloads/466-1528-3-PB.pdf Diakses pada 4 Desember 2022


pukul 21.06

https://mukisi.com/1312/beginilah-sistem-jaminan-kesehatan-di-masa-khilafah-
abbasiyah/

https://ejournal.stebisigm.ac.id/index.php/isbank/article/view/54

https://www.google.com/search?
q=+Jaminan+Sosial+pada+masa+Daulah+Abassiyah&sxsrf=ALiCzsZ_FIVOo2
akvgFLEr_o6pCGBWFJTQ%3A1670382791891&ei=xwSQY-
WENqH1z7sPuuSOyAE&ved=0ahUKEwilhMznxOb7AhWh-
nMBHTqyAxkQ4dUDCA4&uact=5&oq=+Jaminan+Sosial+pada+masa+Daula
h+Abassiyah&gs_lcp=Cgxnd3Mtd2l6LXNlcnAQAzIFCAAQogQyBQgAEKIE
OgoIABBHENYEELADSgQIQRgASgQIRhgAUNMGWIMKYL0WaAFwAH
gAgAG_AYgBwgOSAQMwLjOYAQCgAQHIAQjAAQE&sclient=gws-wiz-
serp

12

Anda mungkin juga menyukai