KATEGORI
Green Earth
Karhutla
Kesehatan
Ramah Lingkungan
Gambut
Ekonomi
Lingkungan
Covid
Masyarakat Adat
BERITA TERBARU
Melalui diskusi virtual Green Radio Line Pekanbaru, Jum’at (16/20) Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan
ICEL, Grita Anindarini, menjelaskan terdapat perubahan sistematis antara UU Lingkungan Hidup NGO dan Masyarakat
dengan draf UU Cipta Kerja. “Yang diubah justru ketentuan atau instrumen yang fungsinya mencegah Menuntut FSC Memastikan
terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.” Implementasi Pemulihan
Secara Penuh atas Kerusakan
UU ini juga mendapat sorotan berbagai lembaga keuangan dunia seperti Moody’s, Asian Development Sosial dan Lingkungan di
Bank (ADB), Bank Dunia, dan Fitch Ratings. Lembaga ini menyampaikan dampak positif UU Cipta Kerja Wilayah Mereka Read more
untuk menarik investasi dan mendorong pemulihan ekonomi. Di sisi lain, mereka juga memberikan
perhatian terkait kelestarian lingkungan hidup. "Mereka mengharapkan untuk masalah lingkungan
hidup dan relaksasi standarnya memerlukan perhatian," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN
Kita secara virtual, Senin (19/10).
Berikut Green Radio Line merangkum perubahan sejumlah pasal UU No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) di dalam draf UU Cipta Kerja 812 halaman
yang masih menuai kontroversi:
1. Izin Lingkungan
Peresmian Rumah Juang
1. Pasal 1 ayat 35 UU PPLH
Rakyat & Diskusi Publik
Sempena 17 Tahun LBH
Dalam UU Cipta Kerja, izin lingkungan diubah menjadi “Persetujuan Lingkungan adalah
Pekanbaru Read more
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah.”
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Dr. M.R Andri Gunawan Wibisana
SH.LL.M, “Dilihat dari UU Cipta Kerja dia cukup bilang ya saya sanggup menaati pengelolaan lingkungan
maka akan dianggap sebagai persetujuan lingkungan. Dulu Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
https://www.greenradioline.id/berita/kupas-tuntas-uu-cipta-kerja-klaster-lingkungan-hidup 1/3
12/15/22, 2:45 PM Radio
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) itu diajukan lalu dinilai oleh pemerintah baru keluar
rekomendasinya.”
Sementara itu, Prof. Andri menyampaikan, meskipun persetujuan lingkungan tidak jelas disebutkan
dapat digugat atau tidaknya, maka kita bisa saja menganggap bahwa persetujuan lingkungan itu sebagai
bagian dari tindakan pemerintah yang berdasarkan pasal 87 UU No. 30 tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintah sehingga bisa saja dibatalkan atau digugat oleh pemerintah jika terbukti terjadi
pelanggaran persetujuan lingkungan. Namun sayang, pasal 40 UU PPLH yang menjelaskan apabila izin
lingkungan dicabut maka izin usaha batal juga dihapus, maka akan menimbulkan ketidakjelasan efek dari
pembatalan atau pencabutan persetujuan lingkungan tersebut.
Perizinan berusaha dapat dibatalkan secara langsung melalui pasal 37 UU Cipta Kerja. Prof. Andri
menanyakan jika kajian amdal tidak komprehensif, misalnya suara masyarakat tidak dilibatkan dalam
pengkajian itu, apakah tetap bisa digugat melalui pasal 37? Apakah itu termasuk cacat hukum?
Menurutnya, syarat pembatalan dalam pasal tersebut limitatif dan berpotensi membuka perdebatan.
Bertolak belakang dengan Prof. Andri, dilansir melalui kompas.com, Rabu (07/10), Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan, dengan ketentuan baru tersebut, selain
meringkas proses perizinan usaha juga semakin memperkuat proses penegakan hukum. Pasalnya,
menurut dia, dalam aturan yang lama, apabila izin lingkungan dicabut, pelaku usaha masih dapat
menjalankan bisnisnya.
“Sekarang lebih kuat, kenapa? Karena kalau ada masalah di lingkungan, karena dia menjadi dasar
perizinan berusaha lalu digugat perizinan berusahanya karena ada maslah lingkungan, jadi itu bisa
langsung kena kepada perizinan berusaha,” ujar Siti.
Pada akhirnya proses persetujuan AMDAL bukan dihapuskan, namun terdapat sentralisasi
pembentukan tim persetujuan AMDAL dan masyarakat tidak terlibat lagi dalam proses
penilaian.
Pasal 22 diintegrasikan dengan pasal 29, 30 dan 31 UU PPLH mengenai Komisi Penilai
Amdal (KPA) menjadi pasal 24 di UU Cipta Kerja. KPA sebagai wadah partisipasi masyarakat
dalam mengambil keputusan dihapuskan dan diganti dengan tim uji kelayakan lingkungan
hidup yang dibentuk oleh Lembaga Uji Kelayakan Pemerintah Pusat terdiri atas unsur
Pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, dan ahli bersertifikat.
1. Pasal 26 UU PPLH
“Jadi organisasi lingkungan, misalnya Walhi dan Greenpeace, tidak bisa ngomong lagi. Padahal kita tahu
masyarakat Indonesia, informasi lingkungannya kurang dan mereka akan tahu setelah ada
pendampingan,” jelas Andri dalam diskusi virtual bersama Greenpeace, Jum’at (16/10).
Sementara itu, Grita menyampaikan pasal 26 ayat 4 UU PPLH terkait masyarakat dapat mengajukan
keberatan dalam proses amdal juga dihapus. Peran masyarakat hanya pada proses penyusunan Amdal.
Andri menambahkan, “Ketika Amdal akan dinilai oleh tim penilai itu masyarakat tidak bisa lagi ikutan.
Ketika amdal sudah dikeluarkan, tidak bisa juga mengajukan keberatan. Apalagi ketika persetujuan
lingkungannya sudah keluar.”
1. Pasal 88 UU PPLH
Dilansir melalui katadata.co.id, Selasa (20/10), UU Cipta Kerja juga mengubah Pasal 88 UU
PPLH dengan menghilangkan frasa “tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.” Padahal,
pasal tersebut sebelumnya kerap digunakan pemerintah untuk menjerat para perusak
lingkungan hidup dan pembakar hutan, termasuk kasus karhutla yang terjadi di Riau dan
sudah menjalani vonis hukuman.
Terdapat penghapusan pasal 102 UU PPLH, namun tidak menghapus pasal 104 UU PPLH di
dalam UU Cipta Kerja. “Ini menunjukkan ketentuan pidana yang absurd, berupa
pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tanpa izin bukan tidak pidana,
sementara jika limbahnya bukan limbah B3 maka pembuangan tanpa izin dikenakan tindak
pidana,” tutup Andri.
https://www.greenradioline.id/berita/kupas-tuntas-uu-cipta-kerja-klaster-lingkungan-hidup 2/3
12/15/22, 2:45 PM Radio
Analisis Jikalahari terkait perubahan UU Penataan Ruang di dalam UU Cipta Kerja, disampaikan Made
Ali, Koordinator Jikalahari bahwa kewenangan legislatif bisa diambil alih oleh eksekutif. “Kalau daerah
mau bikin Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi maupun Perda
Kabupaten, jika DPRD nya tidak juga menetapkan dalam waktu 3 bulan maka bisa diambil alih oleh
Gubernur. Kalau Gubernur tidak bisa juga menetapkan, selanjutnya dapat diambil alih oleh pemerintah
pusat dan bisa langsung ditetapkan menjadi Perda,” ujar Made saat diskusi virtual bersama Green Radio
Line Pekanbaru, Jum’at (16/10).
Dilansir melalui laporan Jikalahari, Selasa (20/10) total ada 38 pasal aturan Tata Ruang yang diubah,
dihapus, maupun ditambahkan. Sejumlah perubahan utama yang terjadi yaitu:
Pasal 1 ayat 32 UU Penataan Ruang yang semula pidana terhadap pelanggaran izin dalam
UU Cipta Kerja menjadi pidana terhadap pelanggaran kesesuaian pemanfaatan ruang.
Ketentuan aturan tata ruang di desa pasal 49 sampai pasal 54 dihapus dalam UU Cipta Kerja.
Dalam UU Cipta Kerja, hukuman denda bagi korporasi yang melanggar aturan tata ruang
dikorting menjadi hanya sepertiga saja dari ketentuan pasal 74 UU Penataan Ruang. Artinya,
denda bagi korporasi pelanggar lebih rendah daripada individu yang melanggar.
Reporter: CR-01
https://www.greenradioline.id/berita/kupas-tuntas-uu-cipta-kerja-klaster-lingkungan-hidup 3/3