Anda di halaman 1dari 1

Nama : Hilmi ‘Afif Kautsar

NIM : 19/441464/EK/22482
Program Studi : Manajemen

Fraud jenis Fraudulent Statements

PT Garuda Indonesia mengklaim mencatatkan kinerja keuangan cemerlang pada 2018


lalu, dengan laba bersih US$ 809 ribu atau sekitar Rp 11,33 miliar dengan kurs Rp. 14.000 per
dolar AS. Padahal, setahun yang lalu mengalami kerugian sebesar US$ 216,5 juta. Kemudian hal
ini terbukti pada pengakuan piutang atas pemasangan wifi oleh PT Mahata Aero Teknologi
sebagai laba perusahaan.

Polemik dimulai saat 2 komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria
(saat ini sudah tidak menjabat), menolak menandatangani laporan keuangan Garuda Indonesia
karena tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) atau menduga
terdapat kejanggalan pada pencacatan transaksi.
Terletak pada transaksi kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi merupakan perusahaan
start up penyedia wifi on board yang dicatat menanggung seluruh biaya penyediaan,
pemasangan, pengoperasian, dan perawatan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam
pesawat, yang belum dibayarkan atau piutang sebagai laba perusahaan di tahun tersebut.
Kronologinya, Mahata bekerja sama secara langsung dengan PT Citilink Indonesia, anak usaha
Garuda Indonesia yang dianggap menguntungkan hingga US$ 239,9 juta. Pihak Mahata belum
membayar sepeserpun dari total kompensasi yang disepakati hingga akhir tahun 2018, namun
tetap dicatatkan sebagai laba bersih pada tahun tersebut.

Pada akhirnya terbukti bersalah, pihak BEI mengenakan denda sebesar Rp. 250 juta
kepada Garuda Indonesia dan memberikan peringatan tertulis III, OJK mengenakan denda
sebesar Rp. 100 juta pada seluruh anggota direksi. Belum cukup sampai disitu, pihak lain yaitu
Kantor Layanan Publik Kasner Sirumapea dibekukan dalam STTD oleh OJK dan izin oleh
kementrian Keuangan.

Sumber : https://imagama.feb.ugm.ac.id/kasus-garuda-indonesia-riwayatmu-kini/

Anda mungkin juga menyukai