Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM DI RSUD RAJA


AHMAD THABIB DI RUANG MELATI KOTA
TANJUNGPINANG
Laporan ini Disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Praklinik Keperawatan Anak

Dosen Preseptor Klinik :

Komala Sari, S.Kep., Ns.,M.Kep

Disusun oleh :

Ipunk Indratirta (212113013)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN STIKES


HANG TUAH TANJUNGPINANG
2022-2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga laporan ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. penyusun sangat
berharap semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan penyusun berharap lebih jauh lagi agar laporan ini bisa
pembaca praktekkan dalam tindakan keperawatan. Bagi kami sebagai penyusun
merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Tanjungpinang 21 November 20222

Ipunk Indratirta
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..........................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan ..........................................................................................2
B. Manfaat Penulisan ........................................................................................2
BAB II LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN...........................................3
A. Konsep Anak................................................................................................3
1. Pengertian Anak ...................................................................................4
2. Tahap pertubuhan dan perkembangan anak .........................................4
3. Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang ...................................5
B. Konsep Dasar Penyakit ................................................................................6
1. Definisi .................................................................................................6
2. Etiologi..................................................................................................7
3. Patofisiologi .........................................................................................8
4. Tanda dan Gejala .................................................................................9
5. Komplikasi .........................................................................................10
6. Penatalaksanaan ...................................................................................11
7. Pemeriksaan diagnostik .......................................................................11
8. Hospitalisasi..........................................................................................12
9. Patway .........................................................................................12
C. Konsep dasar keperawatan ..........................................................................13
1. Pengkajian keperawatan ......................................................................14
2. Diagnosa keperawatan .........................................................................17
3. Intervensi keperawatan.........................................................................18
4. Implementasi keperawatan ..................................................................24
5. Evaluasi keperawatan ..........................................................................29
BAB III PENUTUP .........................................................................................30
A. Simpulan .....................................................................................................30
B. Saran ...........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut Lesmana (2012), secara umum dikatakan anak adalah seorang
yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang
lakilaki meskipun tidak melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.
Menurut World Health Organization (WHO) definisi anak adalah dihitung
sejak seseorang berada didalam kandungan sampai berusia 19 tahun. Anak
adalah asset bangsa yang akan meneruskan perjuangan bangsa, sehingga harus
dipertahankan pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI, 2014).
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami
kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah
kejang sering terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan
berhubungan dengan demam serta tidak adanya infeksi ataupun kelainan lain
yang jelas di intracranial(Arifuddin Adhar, 2016).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) memperkirakan
terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang demam dan lebih dari 216 ribu
diantaranya meninggal. Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan
mencapai 4-5% dari jumlah penduduk di Amerika Serikat, Amerika Selatan,
dan Eropa Barat. Selain itu di Kuwait dari 400 anak berusia 1 bulan - 13 tahun
dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar 77% (WHO,
2013 dalam Untari 2015). Namun di Asia angka kejadian kejang demam lebih
tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang demam, 5-
10% di India, dan 14% di Guam (Hernal, 2010)
Patel, dkk (2015) mengatakan anak yang mengalami kejang demam berulang
dan komplek memengaruhi kecerdasan, perkembangan bahasa dan gangguan
memori. Sedangkan Najimi, dkk (2013) menjelaskan komplikasi dari kejang
demam meliputi: perkembangan saraf yang tertunda (20%), cacat neurologi
(10%) dan ketidakmampuan belajar (5%). Sebagian besar kasus penyakit
kejang demam dapat sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi
epilepsi (2%-7%) dengan angka kematian 0,64%-0,75%. Prevalensi kasus ini
di Indonesia mencapai 2-5% anak berumur 6 bulan sampai dengan 3 tahun dan
30% diantaranya akan mengalami kejang demam berulang. Terbanyak
bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai
dengan 22 bulan. insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia
18 bulan(Ismet, 2017).
Dari beberapa pengertian diatas banyaknya kasus yang terjadi pada anak
yang mengalami kejang demam adalah menjadi latar belakang dari penulisan
laporan ini dalam praktik keperawatan diharapkan laporan ini dapat menjadi
salah satu penamba pengetahuan bagi pembaca dalam menangani kasus kejang
demam pada anak.

2. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan gambaran Asuhan Keperawatan pada anak dengan
Diagnosa Kejang Demam

b. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep dasar tentang penyakit Kejang Demam pada
Asuhan Keperawatan Anak.
2. Mendiskripsikan pengkajian keperawatan anak dengan Diagnosa
Kejang Demam
3. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Anak dengan Diagnosa
Kejang Demam
4. Merencanakan intervensi keperawatan pada Anak dengan Diagnosa
Kejang Demam
5. Untuk memenuhi syarat sebelum melakukan praktik klinik dalam
lingkup keperawatan anak.

3.Manfaat laporan

1.Bagi Perawat
Laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah
wacana bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan anak dengan
gangguan kejang demam.

2.Bagi Institusi Pendidikan


Manfaat praktis bagi instansi akademik yaitu dapat digunakan sebagai
referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan tentang asuhan keperawatan anak dengan kejang demam.

3.Bagi Mayarakat atau Klien


Meningkatkan pengetahuan dan kesehatan pada anak yang mengalami
kejang demam
BAB II
KONSEP DASAR

A. Konsep Anak

1. Definisi Anak
Menurut Lesmana (2012), secara umum dikatakan anak adalah seorang
yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang
laki laki meskipun tidak melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.
Menurut World Health Organization (WHO) definisi anak adalah dihitung
sejak seseorang berada didalam kandungan sampai berusia 19 tahun. Anak
adalah asset bangsa yang akan meneruskan perjuangan bangsa, sehingga harus
dipertahankan pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI, 2014).
UNICEF sendiri mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia
antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang
belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang
Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2016: 19)
Jadi kesimpulan dari pengertian anak sendiri adalah seseorang yang
dilahirkan dari hasil hubungan seksual laki laki dan perempuan yang dihitung
sejak berada dalam kandungan sampai berusia 19 tahun atau sebelum menikah.

2. Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan anak


Masa anak toodler(1-3tahun), pada masa ini kecepatan pertumbuhan mulai
menurun dan terdapat perkembangan kemajuan dalam motorik halus serta
fungsi eksresi. Periode ini merupakan masa yang sangat penting karena
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada balita akan menentukan dan
mempengaruhi tumbuh kembang anak selanjutnya. Setelah lahir sampai usia 3
tahun kehidupannya, pertumbuhan serabut-serabut syaraf dan cabang-
cabangnya sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks
(Depkes RI, 2016).
Menurut Piaget anak mampu mengoperasionalkan apa yang ada dipikiran
melalui tindakan yang dipikirkannya. Masa ini anak masih bersifat egosentris.
Sedangkan menurut Freud, anak mulai menunjukan keakuannya dan sangat
egoistik dan narsisistik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri. Pada masa ini anak
mulai mempelajari tentang anggota tubuh, dan tugas yang dapat dilakukan
adalah dengan menjaga kebersihan diri. Namun pada fase ini anak memiliki
masalah yaitu sifat yang obsesif, pandangan sempit, bersikap introvert atau
ekstrovert impulsive atau dorongan untuk membuka diri, tidak rapi, dan
kurang pengendalian diri(Dewi, 2017).
Tahapan perkembangan anak sesuai umurnya disebut dengan tonggak tumbuh
kembang atau milestone.
Anak-anak mencapai tonggak tumbuh kembang secara bertahap mulai dari
lahir sampai setahun atau masa bayi, masa toddler, pra-sekolah, sampai awal
sekolah ketika umurnya menginjak 8 tahun. Tahapan perkembangan anak
sesuai umurnya:

1. Masa Bayi (Infancy)


Fase ini berlangsung sejak usia 0 hingga 12 bulan. Bayi dari lahir sampai
umur 3 bulan awalnya mengandalkan sinyal menangis untuk memberikan
tanda lapar, tidak nyaman, atau mengantuk. Setelah itu, kemampuan bahasa,
koordinasi sensori motorik, dan sosial bakal dibentuk orangtua dan
lingkungannya.

2. Masa Toddler
Fase perkembangan anak ini terjadi mulai usia 1 sampai 3 tahun. Pada fase
ini, si kecil mulai merangkak, berjalan, hingga berlari dengan cepat.
Perkembangan motorik si Kecil juga berlangsung cepat di fase ini.
Kemampuan bahasa, sosial, dan kecerdasan anak bakal memengaruhi
perkembangannya di masa selanjutnya.

3. Masa Pra-Sekolah
Pada fase ini, perkembangan si kecil mulai mengarah kepada
perkembangan kemandirian dan sosialisasinya. Kemudian, perkembangan
motorik, bahasa, sosial, dan emosionalnya cenderung akan menetap hingga di
waktu kedepannya. Masa ini dilalui saat anak mulai menapaki usia 5 hingga 6
tahun.

4. Masa Awal Sekolah


Menginjak umur 7 tahun sampai sekitar umur 11 tahun ketika anak sudah
masuk sekolah, si kecil yang sudah punya rutinitas bakal lebih mandiri. Anak
pada usia ini bakal mengalami peningkatkan kemampuan berpikir, banyak ide
baru, bisa membincangkan topik yang lebih rumit, sampai mulai punya
sahabat.

5.Masa Remaja
Menurut King (2012) remaja merupakan perkembangan yang merupakan
masa transisisi dari anak-anak menuju dewasa. Masa ini dimulai sekitar pada
usia 12 tahun dan berakhir pada usia 18 sampai 21 tahun. Masa tersebut
berlangsung dari usia 12 sampai 21 tahun, dengan pembagian sebagai berikut:
a. Masa remaja awal (Early adolescent) umur 12-15 tahun.
b. Masa remaja pertengahan (middle adolescent)umur 15-18 tahun
c. Remaja terakhir umur (late adolescent 18-21 tahun.

6.Masa Dewasa
Dewasa adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia
belasan tahun atau awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir pada usia
tigapuluhan tahun. Ini adalah masa
pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karier,
dan bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan
seseorang secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak anak.

7.Masa Lansia
Masa lanjut usia adalah salah satu masa hidup manusia yang dimulai ketika
menginjak usia 60 ke atas Pada masa ini, manusia mulai mengalami penurunan
fungsi organ tubuh. Hal tersebut disebabkan, sel manusia mengalami penuaan.
Sel menjadi makin besar dan tua, namun kehilangan kemampuan pembelahan
dan perkembangbiakan secara normal.

3. Kebutuhan Dasar Anak untuk Tumbuh Kembang

Menurut Kemenkes RI (2020) kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan


berkembang secara umum dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Kebutuhan fisik-biologis (asuh)
Meliputi beberapa aspek yaitu :
1. Pangan/gizi.
2. Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian ASI,
penimbangan bayi/anak secara teratur, pengobatan apabila sakit.
3. Papan/pemukiman yang layak.
4. Hygiene perorangan atau sanitasi lingkungan.
5. Sandang.
6. Kesegaran jasmani dan rekreasi.
b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih)
Hubungan yang erat antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak untuk
menjamin tumbuh kembang yang selaras secara fisik,mental, maupun
psikososial. Kasih sayang yang kurang akan berdampak negative pada tumbuh
kembang anak secara fisik,mental, psikosoial.
c. Kebutuhan stimulasi mental (asah)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan
pelatihan) pada anak. Perlunya stimulasi pada anak sejak dini untuk
mengembangkan kemampuan sensorik,motorik, emosi-sosial, bicara, kognitif,
kemandirian, kreativitas,dan spiritual anak.
B. Konsep Dasar Medis

1. Definisi Kejang Demam


Kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang paling umum
terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi sistem saraf
pusat. Kejang demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan jarang
sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia 3 tahun. Kejang demam dapat
terjadi bila suhu tubuh diatas 38◦C dan suhu yang tinggi dapat menimbulkan
serangan kejang. Menurut International League Against Epilepsy (ILAE)
(1993, dalam Pellock, 2014)

Setiap anak dengan kejang demam memiliki ambang kejang yang berbeda
dimana anak dengan ambang kejang yang rendah terjadi apabila suhu tubuh 38
derajat Celsius tetapi pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi
terjadi pada suhu 40 derajat Celsius bahkan bisa lebih dari itu. Demam dapat
terjadi setiap saat dan bisa terjadi pada saat setelah kejang serta anak dengan
kejang demam memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit
demam kontrol (Newton, 2015).

Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam


merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang
berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem saraf
pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang
simptomatik lainnya. Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana kejang dari
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kejang demam adalah bangkitan kejang
biasanya terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial, biasanya terjadi antara umur 3
bulan dan 5 tahun(Deliana, 2016).

Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah


bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan
5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab lain(Deliana, 2016).

Jadi dari berbagai pengertian ahli dapat disimpulkan bahwa kejang demam
adalah suatu gangguan pada anak yang terjadi karena adanya peningkatan
kenaikan suhu tubuh yang berlebihan akibat dari proses infeksi virus ataupun
adanya gangguan pada neurologi pada anak , anak yang mengalami kejang
demam biasanya berusia 2 bulan sampai dengan 5 tahun.
2. Etiologi
Penyebab kejang demam Menurut Risdha (2014) yaitu:

Faktor –faktor perinatal, malformasi otak kongenital:

a. Faktor genitika

Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejangdemam, 25 50%


anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam.

b. Penyakit infeksi
 Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis, tonsillitis,
otitis media.
 Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab
demam berdarah).
c. Demam

Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam tinggi.

d. Gangguan metabolisme

Gangguan metabolism seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah


kurang dari 30 mg% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg%
pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau hiperglikemia.

e. Trauma.

Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala

f. Neoplasma,toksin.

Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka
merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan
dan kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat.

g. Gangguan sirkulasi.
h. Penyakit degeneratif susunan saraf

3. Tanda dan Gejala


Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Pada saat kejang biasanya
mengalami :
 hilang kesadaran,
 tangan dan kaki kaku,
 tersentak sentak atau kelojotan,
 mata berputar-putar sehingga hanya putih mata yang terlihat.
 Anak tidak responsive untuk beberapa waktu,
 napas akan terganggu
 kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya.

Namun, keadaan tersebut tidak terjadi dalam waktu yang lama dan anak
kemudian,akan segera normal kembali (Sudarmoko, 2017).

4. Potofisiologi
Pada demam, kenaikan suhu 1° C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran
listrik. dengan bantuan ”neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-
tiba ini dapat menimbulkan kejang.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion klorida.
Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik(Labir &
Mamuaya, 2017). Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat
(Judha & Rahil, 2011).

Patofisiologi kejang demam masih belum jelas, tetapi faktor genetik


memainkan peran utama dalam pengambilan sampel darah dilakukan saat
pasien datang di kerentanan kejang. Kejadian kejang demam dipengaruhi oleh
usia dan maturitas otak. Postulat ini didukung oleh fakta bahwa sebagian besar
(80-85%) kejang demam terjadi antara usia 6 bulan dan 5 tahun, dengan
puncak insiden pada 18 bulan.(Nurindah et al., 2014)

5. Komplikasi
Kompikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah :

a. Kerusakan neorotransmiter Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya


sehingga dapat meluas keseluruh sel ataupun membrane sel yang
menyebabkan kerusakan pada neuron.
b. Epilepsi Kerukan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian
hari sehingga terjadi serangan epilepsy yang sepontan
c. Kelainan anatomi di otak Serangan kejang yang berlangsung lama yang
dapat menyebabkan kelainan diotak yang lebih banyak terjadi pada anak
berumur 4 bulan sampai 5 tahun
d. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam

6. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan medis
a. Bila pasien datang dalam keadaan kejang obat utama adalah diazepam
untuk membrantas kejang secepat mungkin yang diberi secara IV
(intravena), IM (Intra muskular), dan rektal. Dosis sesuai BB:< 10
kg;0,5,0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam spuit 7,5 mg, > 20 kg ;
0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata dipakai 0,3 mg/kg BB/kali dengan
maksimal 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun,dan 10 mg
pada anak yang lebih besar
b. Untuk mencegah edema otak , berikan kortikosteroid dengan dosis 20-
30 mg/kg BB/ hari dan dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya
glukortikoid misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6
jamPenatalaksanaan keperawatan
c. Setelah kejang teratasi dengan diazepam selama 45-60 menit
disuntikan antipileptik dengan daya kerja lama misalnya fenoberbital,
defenilhidation diberikan secara intramuskuler.Dosis awal neonatus 30
mg: umur satu bulansatu tahun 50 mg, umur satu tahun keatas 75 mg.
2. Penatalaksanaan keperawatan
 Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali
adalah ABC ( Airway, Breathing, Circulation.
 Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang rata untuk
mencegah terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah Danger.
 Kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang sudah dibungkus
kasa
 Singkarkan benda-benda yang ada di sekitar pasien yang bisa
menyebabkan bahaya.
 Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
 Bila suhu tinggi berikan kompres hangat
 Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat
 Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit akan
dilepaskan

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan penunjang kejang demam pada


anak(Arief, 2015):

a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lainnya
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium antara lain pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis
adalah 0,6–6,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena
itu, pungsi lumbal dianjurkan pada: 1) Bayi kurang dari 12 bulan – sangat
dianjurkan. 2) Bayi antara 12-18 bulan – dianjurkan. 3) Bayi >18 bulan –
tidak rutin Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan karena
tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan
kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG
masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun,
atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang lebih tinggi namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat.
CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik
yang bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala
dan pencitraan seperti Computed Tomography, scan (CT-scan) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti:
1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2) Paresis nervus VI
3) Papiledema

8. Hospitalisasi Anak dengan Kejang Demam


Kondisi sakit merupakan hal yang sering dialami oleh setiap orang
khususnya anak- anak, karena sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna.
Beberapa masalah penyakit yang terjadi pada anak-anak antara lain demam,
diare, demam berdarah, penyakit pernapasan, termasuk penyakit bawaan sejak
lahir.

Pada kondisi sedang sakit, anak-anak kadang membutuhkan terapi yang


mengharuskan anak harus dirawat inap di rumah sakit (hospitalisasi).
Hospitalisasi merupakan salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan
baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa stressor akan dihadapi saat anak
akan dirawat, selama perawatan hingga sampai pemulangannya kembali ke
rumah. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress bagi anak yang
menjalani hospitalisasi seperti :

1. Perubahan suasana lingkungan; dimana anak yang dirawat akan


merasakan suasana rumah sakit yang berbeda, wajah orang yang banyak tidak
dikenal, bau khas rumah sakit, maupun bunyi yang muncul dari alat kesehatan
yang digunakan pasien, dan lain-lain

2. Orang baru yang tidak dikenal; anak akan merasakan stressor perpisahan
dengan orang yang berarti baginya, seperti anggota keluarga, teman- teman
lingkungan rumah, sekolah,dan lain-lain

3. Faktor berkurang atau hilangnya kekebasan : akibat dirawat maka


terdapat beberapa aturan dan prosedur medis yang harus dilakukan, anak juga
tidak bisa melakukan kegiatan yang rutin dilakukan sebelum dirawat
termasukm aktifitas bermain dan lain-lain
4. Faktor fisik ; akibat kondisi sakitnya anak akan mengalami keadaan
ketidakberdayaan, anak tidak mampu melakukan aktifitas rutinnya yang
biasanya dapat dilakukan secara mandiri, dan lain-lain.

Respon terhadap stressor akan berbeda pada anak, tergantung dari berat
ringannya penyakit, jenis prosedur medis dan perawatan yang dilakukan,
pengalaman sebelumnya, tingkat perkembangan anak berdasarkan usia,
dukungan keluarga, dan kemampuan koping dari anak. Menurut penelitian, hal
yang paling umum terjadi pada anak yang hospitalisasi adalah gangguan
emosional berupa kecemasan, dengan berbagai tingkatan cemas dan
manifestasi yang berbeda berdasarkan usia anak. Bila kecemasan ini tidak
tertangani dengan baik dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik, muncul sikap
tidak kooperatif dalam program pengobatan, dan mempengaruhi hasil program
terapi. Gangguan perkembangan juga merupakan salah satu dampak negatif
dari hospitalisasi.

Peran petugas kesehatan di rumah sakit sangat penting dalam mengurangi


respon stress anak terhadap hospitalisasi, dengan tetap melibatkan orang tua
sebagai support sistem terdekat. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan dampak hospitalisasi bagi anak, yaitu :

1. Berikan informasi kepada anak dan keluarga secara adekuat

Penjelasan selayaknya sudah harus diberikan sejak masa persiapan anak


akan dirawat baik tentang rencana prosedur medis awal maupun lingkungan
rumah sakit yang akan dihadapi (fasilitas rumah sakit, siapa yang terlibat
dalam perawatan, dan lain-lain). Penjelasan juga harus diberikan selama
perawatan untuk setiap tindakan atau prosedur yang akan dilakukan.
Pemberian informasi yang adekuat terbukti dapat menurunkan kecemasan
orang tua dan ketakutan bagi anak yang menjalani hospitalisasi, dan bahkan
mereka akan mendukung program pengobatan. Prinsip yang harus
diperhatikan bahwa ketakutan akan ketidaktahuan (fantasi) lebih besar
daripada ketakutan yang diketahui. Metode penjelasan pada anak harus
disesuaikan dengan usia, kondisi, dan tahap perkembangan anak, misal
dengan metode terapi bermain dengan alat bantu seperti boneka, miniatur
peralatan rumah sakit; metode cerita/ dongeng dengan alat bantu
menggunakan buku- buku bacaan, film; metode bemain peran (role play), atau
berupa penjelasan singkat secara langsung.

2. Menghadirkan orang tua atau orang terdekat selama anak dirawat

Sebagian besar rumah sakit telah menerapkan aturan bahwa untuk pasien
anak diperbolehkan orang tua untuk menunggu, dan diperbolehkan anggota
keluarga lain untuk berkunjung. Hal ini untuk mengatasi stressor perpisahan
anak dengan orang- orang dicintainya, dan akan menimbulkan rasa nyaman
dan ketenangan bagi anak. Namun hal ini dengan tetap memperhatikan kondisi
anak dan resiko keamanan bagi pengunjung tersebut. Bilamana tidak
memungkinakn bagi anak untuk dikunjungi, maka oraang tua dapat
menghadirkan benda sebagai pengganti seperti foto, audiotape atau rekaman
video kebersamaan anak dan orang tua.

3. Mempertahankan rutinitas kegiatan anak saat hospitalisasi

Perubahan jadwal dan hilangnya ritual aktifitas bagi anak dapat


menimbulkan stress bagi anak. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap
kondisi anak dan dapat memberikan saran aktifitas anak yang tetap dapat
dilakukan selama hospitalisasi dengan modifikasi kegiatan atau pelaksanaan
waktu, seperti tetap mengizinkan anak membawa barang mainannya dan
bermain di tempat tidur, menonton televisi, tetap sekolah melalui media
elektronik, dan lain-lain.

4. Komunikasi efektif untuk meningkatkan pemahaman

Untuk menjamin keefektifan komunikasi terutama untuk anak dengan


gangguan perkembangan, maka harus dipilih metode dan media yang sesuai.
Penggunaan alat- alat tertentu, seperti social script book, alat distraksi (alat
bermain) mungkin diperlukan.

5. Penataan ruang rawat dan program bermain

Untuk mendukung perawatan anak yang optimal selama hospitalisasi,


rumah sakit selayaknya dapat memfasilitasi ruangan khusus bagi anak dengan
penyediaan perabotan yang berwarna cerah dan sesuai dengan usia anak,
dekorasi ruangan yang menarik dan familiar bagi anak, serta adanya ruangan
bermain yang dilengkapi berbagai macam alat bermain. Peran perawat adalah
tetap memilah kriteria kondisi anak yang diperbolehkan bermain di ruang
bermain dan berinovasi dalam jenis terapi bermain yang bersifat terapetik bagi
anak yang hospitalisasi.

6. Menerapkan Family Center Care

Pelibatan keluarga dalam perawatan pasien dikenal dengan Family


Centered Care (FCC) atau keperawatan berpusat pada keluarga telah menjadi
tren dalam perawatan anak di rumah sakit. Perawatan berpusat pada keluarga
terbukti bermanfaat bagi pasien, keluarga, dan petugas kesehatan. Perawatan
berpusat pada keluarga memungkinkan dokter, perawat, dan petugas kesehatan
lain memberikan perawatan yang memenuhi kebutuhan anak dan keluarga,
menghormati perspektif dan pilihan pasien dan keluarga, berbagi informasi,
pelibatan keluarga dalam perawatan dan pengambilan keputusan serta
kolaborasi antara petugas kesehatan dengan keluarga sehingga dapat
mengurangi tekanan anak dan orang tua selama menjalani rawat inap di rumah
sakit. Pelibatan keluarga ini mampu memberikan hasil yang positif bagi
keluarga dan anak dengan memenuhi kebutuhan orang tua dan anak.

9. PATWAY KEJANG DEMAM


B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian
Teori pengkajian pada anak kejang demam (Nursalam, 2013) yaitu:

A. Identitas
1. Pengkajian identitas anak berisi tentang : nama, anak yang ke, tanggal
lahir/umur, jenis kelamin, dan agama.
2. Pengkajian identitas orang tua berisi tentang : nama, umur, pekerjaan,
pendidikan,agama, dan alamat.

B. Alasan Dirawat

1. Keluhan utama seperti perasaan tidak enak badan, lesu, pusing, nyeri
kepala dan kurang bersemangat, serta nafsu makan menurun (teutama
pada saat masa inkubasi).
2. Riwayat Penyakit
 Apakah anak pernah mengalami sakit sebelumnya.
 Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang bersifat menular
dan menurun.

C. Riwayat Anak

 Perawatan anak dalam masa kandungan.


 Perawatan pada waktu kelahiran.

D. Riwayat imunisasi

E. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual Dalam Kehidupan Sehari-hari

1) Bernafas : bagaimana suara nafas anak, ada tidaknya kesulitan bernafas


yang dialami oleh anak, serta keluhan lain yang dirasakan anak.

2) Pola Nutrisi (makan dan minum) : tanyakan pada pasien atau keluarga
berapa kali makan dan minum dalam satu hari.

3) Eliminasi (BAB/BAK) : kaji pola BAB dan BAK pad anak. Pada BAB
tinjau konsistensi, warna, bau, dan ada atau tidaknya darah. Pada BAK
tinjau volume,warna, bau.

4) Aktifitas : kaji permainan yang paling disukai pada anak, dan kapan
waktu bermainnya.
5) Rekreasi : kemana dan kapan biasanya anak diajak berekreasi.

6) Istirahat dan tidur : kaji pola tidur anak pada siang dan malam hari, dan
berapa lama. Ada tidaknya kesulitan tidur yang dialami oleh anak.

7) Kebersihan diri : kaji berapa kali anak mandi dalam 1 hari, ada
membantu atau tidak. Bagaiman dengn kebersihan kuku atau rambut.

8) Pengaturan suhu tubuh : Suhu anak diukur apakah normal, hipotermi


ataukah mengalami Hipertermia.

9) Rasa nyaman : kaji kondisi dan keadaan anak saat mengobrol dengan
orang lain.

10) Rasa aman : kaji lingkungan tempat anak bermain, apakah sudah aman
dari benda-benda tajam dan berbahaya. Bagaimana pengawasan orang
tua ketika anak sedang bermain.

11) Belajar (anak dan orang tua) : kaji pengetahuan orang tua dalam
merawat dan mendidik anak.

12) Prestasi : kaji bagaimana pencapaian dan kemampuan anak mengenai


tingkah laku social, gerak motoric harus, bahasa, dan perkembangan
motoric kasar.

13) Hubungan sosial anak : kaji bagimana hubungan anak dengan orang
tua,keluarga lain serta teman-temannya. Siapakah orang yang paling
dekat dengan anak.

14) Melaksanakan ibadah (kebiasaan, bantuan yang diperlukan terutama


saat anak sakit) : apa agama yang dianut dan bagaimana pelaksanaan
ibadah yang dilakukan oleh anak.

F. Penyakit Yang Pernah Diderita : kaji jenis penyakit, akut / kronis /


menular / tidak, umur saat sakit, lamanya, dan pertolongan.

G. Kesehatan Lingkungan : kaji bagaimana keadaan lingkungan tempat


tinggal anak mengenai ketersediaan air bersih dan sanitasi/ventilasi
rumah.

H. Pertumbuhan dan Perkembangan (0-6 tahun).

I. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum yang meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah,


warna kulit, tonus otot, turgor kulit, udema.
2) Pemeriksaan Head to Toe

a) Kepala : kaji mengenai bentuk kepala, ada tidaknya lesi, kebersihan kulit
kepala, jenis rambut, tekstur rambut, warna rambut dan pertumbuhan
rambut.

b) Mata : kaji bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,


keadaan kornea, sclera, bulu mata, ketajaman penglihatan, dan reflex
kelopak mata.

c) Hidung : kaji mengenai kebersihan, adanya secret, warna mukosa hidung,


pergerakan/nafas cuping hidung, juga adanya gangguan lain.

d) Telinga : Kaji kebersihan, keadaan alat pendengaran, dan kelainan yang


mungkin ada.

e) Mulut, terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan
pecahpecah.Lidah tertutup selaput kotor yang biasanya berwarna putih,
sementara ujung tepi lidah berwarna kemerahan.

f) Leher : kaji adanya pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk,


pergerakan leher.

g) Thoraks : kaji mengenai bentuk dada, irama pernafasan, tarikan otot


bantu pernafasan, serta adanya suara nafas tambahan.

h) Jantung : kaji bunyi serta pembesaran jantung pada anak.

i) Persarafan : kaji reflek fisiologis atau reflek patologis yang dilakukan


oleh anak.

j) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisanya terjadi


konstipasi, atau diare dan bahkan bisa saja normal, kulit teraba hangat
dan kemerahan.

k) Ekstremitas : kaji tentang pergerakan, kelainan bentuk, reflex lutut dan


adanya edema.

j. Pemeriksaan Genetalia

1) Alat kelamin : kaji mengenai kebersihan dan adanya lesi.

2) Anus : kaji mengenai keadaan dan kebersihan, ada tidaknya lesi da nada
tidaknya infeksi.
k. Antropometri (ukuran pertumbuhan)

Pengukuran antopometri meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar kepala


lingkar dada, dan lingkar lengan.

l. Pemeriksaan Penunjang

1) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

2) Biakan empedu basil salmonella thyphosa dapat ditemukan dalam darah


pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan
dalam urine dan faeces.

3) Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yng


diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai
1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif.

m. Hasil Observasi

Tuliskan respon umum anak dengan keluarganya serta hal-hal baru yang
diberikan kepadanya, bentk interaksi kepada orang lain, cara anak
mengungkapkan keinginannya, serta kontradiksi prilaku yang mungkin
ditunjukan anak.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah keperawatan atau proses kehidupan yang didalamnya baik
yang berlangsung actual maupun potensial.(SDKI DPP PPNI, 2017).

Diagnosa keperawatan pada anak kejang demam:

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit


2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
4. Risiko cedera dibuktikan dengan perubahan fingsi psikomotor
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan anak.
6. Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kejang
demam.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan Keperawatan Pada Anak Kejang Demam

Diagnosa Keprawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


(SLKI) (SIKI)
Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan a. Monitor suhu tubuh a.Untuk mengetahu suhu
penyakit tindakan keperawatan b. Monitor komplikasi hipertermia tubuh yang abnormal
selama ..x 24 jam. c. Longgarkan atau lepaskan pakaian b.Komplikasi yang tidak
Diharapkan suhu dalam d. berikan cairan oral tepat mampu
batas normal. Dengan e. lakukan tindakan memperburuk keadaan
kriteria hasil : nonfarmakologi (kompres air c.agar keringat mampu
hangat) keluar
a.Suhu tubuh f. Anjurkan tirah baring d.agar tidak terjadi
membaik g. Kolaborasi pemberian cairan dan dehidrasi
b. Tekanandarah elektrolit e.kompres air hangat
membaik h. Kolaborasi pemberian mampu menurunann
c.Akral hangat. obat antipiretik demam
f.tirah baring yang cukup
mampu mengurangi
suhu klien
g.pemberian cairan yang
tepat mampu mencegah
terjadinya dehidrasi
h.pemberian obat demam
mampu menurunkan
suhu badan
Defisit pengetahuan Setelah dilakukan a. Jelaskan penyebab dan a. yang tepat
berhubungan dengan kurang tindakan keperawatan factor penyakit mampu
terpapar informasi selama .. x 24 jam b. .jelaskan tanda dan gejala memberikan
diharapkan informasi yang ditimbulkan oleh informasi yang baik
dapat diterima. Dengan penyakit b. infromasi tanda
kriteria hasil : dan gejala
c. jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi mampu
a.Perilaku sesuia memberikan
anjuran meningkat informasi yang
b.Perilaku sesuai tepat
dengan pengetahuan
c. guna
memberi informasi
yang
Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi Teknik relaksasi 1. Agar gangguan rasa
berhubungan dengan gejala keperawatan selama ..x yang pernah efektif digunakan nyaman dapat
penyakit 24jam.Diharapkan . teratasi
Gangguan rasa nyaman 2. Monitor respons terhadap 2. Untuk mengetahui
berkurang . terapi relaksasi reaksi setelah terapi
Dengan kriteria hasil: 3. Ciptakan lingkungan tenang 3. Agar meningkatkan
Kriteria hasil: dan tanpa gangguan dengan kenyamanan
suhu tubuh 36-37,50C, N: pencahayaan dan suhu ruang 4. Supaya pasien lebih
110-120x/menit, RR: 30- nyaman, jika memungkinkan tenang dan nyaman.
40x/menit, kesadaran 4. Gunakan nada suara lembut 5. Untuk menurangi
composmentis, dengan irama lambat dan rasa bosan atau
anak tidak rewel berirama. jenuh
5. Anjurkan mengambil posisi
nyaman

Risiko cedera dibuktikan Setelah dilakukan 1. Monitor karakteristik kejang 1. Penurunan


dengan perubahan fingsi tindakan 2. Baringkan pasien agar tidak tingkat kesadaran
psikomotor keperawatan selama ..x terjatuh menyebabkan klien
24 3. Pertahankan kepatenan jalan susah untu bernafas
jam. mengurangi risiko nafas 2. Agar tidak terjadi
cedera saat terjadinya 4. Damping salaam periode cidera .
kejangDengan kriteria hasil kejang 3. Pertahankan jalan
5. Catat durasi kejang nafas yang tepat
suhu tubuh 36-37,50C, N: mampu mencegah
110-120x/menit, RR: 30- perburukan kondisi
40x/menit, kesadaran 4. Untuk mengawasi
composmentis bertambahnya
kondisi
5. Untuk
mengidentifikasi
jenis kejang .
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda ansietas 1. Guna
dengan perubahan tindakan keperawatan 2. Ciptakan suasana agar mempermudah
lingkungan anak. selama ..x 24 jam nyaman mengkaji saat
diharapkan ansietas tidak 3. Gunakan pendekatan Bersama klien
terjadi. yang tenang dan meyakinkan 2. Lingkungan yang
Dengan kriteria hasil : 4. Jelaskan setiap prosedur aman mampu
a.Tidak ada yang ingin dilakukan. membuat kondisi
menunjukan perilaku gelisah anak stabil
b.Mampu 3. Pendekatan yang
berkonsentrasi Ketika tepat mampu
berbicara dengan perawat mengurangi cemas
c.Ada kontak mata. 4. Informasi yang
tepat mampu
mengurangi cemas
Resiko pola napas Tujuan : 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Mengetahui berapa
tidak efektif Pola napas menjadi normal kedalaman, dan upaya napas frekuensi napas pasien
berhubungan Kriteria hasil: 2. Monitor pola napas (seperti 2. Mengmantau
dengan Gangguan RR stabil bradipnea, takipnea, adanya suara
neurologis (mis. (frekuensi pernapasan bayi hiperventilasi, Kussmaul, Ch tambahan saat
Elektroensefalogram baru lahir adalah 30 sampai eyne-Stokes, Biot, ataksik0 melakukan
(EEG) positif, 60 kali per menit, balita 24 3. Monitor kemampuan batuk pernapasan
cedera kepala, sampai 40 kali per menit, efektif 3. Memberikan rasa
gangguan kejang) anak pra sekolah 22 sampai 4. Monitor adanya produksi nyaman pada saat
34 kali per menit, sputum bernapas
anak usia sekolah 18 sampai 5. Monitor adanya sumbatan 4. Adanya produksi
30 kali per menit, remaja 12 jalan napas sputum yang
sampai 16 kali per memnyebabkan
menit, usia dewasa 12 sumbatan
sampai 20 kali per menit,) 5. Produksi sputum
Tampak bersemangat. yang berlebih akan
menghalangi pola
napas.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ke empat dari proses keperawatan . tahap ini
muncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Tindakan yang
dilakukan mungkin sama mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah di
buat pada perencanaan. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibelitas
dan kreatifits perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus
mengetahui tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan
yang sudah direncanakan, dilakukan dengan rencana yang tepat,aman,serta
sesuai dengan kondisi pasien (Ode Debora, 2013).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tindakan evaluasi
mengacu pada penilaian, tahapan dan perbaikan serta bagaimana reaksi pasien dan
keluarga terhadap perencanaan yang telah diberikan. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tujuan dan kriteria hasil tercapai, pasien bisa pulang dan
melakukan rawat jalan (Judha, 2018).
Evaluasi adalah suatu penentuan apakah permasalahan sudah teratasi dengan
sepenuhnya atau belun dan suatu keputusan apakah dilanjutkan perawatan atau di
berhentikan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Menurut World Health Organization (WHO) definisi anak adalah dihitung sejak
seseorang berada didalam kandungan sampai berusia 19 tahun. Anak adalah asset
bangsa yang akan meneruskan perjuangan bangsa, sehingga harus dipertahankan
pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI, 2014).
Tahapan perkembangan anak sesuai umurnya:Masa Bayi (Infancy),Masa
Toddler,Masa Pra-Sekolah, Masa Awal Sekolah,Masa Remaja ,Masa Dewasa,Masa
Lansia
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami
kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejang demam adalah
kejang sering terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun dan
berhubungan dengan demam serta tidak adanya infeksi ataupun kelainan lain yang
jelas di intracranial(Arifuddin Adhar, 2016).
Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Pada saat kejang biasanya
mengalami :
 hilang kesadaran,
 tangan dan kaki kaku,
 tersentak sentak atau kelojotan,
 mata berputar-putar sehingga hanya putih mata yang terlihat.
 Anak tidak responsive untuk beberapa waktu,
 napas akan terganggu kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya
langnkah untuk menolong anak yang mengalami kejang demam:

1. Letakkan anak di tempat yang datar dan luas, sehingga anak tidak terbentur atau
tertimpa benda tertentu saat kejang.
2. Posisikan anak tidur menyamping untuk mencegahnya tersedak saat kejang.
3. Longgarkan pakaiannya, terutama pada bagian leher.
4. Jangan memaksa untuk menahan gerakan tubuh anak. Cukup jaga agar posisi
tubuhnya tetap aman.
5. Jangan memasukkan benda apa pun ke mulutnya, termasuk minuman, sendok,
atau obat-obatan.
6. Panggil nama anak atau ucapkanlah kata-kata yang menenangkan agar anak
merasa lebih nyaman.
7. Catat berapa lama anak mengalami kejang.
8. Amati kondisinya saat kejang, terutama bila dia kesulitan bernapas atau wajahnya
menjadi pucat dan kebiruan. Ini menandakan bahwa ia kekurangan oksigen dan
membutuhkan penanganan medis secepatnya.
9. Jika memungkinkan, rekam kejadian saat anak sedang kejang, sehingga dokter
bisa mengetahui dengan pasti seperti apa kejang yang dialami anak.
SARAN

Sangat diharapkan adanya pengawasan dan penatalaksaan menyeluruh dari


kelompok yang beresiko tinggi untuk tipe kejang demam, untuk hal ini diperlukan
kerjasama yang baik antara orang tua penderita, keluarga, dan pihak medis.
Perlunya penlngkatan pengetahuan masyarakat terhadap pengetahuan mengenai
kejang demam ini, sehingga kepanikan dapat dihindari. Terutama meningkatkan
pengetahuan keluarga kelompok dengan resiko tinggi kejang demam. Kejang
demam adalah suatu kasus yang sangat menarik, dan perlu digali lebih lanjut demi
kemajuan pengetahuan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Sofyan Ismael, dkk.REKOMENDASI Penatalaksanaan Kejang Demam.Badan


Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia IKATAN DOKTER ANAK
INDONESIA .2016
Dadiyanto Dwi W, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang ; Badan
Penerbit Universitas Diponegoro; 2011 4
Fuadi, Tjipta Bahtea, Noor W. Faktor Resiko Bangkitan Kejang Demam Pada Anak.
Sari Pediatri. 2010;12(3):142-9.
Kharunnisa I, Syarief I, Rahmatini. Gambaran Elektrolit dan Gula Darah Pasien
Kejang Demam yang Dirawat di Bangsal Anak RSUP Dr. M. Djamil. Jurnal
Kesehatan Andalas : 2013
TIM POKJA SIKI DPP PPNI, Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan .Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia; 2018
TIM POKJA SIKI DPP PPNI, Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan .Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia; 2017
TIM POKJA SIKI DPP PPNI, Standart Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan .Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia; 2019
(Dewi, 2014). (2017). FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENANGANAN PERTAMA DI PUSKESMAS ( Related Factors With The
First Handling Of Febrile Convulsion In Female Children 6 Months - 5 Years
In The Health Center ). 1(1), 32–40.
Arief, R. F. (2015). Penatalaksanaan Kejang Demam. Cermin Dunia Kedokteran232,
42(9), 658–659.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/article/download/
8333/6614
Arifuddin Adhar. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian Kejang Demam. Jurnal
Kesehatan Tadulako, 2(2), 61.
Deliana, M. (2016). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, 4(2), 59.
https://doi.org/10.14238/sp4.2.2002.59-62
Irdawati. (2009). Kejang demam dan penatalaksanaannya. Berita Ilmu Keperawatan,
2 No.3(September), 143–146.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/2377/KEJANG DEMAM
DAN PENATALAKSANAANNYA.pdf?sequence=1
Ismet, I. (2017). Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu, 1(1), 41.
https://doi.org/10.26891/jkm.v1i1.13
Andayani, 2019. Pengaruh Atraumatic Care: Audiovisual dengan Portable DVD
terhadap Hospitalisasi pada Anak. Diakses tanggal 20 November 2019
tami, Yuli. (2014). Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak. Jurnal
Ilmiah WIDYA (Volume 2 Nomor 2 Hal 9-20).

Anda mungkin juga menyukai