Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila
Dosen Pengampu :

Di susun Oleh :
 Anjariyah Arianty (221100828)
 Marsha Nur Faizah (221100848)
 Muhammad Afiq (221100851)
 Hasan Safrudin (221100769)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN UNIVERSITAS ALMA ATA
YOGYAKARTA
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Pancasila Sebagai Ideologi
Negara”
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidak lain untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pancasila yang di ampu oleh .
Pada kesempatan ini, penyusun juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada, selaku dosen yang mengajar mata kuliah Pancasila serta semua
pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
karena penyusun masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 29 September 2022

Penyusun
Kelompok 8

2
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR............................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. 3
BAB I.......................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN...................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang.............................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................ 4
C. Tujuan.............................................................................................................................................. 4
BAB II........................................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN........................................................................................................................................ 5
A. Evaluasi........................................................................................................................................... 5
B. Tujuan Evaluasi Pembelajaran................................................................................................ 5
C. Manfaat Penilaian Hasil Belajar............................................................................................... 7
D. Jenis-Jenis Tes Hasil Belajar..................................................................................................... 7
E. Ujian Nasional............................................................................................................................. 12
BAB III..................................................................................................................................................... 13
KESIMPULAN........................................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................. 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar
Belakang
Setiap bangsa dan negara yang ingin berdiri kokoh kuat, tidak mudah terombang-ambing
oleh kerasnya persoalan hidup berbangsa dan bernegara, sudah barang tentu perlu memiliki
dasar negara dan ideologi negara yang kokoh dan kuat pula. Tanpa itu, maka bangsa dan
negara akan rapuh.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia yang
memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk
menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi.
Sejarah Lahirnya Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara Ideologi dan dasar negara kita
adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila. Kelima sila itu adalah: Ketuhanan yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusayawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah oleh
bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di Indonesia, misalnya
bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda.
Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI terdapat
kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram,
Ternate, dan Tidore.
Setelah Indonesia diberi kesempatan oleh jepang yang ketika itu jepang telah ditundukkan
oleh pasukan sekutu, dengan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia melalui organisasi
berupa BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) dan PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai) untuk merintis
kemerdekaan Indonesia di bawah kekuasaan jepang.

B. Rumusan Masalah
1) Apa arti dari pancasila sebagai ideologi negara?
2) Apa makna ideologi bagi Negara?
3) Apa fungsi ideologi bagi Negara?
4) Apa maksud dari Pancasila sebagai Ideologi terbuka?
5) Apa hubungan Pancasila dengan agama?
6) Apa hubungan Pancasila dengan ideologi dunia?

C. Tujuan
1) Dapat menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara.
2) Dapat menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara.
3) Dapat menunjukan sikap positif terhadap pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
4) Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pancasila sebagai ideologi negara
Pancasila sebagai ideologi negara berarti Pancasila dijadikan ideologi sebagai pedoman
oleh masyarakat Indonesia dalam menjalankan kehidupannya. Nilai-nilai yang
terkandung dalam kelima asas Pancasila menjadi landasan masyarakat dalam
bersosialisasi, kehidupan beragama, hak asasi manusia, dan bekerja sama. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dijadikan acuan dalam mencapai cita-cita yang berkaitan
dengan aktivitas kehidupan bernegara. Nilai-nilai yang ada dalam Pancasila adalah nilai
yang berupa kesepakatan bersama, dan menjadi sarana pemersatu bangsa.
Peran Pancasila sebagai ideologi negara memberi bimbingan kepada masyarakat
Indonesia dalam menentukan sikap dan tingkah laku. Nilai-nilai yang terkandung dalam
kelima asas Pancasila dijadikan patokan aturan oleh bangsa ini dalam berbuat di
kehidupan bermasyarakat serta bernegara.

A. Makna ideologi bagi negara


Dalam memahami ideologi dan ideologi politik tidaklah cukup hanya dengan melihat
dari sosok pengertiannya, atau hanya berangkat dari definisi-definisi yang telah
dikemukakan para ahli. Makna Ideologi dapat ditemukan dari karakteristiknya. Beberapa
karakteristik suatu ideologi, antara lain :
1. Ideologi sering muncuI dan berkembang dalam situasi krisis
Situasi krisis dimana cara pandang, cara berpikir dan cara berindak yang sebelumnya
dianggap umum dan wajar dalam suatu masyarakat telah dianggap sebagai suatu
yang sudah tidak bisa diterima lagi.Keadaan seperti ini biasanya akan mendorong
muncul munculnya suatu ideologi.
2. Ideologi merupakan pola pemikiran yang sistematis
Ideologi pada dasarnya merupakan ide atau gagasan yang dilemparkan atau
ditawarkan ketengah-tengah arena perpolitikan. Oleh karena itu, ideologi harus
disusun secara sistematis agar dapat diterima oleh warga masyarakat secara
rasional.
3. Ideologi mempunyai ruang lingkup jangkauan yang luas, namun beragam
Dilihat dari dimensi horisontal, ideologi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,
mulai dari penjelasan-penjelasan yang parsial sifatnya sampai kepada gagasan-
gagasan atau pandangan-pandangan komprehensif.
4. Ideologi mencangkup beberapa strata pemikiran dan panutan
Dilihat dari dimensi vertikal, ideologi mencangkup beberapa strata pemikiran dan
panutan, mulai dari konsep yang kompleks dan shophisticated sampai dengan
slogan-slogan atau simbol-simbol sederhana yang mengekspresikan gagasan-gagasan
tertentu sesuai dengan tingkat pemahaman dan perkembangan masyarakat.

B. Fungsi ideologi bagi negara

Tumbuhnya keyakinan da kepercayaan terhadap ideologi tertentu, barangkali bukan satu-


satunya cara, melalui mana manusia bisa memformulasikan dan mengisi kehidupannya.
Ideologi juga mempermainkan fungsinya dalam mengatur hubungan antara manusia dan
masyarakat.setiap kehidupan masyarakat pasti mengharapkan setiap anggotanya dapat
terlibat didalamnya. Untuk itu ideologi dapat membantu anggota masyarakat dalam upaya
5
melibatkan diri dalam berbagai sektor kehidupan. Dsamping fungsinya yang sangat
umum,ideologi juga memiliki fungsi khusus sifatnya, antara lain :
1. Ideologi berfungsi melengkapi struktur kognitif manusia
Sebagai sistem panutan, ideologi pada dasarnya merupakan formulasi ide atau
gagasan melalui ana manusia dapat menerima, memahami, dan sekaligus
menginteptasikan hakikat kehidupan ini.
2. Ideologi berfungsi sebagai panduan
Sebagai suatu panduan, ideologi mencanangkan seperangkat patokan tentang
bagaimana manusia seharusnya bertingkah laku, disamping tujuan dan cara mencapai
tujuan itu.
3. Ideologi berfungsi sebagai lensa
Ideologi merupakan salah satu alat bagi seseorang atau bangsa untuk mengenal dan
melihat dirinya sendiri dan mengharapkan orang lain untuk bisa melihat dan
mengitepretasikan tindakannya yang didasarkan atas ideologinya.
4. Ideologi berfungsi sebagai kekuatan pengendali konflik
Dalam level personal, ideologi dapat membantu setiap individu dalam mengatasi
konflik yang terjadi dalam dirinya ataupun dalam hubungan dengan orang lain. Dalam
kehidupan masyarakat, ideologi juga dapat berfungsi membatasi konflik.

C. Pancasila sebagai ideologi terbuka

Pancasila sebagai ideologi bangsa Ideologi bangsa Indonesia mengandung nilai-nilai dan
gagasan-gagasan dasar yang dapat dilihat dalam sikap, perilaku, dan kepribadian bangsa
Indonesia.
Menurut Alfian, suatu ideologi yang baik harus mengandung tiga dimensi agar supaya dapat
memelihara relevansinya yang tinggi/kuat terhadap perkrmbangan aspirasi masyarakat dan
tuntutan perubahan zaman. Kehadiran ketiga dimensi yang saling berkaitan, saling mengisi,
dan saling memperkuat itu menjadikan ideologi yang kenyal dan tahan uji dari masa ke masa.
Dimensi-dimensi sebagai mana tersebut di atas dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Dimensi Realitas
Ideologi merupakan nilai-nilai dasar yang bersumber dari nilai-nilai yang hidup di dalam
masyarakatnya, terutama pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian, masyarakat
pendukung ideologi itu dapat merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu milik
mereka bersama.
b. Dimensi Idealitas
Ideologi ini mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan
bermasyarakat, bebangsa, dan bernegara. Dengan demikian, bangsa yang memiliki ideologi
adalah adalah bangsa yang telah mengetahui kearah mana mereka akan membangun bangsa
dan negaranya.
c. Dimensi Fleksibilitas
Ideologi harus memberikan ruang yang memungkinkan berkembangnya pemikiran-
pemikiran baru tentang ideologi tersebut, tanpa menghilangkan hakikat yang terkandung
didalamnya.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman, dan
dinamika internal. Dinamika internal tersebut memberi peluang kepada penganutnya untuk
mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dan sesuai dengan perkembangan

6
dari masa ke masa. Dengan demikian,ideologi tersebut tetap aktual,selalu berkembang dan
menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.

D. Hubungan antara Pancasila dengan agama

PANCASILA DAN AGAMA

Pada masa reformasi ini,kehidupan berbangsa dan bernegara  telah diatur sedemikian


rupa dengan peraturan-peraturan  yang ada. Sepertihalnya yang telah diatur dalam Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 bahwa negara indonesia menjamin bangsa Indonesia untuk
menganut agama dan keyakinan sesuai dengan agama masing-masing. Jadi ketika kita telah
menyakini suatu agama kita harus mempertahankan keyakinan itu karena negara melindungi
hak warga negara dalam beragama.
Negara Indonesia bukan negara agama,tetapi kehidupan beragama sangat dihormati dan
dijunjung tinggi. Karena negara memberikan kebebasan kepada wargannya untuk memeluk
agamanya dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
masing.
Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan yang tak
terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk agama untuk
menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.
Semua pemeluk agama memang harus mawas diri. Yang harus disadari adalah bahwa mereka
hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama yang beragam. Dengan demikian,
semestinya tak ada satu kelompok pemeluk agama yang mau menang sendiri.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku
bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan.
Warga negara merupakan aspek penting dalam suatu negara. Peran aktif warga negara
merupakan tunas terbentuk dari kehidupan berbangsa yang baik. Peran warga negara dalam
agama mempengaruhi kebijakan negara agar tetap bersifat religus.
Bukti bahwa bangsa Indonesia bangsa religius adalah pada peninggalan-peninggalan yang
ditemukan di berbagai tempat yang masih digunakan untuk memuja atau memohon doa.
Sebagai contoh Candi Prambanan yang beraliran Hindu,Candi Borobudur yang beralirkan
Budha. Kemudian budaya dan tradisi leluhur yang masih lestari. Kadang kita tidak tahu
kapan asal muasal suatu budaya itu ada. Misal ada tradisi selamatan orang meninggal
(memperingati kematian seseorang),mitoni,maulutan,dan masih bayak lagi.
Bukti yang lain yaitu kepercayaan masyarakat yang bersumber dari pengetahuan nenek
moyang. Kepercayaan ini ada yang bersifat rasional maupun bersifat irasional. Kepercayaan
rasional seperti ketika masyarakat melihat bintang untuk menentukan masa tanam dan
kecepatan angin ketika ingin melaut. Sedangkan kepercayaan yang bersifat irasional seperti
larangan mengenakan pakaian berwarna hijau ketika di pantai.

A. Pengertian Pancasila dan Agama

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
7
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia.Pancasila adalah pedoman luhur yang wajib di ta’ati dan dijalankan oleh setiap
warga negara Indonesia untuk menuju kehidupan yang sejahtera tentram,adil,aman,sentosa.
Agama adalah ajaran sistem yang mengatur tata keimanan kepada Tuhan Yang Maha
kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia an manusia serta
lingkungan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

B. Hubungan Pancasila dan Agama

Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan negara dan agama
merupakan karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding Fathers Negara Republik
Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri negara yang tertuang dalam Pancasila
merupakan karya khas yang secara antropologis merupakan local geniusbangsa Indonesia
(Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012). Begitu pentingnya memantapkan kedudukan
Pancasila, maka Pancasila pun mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik
semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi Pancasila adalah Tuhan
Yang Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya sejalan dengan agama Islam, Kristen,
Budha, Hindu dan bahkan juga Animisme (Chaidar, 1998: 36).
Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, 2012: 47), asal mula Pancasila secara langsung
salah satunya asal mula bahan (Kausa Materialis) yang menyatakan bahwa “bangsa
Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pacasila, yang digali dari bangsa Indonesia
yang berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat
dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia”.Sejak zaman purbakala hingga pintu
gerbang (kemerdekaan) negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan
tahun pengaruh agama-agama lokal, (sekitar) 14 abad pengaruh Hinduisme dan
Budhisme, (sekitar) 7 abad pengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abad pengaruh Kristen
(Latif, 2011: 57). Dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular dijumpai kalimat yang
kemudian dikenal Bhinneka Tunggal Ika. Sebenarnya kalimat tersebut secara lengkap
berbunyi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrua, artinya walaupun
berbeda, satu jua adanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan yang berbeda
(Hartono, 1992: 5).
Kuatnya faham keagamaan dalam formasi kebangsaan Indonesia membuat arus besar
pendiri bangsa tidak dapat membayangkan ruang publik hampa Tuhan. Sejak dekade
1920-an, ketika Indonesia mulai dibayangkan sebagai komunitas politik bersama,
mengatasi komunitas kultural dari ragam etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepas
dari Ketuhanan (Latif, 2011: 67). Secara lengkap pentingnya dasar Ketuhanan ketika
dirumuskan oleh founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir. Soekarno
pada 1 Juni 1945, ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische grondslag)
yang menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi
masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen
menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi
Muhammad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitabkitab yang ada
padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah
negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap
rakyat hendaknya ber-Tuhan.
Secara kebudayaan yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya Negara
Indonesia satu negara yang ber-Tuhan” (Zoelva, 2012).Pernyataan ini mengandung dua arti
8
pokok. Pertama pengakuan akan eksistensi agama-agama di Indonesia yang, menurut Ir.
Soekarno, “mendapat tempat yang sebaik-baiknya”. Kedua, posisi negara terhadap
agama, Ir. Soekarno menegaskan bahwa “negara kita akan berTuhan”. Bahkan dalam
bagian akhir pidatonya, Ir. Soekarno mengatakan, “Hatiku akan berpesta raya, jikalau
saudarasaudara menyetujui bahwa Indonesia berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Hal ini relevan dengan ayat (1) dan (2) Pasal 29 UUD 1945 (Ali, 2009: 118).Jelaslah
bahwa ada hubungan antara sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dengan
ajaran tauhid dalam teologi Islam. Jelaslah pula bahwa sila pertama Pancasila yang
merupakan prima causa atau sebab pertama itu (meskipun istilah prima causa tidak selalu
tepat, sebab Tuhan terus-menerus mengurus makhluknya), sejalan dengan beberapa ajaran
tauhid Islam, dalam hal ini ajaran tentang tauhidus-shifat dan tauhidul-af’al, dalam
pengertian bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Ajaran ini juga
diterima oleh agama-agama lain di Indonesia (Thalib dan Awwas, 1999: 63). Prinsip ke-
Tuhanan Ir. Soekarno itu didapat dari -atau sekurang-kurangnya diilhami oleh uraian-
uraian dari para pemimpin Islam yang berbicara mendahului Ir. Soekarno dalam Badan
Penyelidik itu, dikuatkan dengan keterangan Mohamad Roem. Pemimpin Masyumi yang
terkenal ini menerangkan bahwa dalam Badan Penyelidik itu Ir. Soekarno merupakan
pembicara terakhir; dan membaca pidatonya orang mendapat kesan bahwa pikiranpikiran
para anggota yang berbicara sebelumnya telah tercakup di dalam pidatonya itu, dan
dengan sendirinya perhatian tertuju kepada (pidato) yang terpenting. Komentar Roem,
“Pidato penutup yang bersifat menghimpun pidato-pidato yang telah
diucapkansebelumnya” (Thalib dan Awwas, 1999: 63).Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
mengandung makna bahwa manusia Indonesia harus mengabdi kepada satu Tuhan, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa dan mengalahkan ilah-ilah atau Tuhan-Tuhan lain yang bisa
mempersekutukannya. Dalam bahasa formal yang telah disepakati bersama sebagai
perjanjian bangsa sama maknanya dengan kalimat “Tiada Tuhan selain Tuhan Yang Maha
Esa”. Di mana pengertian arti kata Tuhan adalah sesuatu yang kita taati perintahnya
dan kehendaknya.Prinsip dasar pengabdian adalah tidak boleh punya dua tuan, hanya
satu tuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi itulah yang menjadi misi utama tugas para
pengemban risalah untuk mengajak manusia mengabdi kepada satu Tuan, yaitu Tuhan
Yang Maha Esa .
Pada saat kemerdekaan, sekularisme dan pemisahan agama dari negara didefinisikan
melalui Pancasila. Ini penting untuk dicatat karena Pancasila tidak memasukkan kata
sekularisme yang secara jelas menyerukan untuk memisahkan agama dan politik atau
menegaskan bahwa negara harus tidak memiliki agama. Akan tetapi, hal-hal tersebut
terlihat dari fakta bahwa Pancasila tidak mengakui satu agama pun sebagai agama yang
diistimewakan kedudukannya oleh negara dan dari komitmennya terhadap masyarakat
yang plural dan egaliter. Namun, dengan hanya mengakui lima agama (sekarang
menjadi 6 agama: Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu)
secara resmi, negara Indonesia membatasi pilihan identitas keagamaan yang bisa
dimiliki oleh warga negara. Pandangan yang dominan terhadap Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia secara jelas menyebutkan tempat bagi orang yang menganut agama
tersebut, tetapi tidak bagi mereka yang tidak menganutnya. Pemahaman ini juga
memasukkan kalangan sekuler yang menganut agama tersebut, tapi tidak memasukkan
kalangan sekuler yang tidak menganutnya. Seperti yang telah ditelaah Madjid, meskipun
Pancasila berfungsi sebagai kerangka yang mengatur masyarakat di tingkat nasional
maupun lokal, sebagai individu orang Indonesia bisa dan bahkan didorong untuk memiliki
9
pandangan hidup personal yang berdasarkan agama (An-Na’im, 2007: 439).
Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila, keduanya dapat berjalan saling
menunjang dan saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh
dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satu dengan sekaligus membuang dan
menanggalkan yang lain. Selanjutnya Kiai Achamd Siddiq menyatakan bahwa salah satu
hambatan utama bagi proporsionalisasi ini berwujud hambatan psikologis, yaitu
kecurigaan dan kekhawatiran yang datang dari dua arah (Zada dan Sjadzili (ed), 2010:
79). hubungan negara dengan agama menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah
sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):
a.       Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b.      Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang berKetuhanan yang Maha Esa.
Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama masingmasing.
c.       Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakikatnya manusia
berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d.      Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk
agama serta antar pemeluk agama.
e.       Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil peksaan
bagi siapapun juga.
f.       Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara.
g.      Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggatakan negara harus sesuai dengan
nilainilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun norma
moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara.
h.      Negara pda hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Allah yang Maha Esa”.
Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia ini, secara
filosofis merupakan nilai fundamental yang meneguhkan eksistensi negara Indonesia
sebagai negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
dasar kerohanian bangsa dan menjadi penopang utama bagi persatuan dan kesatuan
bangsa dalam rangka menjamin keutuhan NKRI. Karena itu, agar terjalin hubungan
selaras dan harmonis antara agama dan negara, maka negara sesuai dengan Dasar Negara
Pancasila wajib memberikan perlindungan kepada agama-agama di Indonesia.

C.    Makna Ketuhanan Yang Maha Esa

“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” [Pasal 29 ayat (1) UUD 1945] serta
penempatan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama dalam Pancasila mempunyai
beberapa makna, yaitu:
Pertama, Pancasila lahir dalam suasana kebatinan untuk melawan kolonialisme dan
imperialisme, sehingga diperlukan persatuan dan persaudaraan di antara komponen bangsa.
Sila pertama dalam Pancasila ”Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi faktor penting untuk
mempererat persatuan dan persaudaraan, karena sejarah bangsa Indonesia penuh dengan
penghormatan terhadap nilai-nilai ”Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Kerelaan tokoh-tokoh Islam untuk menghapus kalimat “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” setelah “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada saat
pengesahan UUD, 18 Agustus 1945, tidak lepas dari cita-cita bahwa Pancasila harus mampu
menjaga dan memelihara persatuan dan persaudaraan antarsemua komponen bangsa. Ini
10
berarti,  tokoh-tokoh Islam yang menjadi founding fathers bangsa Indonesia telah menjadikan
persatuan dan persaudaraan di antara komponen bangsa sebagai tujuan utama yang harus
berada di atas kepentingan primordial lainnya.
Kedua, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogyakarta berkesimpulan bahwa sila
”Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah sebab yang pertama atau causa prima dan sila
”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”
adalah kekuasaan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk melaksanakan
amanat negara dari rakyat, negara bagi rakyat, dan negara oleh rakyat. Ini berarti,
”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus menjadi landasan dalam melaksanakan pengelolaan
negara dari rakyat, negara bagi rakyat, dan negara oleh rakyat.
Ketiga, Seminar Pancasila ke-1 Tahun 1959 di Yogyakarta juga berkesimpulan bahwa sila
”Ketuhanan Yang Maha Esa” harus dibaca sebagai satu kesatuan dengan sila-sila lain dalam
Pancasila secara utuh. Hal ini dipertegas dalam kesimpulan nomor 8 dari seminar tadi
bahwa: Pancasila adalah (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan) yang berkerakyatan dan yang
berkeadilan sosial; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan), yang berkerakyatan dan yang
berkeadilan sosial; (3) Persatuan Indonesia (kebangsaan) yang ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan dan berkeadilan sosial; (4)
Kerakyatan, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan Indonesia (berkebangsaan) dan berkeadilan sosial; (5) Keadilan
sosial, yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
yang bepersatuan Indonesia (berkebangsaan) dan berkerakyatan. Ini berarti bahwa sila-sila
lain dalam Pancasila harus bermuatan Ketuhanan  Yang Maha Esa dan sebaliknya Ketuhanan
Yang Maha Esa harus mampu mengejewantah dalam soal kebangsaan (persatuan), keadilan,
kemanusiaan, dan kerakyatan.
Keempat, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” juga harus dimaknai bahwa
negara melarang ajaran atau paham yang secara terang-terangan menolak Ketuhanan Yang
Maha Esa, seperti komunisme dan atheisme. Karena itu, Ketetapan MPRS No. XXV Tahun
1966 tentang Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham
atau Ajaran Komunis/Marxisme Leninisme masih tetap relevan dan kontekstual. Pasal 29
ayat 2 UUD bahwa  “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing …” bermakna bahwa negara hanya menjamin kemerdekaan untuk
beragama. Sebaliknya, negara tidak menjamin kebebasan untuk tidak beragama (atheis). Kata
“tidak menjamin” ini sudah sangat dekat dengan pengertian “tidak membolehkan”, terutama
jika atheisme itu hanya tidak dianut secara personal, melainkan juga didakwahkan kepada
orang lain

D. Kontrovensi Pancasila dan Agama

Sebagai sebuah negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama islam, maka Pancasila
sendiri sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang
tertuang dalam sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada
awalnya berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang
sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta. Namun ada dua ormas Islam terbesar saat
itu yang menentang bunyi sila pertama tersebut, karena dua ormas Islam tersebut
menyadari bahwa jika syariat Islam diterapkan maka secara tidak langsung akan
11
menjadikan.
Indonesia sebagai negara Islam yang utuh maka hal tersebut dapat memojokkan umat
beragama lainnya. Yang lebih buruk lagi adalah akan memecah belah bangsa ini
khususnya bagi provingsi-provingsi yang sebagian besar penduduknya nonmuslim.
Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang
berarti bahwa Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya
Islam namun termasuk juga Kristen, Katolik, Budha, khonhucu dan Hindu sebagai agama
resmi negara pada saat itu.

E.     Makna Sila Pancasila dalam Agama


keterkaitan hubungan antara rukun Islam sebagai landasan agama Isalam dan Pancasila
sebagai landasan negara Indonesia. Adapun hubungan itu yaitu pertama dari segi jumlah,
rukun Islam berjumlah lima begitupun pancasila. Kedua, dari segi makna yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa, sila ini kerat aitannya denagn rukun Islam yang pertama
yaitu syahadat. Secara umum, sila ini menerangkan tentang ketuhanan begitu pun
syahadat yang mempunyai makna pengakuan terhadap tuhan yaitu Allah SWT. Selain
itu, kata Esa sendiri berarti tunggal, yang sebagaimana yang kita ketahui bahwa Isalm
sebagai agama mayoritas penduduk negeri ini mempunyai tuhan tunggal Allah SWT.  

2.  Kemanusiaan yang adil dan beradab sila kedua pancasila, berkaitan dengan rukun
Islam kedua yaitu Shalat. Shalat dalam Islam selain sebagai ibadah wajib juga
dilakukan untuk mendidik manusia menjadi manusia yang beradab. Sholat adalah
sebuah media untuk mencegah perbuatan yang tidak terpuji, sebagai mana yang di
firmankan oleh Allah bahwa Shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar.
3. Persatuan Indonesia yang artinya seluruh elemen rakyat yang ada di Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam suku dan adat bersatu dan membentuk kesatuan dalam
wadah bangsa Indonesia. Kaitannya dengan itu, persatuan terbentuk ketika jurang
pemisah sudah tidak ada lagi di masyarakat. salah satu jurang pemisah yang paling
nyata yaitu jurang antara yang miskin dan yang kaya. Untuk menyatukan jurang
pemisah tersebut maka di agama Islam diwajibkan membayar zakat bagi orang-orang
kaya yang akan disalurkan untuk kepentingan kaum miskin dan duafa. Zakat yang
notabennya adalah rukun Islam ketiga sangat erat kaitannya dengan poin pancasila
ketiga tersebut. Dengan zakat akan terbentuk rasa kasih sayang pada umat yang akan
menghasilkan persatuan yang di cita-citakan.
4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan sangat erat kaitannya dengan rukun islam keempat yaitu puasa. Dengan
pusas akan terbentuk sifat bijaksana dan kepemimpinan. Ciri orang bijaksana, yaitu ia
mampu merasakan dan mempumnyuai rasa kasih sayang sesame, semua itu adalah
hikmah dari puasa. Selain itu, dalam menentukan waktu puasa, perlu dilakukan suatu
musyawarah yang dikenal dengan siding istbat.
5. Keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indionesia. Pada rukun Islam, terdapat yang
namanya haji. Haji adalah proses sosial yang terbesar di dunia ini, dimana setiap orang
datang dari berbagai negara dengan berbagai bahasa dan kebiasaan bergabung
menjadi satu dalam satu tempat dan waktu dalam kedudukan yang sama. Di dalalam
haji, tidak memandang itu siapa dan siapa, semuanya sama, pakaiannya sama dan
peraturan dan hukumnya sama. Semua itu adalah cerminan dari keadilan tuhan.
12
F.     Implikasi Agama dalam Kehidupan Berdasarkan Pancasila
Pancasila dan agama dapat diaplikasikan seiring sejalan dan saling mendukung.
Agama dapat mendorong aplikasi nilai-nilai Pancasila, begitu pula Pancasila memberikan
ruang gerak yang seluas-luasnya terhadap usaha-usaha peningkatan pemahaman,
penghayatan dan pengamalan agama (Eksan, 2000). Abdurrahman Wahid (Gusdur) pun
menjelaskan bahwa sudah tidak relevan lagi untuk melihat apakah nilai-nilai dasar itu
ditarik oleh Pancasila dari agama-agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, karena ajaran agama-agama juga tetap menjadi referensi umum bagi Pancasila, dan
agamaagama harus memperhitungkan eksistensi Pancasila sebagai “polisi lalu lintas”
yang akan menjamin semua pihak dapat menggunakan jalan raya kehidupan bangsa
tanpa terkecuali (Oesman dan Alfian, 1990: 167-168).
Moral Pancasila bersifat rasional, objektif dan universal dalam arti berlaku bagi seluruh
bangsa Indonesia. Moral Pancasila juga dapat disebut otonom karena nilainilainya tidak
mendapat pengaruh dari luar hakikat manusia Indonesia, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara filosofis. Tidak dapat pula diletakkan adanya bantuan dari
nilai-nilai agama, adat, dan budaya, karena secara de facto nilai-nilai Pancasila berasal
dari agama agama serta budaya manusia Indonesia. Hanya saja nilainilai yang hidup
tersebut tidak menentukan dasar-dasar Pancasila, tetapi memberikan bantuan dan
memperkuat (Anshoriy, 2008: 177).Sejalan dengan pendapat tersebut, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan dalam Sambutan pada Peringatan Hari
Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2005.
“Bangsa kita adalah bangsa yang relijius; juga, bangsa yang menjunjung tinggi,
menghormati dan mengamalkan ajaran agama masing-masing. Karena itu, setiap umat
beragama hendaknya memahami falsafah Pancasila itu sejalan dengan nilai-nilai ajaran
agamanya masing-masing. Dengan demikian, kita akan menempatkan falsafah negara di
posisinya yang wajar. Saya berkeyakinan dengan sedalam-dalamnya bahwa lima sila di
dalam Pancasila itu selaras dengan ajaran agama-agama yang hidup dan berkembang di
tanah air. Dengan demikian, kita dapat menghindari adanya perasaan kesenjangan antara
meyakini dan mengamalkan ajaran-ajaran agama, serta untuk menerima Pancasila sebagai
falsafah negara (Yudhoyono dalam Wildan (ed.), 2010: 172).
Dengan penerimaan Pancasila oleh hampir seluruh kekuatan bangsa, sebenarnya tidak
ada alasan lagi untuk mempertentangkan nilai-nilai Pancasila dengan agama mana pun di
Indonesia. Penerimaan sadar ini memerlukan waktu lama tidak kurang dari 40 tahun dalam
perhitungan Maarif, sebuah pergulatan sengit yang telah menguras energi kita sebagai
bangsa. Sebagai buah dari pergumulan panjang itu, sekarang secara teoretik dari kelima
nilai Pancasila tidak satu pun lagi yang dianggap berlawanan dengan agama. Sila pertama
berupa “Ketuhanan Yang Maha Esa” dikunci oleh sila kelima.
Diharapkan sebagai bangsa indonesia yang rakyatnya memiliki berbagai macam
suku , budaya dan agama, harus saling menghormati, manghargai dan menyayangi
antara satu suku dan suku lainnya dan antara satu agama dan agama lainnya. Agar timbul
kedamaian dan kerukunan di negara ini. Jangan Hanya karena merasa berasal dari agama
mayoritas, kita merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang
secara langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau standar
agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas. Hendaknya kita tidak
menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas
bangsa Indonesia
Untuk semakin memperkuatrasa bangga terhadap Pancasila dan memahami tentang
13
kerukunan beragama maka perlu adanya peningkatan pengamalan butirbutir Pancasila
khususnya sila ke-1. Untuk menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi
rakyatnya, diperlukan adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat
yang ada di dalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan
beribadah.

PEMECAHAN MASALAH

Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui


dan mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga
negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama.
Tidak perlu berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan
alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila adalah ideologi
beragama.
Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu
melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda
keyakinan maupun berbeda adat istiadat.
Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita
merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara langsung dan
tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu kepada
pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.
Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan
tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan
mengajarkan permusuhan

Agama yang diakui di Indonesia ada 6, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha, konghucu dan
Hindu.
Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur
benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos dan timbul gesekan antar
agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari Islam,
Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah agama
mayoritas ataupun minoritas.

E. Hubungan antara Pancasila dengan ideologi dunia

PANCASILA DAN IDEOLOGI DUNIA

Pancasila adalah pedoman hidup bagi kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
setiap warga negara Indonesia. Oleh sebab itu pancasila memegang peranan penting
sebagai fondasi yang kuat dalam menjalankan sistem pemerintahan di Indonesia.

Banyak jenis ideologi di dunia. Hampir masing-masing negara mempunyai ideologi


tersendiri yang sesuai dengan negaranya, karena ideologi merupakan dasar negara
tersebut untuk semakin berkembang dan maju serta masyarakat juga dapat hidup lebih
sejahtera dan berdampingan dengan baik.

14
 Salah satu ideologi yang ada yaitu ideologi Komunisme.

Komunisme adalah sebuah sistem ekonomi yang memusatkan kepemilikan bersama


atas suatu alat produksi yang ada seperti modal, tanah, dan tenaga kerja dengan tujuan
utama untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan masyarakat tanpa adanya kelas
sosial.
Ideologi ini pertama kali muncul pada tanggal 21 Februari 1848 yang di cetuskan oleh
Karl Marx dan Friedrich Engels yang di dasarkan adanya kesenjangan ekonomi yang
terjadi pada saat itu.

Ideologi ini juga memiliki kelemahan yaitu bersifat atheis. Walaupun banyak orang
yang beragama yg memilih komunis sebagai ideologinya. Sehingga membuat norma-
norma hidup tidak diatur oleh agama. Ini disebabkan karen paham komunis menganggap
sama rata sama rasa, yang menganggap semua orang itu sama. Sehingga banyak yang
menyimpulkan bahwa orang yang menganut ideologi ini tidak memiliki agama. Hal ini
juga lah yang membuat ideologi ini tidak di gunakan di indonesia karena tidak sesuai
dengan pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Selain itu
juga ideologi ini kurang menghargai manusia sebagai individu yang berarti menganggap
semua orang sederajat atau sama dalam hal kedudukan dibuktikan dengan ajaran yang
tidak memperbolehkan seseorang menguasai alat-alat produksi. Selain itu ideologi ini
juga tidak menghormati HAM. Serta, Kebutuhan individu tunduk kepada kehendak partai.

BAB III
KESIMPULAN
 Pancasila sebagai ideologi negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia seharusnya
dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun arus globalisasi masuk ke negara
ini sangat kencang, seharusnya Pancasila bisa menjadi filternya. Nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam setiap sila Pancasila harus dapat menjadi penyaring bagi kebudayaan
asing yang mencoba masuk.
 Pancasila sebagai pandangan negara sebenarnya adalah wujud dari nilai-nilai kebudayaan
milik bangsa Indonesia yang kebenarannya diyakini. Ideologi Pancasila berasal dari
kebiasaan masyarakat dari zaman dahulu. Nilai-nilai Pancasila ini tumbuh dan
berkembang dari masa ke masa. Itulah sebabnya bangsa Indonesia sudah seharusnya
mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, karena Pancasila adalah cerminan
kepribadian bangsa.
 Pancasila sebagai ideologi negara telah melewati beberapa fase perkembangan.
Walaupun dipertahankan, Pancasila beberapa kali mengalami penyelewengan dalam
praktiknya. Namun akar nilai-nilai Pancasila terlalu kuat sehingga masih dapat bertahan
hingga kini. Pancasila sebagai pedoman hidup akan tetap menjadi acuan masyarakat
Indonesia dalam menjalani kehidupan bernegara.

15
DAFTAR PUSTAKA

 Makalah Pancasila Sebagai Ideologi – Pelangi (unnes.ac.id)


 https://aseft63.wordpress.com/materi-pelajaran/pkn-kelas-8/pancasila-
sebagai-ideologi-dan-dasar-dasar-negara
Buku paket Pendidikan Pancasila A.T. Soegito, dkk.
 Arti dan Makna Pancasila Sebagai Ideologi Negara - Gramedia Literasi
 Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta:
Pancoran Tujuh.
 Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila dengan
Kelangsungan Agama, Cet. 8. Jakarta: Pantjoran Tujuh.
 Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Agama. Jakarta: PT. Gramedia.
 http://www.teoma.com
 http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/artikel_148.htm
 http://www.detik.com
 http://kangmoes.com/artikel-tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian-
agama.html
 https://guruppkn.com/ciri-ciri-ideologi-komunisme

16

Anda mungkin juga menyukai