Anda di halaman 1dari 81

03

Standar dalam perencanaan dan


perancangan perumahan permukiman
Aturan perundangan di Indonesia
- UU Bangunan Gedung No. 28/2002
- UU Perumahan dan Kawasan Permukiman No.1/2011
- UU RI 20/2011 tentang Rumah Susun
- PP 21/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
- PP No 80/1999: Kasiba & Lisiba
- Permen BGH 16/2021
- PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 05/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN
TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA BERTINGKAT TINGGI
- PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14/PRT/M/2017 TENTANG PERSYARATAN KEMUDAHAN BANGUNAN GEDUNG
Standar terkait bangunan gedung
• SNI 03-1733: Tata cara perencanaan lingkungan perumahan di • SNI 03-1726-1989, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah
perkotaan dan Gedung
• SNI 03-3985-1995, Tata Cara Perencanaan Pemasangan Sistem • SNI 03-1730-1989, Tata Cara Perencanaan Gedung Sekolah Menengah
Deteksi Alarm Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Umum
Bangunan Rumah dan Gedung
• SNI 03-1726-1989, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah
• SNI 03-6572-2001, Tata Cara Perencanaan Sistem Ventilasi dan dan Gedung
Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung
• SNI 02-2406-1991, Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
• SNI 03-2396-2001, Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan
Buatan pada Bangunan Gedung • SNI 19-2454-1991, Tata Cara Pengolahan Teknik Sampah Perkotaan

• SNI 03-6575-2001, Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan • SNI 03-2846-1992, Tata Cara Perencanaan Kepadatan Bangunan
Alami pada Bangunan Gedung Lingkungan, Bangunan Rumah Susun Hunian

• SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa • SNI 03-2845-1992, Tata Cara Perencanaan Rumah Susun Modular
untuk Bangunan Gedung • SNI 03-3647-1994, Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan Gedung Olah
• SNI 03-6806-2002, Tata Cara Perhitungan Beton Tidak Raga
Bertulang Struktural • SNI 03-3241-1994, Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir
• SNI 03-6759-2002, Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Sampah
Energi Pada Bangunan Rumah dan Gedung • SNI 03-3242-1994, Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman
• SNI 03-1728-1987, Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan • SNI 03-3242-1994, Spesifikasi Teknis Kawasan Permukiman Skala besar
Bangunan Gedung
SNI 03-1733-2004
Tata cara Perencanaan Kawasan Permukiman

Standar ini memuat uraian detail prinsip-prinsip perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan,
yang disusun sebagai revisi dari SNI 03-1733-1989 tentang Tata cara perencanaan lingkungan
perumahan di perkotaan

Pembangunan perumahan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat,
mutu kehidupan serta kesejahteraan umum sehingga perlu dikembangkan secara terpadu, terarah,
terencana serta berkelanjutan / berkesinambungan.
Beberapa ketentuan umum yang harus dipenuhi dalam merencanakan
lingkungan perumahan di perkotaan adalah:
a) Lingkungan perumahan merupakan bagian dari kawasan perkotaan sehingga
dalam perencanaannya harus mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) setempat atau dokumen rencana lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota/ Kabupaten.

b) Untuk mengarahkan pengaturan pembangunan lingkungan perumahan yang


sehat, aman, serasi secara teratur, terarah serta berkelanjutan /
berkesinambungan, harus memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan
ekologis, setiap rencana pembangunan rumah atau perumahan, baik yang
dilakukan oleh perorangan maupun badan usaha perumahan.

c) Perencanaan lingkungan perumahan kota meliputi perencanaan sarana hunian,


prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum yang diperlukan untuk
menciptakan lingkungan perumahan perkotaan yang serasi, sehat, harmonis dan
aman. Pengaturan ini dimaksudkan untuk membentuk lingkungan perumahan
sebagai satu kesatuan fungsional dalam tata ruang fisik, kehidupan ekonomi,
dan sosial budaya.
Data dasar lingkungan perumahan

• 1 RT : terdiri dari 150 – 250 jiwa penduduk


• 1 RW : (2.500 jiwa penduduk) terdiri dari 8 – 10 RT
• 1 kelurahan (≈ lingkungan) : (30.000 jiwa penduduk)
terdiri dari 10 – 12 RW
• 1 kecamatan : (120.000 jiwa penduduk) terdiri dari
4 – 6 kelurahan / lingkungan
• 1 kota : terdiri dari sekurang-kurangnya
• 1 kecamatan
Ketentuan dasar fisik lingkungan
perumahan harus memenuhi faktor-faktor
berikut ini:
a) Ketinggian lahan tidak berada di
bawah permukaan air setempat,
kecuali dengan rekayasa/
penyelesaian teknis.
b) Kemiringan lahan tidak melebihi 15%
(lihat Tabel 2) dengan ketentuan:
•tanpa rekayasa untuk kawasan yang
terletak pada lahan bermorfologi
datarlandai dengan kemiringan 0-8%;
•diperlukan rekayasa teknis untuk
lahan dengan kemiringan 8-15%.
Keandalan bangunan rusun

Keselamatan Kesehatan Kemudahan Kenyamanan

• Struktur Bangunan Gedung • Persyaratan Sistem Persyaratan Hubungan Ke, • Persyaratan Kenyamanan Ruang
• Kemampuan Bangunan Penghawaan, Dari, dan di Dalam Bangunan Gerak dalam Bangunan Gedung
Rusuna Bertingkat Tinggi • Pencahayaan, Rusuna • Persyaratan Kenyamanan Kondisi
Terhadap Bahaya Kebakaran • Air minum dan • Hubungan horizontal Udara Dalam Ruang
• Kemampuan Bangunan sanitasi, dangunan • Kenyamanan Pandangan
Rusuna Bertingkat Tinggi • Penggunaan Bahan • Hubungan vertical dalam
Terhadap Bahaya Petir dan bangunan bangunan
Bahaya Kelistrikan • Sarana Evakuasi
• Aksesibilitas untuk difabel
SNI 2847-2019 Persyaratan Beton
Keselamatan - Struktur Struktural Untuk Bangunan
Gedung SNI 1726-2019
Persyaratan Beton Struktural
Untuk Bangunan Gedung
Konfigurasi Massa Bangunan

• Dalam hal denah bangunan


gedung berbentuk T, L, atau U,
atau panjang lebih dari 50 m,
maka harus dilakukan
pemisahan struktur atau
delatasi untuk mencegah
terjadinya kerusakan akibat
gempa atau penurunan tanah.
Keselamatan dari bahaya kebakaran
Permen PU No 26/PRT/M/2008 terkait sistem pasif untuk
keselamatan kebakaran :
• Jarak minimum antar bangunan yang ditentukan jumlah lantai
bangunan.
• Persyaratan jalur akses masuk pemadam kebakaran sebagai fungsi
dari volume bangunan.
• Sarana evakuasi untuk bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai harus
mempunyai tangga darurat minimum 2 dengan jarak maksimum
45 m (bila berspringkler) atau 1,5 kali jarak maksimum hunian
tanpa springkler. Jarak pencapaian minimum 9 m. Lebar tangga
darurat minimum 1,2 m, tangga darurat berada di ruang terpisah
dan dilengkapi dengan lift kebakaran dan presurisasi fan.
• Panjang koridor buntu maksimal 10 m dengan jarak tempuh
maksimal tanpa springkler 30 m dan dengan springkler 45 m.
• Penandaan koridor dan jalur eksit harus jelas.
• Perkerasan harus ditempatkan sedemikian rupa agar
dapat langsung mencapai bukaan akses pemadam
kebakaran pada setiap bagian bangunan, kecuali
bangunan kelas 1,2, dan 3.
• Lebar jalur akses minimal 6-meter dibuat minimal
pada 2 sisi bangunan pada bangunan dengan
ketinggian diatas 10-meter atau pabrik atau gudang.
• Setiap lantai atau kompartemen kecuali lantai
pertama dan ketinggian bangunan tidak melebihi 40
m, harus ada 1 bukaan akses untuk setiap 620 m2 Lapis perkerasan (hard standing)
luas lantai, ataupun bagian dari lantai harus
memiliki 2 bukaan akses pemadam kebakaran pada
setiap lantai bangunan atau kompartemen.
• Bila bangunan tidak bersprinkler, harus disediakan
sekurangkurangnya satu saf pemadam kebakaran
untuk setiap 900 m2 luas lantai dari lantai terbesar
yang letaknya lebih dari 20 m diatas permukaan
tanah.
• Sarana jalan keluar seperti akses
eksit, eksit, dan eksit pelepasan
harus didukung dengan kontruksi
tingkat ketahan api 2 jam dan sesuai
dengan paling sedikit 120/120/120
atau sesuai SNI 03-1736-2000.
• Sarana jalan keluar memiliki syarat
ketinggian 230 cm dan harus
dipelihara, bebas dari hambatan
atau rintangan pada saat kebakaran.
• Ketentuan pintu sarana jalan keluar
memiliki syarat lebar bersih 80 cm,
jenis engsel sisi atau pintu ayun,
dan kokoh terpasang selama waktu
penghunian.
• Tangga memiliki syarat lebar lebih
minimal 110 cm dengan maksimal
ketinggian anak tangga 18 cm, dan
minimum kedalamanan anak tangga
28 cm dan dikontruksi dengan
material TKA kelas A atau
SNI 03-1736- 2000 perencanaan sistem proteksi pasif

• Bangunan yang memiliki


jumlah lantai 4 atau lebih
wajib memiliki tipe
kontruksi A yaitu
Konstruksi yang unsur
struktur pembentuknya
tahan api dan mampu
menahan secara struktural
terhadap beban
bangunan. Pada konstruksi
ini terdapat komponen
pemisah pembentuk
kompartemen untuk
mencegah penjalaran api
ke dan dari ruangan
bersebelahan dan dinding
yang mampu mencegah
penjalaran panas pada
dindingbangunan yang
bersebelahan.
Pintu dan tangga darurat kebakaran
(1), meliputi ruang tangga dan dilengkapi tanda-tanda
pengarah.
(2) Pintu dan tangga darurat kebakaran ada setiap
lantai dengan jarak 25 (dua puluh lima) meter harus
disediakan sekurang-kurangnya 2 (dua) buah.
(3) Pintu darurat kebakaran harus diletakkan ditempat
yang mudah dicapai dan dapat dipergunakan untuk
mengeluarkan penghuni dalam jangka waktu selama-
lamanya 2,5 (dua setengah) menit, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(4) Pintu darurat kebakaran harus terbuat dari bahan
yang tidak mudah terbakar sekurang-kurangnya dalam
waktu 1 (satu) jam, diberi warna tertentu agar mudah
dilihat, dengan ukuran lebar bukaan
sekurangkurangnya 100 (seratus) centimeter, tinggi
bukaan sekurang-kurangnya 210 (dua ratus sepuluh)
centimeter, menutup sendiri lantai secara mekanis,
membuka ke arah tangga pada setiap lantai dan
membuka keluar pada lantai dasar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Tangga darurat kebakaran yang terletak di
dalam bangunan harus dipisahkan dengan
ruang-ruang lain, terbuat dari bahan yag
tahan api, mempunyai ruang tangga yang
tahan asap, memakai pintu tahan api,
terutama untuk rumah susun yang tingginya
40 (empat puluh) meter ke atas, sesuai
dengan ketentuan yag berlaku.
Tangga darurat kebakaran diperhitungkan
terhadap jumlah penghuni dan kebutuhan
serta mempunyai ukuran sekurang-kurangnya
lebar 110 (seratus sepuluh) centimeter, tinggi
injakan anak tangga setinggitingginya 17,5
(tujuh belas setengah) centimeter, lebar
injakan sekurangkurangnya 22,5 (dua puluh
dua setengah) centimeter dan tidak boleh
berbentuk tangga puntir, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. (7) Tangga yang
terletak di luar bagunan harus berjarak
sekurang-kurangnya 1 (satu) meter dari
bukaan yang berhubungan dengan tangga
kebakaran, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Kesehatan
• Penghawaan alami menggunakan sistem
pertukaran silang dengan ukuran lubang angin
sekurang-kurangnya 1% (satu persen) dari luas
lantai ruang yang bersangkutan.
• Pencahayaan untuk semua ruangan yang
dipergunakan sehari-hari harus disediakan secara
alami atau buatan. Lubang cahaya minimal 1/10
dari luas lantai
• Pencahayaan buatan harus memenuhi
persyaratan: a. Sekurang-kurangnya 50 (lima
puluh) lux untuk bekerja; b. Sekurang-kurangnya
20 (dua puluh) lux, untuk ruang lain yang bukan
ruang kerja, seperti jalan terusan, tangga, selasar
(koridor).
Persyaratan air bersih dan sanitasi
Perencanaan Dasar Plumbing dalam bangunan gedung meliputi
sebagai berikut (SNI 8153: 2015):

• Penentuan jumlah peralatan plumbing minimum yang


dibutuhkan sesuai dengan fungsi gedung
• Menentukan UBAP dan dimensi pipa untuk air minum
• Menentukan UBAP dan dimensi pipa dan ven air limbah
• Menentukan kapasitas dan dimensi saluran air hujan
• Penentuan dan perletakkan perpipaan dan diagram sistem
plambing
• Penentuan ukuran dan perkiraan beban tangki air baik yang
dibawah maupun yang diatas
• Penentuan cara penumpuan dan penggantungan pipa utama
• Penentuan Desain dan alternatif sistem dan
perlengkapannya, rencana dasar mesin-mesin utama yang
diperlukan
Sumber: Prinsip-Prinsip Perencanaan Plumbing Rumah Susun Modular, Puslitbang Permukiman Sumber: Surya & Juniwati, JURNAL eDIMENSI ARSITEKTUR VOL. V, NO. 1, (2017), 729-736
Kenyamanan
Luas minimal hunian berdasar kebutuhan udara segar
= 16 – 24 m³ = 8 – 12 m³

Metode SNI 1733 Sirkulasi perjam


tinggi plafon m 2,5 2,7 3 3,3
a. r.tidur dewasa m2 19,2 17,8 16,0 14,5
b. r.tidur anak m2 9,6 8,9 8,0 7,3

sirkulasi & pendukung


c. (50% x (a+b)) m2 14,4 13,3 12,0 10,9

luas hunian (a+b+c) m2 43,2 40,0 36,0 32,7


Antropometri & Kenyamanan ruang gerak
Kenyamanan Ruang Gerak
Tabel 1 menampilkan luasan
ruang tidur hasil simulasi Tabel 1 Luas ruang berdasar simulasi ruang gerak (m2)
denah:
Lebar/panjang (m) 2,1 2,4 2,7 3
luas minimal ruang tidur untuk 2,7 5,7 6,5 7,3 8,1
orang dewasa adalah 7,3 m2
(2,7 x 2,7 m) 3 6,3 7,2 8,1 9
luas minimal ruang tidur anak 3,3 6,9 7,9 8,9 9,9
adalah 6,5 m2 (2,4 x 2,7 m)

Apabila ketinggian plafon


minimal adalah 2,7 m maka Tabel 2 Volume ruang tidur berdasarkan kebutuhan udara
volume ruang adalah 20 m3
untuk ruang tidur dewasa dan 2 Dewasa = 20 m3 2 anak = 15 m3
17 m3 untuk ruang tidur anak
sudah memenuhi syarat
tinggi plafon 2,5 2,7 3 2,5 2,7 3
kebutuhan udara segar pada
ruang tidur dengan sirkulasi 7,2 18 19 22 5,7 14 15 17
terbuka/ventilasi 7,3 18 20 22 6,3 16 17 19
7,9 20 21 24 6,5 16 17 19
8,1 20 22 24 7,2 18 19 22
Kenyamanan udara
Untuk orang Indonesia daerah kenyamanan
termal pada bangunan yang dikondisikan
yaitu:
a) Sejuk nyaman, yaitu suhu efektif antara 20.8°C –
22.8°C;
b) Nyaman optimal, yaitu suhu efektif antara 22.8 °C
– 25.8°C;
c) Hangat nyaman, yaitu suhu efektif antara 25.8°C –
27.1°C (SNI 1993).

Standar kelembaban udara untuk orang


Indonesia pada bangunan yang dikondisikan
yaitu 40 % - 70 % (SNI 1993).
Kemudahan
Tangga harus memenuhi persyaratan keamanan baik
bagi orang dewasa maupun anak-anak, dengan ukuran
sebagai berikut :
a. Lebar berguna sekurang-kurangnya 120 (seratus
dua puluh) centimeter;
b. Lebar bordes sekurang-kurangnya 120 (seratus
dua puluh) centimeter;
c. Lebar injakan anak tangga sekurang-kurangnya
22,5 (dua puluh dua setengah ) centimeter;
d. Railing (pagar pengaman) dengan ketinggian
sekurang-kurangnya 110 (seratus sepuluh)
centimeter;
e. Pembuatan railing yang berbentuk lubang
memanjang jarak antara sisi-sisinya tidak boleh
lebih dari 10 (sepuluh) centimeter. (3) Tangga
harus digunakan pada bangunan rumah susun
sampai dengan 5 (lima) lantai dan untuk bangunan
rumah susun lebih dari 5 (lima) lantai harus
dilengkapi dengan lift atau eskalator.
Setiap bangunan rusuna bertingkat tinggi diwajibkan
menyediakan area parkir dengan rasio 1 (satu) lot parkir
kendaraan untuk setiap 5 (lima) unit hunian yang dibangun.

Max
1:7
Sirkulasi dan parkir
KELENGKAPAN RUMAH SUSUN
Rumah susun harus dilengkapi dengan:
• alat transportasi bangunan,
• pintu dan tangga darurat kebakaran,
• alat dan sistem alarm kebakaran, penangkal petir, dan
jaringan-jaringan air bersih,
• saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan
air limbah,
• tempat perwadahan sampah,
• tempat jemuran,
• kelengkapan pemeliharaan bangunan, jaringan listrik,
generator listrik, gas,
• tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan
telepon dan alat komunikasi lainnya sesuai dengan
tingkat keperluan.
Ketentuan Tata Bangunan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
• Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB, adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dihitung berdasarkan batas dinding terluar terhadap
luas lahan perpetakan atau lahan perencanaan.
• Intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan KDB, dihitung dengan
menjumlahkan luas dinding terluar lantai dasar dengan proyeksi atap
atau kantilever yang menutupi ruang terbuka di lantai dasar. Perlu
diketahui bahwa KDB di suatu wilayah atau bahkan di kawasan yang
sama dapat berbeda-beda.
• Tujuannya tergantung dari sasaran tiap wilayah/kawasan itu sendiri
misalnya apakah ingin mendapatkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
lebih luas, menjaga resapan air, atau menjaga batas ketinggian
bangunan maksimal.

Anda memiliki tanah/bidang seluas


10.000 m2
KDB ditetapkan sebesar 60%
Maka, luas total lantai dasar bangunan
yang dapat dibangun di atas lahan
adalah
= KDB x Luas total tanah
= 60% x 10.000 m2
= 6.000 m2.
Koefisien Lantai Bangunan
Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB, adalah angka
perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dihitung
berdasarkan batas dinding terluar dengan luas lahan perpetakan terhadap
lahan perencanaan.
Intensitas pemanfaatan ruang berdasarkan KLB, dihitung dengan
menjumlahkan seluruh luas lantai bangunan gedung yang dimanfaatkan
untuk aktivitas kegiatan
Luas bangunan yang dihitung KLB ini merupakan seluruh luas bangunan
yang ada, mulai dari lantai dasar hingga lantai diatasnya. Mezanin atau
bangunan dengan dindingnya yang lebih tinggi dari 1.20 m, yang
digunakan sebagai ruangan harus dimasukkan kedalam perhitungan KLB.

KLB biasanya dinyatakan dalam angka seperti 1,5; 2 dan sebagainya. Tiap-
tiap daerah angka KLB ini berbeda-beda. Lokasi suatu daerah semakin
padat, maka angka KLB akan semakin tinggi pula.

Bila di dalam PBS anda tertera KLB = 2, maka total luas bangunan yang
boleh didirikan maksimal 2 kali luas lahan yang ada.
Garis Sempadan Bangunan (GSB)
• Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
batas terluar bangunan gedung terhadap rencana jalan, jalan rel,
sungai, drainase, waduk, pantai dan jalur tegangan tinggi.
• Pengaturan GSB bertujuan untuk menciptakan keamanan,
kenyamanan, keteraturan dan estetika kota. GSB ini berfungsi untuk
menyediakan lahan sebagai daerah hijau dan resapan air, yang pada
akhirnya menciptakan rumah sehat

GSB terdiri dari:


a) GSB terhadap Garis Sempadan Jalan (GSJ);
b) GSB terhadap Garis Sempadan Sungai (GSS);
c) GSB terhadap Garis Sempadan Pantai (GSP);
d) GSB terhadap Garis Sempadan Danau (GSD); dan
e) GSB terhadap Garis Sempadan Kereta Api (GSKa)
Jarak bebas bangunan
Jarak bebas bangunan adalah jarak minimal yang
diperkenankan dari dinding terluar bangunan gedung
sampai batas lahan perencanaan.
Jarak bebas bangunan diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Jarak bebas bangunan ditentukan berdasarkan
ketinggian bangunan dan dihitung dari dinding
terluar bangunan gedung ke GSJ, antar massa
bangunan, pagar/batas lahan perencanaan yang
dikuasai dan rencana saluran, jaringan tegangan
tinggi listrik, jaringan pipa gas dan sebagainya;
b) Jarak bebas bangunan berdasarkan ketinggian
bangunan ditetapkan paling sedikit 4 m (empat
meter) pada lantai 1 (satu) sampai lantai 4 (empat)
bangunan Gedung, dari lantai lima sampai 21 (dua
puluh satu) jarak bebas ditambah 0,5 m (nol koma
lima meter) sampai mencapai jarak bebas 12,5 m
(dua belas koma lima meter) dan lantai dua puluh
dua dan seterusnya jarak bebas tetap 12,5 m (dua
belas koma lima meter
Jarak bebas bangunan berdasarkan bidang
dinding bangunan, ditentukan sebagai
berikut: apabila massa bangunan
membentuk sudut terhadap bidang pagar
atau batas lahan perencanan, jarak bebas
bangunan dihitung setengah dari
ketentuan jarak bebas, kecuali ditentukan
harus menyediakan sirkulasi mobil
pemadam kebakaran
Jarak bebas samping

Jarak bebas belakang


Tabel 3 Seri ukuran Multi Modul (Mm)
menggunakan dasar kelipatan 3M
SNI 03-1978-1990 dan Modular Coordination KELIPATAN DARI
3M 6M 9M 12M 15M
3
SNI 03-1978-1990 dan Modular Coordination, dimensi Modul 6 6
terkecil M= 10 cm, untuk Modul horisontal (Mh) terkecil = 30 cm. 9 9
12 12 12
Modul Dasar menggunakan seri ukuran Multimodul 15 15
 Besaran Multimodul untuk denah menggunakan seri ukuran 3M 18 18 18
21
= 3 x 10 cm = 30 cm 24 24 24
 Tentukan 1 Mh menggunakan Tabel 3 tentang Seri ukuran Multi 27 27
30 30 30
Modul 33
 Modul vertikal (Mv) terkecil : 10 cm 36 36 36 36
 Besaran ukuran Modular boleh menggunakan ½ dan ¼ Modul 39
42 42
 Besaran Sela bisa dan atau tidak terpengaruh oleh ukuran Modul 45 45 45
48 48 48
54 54
60 60 60
½x1Mh Dimensi Mh terkecil 63
1 Mh = 30 cm 66
¼ x1Mh
½ x 1Mh = 15 cm 72 72 72
1Mh ¼ x 1Mh = 7,5 cm 75
Pilihan dimensi 1 Mh 78
1Mh
menggunakan Multi Modul 81
adalah: 84 84
1Mh
1Mh = 1,2,3,4,......dst x 30 cm 90 90 90
96 96
½x1Mh 1Mh 1Mh 99
¼ x1Mh 1Mh 105
108 108
Gambar 2 120 120
dst Dst
Modul Dasar Ruang horisontal
Contoh:
- 1Mh
menggunakan
kelipatan Multi
Modul 3 x 3M = 90
cm
- Mendekati
Kebutuhan luas
ruang 9 m²/jiwa
(SNI 03-1733-2004
tentang Tata cara
perencanaan
lingkungan
perumahan di
perkotaan)
Modul Dasar Struktur merupakan rancangan Modul
trave kolom pada konvigurasi Modul Dasar Ruang
SARUSUN
a. Pembentukan Modul trave kolom rangka struktur,
merupakan hasil koordinasi dengan ukuran Modular
Dasar Ruang Sarusun Arsitektur, karena:
 ukuran Modul Struktur menggunakan As – As,
 ukuran Modul Arsitektur menggunakan ukuran
bersih.
b. Jarak antar kolom ke arah X maupun ke arah Y pada
denah sarusun dipertimbangkan terhadap:
 efektifitas bahan bangunan yang digunakan,
 persyaratan keamanan bentang balok
 jarak antar kolom.
 Efektifitas jumlah panel
c. Ukuran Modul Dasar Ruang SARUSUN dapat menjadi
dasar dalam menentukan dimensi panel lantai, panel
dinding, balok, dan kolom.
d. Jarak antar kolom menggunakan as kolom struktur
(Trave) sesuai besaran kolom hasil perhitungannya.
Contoh design guideline
Jenis/tipologi
• Panduan tipe
bangunan apakah
individu (persil sendiri)
atau kelompok
bangunan pada tapak
yang luas
(kasiba/lisiba)
Panduan Building Envelope
• Luasan minimal
diatur sesuai tipe
apartemen
Elemen kunci analisa tapak
1. Rencana lokasi situs menunjukkan konteks yang lebih luas
yang mengidentifikasi situs dalam kaitannya dengan area
ritel dan komersial, fasilitas masyarakat dan transportasi.
2. Foto udara Foto udara berwarna dari lokasi pembangunan
dan konteks sekitarnya
3. Gambar rencana dari fitur yang ada dari konteks lokal
termasuk bagian dan elevasi yang relevan.
4. Informasi dapat mencakup namun tidak terbatas pada:
• penggunaan lahan, ketinggian, dan tipologi bangunan
yang berdekatan dan berseberangan di jalan
• pemandangan ke dan dari lokasi
• pola sirkulasi dan akses pejalan kaki, kendaraan, dan
layanan
• lokasi benda cagar budaya dan area signifikansi lingkungan
• pola bangunan, ruang terbuka dan vegetasi
• sumber kebisingan yang signifikan di dalam dan di dekat
lokasi, terutama jalan raya, kereta api, pesawat terbang dan
kebisingan industri
• selubung bangunan dan rencana untuk pembangunan di
masa depan

Anda mungkin juga menyukai