Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

LANDASAN PEMBELAJARAN TEMATIK

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pembelajaran Tematik Terpadu

Dosen Pengampu :

Ratna Nulinnaja, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Luthfia Aldila Arsy Subagyo (18140078)

Maghfirotul Laili (18140097)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, atas segala rahmat, taufik dan inayahNya makalah dengan


judul “Landasan Pembelajaran Tematik” telah kami tuntaskan. Kami mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Ratna Nulinnaja, M.Pd.I sebagai dosen yang mengampu mata kuliah Pembelajaran
Tematik Terpadu yang telah memberi arahan dan bimbingan, serta kepada semua pihak yang telah
terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan kritik dan saran pembaca yang sifatnya membangun
agar penyusun dapat memperbaiki dan meninkatkan kualitas makalah ini. Kami berharap semoga
melalui makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca.

Malang, 5 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii

BAB I ..................................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 2

C. Tujuan ........................................................................................................................................ 2

BAB II .................................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3

A. Landasan Filosofis ..................................................................................................................... 3

B. Landasan Psikologis................................................................................................................... 5

C. Landasan Yuridis....................................................................................................................... 8

BAB III ................................................................................................................................................ 13

PENUTUP............................................................................................................................................ 13

A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 13

B. Saran ........................................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata “tematik” dalam KBBI memiliki arti “berkenaan dengan tema”. Sedangkan
“tema” diartikan sebagai pokok pikiran. Pembelajaran tematik merupakan salah satu
konsep pembelajaran terpadu yang diterapkan pada jenjang TK/RA dan SD/MI. Pada kelas
rendah (1, 2, dan 3) pembelajaran didasarkan pada tema-tema yang sesuai dengan
kehidupan anak (kontekstual). Sedangkan pembelajaran terpadu pada satuan pendidikan
lain seperti pemaduan mata pelajaran IPA dan IPS di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), mata pelajaran IPA di SMP MTS merupakan perpaduan
dari mata pelajaran kimia, fisika dan biologi begitu juga dengan mata pelajaran IPS di SMP
atau MTS adalah perpaduan dari mata pelajaran geografi, ekonomi, dan sejarah.
Menurut Trianto, pemilihan tema dalam pembelajaran terpadu hendaknya relevan
dan berkaitan materi yang dipadukan dan masih dalam lingkup bidang kajian sama seperti
IPA yang mencakup fisika, biologi, dan kimia sedangkan bidang kajian IPS mencakup
geografi, ekonomi, dan sejarah. Penjelasan dari istilah “tematik” dan “terpadu” yang
digunakan dalam konsep pembelajaran terpadu memiliki makna ganda (ambigu) yang
tampak sama tetapi sebenarnya berbeda. Sama halnya dengan makna bahwa kedua istilah
konsep pembelajaran tersebut pada hakekatnya sama-sama merupakan suatu bentuk
pembelajaran yang berkembang melalui proses perpaduan makna yang berbeda karena
pembelajaran tematik ini merupakan salah satu konsep pembelajaran terpadu. Berdasarkan
cakupan makna yang lebih luas antara pembelajaran terpadu dengan pembelajaran tematik
sehingga dapat disebutkan bahwa konsep pembelajaran tematik merupakan salah satu jenis
konsep pembelajaran terpadu, tetapi konsep pembelajaran terpadu belum tentu selalu
dikatakan sebagai konsep pembelajaran tematik.
Secara umum, konsep pembelajarn tematik merupakan suatu konsep pembelajaran
yang memadukan berbagai mata pelajaran ke dalam satu kesatuan yang saling terintegrasi
dalam suatu tema guna mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Penerapan
pembelajaran tematik di Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya Permendiknas Nomor 22
Tahun 2006. Hal ini juga didukung oleh data Depdiknas 1999/2000 yang menunjukkan

1
tingginya angka putus sekolah dan pengulangan kelas pada kelas rendah (1,2, dan 3) jika
dibandingkan dengan kelas tinggi (4, 5, dan 6).1 Ini menunjukkan bahwa pembelajaran
yang telah berlangsung dinilai kurang maksimal dan kurang efektif terutama dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh sebab itu, penyusun memaparkan
pembahasan tentang tiga landasan yang mendasari diterapkannya pembelajaran tematik
dalam makalah yang berjudul “Landasan Pembelajaran Tematik” ini secara lebih
mendalam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat ditulis
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana landasan filosofis dalam pembelajaran tematik?
2. Bagaimana landasan psikologis dalam pembelajaran tematik?
3. Bagaimana landasan yuridis dalam pembelajaran tematik?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dituliskan tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui landasan filosofis dalam pembelajaran tematik.
2. Untuk mengetahui landasan psikologis dalam pembelajaran tematik.
3. Untuk mengetahui landasan yuridis dalam pembelajaran tematik.

1
Rizki Ananda, “ANALISIS KEMAMPUAN GURU SEKOLAH DASAR DALAM IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN TEMATIK DI SD” 2, no. 2 (2018): 11.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Filosofis
Kata filosofis dalam KBBI artinya berdasarkan filsafat. Sedangkan kata filsafat
berarti teori yang mendasari suatu kegiatan, pengetahuan, dan penyelidikan mengenai
hakikat, sebab, dan hukumnya secara logis. Landasan filosofis dalam konsep pembelajaran
tematik merupakan suatu hal yang mendasari terciptanya konsep pembelajaran tematik
ditinjau dari sudut pandang filsafat, yakni hakikat dan makna dari pembelajaran itu sendiri.
Pada dasarnya siswa memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan secara signifikan
sesuai dengan lingkungannya. Oleh karena itu, pembelajaran hendaknya bersifat
menyeluruh, bebas, mencakup aspek jasmani dan rohani, dan lingkungan yang
mendukung.2
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik selaras dengan landasan
pengembangan kurikulum yakni sebagai acuan dalam pendidikan yang didasarkan atas
nilai luhur, pengetahaun, maupun kebutuhan peserta didik dan masyarakat.3 Landasan ini
penting untuk dipahami oleh tenaga pendidik agar tidak terjadi miskonsepsi yang
beranggapan bahwa proses pembelajaran tematik hanya sebagai syarat administrasi dan
tuntutan kurikulum saja.4 Landasan filosofis yang berpengaruh dalam pembelajaran
tematik ini meliputi tiga aliran filsafat, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Progresivisme

Istilah “progresivisme” berasal dari kata progresif yang memiliki arti bergerak
maju. Aliran progresivisme termasuk salah satu aliran filsafat modern yang
menginginkan maju dengan membawa perubahan - perubahan dan perbaikan-
perbaikan. Aliran ini lahir sejak abad 19 dan menentang sistem pendidikan yang
konvensional. Muhmidayeli menjelaskan bahwa aliran progresivisme dalam

2
Dr. Ibadullah Malawi, M.Pd dan Dr. Ani Kadarwati, M.Pd, Pembelajaran Tematik; Konsep dan Aplikasi, 2 ed.
(Megetan: CV. Ae Media Grafika, 2017).
3
M Maryono, “Peran Guru Dalam Menerapkan Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar,” Jurnal Gentala
Pendidikan Dasar 2, no. 1 (10 Juni 2017): 72–89, https://doi.org/10.22437/gentala.v2i1.6819.
4
Ananda, “ANALISIS KEMAMPUAN GURU SEKOLAH DASAR DALAM IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN TEMATIK DI SD.”

3
pendidikan bukan hanya bertujuan memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi juga
melatih siswa aktif, mampu berpikir secara holistik dan sistematis agar mampu
memecahkan permasalahan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.5

Di dalam konsep pembelajaran tematik, aliran filsafat progresivisme merupakan


aliran yang berfokus pada fungsi kecerdasan, bakat, dan minat siswa. Guru menilai
siswa dari berbagai aspek secara menyeluruh. Oleh karena itu, aliran ini memandang
bahwa dalam suatu proses pembelajaran perlu adanya pemberian kegiatan yang dapat
membentuk kreativitas, dan memperhatikan pengalaman siswa sehingga menghasilkan
pembelajaran yang bermakna serta mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari-hari dengan baik.6
2. Konstruktivisme
Aliran konstruksivisme sebagai landasan filosofis pembelajaran tematik
memandang bahwa kunci dari suatu pembelajaran adalah pengalaman langsung siswa.
Pengetahuan merupakan sesuatu yang didapat dari proses yang berkembang terus-
menerus melalui proses interaksi, pengalaman, fenomena, dan lingkungan. Pada aliran
ini keaktifan, rasa ingin tahu, dan ketertarikan siswa sangat berperan dalam membentuk
pengetahuannya. Di sini guru berperan sebagai fasilitator yang membantu dalam
kegiatan pembelajaran dan lebih memprioritaskan proses dari pada hasil. Sedangkan
siswa adalah pelaku utama yang berperan aktif dalam suatu pembelajaran sehingga
mampu mengonstruk pengetahuannya sendiri dan memberi pengalaman belajar yang
lebih bermakna.7
3. Humanisme
Aliran humanisme sebagai landasan filosofis pembelajaran tematik menganggap
bahwa setiap siswa itu pada dasarnya pintar, aktif, memiliki tingkat keingintahuan yang
bagus, unik, memiliki ciri khas dan potensi yang beranekaragam. Seperti yang
diungkapkan oleh Holt bahwa siswa akan dapat belajar dengan baik dan nyaman ketika
mereka senang, ikut terlibat, sehingga menambah ketertarikan dalam belajar. Begitu
pula sebaliknya mereka tidak akan belajar dengan baik ketika mereka merasa bosan

5
M Fadlillah, “ALIRAN PROGRESIVISME DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA,” t.t., 8.
6
Prastowo, M.Pd.I, Analisis Pembelajaran Tematik Terpadu, 1 ed. (Jakarta: Kencana, 2019).
7
Muazar Habibi, “PEMBELAJARAN TEMATIK DI SEKOLAH DASAR,” t.t., 16.

4
dan takut sehingga menjadikan belajar adalah beban. Ini pentingnya guru untuk
mengemas suatu pembelajaran menjadi menyenangkan dan bermakna.8

B. Landasan Psikologis

Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik ini mencakup psikologi


perkembangan siswa dan psikologi belajar.9 Menurut Rusman, pendidik perlu
memperhatikan psikologi perkembangan untuk memilih dan menentukan materi
pembelajaran tematik yang akan diberikan kepada siswa agar tingkat kesulitan materi dan
pemahamannya sesuai dengan tahap perkembangan psikologis mereka.10 Psikologi belajar
berkontribusi mengenai isi atau materi yang tekandung di dalamnya sehingga dapat
diajarkan kepada siswa agar mempu mempelajarinya dengan baik. Siswa diharapkan
mampu berubah kea rah yang positif, seperti halnya menuju tingkat pendewasaan yang
lebih baik, dilihat dari segi fisik, mental, moral, intelktual, maupun sosial melalui
pembelajaran tematik ini.11

Piaget memberi kesimpulan dalam hasil observasinya mengenai perkembangan


psikologi ini, ia memandang bahwa perekembangan kognitif memiliki 4 tahapan. Setiap
tahapan berkaitan dengan usia dan tingkat kemampuan berpikir yang berbeda-beda.
Menurutnya, apabila informasi yang didapatkan anak lebih banyak, maka hal tersebut
belum tentu dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara signifikan dikarenakan
kualitas kemajuannya berbeda-beda. Psikologi perkembangan menurut piaget terdiri dari
fase sensorimotor, pra-operasional, operasional konkret, dan operasional formal.
Perhatikan pada gambar 1.1 berikut.

8
Prastowo, M.Pd.I, Analisis Pembelajaran Tematik Terpadu.
9
Ibnu Hajar, Panduan Lengkap Kurikulum Tematik (Yogyakarta: Diva Press, 2013).
10
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. (Jakarta: Rajawali Press, 2010).
11
Prastowo, M.Pd.I, Analisis Pembelajaran Tematik Terpadu.

5
Konkret

Karakteristik Belajar Integratif

Hierarkis

Gambar 1.1 Karakteristik Belajar Anak Usia SD/ MI (7-12 Tahun)

Anak SD/MI (7-12 tahun) berada pada tahapan operasional-konkret. Pada usia
tersebut anak-anak cenderung memiliki perilaku berikut, yaitu: 1) Anak mulai mampu
memandang dunia secara objektif, beralih dari satu aspek ke aspek lain secara reflektif, 2)
Anak mulai mampu berpikir secara operasional, 3) Anak mampu berpikir secara
operasional untuk mengklasifikasi benda-benda, dan 4) Anak dapat memahami konsep
substansi seperti panjang-lebar, luas, tinggi-rendah, ringan-berat.
Anak-anak SD/ MI (7-11 tahun) dalam tahap perkembangannya, cenderung memiliki
tiga karakteristik belajar yaitu konkret, integratif, dan hierarkis (Gambar 1.1), Rusnan
menjelaskan dari ketiga karakteristik tersebut sebagai berikut:12 1) Konkret, yaitu proses
belajar anak dapat dimulai dari hal-hal yang nyata dengan memanfaatkan panca indera dan
lingkungan yang mempengaruhinya sehingga dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses
serta hasil pembelajaran yang berkualitas bagi anak , 2) Integratif, yaitu anak mempelajari
sesuatu secara utuh, terpadu dan mereka cenderung belajar deduktif (umum ke khusus).
Keterpaduan konsep dikaitkan dengan pengalaman belajarnya (meaningful learning), dan
3) Hierarkis , yaitu perkembangan anak berlangsung secara bertahap, mulai dari suatu yang
simpel atau sederhaan menuju pada hal yang lebih kompleks/detail, dalam hal ini
persoalan-persoalan seperti urutan logis keterkaitan antarmateri pelajaran, dan cakupan
keluasan materi pelajaran menjadi penting karena hal itu sangat diperlukan.

12
Ibid., hlm. 251-252

6
Menurut Ayuningsih, anak (6-12 tahun) sedang berada pada masa yang terpenting
bagi anak untuk mengembangkan berbagai potensi alamiah yang meliputi aspek kognitif,
aspek afektif, aspek psikomotor, maupun aspek psikososial yang menyongsong pada tahap
masa remaja, anak diharapkan mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu seperti:
keterampilan bermain (play skill), keterampilan sekolah (school skill), membantu diri
sendri (selfskill help), dan keterampilan sosial (social skill).13 Anak-anak harus mulai
mempelajari keterampilan-keterampilan yang baik yang sesuai dengan linkungan mereka,
pada umumnya terjadi pada anak berusia 7-12 tahun. Pada periode ini adalah masa integrasi
yang memiliki ciri khas bahwa anak dihadapkan dengan tuntutan-tuntutan sosial seperti
hubungan dengan kelompok, belajar pelajaran sekolah, hubungan dengan dunia (menuju
tahap pendewasaan), dan konsep moral dan etika.14
Anak harus mempelajari beberapa aspek penting daei proses sosialisasi menurut
Ayuningsih, yaitu:15 1) Mematuhi aturan kelompok, 2) Setia Kawan, 3) Bekerja sama, 4)
Memepelajari perilaku yang diterima dilingkungannya, 5) Menerima tanggung jawab, 6)
Tidak bergantung pada orang dewasa, 7) Sportif (bersaing dengan sehat), dan 8) Adil dan
demokratif. Santrock mengungkapkan bahwa strategi pengajaran yang dapat diterapkan
untuk pendidikan anak dengan merujuk kepada teori Piaget, yaitu :16 1) Menggunakan
pendekatan kontruktivisme. Piaget menekankan bahwa anak-anak belajar dengan lebih
baik apabila aktif dan mencari solusi sendiri, oleh karena itu Piaget menolak metode yang
memperlakukan anak sebagai penerima pasif; 2) Memberi fasilitas anak untuk belajar.
Situasi ini apak meningkatkan pemikiran dan penemuan siswa, peran guru di sini sebagai
pendengar, pengamat dan mengajukan pertanyaan yang merangsang mereka untuk berpikir
dan menjelaskan kepada siswa agar mereka mendapatkan pemahaman yang lebih baik; 3),
Menggunakan penilaian terus-menerus. Makna yang disusun oleh siswa tidak dapat diukur
oleh tes standar penilaian matematika dan bahasa (yang menilai kemajuan dan hasil akhir)
pertemuan individual di mana siswa mendiskusikan strategi pemikiran mereka yang
dipakai sebagai alat untuk mengevaluasi kemajuan mereka; 4) Meningkatkan kompetensi

13
Dwi Ayuningsih, Psikologi Perkembangan Anak (Yogyakarta: Pustaka, 2017).
14
Ibid., hlm. 19
15
Ibid., hlm. 19-21
16
Santrock dan Diterjemahkan Tri Wibowo B S, Psikologi Pendidikan Edisi Kedua, 2 ed. (Jakarta: Kencana-Prenada
Media Group, 2007).

7
intelektual siswa. Menurut Piaget pembelajaran pada anak harus berjalan ilmiah, mereka
tidak boleh merasa didesak dan tertekan untuk berprestasi terlalu banyak di awal
perkembangan mereka sebelum mereka siap; dan 5) Menjadikan ruang kelas sebagai ruang
eksplorasi dan penemuan.

C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan sejumlah aturan perundang-undangan, begitu pula
pembelajaran tematik terpadu di SD/ MI. Menurut istilah Rawita, landasan yuridis
pembelajaran tematik terpadu di SD. MI meliputi 3 level, yaitu diantaranya level kebijakan
umum (general policy level). Level kebijakan khusus (special policy level), dan kebijakan
teknis (technical policy level).17 Kebijakan umum tersebut merupakan kebijakan
pendidikan yang dihasilkan oleh dewan eksekutif, kebijakan-kebijakan tersebut berupa:
Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah, Keputusan, Peraturan, dan Intruksi
Presiden. Sedangkan landasan yuridis pada level kebijakan khusus merupakan kebijakan
yang dibuat oleh menteri atau pembantunya (pejabat eselon),dalam konteks pendidikan di
SD/ MI, kebijakan tersebut berada di tangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan
Menteri Agama, maka dari itu kebijakan khusus ini dibuat oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudaayaan serta Menteri Agama dengan mendasarkan pada kebijakan di atasnya, berupa
keputusan bersama dengan menteri (atau kepala badan setian setingkat menteri) atau
berupa peraturan menteri negara.
Adapun kebijakan pendidikan yang wewenang pembuatannya di tangan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan ataupun Menteri Agama dapat berupa Keputusan Menteri,
Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri. Kebijakan pendidikan ini dijadikan sebagai acuan
pelaksanaan. Kebijakan pendidikan level ini ditentukan oleh pejabat eselon 2 dan
bawahannya seperti direktorat jenderal atau pimpinan lembaga non departemen tal produk
baik berupa keputusan maupun instruksi pimpinan.
Adapun produk hukum yang menaungi pelaksanaan pelaksanaan tematik terpadu
untuk SD/MI pada kurikulum 2013 cara operasional meliputi:

17
Sutisna Rawita, Kebijakan Pendidikan: Teori, Implementasi, dan Monev (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta,
2013).

8
1. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat
1-6 yang menyatakan menyebutkan mengenai “Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan”
yaitu meliputi: (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa; (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu
kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna; (3) Pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat; (4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran; (5) Pendidikan diselenggarakan dengan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat; (6) Pendidikan diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
2. Permen No 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 19 ayat (1) berbunyi, " Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik."
3. PermendikbudNo. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dituliskan bahwa sesuai
dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang
digunakan : (1) dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencaritahu; (2)
dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber
belajar; (3) dari pendekatan tekstual menuju proses menuju proses sebagai penguatan
pengguna pendekatan ilmiah; (4) dari pembelajaran berbasis konten menuju
pembelajaran berbasiss kompetensi (5) dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran
terpadu; (6) dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju
pembelajaran dengan jawaban kebenaran multidimensi; (7) dari pembelajaran
verbalisme menuju keterampilan aplikatif; (8) peningkatan dan keseimbangan antara
keterampilan fisikal (hardskill) dan keterampilan mental (softskill); (9) pembelajaran
yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai

9
pembelajar sepanjang hayat; (10) pembelajaran yang menerapkan nilai –nilai dengan
memberi keteladanan (ing ngarsi sung tulodho), membangun kemauann (ing madyo
mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani); (11) pembelajaran yang berlangsung di rumah,
sekolah, dan di masyarakat; (12) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa
saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan dimana saja adalah kelas; (13)
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efesiensi dan
efektivitas pembelajaran; dan (14) pengakuan atas perbedaan individual dan latar
belakang budaya peserta didik. Selain itu, pada lampiran peraturan tersebut terutama
pada pada penjelasan mengenai “Karakteristik Pembelajaran” juga disebutkan secara
tegas mengenai penggunaan pembelajaran tematik terpadu di SD/ MI sebagai berikut:
“Pembelajaran tematik terpadu di SD/ MI/ SDLB/ Paket A disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik.”
4. Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah yang kemudian diganti dengan Permendikbud
No. 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah Pasal
11 ayat 1-2 berbunyi, “(1) Pelaksanaan pembelajaran pada Sekolah Dasar/ Madrasah
Ibtidaiyah dilakukan dengan pendekatan tematik terpadu , (2) Pembelajaran tematik
terpadu merupakan Muatan pembelajaran dalam mata pelajaran Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah yang diorganisasikan dalam tema-tema.”
5. Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan
Menengah Pasal 2 yaitu: (1) Pembelajaran dilaksanakan berbasis aktivitas dengan
karakteristik: (a) interaktif dan inspiratif; (b) menyenangkan, menantang, dan
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif; (c) kontekstual dan kolaboratif; (d)
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta
didik, dan (e) sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
6. Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia No. SE/
Dj.I/PP.00/50/2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 di Madrasah yang dimulai
pada tahun ajaran 2014/2015.

10
7. Keputusan Menteri Agama No. 117 Tahun 2014 tentang Implementasi Kurikulum
2013 di Madrasah. Pada KMA tersebut disebutkan bahwa mata pelajaran di MI
meliputi: (a) Pendidikan Agama Islam (Akidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, Fikih, dan
Sejarah Kebudayaan Islam); (b) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan; (c)
Bahasa Indonesia; (d) Bahasa Arab; (e ) Ilmu Pengetahuan Alam; (f) Ilmu Pengetahuan
Sosial; (g) Seni, Budaya dan Prakarya; dan (h) Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan.
8. Permendikbud No.22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah yang ditetapkan pada tangal 6 Juni 2016. Peraturan ini menggantikan
Permendikbud No. 22 tahun 2016 maka Permendikbud No. 65 tahun 2013 sudah
dicabut dan tidak berlaku lagi. Dalam lampiran No. 22 tahun 2016 disebutkan secara
eksplisit tentang pembelajaran tematik sebagai berikut: “Pembelajaran tematik terpadu
(yang ditetapkan) di SD/MI/SDLB/Paket A disesuaikan dengan tingkat perkembangan
peserta didik.. Proses pembelajaran di SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi yang mulai diperkenalkan mata pelajaran dengan
mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS.. Karakteristik proses
pembelajaran SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/Paket C Kejuruan secara
keseluruhan berbasis mata pelajaran meskipun pendekatan tematik
masihdipertahankan.”
9. Permendikbud No. 24 tahun 2016 tentang KI dan KD pasal 1 ayat 3 pada pendidikan
dasar dan menengah menyebutkan bahwa semua pembelajaran di SD/MI dilaksanakan
dengan pendekatan pembelajaran tematik terpadu, kecuali mata pelajaran matematika
dan PJOK diterapkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri untuk kelas atas.
Didasarkan atas terbitnya permendikbud no. 24 tahun 2016 ini, maka permendikbud
nomor 57 tahun 2014 tentang kurikulum 2013 sekolah dasar madrasah ibtidaiyah
permendikbud nomor 58 tahun 2014 tentang kurikulum 2013 sekolah menengah
pertama madrasah Tsanawiyah aturan mendikbud nomor 59 tahun 2014 tentang
kurikulum 2013 sekolah menengah atas madrasah Aliyah, dan permendikbud nomor
60 tahun 2014 tentang kurikulum 2013 sekolah menengah kejuruan madrasah Aliyah
kejuruan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Demikianlah setidak-tidaknya 9
landasan yuridis pelaksanaan model pembelajaran tematik terpadu yang selama ini

11
pernah dan sedang berlaku untuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di SD MI
titik melalui sejumlah peraturan tersebut bagi SD MI, yang telah ditetapkan untuk
melaksanakan kurikulum 2013 maka wajib bagi mereka untuk mematuhi dan
menggunakan aturan aturan landasan hukum tersebut sebagai acuan di SD MI.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik dibagi menjadi tiga antara lain
progresivisme, konstruktivisme, dan humanisme.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik mengacu pada psikologi
perkembangan dan psikologi belajar siswa.
3. Landasan Yuridis
Pembelajaran tematik memiliki 3 level sebagai landasan yuridis, yaitu level
kebijakan umum (general policy level). Level kebijakan khusus (special policy level),
dan kebijakan teknis (technical policy level).
B. Saran
Konsep pembelajaran yang konvensional kini sudah beralih kepada konsep
pembelajaran yang modern. Wujud dari pembaharuan ini adalah konsep pembelajaran
tematik terpadu yang berlandaskan filosofis, psikologis, dan yuridis. Oleh karena itu
penyusun berharap makalah ini dapat memberi pemahaman pentingnya mengkaji landasan
pembelajaran tematik terpadu SD/MI.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ananda, Rizki. “ANALISIS KEMAMPUAN GURU SEKOLAH DASAR DALAM


IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK DI SD” 2, no. 2 (2018): 11.

Ayuningsih, Dwi. Psikologi Perkembangan Anak. Yogyakarta: Pustaka, 2017.

Fadlillah, M. “ALIRAN PROGRESIVISME DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA,” t.t., 8.


Habibi, Muazar. “PEMBELAJARAN TEMATIK DI SEKOLAH DASAR,” t.t., 16.

Hajar, Ibnu. Panduan Lengkap Kurikulum Tematik. Yogyakarta: Diva Press, 2013.

Malawi, M.Pd, Dr. Ibadullah, dan Dr. Ani Kadarwati, M.Pd. Pembelajaran Tematik; Konsep dan
Aplikasi. 2 ed. Megetan: CV. Ae Media Grafika, 2017.

Maryono, M. “Peran Guru Dalam Menerapkan Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar.” Jurnal
Gentala Pendidikan Dasar 2, no. 1 (10 Juni 2017): 72–89.
https://doi.org/10.22437/gentala.v2i1.6819.

Prastowo, M.Pd.I. Analisis Pembelajaran Tematik Terpadu. 1 ed. Jakarta: Kencana, 2019.

Rawita, Sutisna. Kebijakan Pendidikan: Teori, Implementasi, dan Monev. Yogyakarta: Kurnia
Kalam Semesta, 2013.

Rusman. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali


Press, 2010.

Santrock, dan Diterjemahkan Tri Wibowo B S. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. 2 ed. Jakarta:
Kencana-Prenada Media Group, 2007.

14

Anda mungkin juga menyukai