MODUL
GETARAN BEBAS DAN GETARAN PAKSA
1. PENDAHULUAN
Seringkali alat permesinan di lapangan perlu diketahui frekuensi pribadi dan modus
getarnya.Frekuensi pribadi berguna untuk menentukan daerah operasi alat permesinan
agar tidak tidak terjadi kondisi resonansi sehingga getarannya tidak besar.Sedangkan
modus getar bermanfaat untuk menggambarkan pola getar alat permesinan sehingga
dapat diketahui titik nodal atau titik getar maksimum.
Untuk mengetahui frekuensi pribadi dapat dilakukan pengujian Getaran dan Fungsi
Respon Frekuensi (FRF) sistem. Pada setiap frekuensi pribadi tersebut, dapat
digambarkan modus getarnya melalui pengujian secara eksperimental. Selain melalui
kaji ekperimental, analisis frekuensi pribadi dan modus getarnya dapat pula dilakukan
melalui kaji teoritik di komputer dengan menggunakan perangkat lunak yang banyak
tersedia di pasaran.
Pada praktikum ini dilakukan pengujian getaran bebas dan paksa pada sebuah model
sistem getaran satu derajat kebebasan (Sistem 1-DK).Pengujian ini merupakan bentuk
pengujian fenomena dasar untuk memahami getaran suatu sistem.
1.2. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Menentukan karakteristik dinamik dari sistem getaran berupa rasio redaman dan
frekuensi pribadi sistem.
2. Menjelaskan fenomena getaran bebas teredam dan feonomena getaran paksa
berdasarkan karakteristik dinamik dari sistem getaran.
3. Melakukan analisis terhadap sistem getaran bebas dan sistem getaran paksa.
2. TEORI DASAR
0
φ 0=sin
−1 y 0
A ( )
dan
ẏ ( 0 )=ωA cos ( ω ∙ 0+φ0 ) =ωA cos ( φ 0 )=v 0
v0
cos ( φ0 ) =
ωA (2.4)
v
φ 0=cos−1 0
ωA ( )
Dengan demikian, definisi sudut faseφ 0 dapat diilustrasikan dengan Gambar 2.2.
Gambar 2.2Definisi sudut faseφ 0.
Sehingga amplitudo, A , dengan y 0 dan v 0 yang diketahui adalah
√ ( )
2
v0
A= y 0 +
2
(2.5)
ω
Turunan kedua dari y ( t ) merupakan percepatan getaran yang dapat diekspresikan
dengan ÿ ( t ) .
4 x 2(t) : A2=2
perpindahan, x(t)
x 3(t) : A3=4
2
x(t)
-2
-4
-6
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
t
x 1(t) : A1=1 , f1=9 Hz , 1= /2 π
x 1 ( t ) dengan A 1=1 , f 1=9 Hz , dan φ 0 =
x 2(t) : A2=2 , f2=3 Hz , 2= /4
1
2
π
x 2 ( t:) A
x 3(t)
dengan
=4 , f
A
=12=2
Hz
, f1=3
, =
Hz , dan φ 0 =
/8
3 3 3
2
4
x(t) π
x 3 ( t ) dengan A 3=4 , f 3 =1 Hz , dan φ 0 = 3
8
Gerak non-harmonik, x ( t )=x 1 ( t ) + x 2 ( t ) + x 3 ( t )
Gambar 2.3 Profil getaran yang diilustrasikan dengan gerak non-harmonik, x ( t ).
Gerak non-harmonik, x ( t ), secara umum dapat diekspresikan dengan
x ( t )= A 0+ A 1 sin ( 2 π f 1 t+ φ0 ) + A2 sin ( 2 π f 2 t +φ 0 )
1 2
1.5 2 2.5 3 3.5 4 (2.8)
+ A3 sin ( 2 π f 3 t + φ0 ) +…
t 3
Harga Amplitudo ( A1, A2, A3 , …), harga frekuensi ( f 1, f 2, f 3, …), dan harga sudut fase (φ 0 , 1
diperoleh. Perlu dicatat, bahwa data x ( t ) ini diperoleh melalui pengukuran dengan
menggunakan tranduser dan instrumen penganalisis getaran.
1. Getaran Bebas
Getaran bebas merupakan getaran yang terjadi apabila sistem berosilasi akibat gaya
yang ada di dalam sistem itu sendiri (inherit) bekerja tanpa adanya gaya dari luar
sistem. Getaran bebas dapat diamati dengan memberikan kondisi awal pada sistem (
y 0 dan/atau v 0). Sistem yang bergetar bebas akan berosilasi pada satu atau lebih
frekuensi naturalnya. Semua sistem yang memiliki massa dan kekakuan dapat
mengalami getaran bebas.
2. Getaran Paksa
Getaran paksa merupakan getaran yang terjadi apabila sistem berosilasi akibat
stimulus berupa gaya eksitasi dari luar sistem. Bila gaya eksitasimerupakan gaya
harmonik yang berosilasi dengan suatu frekuensi tertentu, maka sistem akan
bergetar pula pada frekuensi tersebut. Akan tetapi, jika frekuensi gaya eksitasi sama
dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akan terjadi getaran yang besar
pada sistem dan keadaan ini sangat tak diinginkan karena dapat menyebabkan
kerusakan ataupun kegagalan pada sistem.
Sebuah sistem dapat bergetar dengan sejumlah pola getaran tertentu (modus
getar).Jumlah modus getar ini bergantung kepada jumlah derajat kebebasan sistem.
Suatu sistem getaran dapat diidealisasikan dengan satu, dua, atau sejumlah N derajat
kebebasan.
(a) (b)
Gambar 2.4 Sistem getaran bebas satu derajat kebebasan.
(a). Model sistem
(b). Diagram benda bebas sistem.
Persamaan gerak dari getaran bebas Sistem 1-DK pada Gambar 2.4 adalah
m ÿ ( t ) +c ẏ ( t )+ k y ( t )=0 (2.9)
dengan membagi Persamaan (2.9) dengan m, diperoleh
c k
ÿ ( t ) + ẏ ( t ) + y (t )=0 (2.10)
m m
ω=
2 k
m
→ω=
k
m
=ωn
√ (2.12)
Frekuensi sirkuler, ω, pada Persamaan (2.12) disebut dengan frekuensi pribadi sistem,
ω n. Sehingga, persamaan getaran bebas tak teredam untuk Sistem 1-DK adalah
y ( t ) =A sin ( ωn t + φ0 ) (2.13)
√( )
2
s1 −c c k
= ± − (2.16)
s2 2 m 2m m
Dengan demikian, solusi umum untuk Persamaan (2.10) merupakan superposisi dari
dua buah solusi yang memungkinkan, yaitu
s1 t s2 t
y ( t ) =A 1 e + A 2 e (2.17)
(√( ) ) ( )
c 2 k
2m
− =0 →
m
c 2 k
2m
− =0 → c=2 √ km=c cr
m
(2.18)
atau
c cr =2 m
√ k
m
=2m ωn (2.19)
sehingga,
c c
ζ= → =ζ ω n (2.21)
2m ωn 2m
Dengan demikian, akar persamaan kharakteristik pada Persamaaan (2.16) untuk sistem
dengan redaman kritis adalah
s1=s 2=s=−ζ ωn (2.22)
Persamaan getaran bebas teredam untuk Sistem 1-DK dengan redaman kritis
diekspresikan dalam bentuk solusi umum untuk kasus dua akar riil kembar.
−ζ ωn t −ζ ω n t
y ( t ) =A 1 e + A2t e (2.23)
(√( ) )
2
c k
2m m
2 2
√
− =( ( ζ ω n) −ω n )=ωn ( √ ζ −1 ) =ω 0> 0
2
(2.24)
Dengan kata lain, pada sistem dengan redaman lebih, koefisien peredam, c , atau
redamannya lebih besar dari redaman kritis.
c >c cr (2.25)
Dengan demikian, akar persamaan kharakteristik pada Persamaaan (2.16) untuk sistem
dengan redaman lebih adalah
s1
=−ζ ωn ± ω0 (2.26)
s2
Persamaan getaran bebas teredam untuk Sistem 1-DK dengan redaman lebih
diekspresikan dalam bentuk solusi umum untuk kasus dua akar riil.
−( ζ ω n+ω 0 ) t − (ζ ωn−ω 0 ) t
y ( t ) =A 1 e + A2 e (2.27)
(√( ) )
2
c k
− <0 (2.28)
2m m
maka,
(√( ) )
2
c k
2m m √
− =( ( ζ ω n) −ω n2 )=ωn ( √ ζ 2−1 ) =i∙ ω n ( √ 1−ζ 2 )
2
(2.29)
Dengan demikian, akar persamaan kharakteristik pada Persamaaan (2.16) untuk sistem
dengan redaman rendah adalah
s1
=−ζ ωn ±i ω D (2.31)
s2
Persamaan getaran bebas teredam untuk Sistem 1-DK dengan redaman rendah
diekspresikan dalam bentuk solusi umum untuk kasus dua akar imajiner.
y ( t ) =e−ζ ω t [ A 1 ei ω t + A2 e−i ω
n D D t
] (2.32)
(a) (b)
Gambar 2.5 Sistem getaran paksa satu derajat kebebasan.
(a). Model sistem
(b). Diagram benda paks sistem.
Persamaan gerak dari getaran paksa Sistem 1-DK pada Gambar 2.5 adalah
m ÿ ( t ) +c ẏ ( t )+ k y ( t )=u ( t ) (2.33)
m ( y 1−2 y 0+ y−1
∆t
2 ) (
+c
y 1− y−1
2∆t )
+ k y 0 =u ( t )
y=
(
u (t)− y k −
2m
0
∆t ) −y 2 ( ∆t 2∆t )
m
−−1
c
2
1
m c
+
∆t 2∆t
2
dimana:
y 1 = posisi pada saat t 1
y 0 = posisi pada saat t 0
y−1 = posisi pada saat t −1
∆ t = interval waktu ¿ ( t 1−t 0 )=( t 0−t −1 )
|H ( f )|=√ { ℜ [ H ( f ) ]} + { ℑ [ H ( f ) ]}
2 2
(2.36)
ℑ [ H ( f )]
∠ H ( f ) =tan −1 (2.37)
ℜ [ H ( f )]
3. METODOLOGI
3.1 Pengujian Getaran Bebas
3.1.1 Skema Pengujian
Skema pengujian getaran bebas diperlihatkan oleh Gambar 3.1.Pengujian ini dilakukan
terhadap objek uji berupa sistemmassadengan batang kantilever.
9 3 4
8 7 6 1
Keterangan:
1. Set-up pengujian 2. Massa 3. Batang kantilever
4. Kertas referensi 5. Garis referensi 6. Kamera
7. Kartu memori 8. Komputer 9. Pengolah data
11. Rekam getaran sistem massa dengan batang kantilever selama waktu tertentu, T r
<s>.
12. Simpan video getaran sistem massa dengan batang kantilever dalam memori
kamera.
13. Pindahkan data video getaran sistem massa dengan batang kantilever dalam
memori kamera ke dalam komputer.
14. Ekstrak filevideo getaran sistem massa dengan batang kantilever dengan
menggunakan perangkat lunak (software) ACDSee Pro 3 sehingga diperoleh N buah
gambar posisi massa dari garis referensi.
15. Hitung interval waktu, ∆ t <s>, dengan
Tr
∆ t= (3.1)
N−1
16. Siapkan sebuah tabel data pada software Microsoft Excel.
Tabel data pada software Microsoft Excel dibuat dua kolom. Kolom pertama adalah
data waktu, t <s>, dan kolom kedua adalah posisi massa dari garis referensi, y ( t )
<mm>. sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Dataposisi massa dari garis referensi.
Gambar ke-i t <s> y ( t ) <mm>
1 0 …
2 t 2=t 1+ ∆ t …
. . .
. . .
. . .
N-1 t N −1=t N−2 + ∆t …
N t N =t N −1 + ∆ t ≅ T r …
Isi data y ( t ) <mm> hanya pada baris Gambar ke-i yang memuat posisi massa dari
garis referensi berada pada posisi maksimum diatas garis referensi.Harga y ( t )
ditentukan dengan
L
y ( ti ) = y (t ) (3.2)
Lg g i
dimana:
y ( t i ) = posisi massaaktual dari garis referensi pada saatt i<mm>.
L = panjang batang kantilever aktual <mm>.
Lg = panjang batang kantilever pada gambar<mm>.
y g ( t i ) = posisi massapada gambar dari garis referensi pada saatt i<mm>.
Harga Lg dan harga y g ( t i ) diperoleh dari gambar pada prosedur poin 14 dengan cara
mengukur Lg dan y g ( t i ) pada layar monitor komputer dengan menggunakan jangka
sorong.
4. REFERENSI
Kreyszig, E., (2006):Advanced Engineering Mathematics 9th Edition, John Wiley & Sons
Inc., New York.
McConnell, K. G. (1995):Vibration Testing: Theory and Practice, John Wiley & Sons Inc.,
New York.
Mobley, R. K. (1999): Vibration Fundamentals (Plant Engineering Maintenance
(Hardback), Butterworth–Heinemann, Boston.
Ogata, K. (1995): Discrete-Time Control Systems, Prentice-Hall Inc., New Jersey.
Ogata, K. (2002): Modern Control Engineering, Prentice-Hall Inc., New Jersey.
Yanto, A. and Abidin,Z. (2012):Developtment of Swept-sine Excitation Control Method to
Minimize The FRF Measurement Error, MEV (Mechatronics, Electrical Power, and
Vehicular Technology) Journal,3,57–64.
Yanto, A. and Abidin,Z. (2012): Numerical and Experimental Study of Swept-sine
Excitation Control Method To Increase Accuracy of the FRF
Measurement,Proceeding of SNTTM and Thermofluid IV, Yogyakarta, 2096-2101.