Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

SNNT (Struma Nodusa Non Toksik) DI RUANG Nyi Mas Gandasari (NGS) 1
RSUD GUNUNG JATI CIREBON

Untuk memenuhi tugas praktik klinik stase keperawatan medikal bedah


DI SUSUN OLEH :
DESTIANA PUTRI MUNINGTYAS
D0022006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
2022
TINJAUAN TEORI
SNNT ( STRUMA NODUSA NON TOKSIK)

A. DEFINISI

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid, pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. terjadinya pembesaran kelenjar tiroid
dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan. Struma biasanya terjadi
karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun folikel
tumbuh semakin membesar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler
(Roy, 2011).
Struma nodusa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik
nodul disebabkan oleh kekurangan yodium. Struma ini disebut simple goiter, stuma
endemic atau oiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumnya kurang
sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormone oleh zat
kimia (Lang, 2010).

B. ETIOLOGI
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormone tiroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tiroid antara lain:
a. Defisiensi yodium
b. Kelainan metabolic congenital yang menghambat sintesa hormone:
1. Penghambatan sintesa hormone oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak, dan
kacang kedelai)
2. Penghambatan sintesa hormone oleh obat-obatan (triocarbamide, sulfonylurea dan
litium)
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada masa
pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress
lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yang dapat bekelanjutan
dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut (Brunicardi et al, 2010).
C. PATOFISIOLOGI
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormone tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam
sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. dalam kelenjar,
yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid
Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi
pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin
membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan
pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolic yang tidak aktif akibat
kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran
folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid bertambah berat sekitar 300–500gram.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis.
Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur- angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali
benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan
strumanya tanpa keluhan. walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu
pernafasan karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan
penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral (Sudoyo, 2010).

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Gagguan menelan
2. Peningkatan metabolisme karena kien hiperaktif dengan meningkatnya denyut
nadi
3. Peningkatan simpat (jantung berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan
cuaca dingin, diare, gemetar dan kelelahan).
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul ; satu (soliter), atau lebih dari satu (multipel)
2. Konsistensi : lunak, kistik, keras dan sangat keras
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada.
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tyroid ; ada atau tidak ada.
(Brunicardi et al, 2010)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk struma nodosa antara lain (Tonaccheraetal.,2009):
a. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan tes fungsi hormon : T4 atau T3, dan TSH.
b. Pemeriksaan radiologi :
1. Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma
yang pada umumnya secara klinis sudah bisa diduga, foto rontgen pada leher
lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Manfaat USG dalam pemeriksaan tiroid :
2.1 Untuk menentukan jumlah nodul.
2.2 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
2.3 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
2.4 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.
2.5 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan
biopsi terarah.
2.6 Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah
tentang ukuran, bentuk, lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian
tiroid.
c. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy). Biopsi ini dilakukan
khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

F. PENATALAKSANAAN
1. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah
endemik sedang dan berat.
2. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3. Penyuntikan lipidol.
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi
suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam
tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
4. Tindakan operasi (strumektomi).
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ
sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
5. L-tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik
tiroid ulng. Apabila nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan
membesar dilakukan biopsy atau operasi.
6. Biopsy aspirasi jarum halus.
Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10mm

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
nafas.
2. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Nyeri akut berhubungan denga agen cedera fisik (prosedur operasi)
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular
5. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif

H. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas
a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan
c. 2. Respiratory status : b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas d. 3. Aspiration Control menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan jalan 2. Airway Management
nafas yang paten a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
(klien tidak merasa chin lift atau jaw thrust bila perlu
tercekik, irama nafas, b. Auskultasi suara nafas, catat
frekuensi pernafasan adanya suara tambahan
dalam rentang c. Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada d. Posisikan pasien untuk
suara nafas abnormal. memaksimalkan ventilasi
b. Mampu e. Identifikasi pasien perlunya
mengidentifikasikan pemasangan alat jalan nafas
dan mencegah factor buatan
yang dapat f. Atur intake untuk cairan
menghambat jalan mengoptimalkan keseimbangan.
nafas

2. Ansietas Setelah dilakukan a. Anxiety Reduction


berhubungan dengan tindakan asuhan (Pengurangan kecemasan)
kurang terpapar keperawatan selama 3 x
1. Gunakan pendekatan yang
informasi 24 jam diharapkan
menenangkan dan menyakinkan.
kecemasan klien hilang
2. Dorong pasien mengungkapkan
atau berkurang.
kecemasan yang dialaminya.
Kriteria hasil :
3. Dengarkan pasien dengan penuh
1. Mampu perhatian.
mengindentifikasi
dan mengungkapan
(tanda dan gejala) 4. Kaji tanda kecemasan yang
kecemasan. diungkapkan secara verbal
2. Mengatakan maupun nonverbal.
kecemasan sudah 5. Beri pujian atau kuatkan perilaku
berkurang yang yang baik secara tepat.
dinyatakan verbal 6. Ajak melakukan teknik relaksasi
maupun nonverbal. nafas dalam
3. Tampak adanya b. Peningkatan Koping
dukungan keluarga 1. Berikan informasi mengenai
penyakit, yang dideritanya
2. Dukung keterlibatan keluarga
untuk mendampingi pasien
3. Nyeri akut Setelah dilakukan a. Observasi TTV
berhubungan denga tindakan asuhan b. Kaji karakteristik nyeri secara
agen cedera fisik keperawatan selama 3 x komprehensif (penyebab,
(prosedur operasi) 24 jam diharapkan nyeri kualitas, intensitas, skala nyeri)
berkurang klien hilang yang diungkapkan secara verbal
atau berkurang. dan nonverbal
c. Berikan posisi yang nyaman
Kriteria hasil : d. Ajarkan teknik relaksasi baik
1. Pasien mengatakan nafas dalam ataupun distraksi
nyeri berkurang yang e. Kolaborasi pemberian obat
diekspresikan melalui analgesik
verbal dan non verbal
2.Mampu mengontrol
nyeri dengan
manajemen nyeri

4. Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji kemampuan berbicara


komunikasi verbal tindakan asuhan pasien
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x
gangguan 24 jam diharapkan b. Kaji kemampuan lain yang
neuromuscular gangguan komunikasi dimiliki pasien
verbal pasien berkurang. c. Dengarkan dengan penuh
perhatian
Kriteria hasil : d. Berikan pujian atas kemampuan
1. Mampu yang dimiliku
berkomunikasi e. Berikan fasilitas yang dapat
dengan menunjukkan digunakan untuk berkomunikasi
ekspresi verbal dan (buku, pulpen, pensil, dan
atau non verbal yang perlatan lainnya yang dapat
bermakna digunakan komunikasi dua arah
2. Mampu secara optimal)
mengkoordinasikan f. Ajarkan menyampaikan
gerakan dalam informasi dengan bahasa isyarat
menggunakan bahasa g. Dorong partisipasi keluarga
isyarat dalam proses penyembuhan
3. Mampu mengontrol h. Kolaborasi pemberian terapi
respon ketakutan dan wicara
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan pesan
5. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Infection control
berhubungan dengan tindakan asuhan (Kontrol Infeksi )
efek prosedur invasif keperawatan selama 3 x a. Monitor keadaan luka
24 jam diharapkan risiko b. Monitor tanda dan gejala infeksi
infeksi klien hilang atau c. Monitor kadar WBC, granulosit
berkurang. d. Berikan perawatan luka secara
berkala dengan teknik yang tepat
Kriteria hasil : e. Berikan lingkungan yang bersih
1. Tidak tampak adanya f. Berikan KIE pasien dan keluarga
tanda dan gejala mengenai personal hygiene
infeksi (seperti cara mencuci tangan yang
2. Jumlah leukosit benar) untuk menghindari adanya
dalam batas normal factor pemicu infeksi
3. Menunjukkan g. Kolaborasi pemberian antibiotic
perilaku hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Syamat, dkk, 2006. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC : Jakarta.

Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja.

Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan . Volume 2. Jakarta:EGC

Price, Sylvia A. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Reeves, J.C.2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intervensi

NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai