Anda di halaman 1dari 34

INOVASI PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. RASIONAL
Manusia dibekali oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal pikiran, dimana
akal pikiran ini harus diberikan pendidikan agar mampu membentuk diri menjadi
pribadi yang baik dengan tingkah laku yang baik pula. Hal ini senada dengan
tujuan pendidikan yang ada di Indonesia yang terdapat di dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan
nasional yang dimaksud yakni pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Pendidikan adalah kehidupan manusia, maka kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan harus dapat membekali peserta didik dengan keterampilan hidup (life
skill) yang sesuai dengan lingkungan hidup dan kebutuhan peserta didik dalam
mengahadapi kemajuan zaman di era globalisasi ini. Hal ini menjadi perhatian dalam
dunia pendidikan agar mampu menghasilkan lulusan yang dapat berkompetensi
dalam segala aspek kehidupan. Tuntutan ini membuat pendidikan secara terus-
menerus melakukan inovasi demi baiknya mutu pendidikan, salah satunya adalah
inovasi dalam bidang kurikulum.
Dalam sistem pendidikan, kurikulum itu bersifat dinamis dan harus selalu
dilakukan perubahan dan pengembangan agar dapat mengikuti perkembangan dan
tantangan zaman. Namun demikian, perubahan dan pengembangan kurikulum
tersebut harus memiliki visi dan arah yang jelas, karena kurikulum merupakan sarana
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Mulyasa, 2015:59).
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting
dalam pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan
pendidikan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi

1
juga akan memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki
oleh setiap siswa. Oleh karena itu, pentingnya adanya inovasi dalam kurikulum.
Inovasi kurikulum merupakan suatu idea, gagasan atau tindakan tertentu dalam
bidang kurikulum yang diangap baru untuk memecahkan masalah pendidikan.
Dari semenjak negara Indonesia, sudah beberapa kali terjadinya pergantian
kurikulum nasional, yaitu Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran Terurai 1952,
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999, Kurikulum 2004 (KBK), Kurikulum 2006 (KTSP), dan Kurikulum
2013 yang berlaku sekarang. Walaupun sekarang sudah ada kurikulum terbaru 2013,
namun sebagian daerah dan sekolah masih menggunakan kurikulum 2006 (KTSP)
dan ini juga berdasarkan kebijakan Menteri Pendidikan.
Kurikulum bukanlah barang mati dan juga bukan kitab suci yang sakral dan
tidak boleh diubah-ubah. Kurikulum disusun agar dunia pendidikan dapat memenuhi
tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Jika masyarakatnya berubah, maka
kurikulumnya juga harus ikut berubah. Jika kurikulum tidak berubah, maka sebuah
layanan pendidikan hanya akan menghasilkan produk didikan yang mandul, yang
pada akhirnya akan ditinggal-kan oleh masyarakat sebagai salah satu stakeholder
pendidikan.
Secara teoritis, pengembangan kurikulum dapat terjadi kapan saja sesuai
dengan kebutuhan. Salah satu kebutuhan yang harus diperhatikan dalam kurikulum
adalah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perilaku
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua itu hendaknya tercermin
dalam kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan yang ada. Munculnya undang-
undang baru membawa implikasi baru terhadap paradigma dalam dunia pendidikan.
Kondisi yang terjadi saat ini dan antisipasi terhadap keadaan masa depan yang
menuntut berbagai penyesuaian dan perubahan kurikulum yang digunakan sebagai
acuan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Perlunya perubahan dan perkembangan Kurikulum 2013 didorong oleh
beberapa hasil studi internasional tentang kemampuan peserta didik Indonesia dalam
kancah internasional. Hasil survei “Trends in International Math and Science
(TIMS)” tahun 2007 yang dilakukan oleh Global Institute, menunjukkan hanya 5%

2
peserta didik Indonesia yang mampu mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi;
padahal peserta didik Korea dapat dapat mencapai 71%. Sebaliknya 78% peserta
didik Indonesia dapat mengerjakan soal hafalan berkategori rendah, sementara siswa
Korea 10%. Data lain diungkapkan oleh Programme for International Student
Assessment (PISA), hasil studinya tahun 2009 menempatkan Indonesia pada
peringkat bawah 10 besar dari 65 negara peserta PISA. Hampir semua peserta didik
Indonesia ternyata hanya menguasai pelajaran sampai level tiga saja dalam tingkatan
ranah kognitif Bloom, sementara banyak peserta didik dari negara lain dapat
mengusai pelajaran sampai level empat, bahkan enam. Berdasarkan kedua hasil survei
tersebut merujuk pada suatu simpulan bahwa prestasi peserta didik Indonesia
tertinggal dan terbelakang. Hal ini jugalah yang menjadi latar belakang perlunya
penataan pengembangan kurikulum pada empat elemen standar nasional, yaitu
standar kompetensi kelulusan (SKL), standar isi, standar proses, dan standar penilaian
(Mulyana, 2015:60).
Masalah-masalah seperti diatas menjadi alasan dalam perubahan atau inovasi
kurikulum. Masalah-masalah inovasi kurikulum mencakup aspek inovasi dalam
struktur kurikulum, materi kurikulum dan inovasi proses kurikulum. Inovasi
kurikulum ini bergantung pada dinamika masyarakat sehingga perubahan di
masyarakat memiliki implikasi perubahan dalam pendidikan. Perubahan kurikulum
merupakan hal biasa yang dilakukan pemerintah, karena jika pemerintah tetap
bertahan pada kurikulum lama dirasa akan merugikan masyarakat itu sendiri.
Kemajuan zaman dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
dirasakan perlunya pengembangan dan inovasi pada kurikulum. Hal lainnya juga
melihat belum efektifnya perubahan perilaku pada siswa, sehingga diharapkannya
dengan kurikulum baru dapat menanamkan karakter mulia dengan meleburkan
pendidikan karakter pada setiap bidang studi secara tematik.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, selanjutnya dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah makna inovasi kurikulum?

3
2. Apakah tujuan dan makna pengembangan kurikulum?
3. Apa saja landasan dan prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum?
4. Bagaimanakah ragam model pengembangan kurikulum?
5. Bagaimana penerapan kurikulum 2013 sebagai kurikulum terbaru di Indonesia?

B. RUANG LINGKUP KAJIAN


Ruang lingkup kajian akan membahas tentang teori yang terkait dengan
inovasi kurikulum dan pengembangan kurikulum atau membahas poin-poin yang
dipertanyakan dalam rumusan masalah.
1. Makna Inovasi Kurikulum
Kata inovasi berasal dari kata innovation yang diterjemahkan sebagai segala
hal yang baru atau pembaharuan. Inovasi adalah suatu ide, barang, kejadian, metode
yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi maupun diskoveri.
Inovasi diadakan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah tertentu
(Sa’ud, 2015:2).
Terdapat beberapa definisi dari inovasi, seperti “inovasi adalah gagasan,
tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang atau satuan pengguna lain
(Everett M. Rogers, 1983:16)”; “An innovation is an idea for   accomplishing some
recognition social and in a new way or for a means of accomplishing some social
(Donald P. Ely 1982, Seminar on Educational Change, dalam Sa’ud, 2015:3)”;  
“Innovation is a species of the genus “change”. Generally speaking it seems useful to
define an innovation as a deliberate, novel, specific change, which is thought to be
more efficacious in accomplishing the goal of system. From the point of view of this
book (innovation in education), it seem helpful to consider innovations as being
willed and planned for rather than as accruing haphazardly (Matthew B. Miles,
1964:14, dalam Sa’ud, 2015:3)”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas yang dibuat oleh para ahli tersebut,
dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pengertian inovasi
antara satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya inovasi merupakan pembaharuan
pada sesuatu hal. Selanjutnya bagaimana dengan kurikulum?

4
Istilah kurikulum (curriculum) pada awalnya digunakan dalam dunia olah
raga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Pada saat itu
kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari
start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Kemudian,
pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata
pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir
program pelajaran untuk memperoleh ijazah. Dari rumusan pengertian tersebut,
terkandung dua hal pokok yaitu: 1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh
siswa, dan 2) tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian,
implikasi terhadap praktik pengajarn yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata
pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting
dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran
tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah
mengikuti suatu tes atau ujian (Hernawan dan Cynthia, 2015:2).
Definisi kurikulum lainnya, dikemukanan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis
(dalam Hernawan dan Cynthia, 2015:2), yang menganggap kurikulum sebagai segala
upaya sekolah untuk memengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di
halaman sekolah, maupun diluar sekolah.
Sedangkan Nana Syaodih Sukmadinata (dalam Hernawan dan Cynthia,
2015:6) mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari tiga dimensi, yaitu
sebagai ilmu, sistem dan rencana. Kurikulum sebagai ilmu mengkaji konsep, asumsi,
teori-teori dan prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem
menjelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya dengan sistem-sistem lain,
komponen-komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai jalur, jenjang jenis
pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana
diungkap beragam rencana dan rancangan atau desain kurikulum.
Dari paparan diatas mengenai definisi inovasi dan kurikulum, maka inovasi
kurikulum merupakan pembaharuan pada kurikulum yang mencakup segala aspek
yang terdapat dalam sebuah kurikulum.

2. Tujuan dan Makna Pengembangan Kurikulum

5
Pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan yang memberikan
jawaban atas sejumlah tuntutan kebutuhan yang berkembang pada pendidikan.
Pengembangan kurikulum dilakukan atas sejumlah komponen pada pendidikan, di
antaranya pada pembelajaran yang merupakan implementasi dari kurikulum. Hasil
dari proses ini adalah adanya perubahan pada guru dan siswa, serta komponen
lainnya. Pandangan tentang kurikulum dikenal dalam dimensi kurikulum yang
membedakan peran dan fungsinya.
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan
kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang
dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Definisi yang dikemukakan
terdahulu menggambarkan pengertian yang membedakan antara apa yang
direncanakan (kurikulum) dengan apa yang sesungguhnya terjadi di kelas
(instruction/pengajaran) Hernawan (2013).
Sementara itu, Unruh dan Unruh (1984) dalam Hamalik (2009) mengatakan
bahwa proses pengembangan kurikulum adalah “a complex process of assessing
needs, identifying desired learning outcomes, preparing for instruction to achieve the
outcomes, and meeting the cultural, social, and personal needs that the curriculum is
to serve.” Pengembangan kurikulum merupakan proses yang kompleks dalam menilai
kebutuhan, mengidentifikasi hasil belajar yang diinginkan, mempersiapkan instruksi
untuk mencapai hasil, dan memenuhi kebutuhan budaya, sosial, dan pribadi yang
harus dilayani oleh kurikulum.
Kurikulum, sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang
strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu
pentingnya kurikulum sebagai sentra kegiatan pendidikan maka harus benar-benar
dikembangkan. Pengembangan kurikulum dilakukan karena kurikulum bersifat
dinamis, selalu berubah, menyesuaikan diri dengan kebutuhan mereka yang belajar.
Disamping itu, masyarakat dan mereka yang belajar mengalami perubahan maka
langkah awal dalam perumusan kurikulum ialah penyelidikan mengenai situasi
(situation analysis) yang kita hadapi, termasuk situasi lingkungan belajar dalam artian
menyeluruh, situasi peserta didik, dan para calon pengajar yang diharapkan

6
melaksanakan kegiatan.
Dari paparan di atas dapat dipahami adanya empat tujuan pengembangan
kurikulum yang substansial:
1. Merekonstruksi kurikulum sebelumnya;
2. Menginovasi;
3. Beradaptasi dengan perubahan sosial (sisi positifnya); dan
4. Mengeksplorasi pengetahuan yang masih tersembunyi berdasarkan tujuan
pendidikan nasional yang telah dirumuskan.
Tujuan pengembangan kurikulum yang disebutkan sebelumnya
mengidentifikasikan bahwa perlunya pengembangan kurikulum sebagai cara untuk
melakukan evaluasi pendidikan dari sistem yang sudah dirancang. Evaluasi ini akan
menggambarkan sejauh mana pendidikan telah terlaksana sesuai kurikulum yang
berlaku, apa hasil yang didapatkan terutama bagi mutu pendidikan dan juga
keberhasilan peserta didik.

3. Landasan dan Prinsip-Prinsip Dalam Pengembangan Kurikulum


Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan cukup
sentral dalam perkembangan pendidikan, oleh sebab itu dibutuhkan landasan yang
kuat dalam pengembangan kurikulum agar pendidikan dapat menghasilkan manusia-
manusia yang berkualitas. Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat
komponen, yaitu: komponen tujuan (aims, goal, objectives), isi/materi (contents),
proses pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluations).
Setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi, jika
ditopang oleh sejumlah landasan, yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama,
masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar
(Sukirman dan Asra, 2015:17).
Secara umum, terdapat empat landasan yang menjadi landasan pokok dalam
pengembangan kurikulum, yaitu landasan fillosofis, landasan psikologis, landasan
sosiologis, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun yang menjadi
landasan dalam pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut (Sukirman dan
Asra, 2015:43):

7
1. Landasan Filosofis.
Filsafat membahas segala permasalahan manusia, termasuk pendidikan,
yang disebut filsafat pendidikan. Filsafat memberikan arah dan metodologi
terhadap praktik-praktik pendidikan, sedangkan praktik-praktik pendidikan
memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan
erat. Hal inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan penting
dalam pengembangan kurikulum.
Landasan filosofis, yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat
manusia, hakikat pengetahuan, dan hakikat niali yang menjadi titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Asumsi-asumsi filosofis tersebut berimplikasi pada
perumusan tujuan pendidikan, pengembangan isi atau materi pendidikan,
penentuan strategi, serta pada peranan peserta didik dan peranan pendidik.
2. Landasan Psikologis.
Dalam proses pendidikan yang terjadi adalah proses interaksi antar
individu. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya.
Kondisi psikologis sebenarnya merupakan karakter psikofisik seseorang sebagai
individu yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku interaksi dengan
lingkungannya.
Dalam pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi
yang mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan
peserta didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan psikologi belajar mempelajari
tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar. Ada tiga jenis teori belajar yang
mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu teori belajar kognitif,
behavioristik, dan humanistik.

3. Landasan Sosiologis/Sosial Budaya.


Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Dengan
pendidikan diharapkan lahir manusia-manusia yang bermutu, mengerti, dan
mampu membangun masyarakat. Oleh sebab itu tujuan, isi, maupun proses

8
pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan masyarakat.
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang
berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum.
Karakteristik sosial budaya dimana peserta didik hidup berimplikasi pada program
pendidikan yang akan dikembangkan.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Landasan ilmiah dan teknologi adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
hasil-hasil riset atau penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang menjadi
titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Pengembangan kurikulum
membutuhkan sumbangan dari berbagai kajian ilmiah dan teknologi baik yang
bersifat hardware maupun software sehingga pendidikan yang dilaksanakan dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain landasan, terdapat juga prinsip-prinsip yang mempengaruhi
perkembangan kurikulum. Secara gramatikal, prinsip berarti asas, dasar, keyakinan,
dan pendirian. Dari pengertian ini tersirat makna bahwa kata prinsip menunjuk pada
suatu hal yang sangat penting, mendasar, harus diperhatikan, memiliki sifat mengatur
dan mengarahkan, serta sesuatu yang biasanya selalu ada atau terjadi pada situasi atau
kondisi yang serupa. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menunjukkan pada
suatu pengertian tentang berbagai hal yang harus dijadikan patokan dalam
menentukan berbagai hal yang terkait dengan pengembangan kurikulum, terutama
dalam fase perencanaan kurikulum (Komarudin dan Kurniawan, 2015:64).
Terdapat dua prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu prinsip umum
dan prinsip khusus. Prinsip umum terdiri dari prinsip relevansi (prinsip kesesuaian),
prinsip fleksibilitas, prinsip kontinuitas, prinsip praktis atau efisiensi, dan prinsip
efektivitas. Sedangkan prinsip khusus adalah prinsip yang berkenaan dengan tujuan
pendidikan, isi pendidikan, proses pembelajaran, media dan alat bantu pembelajaran,
serta yang terkait dengan evaluasi.
Hamalik (2009) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan
macam, antara lain:
1. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan

9
Pengembangan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang
bertitik tolak dari tujuan pendidikan Nasional. Tujuan kurikulum merupakan
penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu.
Tujuan kurikulum mengadung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan
nilai.Yang selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang
mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung
dalam tujuan pendidikan Nasional.
2. Prinsip Relevansi (Kesesuaian)
Pengembangan kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan sistem penyampaian
harus relevan (sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat
perkembangan dan kebutuhan siswa, serta serasi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dan
pendayagunaan dana, waktu, tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat
mencapai hasil yang optimal. Dana yang ada harus digunakan sedemikian rupa dalam
rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa
belajar disekolah juga terbatas sehingga harus dimanfaatkan secara tepat sesuai
dengan tata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan. Tenaga disekolah juga
sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya
didayagunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pembelajaran. Demikian
juga keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan, dan sumber kerterbacaan, harus
digunakan secara tepat oleh siswa dalam rangka pembelajaran, yang semuanya demi
meningkatkan efektifitas atau keberhasilan siswa.
4. Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi
berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak
statis atau kaku. Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan
ketrampilan industri dan pertanian. Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya
lahan pertanian, maka yang dilaksanakan program keterampilan pendidikan industri.
Sebaliknya, pelaksanaan di desa ditekankan pada program keterampilan pertanian.

10
Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan masyarakat, dan ketersediaan tenaga dan
peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
5. Prinsip Kontinuitas
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-
aspek, materi, dan bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas,
melainkan satu sama lain memiliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai
dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan pendidikan, tingkat perkembangan
siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan didalam kurikulum
tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
6. Prinsip Keseimbangan
Penyusunan kurikulum memerhatikan keseimbangan secara proporsional dan
fungsional antara berbagai program dan sub-program, antara semua mata ajaran, dan
antara aspek-aspek perilaku yang ingin dikembangkan. Keseimbangan juga perlu
diadakan antara teori dan praktik, antara unsur-unsur keilmuan sains, sosial,
humaniora, dan keilmuan perilaku. Dengan keseimbangan tersebut diharapkan terjalin
perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, yang satu sama lainnya saling memberikan
sumbangan terhadap pengembangan pribadi.
7. Prinsip Keterpaduan
Kurikulum dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan,
perencanaan terpadu bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara
unsur-unsurnya. Pelaksanaan terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di
lingkungan sekolah maupun pada tingkat intersektoral. Dengan keterpaduan ini
diharapkan terbentuk pribadi yang bulat dan utuh. Disamping itu juga dilaksanakan
keterpaduan dalam proses pembelajaran, baik dalam interaksi antar siswa dan guru
maupun antara teori dan praktek.
8. Prinsip Mutu
Pengembangan kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu, yang berarti
bahwa pelaksanaan pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru,
kegiatan belajar mengajar, peralatan/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang
bermutu diukur berdasarkan kriteria tujuan pendidikan nasional yang diharapkan.

11
4. Model-Model Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang
mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik,
budaya, dan sosial), proses pengembangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan
masyarakat maupun arah program pendidikan. Model pengembangan kurikulum
merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan, dan
mengevaluasi suatu kurikulum (Ruhimat dan Alinawati, 2015:78).
Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan
administratif (administrative approach) dan pendekatan akar rumput (grassroots
approach). Pendekatan pertama yaitu pendekatan pengembangan kurikulum dengan
sistem komando dari atas ke bawah (top-down), sedangkan pendekatan kedua yaitu
pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan
pada tingkat yang lebih luas, sering juga dinamakan pendekatan pengembangan
kurikulum dari bawah ke atas (bottom up) (Hernawan, 2013).
Selain dua pendekatan pengembangan kurikulum yang telah dijelaskan di atas,
terdapat beberapa pendekatan lain dalam pengembangan kurikulum yang
dikemukakan oleh Hernawan (2013), yakni: 1) Pendekatan Mata Pelajaran.
Pendekatan ini bertitik tolak dari mata pelajaran (subject matter) sebagai suatu
disiplin ilmu. Setiap mata pelajaran merupakan suatu disiplin ilmu yang terpisah
antara satu sam lainnya. Pola kurikulum dari pendekatan ini merupakan kurikulum
yang terpisah-pisah. Implementasinya juga terpisah-pisah dengan sistem pembagian
tanggung jawab guru sebagai guru mata pelajaran; 2) Pendekatan Interdisipliner,
yaitu pendekatan yang memadukan mata pelajaran yang memiliki ciri-ciri yang sama
menjadi suatu bidang studi (broadfield). Pendekatan Interdisipliner memiliki 3
pendekatan yaitu: pendekatan struktural (bertitik tolak dari struktur suatu disiplin
ilmu tertentu), pendekatan fungsional (bertitik tolak dari suatu masalah tertentu), dan
pendekatan daerah (interfield) yang bertitik tolak dari pemilihan suatu daerah tertentu
sebagai subjek pelajaran; dan 3) Pendekatan Integratif, yakni pendekatan yang
bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau suatu kesatuan yang bermakna dan
berstruktur. Bermakna artinya bahwa etiap keseluruhan itu memiliki makna, arti, dan

12
faedah tertentu. Keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-bagian , melainkan
suatu totalitas yang memiliki maknanya sendiri. Pendekatan terpadu saat ini yang
dikembangkan di negara kita dikenal dengan integrated curriculum dengan sistem
penyampaian yang menggunakan konsep pembelajaran terpadu.
Selain pendekatan kurikulum yang dipaparkan di atas, ragam pengembangan
kurikulum membahas juga dan berkaitan juga dengan model pengembangan
kurikulum. Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk
mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan
untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk
dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.
Nadler (dalam Sukmadinata, 2006), menjelaskan bahwa model yang baik adalah
model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses
secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah
model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat
mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat
menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan
sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan. Untuk melakukan pengembangan
kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan
atau diterapkan sepenuhnya. Secara umum, pemilihan model pengembangan
kurikulum dilakukan dengan cara menyesuaikan sistem pendidikan yang dianut dan
model konsep yang digunakan.
Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh
para ahli. Sekurang-kurangnya dikenal delapan model pengembangan kurikulum,
yaitu: the administrative (line staff) model, the grass roots model, Beauchamp’s
system, the demonstration model, Taba’s inverted model, Roger’s interpersonal
relations model, the systematic action research model dan emerging technical model
(Sukmadinata, 2014:161).
Sukmadinata (2006) mengemukakan beberapa diantara model-model
pengembangan kurikulum sebagai berikut:
1. Model Ralph W. Tyler
Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulum

13
dengan perhatian khusus pada fase perencanaan, dalam bukunya Basic Principles of
Curriculum andInstruction. The Tyler Rationale, suatu proses pemilihan tujuan
pendidikan, dikenal luas dan dipraktekkan dalam lingkungan kurikulum. Walaupun
Tyler mengajukan suatu model yang komprehensif bagi perkembangan kurikulum,
bagian pertama dari model Tyler, pemilihan tujuan, mendapat banyak perhatian dari
pendidik lain.
Menurut Tyler (dalam Ruhimat dan Alinawati, 2015:79) ada empat tahap
yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, yang meliputi: (1)
menentukan tujuan pendidikan, (2) menentukan proses pembelajaran yang harus
dilakukan, (3) menentukan organisasi pengalaman belajar, dan (4) menentukan
evaluasi pembelajaran. Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber
penentuan tujuan pendidikan, yaitu hakekat peserta didik, kehidupan masyarakat
masa kini, dan pandangan para ahli bidang studi. Kemudian juga terdapat lima faktor
yang menjadi arah penentuan tujuan pendidikan, yaitu pengembangan kemampuan
berpikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan,
pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap sosial.
Setelah penetapan tujuan pendidikan, selanjutnya menentukan proses
pembelajaran yang paling cocok untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek
yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan
latar belakang kemampuan peserta didik. Selanjutnya menentukan organisasi
pengalaman belajar, yang mencakup didalamnya adalah tahapan-tahapan belajardan
isi atau materi belajar. Berikut gambar dari bagan model pengembangan kurikulum
Tyler.

14
Gambar 1. Bagan Model Tyler

2. Model Hilda Taba


Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots
approach) bagi perkembangan kurikulum. Taba percaya kurikulum harus dirancang
oleh guru dan bukan diberikan oleh pihak berwenang. Menurut Taba guru harus
memulai proses dengan menciptakan suatu unit belajar mengajar khusus bagi murid-
murid mereka disekolah dan bukan terlibat dalam rancangan suatu kurikulum umum.
Karena itu Taba menganut pendekatan induktif yang dimulai dengan hal khusus dan
dibangun menjadi suatu rancangan umum.

Gambar 2. Bagan Model Taba

15
Taba mencantumkan lima langkah urutan untuk mencapai perubahan
kurikulum, sebagai berikut.
a. Producing Pilot Units (membuat unit percontohan) yang mewakili peringkat kelas
atau mata pelajaran. Taba melihat langkah ini sebagai penghubung antara teori dan
praktek.
1) Diagnosis of needs (diagnosa kebutuhan). Pengembang kurikulum memulai
dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa kepada siapa kurikulum
direncanakan.
2) Formulation of objectives (merumuskan tujuan). Setelah kebutuhan siswa
didiagnosa, perencana kurikulum memerinci tujuan-tujuan yang akan dicapai.
3) Selection of content (pemilihan isi). Bahasan yang akan dipelajari berpangkal
langsung dari tujuan-tujuan
4) Organization of content (organisasi isi). Setelah isi/bahasan dipilih, tugas
selanjutnya adalah menentukan pada tingkat dan urutan yang mana mata
pelajaran ditempatkan.
5) Selection of learning experiences (pemilihan pengalaman belajar). Metodologi
atau strategi yang dipergunakan dalam bahasan harus dipilih oleh perencana
kurikulum.
6) Organization of learning activities (organisasi kegiatan pembelajaran). Guru
memutuskan bagaimana mengemas kegiatan-kegiatan pembelajaran dan
dalam kombinasi atau urutan seperti apa kegiatan-kegiatan tersebut akan
digunakan.
7) Determination of what to evaluate and of the ways and means of
doing it (Penentuan tentang apa yang akan dievaluasi dan cara serta alat yang
dipakai untuk melakukan evaluasi). Perencana kurikulum harus memutuskan
apakah tujuan sudah tercapai. Guru rnemilih alat dan teknik yang tepat untuk
menilai keberhasilan siswa dan untuk menentukan apakah tujuan kurikulum
sudah tercapai.
8) Checking for balance and sequence (memeriksa keseimbangan dan urutan).
Taba meminta pendapat dari pekerja kurikulurn untuk melihat konsistensi
diantara berbagai bagian dari unit belajar mengajar, untuk melihat alur

16
pembelajaran yang baik dan untuk keseimbangan antara berbagai macam
pembalajaran dan ekspresi.
b. Testing Experimental Units (menguji unit percobaan). Uji ini diperlukan untuk
mengecek validitas dan apakah materi tersebut dapat diajarkan dan untuk
menetapkan batas atas dan batas bawah dari kemampuan yang diharapkan.
c. Revising and Consolidating (revisi dan konsolidasi). Unit pembelajaran
dimodifikasi menyesuaikan dengan keragaman kebutuhan dan kemampuan siswa,
sumber daya yang tersedia dan berbagai gaya mengajar sehingga kurikulum dapat
sesuai dengan semua tipe kelas.
d. Developing a framework (pengembangan kerangka kerja). Setelah sejumlah unit
dirancang, perencana kurikulumharus memeriksa apakah ruang lingkup sudah
memadai dan urutannya sudah benar.
e. Installing and disseminating new units (memasang dan menyebarkan unit-unit
baru). Mengaturpelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif mengoperasikan
unit belajar mengajar di kelas mereka.

3. Model Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler
(1967) mempunyai argumen tersendiri tentang pengembangan kurikulum (curriculum
developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang
namanya setiap elemen saling berhubungan dan bergantungan. Pendakatan yang
digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk
rasional. Setiap langkah kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap
langkah (phase)nya merupakan pengembangan secara logis terhadap model
sebelumnya, di mana secara umum langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-
langkah sebelumnya telah diselesaikan.
Wheeler menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis
temporer, akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya ini,
sangat tampak bahwa Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan
Tyler dan Taba meski hanya dipresentasikan agak berbeda. Langkah-langkah atau
phases Wheeler (Wheeler’s phases) adalah: Selection of aims, goals, and objectives

17
(seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya). Selection of learning exprerinces to help
achieve these aims, goals and objectives (seleksi pengalaman belajar untuk
membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)

Gambar 3. Bagan Model Wheeler

4. Model Nicholis
Dalam bukunya, developing curriculum: A Participial Guide (1978), Audrey
dan Howard Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang cukup tegas mencakup
elemen-elemen kurikulum dengan jelas dan ringkas. Buku tersebut sangat popular di
kalangan pendidik, khususnya di Inggirs, di mana pengembangan kurikulum pada
tingkat sekolah sudah lama ada. Nicholas menitikberatkan pada pendekatan
pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum yag
munculnya dari adanya perubahan situasi. Mereka berpendapat bahwa:” …change
should be planed and introduced on a rational and valid this according to logical
process, and this has not been the case in thevast majority of changes that have
already taken place”.
Audrey dan Nichllos mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba,
Wheeller dengan menekan pada kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk
lingkaran, dan ini dilakuakan demi langkah awal, yaitu analisis situasi (situasional
analysis). Kedua penulis ini mengukapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut

18
diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana keputusan
kurikulum itu harus dibuat harus diperrtimbangkan dengan secara mendetail dan
serius. Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama (preliminary
stage) yang membuat para pengembang kurikulum memahami faktor-faktor yang
akan mereka kembangkan. Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan
dalam proses pengembangan secara kontinu (continue curriculum process). Langkah-
langkah tersebut menurut Nicholls adalah; a. Situsional analysis (analisis situasional)
b. Selection of objectives (seleksi tujuan) c. Selection ang organization of content
(seleksi dan organisasi isi) d. Selction and organization of methods (seleksi dan
organisasi metode) e. Evaluation (evaluasi)

Gambar 4. Bagan Model Nicholis

5. Model Skillback
Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum
Austalia (Australia’s Curriculum Development Center), mengembangkan suatu
interaksi altertnatif atau model dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model
dinamis bagi model proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck (1976)
menganjurkan suatu pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat
sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan kurikulum
School-Based Curriculum Development (SCBD), sehingga Skilbeck memberikan

19
suatu model yang membuat pendidik dapat mengembangkan kurikulum secara tepat
dan realistik.
Dalam hal ini, Skilbeck mempertimbangkan model dynamic in nature. Model
dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models) menetapakan pengembangan
kurikulum harus mendahulukan suatu elemen kurikulum dan memulainya dengan
urutan yang telah ditentukan dan dianjurkan oleh model rasional. Skilbeck
mendukung petunjuk tersebut, menambahkan sangat penting bagi developers untuk
menyadari sumber-sumber tujuan mereka. Untuk mengetahui sumber-sumber
tersebut, Skilbeck berpendapat bahwa “a situasional analysis” harus dilakukan.

Gambar 5. Bagan Model Skillbek

6. Model Saylor
Model ini membentuk curriculum planning process (proses perencanaan
kurikulum).Untuk mengerti model ini, kita harus menganalisa konsep kurikulum dan
konsep rencana kurikulum mereka. Kurikulum menurut mereka adalah "a plan for
providing sets of learning opportunities for persons to be educated"; sebuah rencana
yang menyediakan kesempatan belajar bagi orang yang akan dididik. Namun, rencana
kurikulum tidak dapat dimengerti sebagai sebuah dokumen tetapi lebih sebagai
beberapa rencana yang lebih kecil untuk porsi atau bagian kurikulum tertentu. Model
ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan atau

20
menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan mereka
capai.
Saylor, Alexander dan Lewis, mengklasifikasi serangkaian tujuan ke dalam
empat bidang kegiatan dimana pembelajaran terjadi, yaitu: perkembangan pribadi,
kompetensi sosial, keterampilan yang berkelanjutan dan spesialisasi. Setelah tujuan
dan sasaran serta bidang kegiatan ditetapkan, perencana memulai proses merancang
kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat bagi masing-masing bidang
kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini akan disediakan. Akhirnya
perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi. Mereka harus memilih teknik
evaluasi yang akan digunakan. Saylor dan Alexander mengajukan suatu rancangan
yang mengijinkan : (1) evaluasi dari seluruh program pendidikan sekolah, termasuk
tujuan, subtujuan, dan sasaran; keefektifan pengajaran akan pencapaian siswa dalam
bagian tertentu dari program, juga (2) evaluasi dari program evaluasi itu sendiri.
Proses evaluasi memungkinkan perencana kurikulum menetapkan apakah tujuan
sekolah dan tujuan pengajaran telah tercapai.

Gambar 6. Bagan Model Saylor

C. ISI POKOK
Isi pokok disini memaparkan tentang Peraturan Menteri atau Undang-Undang
yang terkait dengan kurikulum 2013, baik mengenai isi ataupun bagaimana penerapan
(implementasi) kurikulum 2013 di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
1. Peraturan tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah

21
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 67 TAHUN 2013

TENTANG

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM


SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 77A ayat (3), Pasal
77C ayat (3), Pasal 77D ayat (3), Pasal 77E ayat (3), dan Pasal
77I ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang

22
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2013;
7. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan
Presiden Nomor 5/P Tahun 2013;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN TENTANG KERANGKA DASAR DAN
STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH DASAR/MADRASAH
IBTIDAIYAH.

Pasal 1

(1) Kerangka Dasar Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan


landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis yang berfungsi sebagai
acuan pengembangan Struktur Kurikulum pada tingkat nasional dan
pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah serta pedoman pengembangan
kurikulum pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
(2) Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan
pengorganisasian kompetensi inti, matapelajaran, beban belajar, kompetensi
dasar, dan muatan pembelajaran pada setiap Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
(3) Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 2

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA,

23
MOHAMMAD NUH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 160 TAHUN 2014

TENTANG

PEMBERLAKUAN KURIKULUM TAHUN 2006 DAN KURIKULUM 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka kelancaran proses  pendidikan pada


satuan pendidikan  anak usia dini,  pendidikan dasar,  dan
pendidikan menengah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan
dan   Kebudayaan   tentang   Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006;

Mengingat : 1. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005  tentang
Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5410);
3. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri

24
Kabinet Kerja;

MEMUTUSKAN:

Menetapka : PERATURAN   MENTERI   PENDIDIKAN   DAN  


n KEBUDAYAAN TENTANG PEMBERLAKUAN KURIKULUM
TAHUN 2006 DAN KURIKULUM 2013.

Pasal 1

Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang melaksanakan Kurikulum
2013 sejak semester pertama tahun pelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan
Kurikulum Tahun 2006 mulai semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada
ketetapan dari Kementerian untuk melaksanakan Kurikulum 2013.
Pasal 2

(1) Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang telah melaksanakan
Kurikulum 2013 selama 3 (tiga) semester tetap menggunakan Kurikulum 2013.
(2) Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang melaksanakan
Kurikulum 2013 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satuan
pendidikan rintisan penerapan Kurikulum 2013.
(3) Satuan pendidikan rintisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berganti
melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 dengan melapor kepada dinas pendidikan
provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 3

(1) Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang belum melaksanakan
Kurikulum 2013 mendapatkan pelatihan dan pendampingan bagi:
a. kepala satuan pendidikan;
b. pendidik;
c. tenaga kependidikan; dan
d. pengawas satuan pendidikan.
(2) Pelatihan dan pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
meningkatkan kompetensi dan penyiapan pelaksanaan Kurikulum 2013.
(3) Pelatihan dan pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Pasal 4

Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dapat melaksanakan Kurikulum


Tahun 2006 paling lama sampai dengan tahun pelajaran 2019/2020.

Pasal 5

25
Hal-hal yang belum diatur terkait dengan prosedur pemberlakuan Kurikulum Tahun
2006 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 serta tata cara satuan pendidikan yang
siap melaksanakan Kurikulum 2013 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diatur oleh
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Direktur Jenderal Pendidikan Menengah
setelah berkoordinasi dengan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan.

Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai Kurikulum Tahun 2006 sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 1 diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri.

Pasal 7

Satuan pendidikan anak usia dini melaksanakan Kurikulum 2013 sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan. 

Pasal 8

Satuan pendidikan khusus melaksanakan Kurikulum 2013 sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. 

Pasal 9

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Desember 2014
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,

ANIES BASWEDAN

D. PEMBAHASAN
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan
melibatkan berbagai komponen yang saling terkait. Melihat berbagai permasalahan
yang terjadi dengan pendidikan di Indonesia, para pemangku kebijakan melakukan

26
evaluasi pendidikan melalui evaluasi pelaksanaan kurikulum yang berlaku saat itu
yaitu kurikulum 2006 (KTSP). Kurikulum 2006 yang dikenal juga dengan KTSP,
yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Atas segala pertimbangan setelah
evaluasi, maka lahirlah kurikulum baru yang bernama Kurikulum 2013. Ini
merupakan inovasi kurikulum terbaru yang masih dalam uji coba sebelum benar-
benar diberlakukan secara baku dan tegas.
Menurut Mulyasa (2015:60), perlunya perubahan kurikulum juga karena
adanya beberapa kelemahan yang ditemukan dalam KTSP 2006 sebagai berikut:
1. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan
banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasannya melampaui
tingkat perkembangan anak.
2. Kurikulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi,
misi, dan tujuan pendidikan nasional.
3. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan,
belum sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan,
keterampilan, dan sikap).
4. Berbagai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan masyarakat,
seperti pendidikan karakter, kesadaran lingkungan, pendekatan dan metode
pembelajaran konstruktifistik, keseimbangan soft skills dan hard skills, serta jiwa
kewirausahaan, belum terakomodasi di dalam kurikulum.
5. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang
terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
6. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang
rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung
pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
7. Penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta
belum tegas meberikan layanan remediasi dan pengayaan secara berkala.
Masalah yang terjadi di lapangan juga menuntut terjadinya inovasi kurikulum.
Indonesia dihadapkan dengan masalah yang sudah komplikasi, permasalahan ini
melibatkan pelajar (siswa dari tingkat SD, SMP, dan SMA) dan mahasiswa.
Permasalahan tersebut diantaranya adalah seks bebas yang makin membuat

27
merosotnya perilaku anak-anak sekarang, perkelahian pelajar yang tidak hanya terjadi
di kota-kota besar saja, perjudian, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan narkoba,
kebocoran dan berbagai kecurangan dalam ujian nasional yang mengakibatkan
lemahnya minat dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran dan berkompetensi
menjadi lebih baik, dan lain-lainnya.
Beberapa kelemahan lainnya yang didapatkan dari kurikulum 2006 KTSP oleh
para evaluator kurikulum adalah adanya kesenjangan pada kurikulum 2006 dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang berlangsung cepat di
era globalisasi saat ini. Kesenjangan yang saat ini terjadi dengan harapan ideal yang
diinginkan dari kurikulum 2006 KTSP, terdapat dalam beberapa aspek, yaitu pada
kompetensi lulusan, materi pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian, pendidik
dan tenaga kependidikan, dan pengelolaan kurikulum (Mulyasa, 2015:62).
Berdasarkan beberapa kondisi seperti yang di atas, dilakukanlah beberapa
penyempurnaan pola pikir sebagai berikut (Kunandar, 2014:30):
Tabel 1. Penyempurnaan Pola Pikir Perumusan Kurikulum
No. KBK 2004/KTSP 2006 Kurikulum 2013
1. Standar Kompetensi Lulusan Standar Kompetensi Lulusan
diturunkan dari Standar Isi diturunkan dari kebutuhan
2. Standar Isi dirumuskan berdasarkan Standar Isi diturunkan dari Standar
Tujuan Mata Pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan melalui
Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) Kompetensi Inti yang bebas mata
yang dirinci menjadi Standar pelajaran
Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran
3. Pemisahan antara mata pelajaran Semua mata pelajaran harus
pembentuk sikap, pembentuk berkontribusi terhadap pembentukan
keterampilan, dan pembentuk sikap, keterampilan, dan
pengetahuan pengetahuan
4. Kompetensi diturunkan dari mata Mata pelajaran diturunkan dari
pelajaran kompetensi yang ingin dicapai
5. Mata pelajaran lepas satu dengan Semua mata pelajaran diikat oleh
yang lain, seperti sekumpulan mata kompetensi inti (tiap kelas)
pelajaran terpisah
Sumber: Materi Uji Publik Kurikulum 2013

Berdasarkan pola pikir dan masalah-masalah yang dirasa cukup rumit serta
menjadi tantangan di masa depan inilah perlunya pengembangan Kurikulum 2013.

28
Tantangan tersebut diantaranya adalah globalisasi dan pasar bebas, masalah
lingkungan hidup, pesatnya kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan
teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan budaya,
pergeseran ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi dan
transformasi pada sektor pendidikan (Mulyasa, 2015:63).
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, afektif, serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Untuk mencapai tujuan
ini tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan, butuh usaha yang maksimal
dari semua aspek dan pihak-pihak yang terkait demi terwujudnya bangsa Indonesia
yang utuh.
Kurikulum 2013 terdiri dari skema yang diawali dengan adanya SKL (Standar
Kompetensi Lulusan), KI (Kompetensi Inti), KD (Kompetensi Dasar), kemudian
pembelajaran yang dilaksanakan dengan pendekatan saintifik dan kontekstual melalui
model PBM (Pembelajaran Berbasis Masalah) dan Discovery Learning, dan penilaian
berupa penilaian autentik.
Dalam kurikulum 2013 juga ada penguatan dalam proses baik dalam
pembelajaran maupun dalam penilaian. Berikut tabel yang menjelaskan hal tersebut
(Kunandar, 2014:31).
Tabel 2. Langkah Penguatan Proses dalam Kurikulum 2013
No Proses Karakteristik Penguatan
1. Pembelajaran Menggunakan pendekatan saintifik melalui mengamati,
menanya, menalar, mencoba, jejaring (kolaboratif)
Menggunakan ilmu pengetahuan sebagai penggerak
pembelajaran untuk semua mata pelajaran
Menuntun siswa untuk mencari tahu, bukan diberi tahu
(discovery learning)
Menekankan kemampuan berbahasa sebagai alat
komunikasi, pembawa pengetahuan dan berpikir logis,
sistematis, dan kreatif
2. Penilaian Mengukur tingkat berpikir siswa mulai dari rendah sampai
tinggi
Menekankan pada pertanyaan yang membutuhkan
pemikiran mendalam (bukan sekedar hafalan)

29
Mengukur proses kerja siswa, bukan hanya hasil kerja
siswa
Menggunakan portofolio pembelajaran siswa

Perubahan kurikulum menjadi kurikulum 2013, dapat ditelaah dengan


melakukan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan analisis mengenai Strength
(kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang), dan analisis mengenai
Treat (ancaman). Secara umum dapat dipahami bahwa analisis SWOT ini dapat juga
dikatakan sebagai alat untuk mengetahui kekuatan atau kelebihan yang dimiliki
kurikulum dalam hal ini kurikulum 2013, kelemahan atau kekurangan dari kurikulum
2013, dan kesempatan yang mungkin dipeoleh untuk keberlangsungan kurikulum
2013, serta ancaman yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan kurikulum 2013.
SWOT ini merupakan suatu perangkat uji yang didesain dan digunakan sebagai
langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis
dalam menjalankan suatu kebijakan yang diambil.
Analisis SWOT untuk kurikulum 2013, sebagai berikut:
a. Strength (kekuatan)
Guru : guru telah mendapatkan sosialisasi mengenai K-13 dan juga
sebagian besar dari guru-guru telah mendapatkan pelatihan.
Siswa : siswa lebih tertantang dalam pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran yang ditawarkan dalam K-13, penilaian lebih objektif.
Mutu SD : capaian standar kelulusan lebih baik
b. Weakness (kelemahan)
Guru : guru belum siap dengan adanya pergantian kurikulum baru.
Siswa : terlalu banyak mata pelajaran yang harus didapatkan dan dipahami
siswa
Mutu SD : berkas penilaian yang kurang lengkap disediakan sekolah
c. Opportunity (peluang)
Guru : adanya guru-guru yang kreatif dan guru-guru di dominasi oleh
lulusan sarjana sehingga masih mudah untuk dilatih dan diajarkan.
Siswa : daya tangkap siswa rata-rata baik.
Mutu SD : kinerja guru rata-rata baik

30
d. Treat (ancaman)
Guru : guru-guru melaksanakan pembelajaran tidak sesuai dengan
kurikulum 2013 karena tidak mampu.
Siswa : siswa terlalu letih dengan kegiatan pembelajaran yang ditawarkan
kurikulum 2013.
Mutu SD : fasilitas sarana dan prasarana kurang mendukung terlaksananya
dengan baik kurikulum 2013.

E. KESIMPULAN
Dalam sistem pendidikan, kurikulum itu bersifat dinamis dan harus selalu
dilakukan perubahan dan pengembangan agar dapat mengikuti perkembangan dan
tantangan zaman. Namun demikian, perubahan dan pengembangan kurikulum
tersebut harus memiliki visi dan arah yang jelas, karena kurikulum merupakan sarana
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan
melibatkan berbagai komponen yang saling terkait. Melihat berbagai permasalahan
yang terjadi dengan pendidikan di Indonesia, para pemangku kebijakan melakukan
evaluasi pendidikan melalui evaluasi pelaksanaan kurikulum yang berlaku saat ini.
Yang tentunya untuk pemerolehan pendidikan yang lebih baik dan pemenuhan
pendidikan di masa depan. Maka dalam hal ini tentunya dibutuhkan berbagai inovasi-
inovasi kurikulum.
Dari semenjak negara Indonesia, sudah beberapa kali terjadinya pergantian
kurikulum nasional, yaitu Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran Terurai 1952,
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999, Kurikulum 2004 (KBK), Kurikulum 2006 (KTSP), dan Kurikulum
2013 yang berlaku sekarang. Walaupun sekarang sudah ada kurikulum terbaru 2013,
namun sebagian daerah dan sekolah masih menggunakan kurikulum 2006 (KTSP)
dan ini juga berdasarkan kebijakan Menteri Pendidikan. Kurikulum bukanlah barang
mati dan juga bukan kitab suci yang sakral dan tidak boleh diubah-ubah. Kurikulum
disusun agar dunia pendidikan dapat memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai
zamannya dan pemenuhan pendidikan di masa yang akan datang.

31
F. DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. (2009). Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Hernawan. (2013). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:


Universitas Terbuka.

Hernawan, Herry dan Cynthia, Riche. (2015). Pengertian, Dimensi, Fungsi, dan
Peranan Kurikulum (dalam buku “Kurikulum dan Pembelajaran” oleh Tim
Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran). Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.

Komarudin dan Kurniawan. (2015). Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum


(dalam buku “Kurikulum dan Pembelajaran” oleh Tim Pengembang MKDP
Kurikulum dan Pembelajaran). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Kunandar. (2014). Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik


Berdasarkan Kurikulum 2013). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Mulyasa, E. (2015). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Rogers, Everett M. (1983). Diffusion of Innovation. Third Edition, New York: The
Free Press.

Ruhimat, Toto dan Alinawati, Muthia. (2015). Model Pengembangan dan Organisasi
Kurikulum (dalam buku “Kurikulum dan Pembelajaran” oleh Tim Pengembang
MKDP Kurikulum dan Pembelajaran). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sa’ud, Udin Syaefudin. (2015). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukirman, Dadang dan Asra. (2015). Landasan Pengembangan Kurikulum (dalam


buku “Kurikulum dan Pembelajaran” oleh Tim Pengembang MKDP Kurikulum
dan Pembelajaran). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2006). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2014). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Unruh, G.G. dan Unruh, A. (1984). Curriculum Development: Problems, Processes,


and Progress. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation.

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

32
INOVASI PENGEMBANGAN KURIKULUM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah: Analisis Dan Inovasi Pembelajaran Di SD
Dosen Pengampu: Prof. H. Udin Syaefudin Sa'ud, Ph.D.

Oleh
Ety Mukhlesi Yeni NIM. 1502994

33
Riandi Marisa NIM. 1502998

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR (S3)


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016

34

Anda mungkin juga menyukai