Anda di halaman 1dari 16

KESENJANGAN SOSIAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Sosial Politik
Dosen Pembimbing : Dr. Mukhlis Najamuddin

Disusun Oleh :
Andi Amirah Farhana :30156120021

Kelas UQ.1
Semester 5

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


JURUSAN USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MAJENE
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah ‫ ﷻ‬yang telah melimpahkan hidayah serta inayah-
Nya kepada para penulis. sehingga bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan
ridha-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
Nabi besar Muhammad ‫ﷺ‬. Yang merupakan salah satu figur umat yang mampu
memberikan Syafaat kelak di hari kiamat. Tak lupa pula penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada bapak Dr. Mukhlis Najamuddin selaku Dosen
Pengampu mata kuliah Tafsir Sosial Politik yang telah membimbing penulis.
Penulis memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kesalahan di dalamnya, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga Makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………….……………………. ….. i


DAFTAR ISI …..……………………………………………………… ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ………………………………………… 1
B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………… 1
C. TUJUAN MASALAH ………………………………………… 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Qs. Adz-Dzariyat ayat 19 ……………………………………… 3
B. Asbabun Nuzul Qs. Adz-Dzariyat ayat 19 ……………………. 3
C. Kosa Kata Qs. Adz-Dzariyat ayat 19 ………………………….. 3
D. Penafsiran Qs. Adz-Dzariyat ayat 19 ………………………….. 6
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPULAN ………………………………………………… 11
B. SARAN ………………………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA…… …………………………………………… 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesenjangan sosial merupakan sesuatu yang menjadi pekerjaan bagi
pemerintah yang butuh perhatian karena kesenjangan sosial adalah suatu
ketidak seimbangan sosial yang ada di masyarakat sehingga menjadikan suatu
perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal perekonomian, Indonesia
terkenal dengan kesenjangan yang sangat tinggi antara pendapatan individu
kalangan atas dan bawah. Diterbitkannya UU no. 22 tahun 1999 mengawali
babak baru sistem desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia.
Sesuai dengan isinya, undang-undang ini membawa banyak perubahan
kesejahteraan bagi masyarakat daerah namun masih belum cukup memenuhi
ekspetasi mereka mengenai kesejahteraan itu sendiri. Pada tanggal 15
Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang
dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini,
UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak
berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki
antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat
berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah
pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap 2
pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap semakin
dipertegas dan diperjelas.
Al-Qur‟an juga menyebutkan ayat-ayat yang berkaitan dengan
kesenjangan sosial, salah satunya terdapat dalam surah Adz-Dzariyat ayat 19.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tafsir dari Qur‟an Surah Adz-Dzariyat
ayat 19.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana isi QS. Adz-Dzariyat ayat 19?
2. Bagaimana asbabun nuzul QS. Adz-Dzariyat ayat 19?

1
3. Bagaimana kosa kata QS. Adz-Dzariyat ayat 19?
4. Bagaimana penafsiran QS. Adz-Dzariyat ayat 19?

C. TUJUAN PERUMUSAN
1. Untuk mengetahui isi QS. Adz-Dzariyat ayat 19.
2. Untuk mengetahui asbabun nuzul QS. Adz-Dzariyat ayat 19.
3. Untuk mengetahui kosa kata QS. Adz-Dzariyat ayat 19.
4. Untuk mengetahui penafsiran QS. Adz-Dzariyat ayat 19.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. QS. Adz-Dzariyat ayat 19

‫وم‬ ُ ‫سآئِ ِل َوٱ ْل َو‬


ِ ‫حْر‬ َّ ‫ى أ َ ْه َٰ َى ِل ِه ْن َح ٌّق ِلّل‬
ٓ ِ‫َوف‬
Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. 1

B. Asbabun Nuzul QS. Adz-Dzariyat ayat 19


Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Al-Hasan bin
Muhammad bin Hanafiyah bahwa suatu ketika Rasulullah mengutus
sekelompok pasukan. Pasukan tersebut berhasil meraih kemenangan dan
mendapatkan banyak harta rampasan perang. (Ketika akan dilangsungkan
pembagian) datang sekelompok orang untuk meminta bagian dari harta
tersebut. Tak lama kemudian, turunlah ayat ini.2

C. Kosa Kata QS. Adz-Dzariyat ayat 19


1. ‫( َهح ُْروم‬Mahrum)3
Kata mahrum (‫وم‬
ِ ‫ ) َهح ُْر‬adalah bentuk yang menunjukkan objek (ism
maf’ul) dari kata kerja haruma, yahrumu, haraman ‫(حرم – يفرم – حرها و‬
‫(حراها‬. Menurut Ibnu Faris, semua kata yang berasal dari akar kata ha-ra
dan mim mengandung arti 'larangan' dan 'penegasan'. Cambuk yang tidak
lentur disebut sauthun muharramun (cambuk kaku) karena tidak bisa
dimainkan dengan mudah dan seolah-olah ada yang melarangnya. Mekah
dan Madinah disebut haramani haramain karena kemuliaan kedua kota
tersebut dan larangan melakukan beberapa hal yang diperbolehkan di luar
kedua kota tersebut. Orang ihram yaitu orang yang sedang melakukan

1
Al-Qur’an Al-Karim
2
As-Suyuthi, Asbabun Nuzul: Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Andi
Muhammad Syahril dan Yasir Maqasid, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2014), hlm. 504.
3
M Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata, Jilid II, Cet. I ( Jakarta:
Lentera Hati, 2007), hlm. 557-558.

3
rangkaian ibadah haji atau umrah yang ditandai dengan memakai pakaian
tertentu pada miqat-tempat yang telah ditetapkan. Disebut demikian
karena adanya larangan melakukan hal-hal yang dibolehkan di luar ihram
seperti berburu dan menggauli istri. Selanjutnya jika melakukan haji,
orang Arab melepaskan pakaiannya dan tidak memakainya ketika berada
di tanah suci; pakaian itu dinamakan harim. Bulan Zulqaiddah, Zulhijja
Muharram, dan Rajab dinamai bulan haram karena pada bulan-bulan itu
dilarang berperang. Orang yang menahan diri untuk tidak memintaminta
meskipun ia sangat miskin disebut mahrum. Demikian pula orang yang
tidak boleh dikawini disebut mahram.
Kata mahrum dan semua kata yang seakar dengannya terulang 83
kali di dalam AlQur'an, sedangkan kata mahrum sendiri terulang
sebanyak empat kali dengan bentuk mufrad, mahrum dua kali, yaitu di
dalam QS. Adz-Dzariyat [51]: 19 dan QS. Al-Ma'arij [70]: 25 dan bentuk
jam’ mudzakkar salim, mahrumun duakali, yaitu didalam QS. Al-
Waqi'ah [56]: 67 dan QS. Al-Qalam [68]:27.
untuk kata al-mahrum, ulama berbeda di dalam memberikan
penjelasan. lbnu Abbas dan Said lbnu Musayyab menafsirkannya dengan
al-muharaful-ladzi laisa lahu fil-islami sahmun (orang sial yang tidak
memiliki andil di dalam Islam), dalam arti ia tidak ikut berjihad sehingga
tidak memperoleh bagian dari harta rampasan. Hal yang senada
dikemukakan oleh Al-Hasan dan Muhammad bin Hanafiyyah bahwa
yang dimaksud dengan al-mahrum ialah orang yang datang setelah
pembagian harta rampasan dan ia tidak punya saham atau tidak ikut di
dalam perang tersebut. Selanjutnya Aisyah menafsirkan kata al-mahru
dengan orang sial yang tidak memiliki penghasilan cukup di dalam
pekerjaannya. Qatadah dan Az-Zuhri menafsirkan al-mahrum dengan
orang susah, yang menjaga diri dengan tidak meminta-minta sehingga
orang tidak mengetahui keadaannya yang sulit. Ikrimah menafsirkan al-
mahrum dengan orang yang tidak memiliki sisa harta.

4
Kata as-sa’il ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dan Said bin Musayyab
dan yang lainnya sebagai orang yang meminta-minta karena desakan
kebutuhannya (kemiskinannya),
2. ‫( سائل‬Sa‟il)4
Kata sa'il adalah bentuk fi'il (menunjukkan pelaku) dari kata kerja
sa’ala - yas'alu - su'alan wa mas'alatan (‫ سىاال و هسألة‬- ‫)سأل – يسأل‬. Kata
sa'ala sendiri terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf sin,
hamzah, dan lam, yang mengandung makna 'thalaba' (‫ = طلب‬meminta),
'ista’tha' (‫ = إستعطىى‬minta pemberian/ sedekah), atau 'istad'a' (‫= إستدعى‬
memohon). Dari akar kata ini berkembang maknanya di dalam Al-Qur'an
menjadi terkadang 'meminta sesuatu yang bersifat materi', 'meminta
informasi' dan terkadang 'meminta materi dan atau informasi'. Kata
sa'il/as-sa'il (‫ السائل‬/ ‫ )سائل‬disebutkan sebanyak empat kali di dalam Al-
Qur'an, yakni pada QS. Adz-Dzariyat [51]: 19, QS. Al-Ma'Arij [70]: 1
dan 25 (dua kali), serta QS. Adh-Dhuha [93]: 10. Selain itu, ditemukan
pula tiga kali di dalam bentuk jamaknya, kata as-sailin (‫)السائلين‬, yaitu
pada QS. Al-Baqarah [2]:177, QS. Y0suf [12]:7, dan QS. Fushshilat [41]:
10.
Untuk kata as-sa'il (‫ )السائل‬yang terdapat pada QS. Adz-Dzariyat
[51]: 19, digunakan di dalam makna yang menyangkut 'permintaan
materi'. Redaksi dan konteks pembicaraan yang sama ditegaskan pula di
dalam QS. Al-Ma'Arij [70]: 25. Kedua ayat ini berbicara tentang harta
dalam kaitannya dengan orang miskin. Dengan begitu, kata as-sa'il di
sini dipahami sebagai 'meminta sesuatu yang bersifat materi'.

4
M Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata, Jilid III, Cet. I ( Jakarta:
Lentera Hati, 2007), hlm. 851.

5
D. Penafsiran QS. Adz-Dzariyat ayat 19
1. Tafsir Al-Misbah
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. Karena pada
harta-harta mereka ada hak yang mereka wajibkan atas diri mereka –
disamping kewajiban zakat – untuk orang miskin yang meminta dan
orang yang butuh yang tidak mendapat bahagian yakni yang gagal dalam
usahanya namun tidak mengulurkan tangan untuk meminta dari orang
lain.
Banyak sekali pendapat ulama tentang makna (‫ )الوحروم‬al-mahrum
tetapi sebagian di antaranya merupakan contoh-contoh dari orang-orang
yang wajar dinamai mahrum. Konon asy-Sya‟bi salah seorang yang
hidup pada masa sahabat Rasulullah ‫ﷺ‬, pernah berkata: “Telah berlalu
usiaku sebanyak tujuh puluh tahun sejak aku dewasa, aku belum juga
memahami apa yang dimaksud dengan al-mahrum”. Bahkan ada ulama
yang menyatakan bahwa al-mahrum adalah anjing. Ayat diatas
mengisyaratkan keistimewaan siapa yang dilukiskan sifatnya disini,
yakni mewajibkan atas diri mereka sendiri mengeluarkan harta dimana
orang biasanya kikir mengeluarkan yang diwajibkan atasnya. 5
2. Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah ‫ ﷻ‬: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.
(Adz-Dzariyat: 19) Setelah Allah subhanahu wa ta‟ala menyifati mereka
sebagai orang-orang yang rajin mengerjakan shalat malam hari, lalu
menyebutkan sifat terpuji mereka lainnya, yaitu bahwa mereka selalu
membayar zakat dan bersedekah serta bersilaturahmi. Untuk itu Allah
subhanahu wa ta‟ala berfirman: Dan pada harta mereka ada hak. (Adz-
Dzariyat: 19) Yaitu bagian yang telah mereka pisahkan, sengaja

5
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jilid 13
( Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 333.

6
disiapkan untuk diberikan kepada orang yang meminta-minta dan yang
tidak mendapat bagian.
Adapun pengertian sa'il sudah jelas, yaitu orang yang mulai
meminta-minta dan dia punya hak untuk meminta-minta, seperti yang
disebutkan oleh Imam Ahmad dalam riwayatnya yang menyebutkan
bahwa: telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abdur Rahman,
keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan,
dari Mus'ab ibnu Muhammad, dari Ya'la ibnu Abu Yahya, dari Fatimah
bintil Husain, dari ayahnya Al-Husain ibnu Ali yang menceritakan bahwa
Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah bersabda: Orang yang meminta-minta mempunyai
hak, sekalipun ia datang dengan berkendaraan di atas kuda. Imam Abu
Dawud meriwayatkannya melalui hadits Sufyan Ats-Tsauri dengan sanad
yang sama.
Kemudian Abu Dawud menyandarkannya melalui jalur lain, dari Ali
ibnu Abu Thalib Telah diriwayatkan pula melalui hadits Al-Hurmas ibnu
Ziad secara marfu' hal yang semisal. Adapun pengertian orang yang
mahrum, maka menurut Ibnu Abbas dan Mujahid, artinya orang yang
beruntung karena tidak mempunyai jatah dari Baitul Mal, tidak
mempunyai mata pencaharian, tidak pula mempunyai keahlian profesi
yang dapat dijadikan tulang punggung kehidupannya. Ummul Mu‟minin
Aisyah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Muharif (orang yang
tidak mendapat bagian atau tidak beruntung) ialah orang yang sulit dalam
mencari mata pencaharian. Adh-Dhahhak mengatakan bahwa orang yang
mahrum ialah orang yang tidak sekali-kali mempunyai harta melainkan
habis saja, dan itu sudah menjadi takdir Allah baginya.
Abu Qilabah mengatakan bahwa pernah ada banjir melanda
Yamamah yang merusak harta seseorang, maka seseorang dari kalangan
sahabat mengatakan bahwa orang ini adalah orang yang mahrum. Ibnu
Abbas mengatakan pula demikian juga Sa'id ibnul Musayyab, Ibrahim
An-Nakha'i, Nafi' maula Ibnu Umar, dan „Atha‟ ibnu Abu Rabah bahwa
yang dimaksud dengan orang yang mahrum ialah orang yang tidak

7
mendapat bagian (tidak beruntung). Qatadah dan Az-Zuhri mengatakan
bahwa orang mahrum adalah orang yang tidak pernah meminta sesuatu
pun dari orang lain.
Az-Zuhri mengatakan bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah bersabda: Orang
yang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta ke sana
dan kemari yang pergi setelah diberi sesuap dua suap makanan, atau
sebiji dua biji buah kurma. Tetapi orang yang miskin (sesungguhnya)
ialah orang yang tidak mendapatkan kecukupan bagi penghidupannya,
dan tidak pula diketahui keadaannya hingga mudah diberi sedekah.
Hadits ini telah disandarkan oleh Syaikhain dalam kitab shahih masing-
masing melalui jalur lain. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa orang
yang miskin adalah orang yang datang, sedangkan ganimah telah habis
dibagikan dan tiada yang tersisa lagi untuknya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku
sebagian teman-teman kami yang mengatakan bahwa kami pernah
bersama Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz di tengah jalan ke Mekah, lalu
datanglah seekor anjing, maka Umar memberikan kepadanya sepotong
paha kambing yang ia comot dari kambing panggangnya, dan orang-
orang yang bersamanya mengatakan bahwa sesungguhnya anjing itu
mahrum. Asy-Sya'bi mengatakan, "Aku benar-benar kepayahan dalam
mencari makna yang dimaksud dari lafal mahrum." Ibnu Jarir memilih
pendapat yang mengatakan bahwa orang yang mahrum adalah orang
yang tidak memiliki harta lagi karena sesuatu penyebab, semua hartanya
telah lenyap.
Baik hal itu karena dia tidak mampu mencari mata pencaharian atau
karena hartanya telah ludes disebabkan musibah atau faktor lainnya. Ats-
Tsauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu Muslim, dari Al-Hasan ibnu
Muhammad yang menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah ‫ﷺ‬
pernah mengirimkan suatu pasukan, lalu mereka mendapat ganimah,
maka datanglah kepada Nabi ‫ ﷺ‬suatu kaum yang tidak menyaksikan
pembagian ganimah itu. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan

8
pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Adz-Dzariyat: 19) Hal ini
menunjukkan bahwa ayat ini adalah Madaniyah, padahal kenyataannya
tidaklah demikian: ia Makkiyyah yang juga mencakup peristiwa yang
akan terjadi sesudahnya. 6
3. Tafsir Al-Muyassar/ Kementerian Agama Arab Saudi
Pada harta mereka terdapat hak wajib dan sunnah untuk orang-orang
yang membutuhkan yang meminta kepada orang-orang dan orang-orang
yang membutuhkan tetapi tidak meminta-minta karena malu.7
4. Tafsir Al-Alusi
Pada ayat ini Allah menyebutkan diantara bentuk ihsan adalah ketika
seseorang mendapati dirinya yang sangat cinta terhadap hartanya, namun
dia rela melawan kecintaannya tersebut demi meraih kecintaannya
kepada Allah dengan menyedekahkan harta yang dia cintainya kepada
orang-orang yang membutuhkan.8
Yaitu orang yang membutuhkan, namun orang-orang menyangka
bahwa dia tidak membutuhkan atau bahkan mereka menyangka bahwa
dia adalah orang kaya; karena tidak pernah meminta-meminta padahal
dalam kondisi kekurangan. Maka, bagi seseorang yang memiliki
kelebihan harta, hendaknya mencari orang-orang yang seperti ini. Ciri-
ciri mereka dapat dikenal dari raut wajah mereka, mungkin saja mereka
adalah orang-orang yang selalu berdoa kepada Allah dengan khusyu‟
hingga meneteskan air mata. Hendaknya seseorang memiliki kepekaan
terhadap kondisi orang-orang di sekitarnya yang membutuhkan, terutama
kepada kawan-kawannya, melihat dan bertanya keadaannya. Hendaknya
pula dia selalu menjaga harga diri mereka yang membutuhkan

6
Tafsir Learn Quran, Tafsir Surat Adz-Dzariyat ayat 19, diakses tanggal 2 Januari 2023,
jam 07.11, pada link https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-51-ad-dhariyat/ayat-19.
7
Tafsir Web, Surah Adz-Dzariyat Ayat 19, diakses tanggal 2 Januari 2023, jam 07.18,
pada link https://tafsirweb.com/9915-surat-az-zariyat-ayat-19.html.
8
Bekal Islam, Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 19, diakses tanggal 2 Januari 2023, jam
07.23, pada link https://bekalislam.firanda.com/11681-tafsir-surat-adz-dzariyat-ayat-19.html.

9
bantuannya dengan membuat mereka tidak perlu mendatangi rumahnya.
Namun, dia yang mendatangi rumah mereka. Ini merupakan perbuatan
yang sangat mulia lagi terpuji.
5. Tafsir Ringkas Kementerian Agama RI
Orang-orang yang bertakwa itu selalu taat dalam melaksanakan
ajaran Allah, dan mereka juga menyadari bahwa pada harta benda yang
mereka miliki sesungguhnya ada hak yang mesti dikeluarkan, baik
berupa zakat maupun sedekah, untuk orang miskin yang meminta
bantuan dan orang miskin yang tidak mengulurkan tangan untuk meminta
kepada orang lain. 20-21. Allah adalah pencipta alam semesta. Tanda-
tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya terdapat di seluruh penjuru langit,
dan selain itu di bumi juga terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya. Namun
semuanya itu hanya dapat dipahami bagi orang-orang yang yakin, dan di
samping itu, sesungguhnya keagungan Allah juga banyak ditemukan
pada dirimu sendiri. Sesudah dipahami semua tanda-tanda itu, maka
apakah kamu tetap lalai dan tidak memperhatikan semua yang dapat
disaksikan itu'.9

9
Tafsir Web, Surah Adz-Dzariyat Ayat 19, diakses tanggal 2 Januari 2023, jam 07.18,
pada link https://tafsirweb.com/9915-surat-az-zariyat-ayat-19.html.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan QS. Adz-Dzariyat ayat 19 diatas, dapat
disimpulkan bahwa diantara bentuk ihsan adalah ketika seseorang mendapati
dirinya yang sangat cinta terhadap hartanya, namun dia rela melawan
kecintaannya tersebut demi meraih kecintaannya kepada Allah dengan
menyedekahkan harta yang dia cintainya kepada orang-orang yang
membutuhkan.
Sebuah nasehat untuk kaum muslimin. Bahwa seseorang perlu berlatih
diri untuk bersedekah. Jika dia tidak berlatih dan membiasakan diri, maka dia
akan dihinggapi rasa pelit yang melilit hingga meninggal dunia. Berapapun
harta yang dia punya, hendaknya dia berusaha untuk menyedekahkan
sebagiannya. Meskipun hal itu meninggalkan rasa berat di dalam hati,
hendaknya dia melawan dengan sungguh-sungguh hawa nafsu yang
menggelayutinya dan merelakan harta yang dia sedekahkan. Jika dia berlatih
membiasakan satu kali, dua kali dan seterusnya, maka dengan izin Allah dia
akan menjadi pribadi yang dermawan. Dan Allah akan membalasnya dengan
memberi rizki dari arah yang tidak terduga. Jadi, hawa nafsu yang menahan
diri seseorang ketika hendak bersedekah harus dilawan.

B. Saran
Demikianlah makalah yang yang dapat penulis buat sebagai manusia
biasa penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat kontruksi
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini berikuntnya,
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
As-Suyuthi. Asbabun Nuzul: Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. terj. Andi
Muhammad Syahril dan Yasir Maqasid. 2014. (Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kautsar).
Bekal Islam,. Tafsir Surat Adz-Dzariyat Ayat 19. diakses tanggal 2 Januari 2023.
jam 07.23 pada link https://bekalislam.firanda.com/11681-tafsir-surat-
adz-dzariyat-ayat-19.html.
Shihab, M Quraish. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata. 2007. Jilid II,
Cet. I. ( Jakarta: Lentera Hati).
Shihab, M Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
2002. Jilid 13 ( Jakarta: Lentera Hati).
Tafsir Learn Quran. Tafsir Surat Adz-Dzariyat ayat 19. diakses tanggal 2 Januari
2023. jam 07.11 pada link https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-51-ad-
dhariyat/ayat-19.
Tafsir Web. Surah Adz-Dzariyat Ayat 19. diakses tanggal 2 Januari 2023. jam
07.18 pada link https://tafsirweb.com/9915-surat-az-zariyat-ayat-19.html.

12

Anda mungkin juga menyukai