Anda di halaman 1dari 33

GOOD GOVERNANCE BISNIS SYARIAH

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam
Institut Agama Islam (IAIN) Bone

Oleh:

Sarifuddin Andreadi
602022021054
Muh. Alif
602022021055
Nur Mutmainnah
602022021057
Nurul Izzatul Ummah
602022021058
Nurcapikah
602022021059

FAKULTAS EKONOMI DAM BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BONE
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan kemampuan kami. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan
keharibaan nabi besar Muhammad SAW. Karena berkat beliua kita dapat
merasakan kebebasan dari zaman jahiliah menuju zaman yang dipenuhi ilmu
pengetahuan ini.
Makalah ini ditulis sebagai tugas mata kuliah “Etika Bisnis Islam” penulis
menyadari, bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada banyak kemungkinan kritikan yang
bisa membangun dan akan sangat membantu perbaikan penyusun kedepannya untuk semakin
lengkap dan lebih baik dari sebelumnya.
Ucapkan terimakasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen pengampu mata kuliah ini
untuk teman teman dan semua pihak yang telah membantu, kami ucapkan terimakasih, semoga
makalah ini dapat berguna sebagai karya dari kita dan untuk semua amiin.

Senin, 02 Januari 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Pemangku Kepentingan Bisnis Syariah...................................................................3
B. Praktik-praktik Umum Bisnis Syariah....................................................................8
C. Pedoman praktis Good Governance Bisnis Syariah..............................................12
BAB III............................................................................................................................27
PENUTUP.......................................................................................................................27
A. Kesimpulan...........................................................................................................27
B. Saran....................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................28

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini di negara kita, rakyat berharap pada pemerintah agar dapat
terselenggaranya good governance, yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang
efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab. Permasalahan
yang dialami oleh bangsa Indonesia sekarang ini semakin komplek. Oknum-
oknum organisasi pemerintah yang seharusnya menjadi panutan rakyat banyak
yang tersandung masalah hukum. Eksistensi pemerintahan yang baik atau
sering disebut good governance yang selama ini dieluelukan, faktanya saat ini
masih menjadi mimpi dan hanyalah sebatas jargon belaka. Indonesia harus
segera terbangun dari tidur panjangnya. Revolusi di setiap bidang harus
dilakukan karena setiap produk yang dihasilkannya hanya mewadahi
kepentingan kelompok saja, fraksi dan sekelompok orang. Padahal seharusnya
penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius.
Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi, tetapi hal itu tidaklah
cukup untuk mencapai good governance. Karena pada dasarnya Good
Govermance itu memiliki peran yang harus dijaga untuk mencapai hal
tersebut. Adadpun peran-perannya yaitu peran negara, peran ulama, peran
pelaku bisnis dan peran masyarakat. Maka dari itu materi kali ini akan
membahas tentang Good Govermance dan pedoman untuk mencapai hal
tersebut.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Siapa pemanagku penting Bisnis Syariah?


2. Seperti apa praktik-praktik umum bisnis syariah?
3. Bagaimana pedoman praktis Good Govermance Bisnis Syariah?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pemangku penting Bisnis Syariah!


2. Untuk mengetahui praktik-praktik umum bisnis syariah!
3. Untuk mengetahui pedoman praktis Good Govermance Bisnis
Syariah!
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemangku Kepentingan Bisnis Syariah

1. Pengertian Pemangku Kepentingan (Stakeholder)

Istilah stakeholder atau dinamakan pemangku kepentingan adalah

kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan

dan kelangsungan hidup organisasi. Pemangku kepentingan adalah seseorang,

organisasi atau kelompok dengan kepentingan terhadap suatu sumber daya

alam tertentu1. Pemangku kepentingan mencakup semua pihak yang terkait

dalam pengelolaan sumber daya. Stakeholder memiliki kepentingan,

kebutuhan, dan sudut pandang yang berada dan harus dapat dikelola dengan

baik sehingga tujuan yang ingin dicapai terwujud.

Stakeholder dimaknai sebagai individu, kelompok atau organisasi yang

memiliki kepentingan, terlibat, atau dipengaruhi (secara positif maupun

negatif) oleh kegiatan atau program pembangunan2. Stakeholder adalah

orang-orang, atau kelompok-kelompok, atau lembaga-lembaga yang


kemungkinan besar terkena pengaruh dari suatu kegiatan program atau

proyek baik pengaruh positif maupun negatif, atau sebaliknya yang mungkin

memberikan pengaruh. Stakeholder merupakan individu, sekelompok

1
Nor Hadi,”Corporate Social Resposibility”, Yogyakarta: Graha Ilmu, (2011),h.18
Iwan Nugroho,” Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan”, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, (2015),h. 18
Arif Budimanta , Adi Prasetyo, dan Bambang Rudito,”Corporate Social Responsibility:
Alternatif bagi Pembangunan Indonesia”, Jakarta: ICSD,(2008),h.19

2
4

manusia, atau masyarakat yang memiliki hubungan serta kepentingan

terhadap suatu organisasi.

2. Jenis-jenis Pemangku Kepentingan (Stakeholder)

Stakeholder dibedakan menjadi dua yaitu stakeholder primer dan

stakeholder sekunder. Stakeholder primer adalah pihak yang memiliki

kepentingan langsung terhadap suatu pengambilan keputusan, stakeholder ini

disebut juga stakeholder kunci. Stakeholder sekunder adalah pihak yang

memiliki minat/kepentingan secara tidak langsung, atau pihak yang

tergantung pada sebagian permasalahan pengelolaan objek wisata3,

a. Stakeholder primer merupakan setiap stakeholder yang berurusan

langsung dengan permasalahan yang terjadi. Setiap stakeholder primer

biasanya memiliki peran penting dan harus terlibat dalam proses

pengambilan keputusan atas sebuah permasalahan yang harus

ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan

keputusan. Contoh stakeholder primer adalah pemegang saham, investor,

pekerja, pelanggan, dan pemasok.

b. Stakeholder sekunder merupakan setiap stakeholder yang tidak berkaitan

secara langsung dengan suatu permasalahan tertentu. Dalam hal ini para

stakeholder biasanya tidak akan dilibatkan secara langsung dalam proses

pemngambilan keputusan atas sebuah permasalahan tetapi memiliki

kepedulian dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan

berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan pemerintah.

Contoh stakeholder sekunder adalah konsumen, pemerintah, lembaga

pendidikan, dll.

3
Reski Amalyah, Djamhur Hamid, and Luchman Hakim. Peran stakeholder pariwisata
dalam pengembangan Pulau Samalona sebagai destinasi wisata bahari”,Brawijaya University,
(2016),h.19
5

Thompson, (2011) membagi stakeholder menjadi beberapa jenis

stakeholder yaitu, sebagai berikut4 :

a. Stakeholder subyek

Stakeholder ini memiliki kapasitas yang rendah dalam pencapaian

tujuan, akan tetapi dapat menjadi pengaruh dengan membentuk aliansi

dengan stakeholder lainnya.

b. Stakeholder kunci

Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki

kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan atau pihak yang

berpengaruh kuat atau penting terkait dengan masalah kebutuhan dan

perhatian terhadap kelancaran suatu kegiatan. Stakeholder yang dimaksud

adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislative, eksekutif, yudikatif, dan

instansinya. Misalnya stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu

kebijakan daerah kabupaten, beberapa bagian yang terkait di dalamnya

adalah:

1) Pemerintah kabupaten

2) DPRD

3) Dinas yang membawahi langsung kebijakan yang bersangkutan.

c. Stakeholder pendukung

Stakeholder pendukung adalah stakeholder yang tidak memiliki

kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan tetapi memiliki

kepedulian dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan

berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.

Yang termasuk dalam stakeholder pendukung yaitu:

4
Rachel Thompson, "Stakeholder analysis: Winning support for your
projects." MindTools. Recuperado de: https://www. mindtools. com/pages/article/newPPM_07.
htm (2011).
6

1) Lembaga (aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki

tanggungjawab langsung.

2) Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki

kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan.

3) Lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat: LSM yang bergerak di

bidang yang sesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang menjadi

muncul dari suatu kebijakan yang memiliki kepedulian (termasuk

organisasi dalam bidang terkait).

4) Perguruan tinggi: kelompok akademisi yang memiliki pengaruh penting

dalam pengambilan keputusan pemerintah.

5) Pengusaha (Badan Usaha) yang terkait.

d. Stakeholder pengikut lain

Stakeholder pengikut lain merupakan stakeholder yang memiliki

kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program dan

proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses

pengambilan keputusan. Beberapa bagian yang terkait di dalamnya adalah

sebagai berikut:

1) Masyarakat : Masyarakat yang terkait dengan proyek atau kebijakan,

yakni masyarakat yang diidentifikasi akan memperoleh manfaat dan

yang akan terkena dampak dari proyek atau kebijakan terseebut.

2) Tokoh Masyarakat : anggota masyarakat yang oleh masyarakat

ditokohkan dilingkungan masyarakat tersebut sekaligus dianggap dapat

mewakili aspirasi masyarakat.

3) Pihak Manajer public: lembaga/badan public yang bertanggungjawab

dalam pengambilan suatu keputusan.


7

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2011) menyebutkan

bahwa secara operasional Good Governance bisnis syariah melibatkan beberapa

stokeholder5, seperti:

a. Negara

Negara merupakan pemegang kewenangan tertinggi dalam mendorong

terciptanya iklim kehidupan masyarakat yang lebih baik, termasuk iklim bisnis

yang sehat dan dinamis. Dalam hal ini, negara menetapkan berbagai

ketentuan, termasuk upaya penegakan hukum, serta membangun berbagai

sarana prasarana demi terciptanya iklim bisnis yang sehat, sehingga dapat

digunakan sebagai wadah penerapan good governance bisnis syariah yang

optimal.

b. Ulama

Ulama sebagai pihak yang mewarisi keluasan dan kedalaman

pengetahuan berperan sebagai konsultan dan tempat rujukan bagi pemerintah

dan masyarakat serta para pelaku bisnis.

c. Para pelaku bisnis syariah

Sebagai pihak yang melakukan aktivitas bisnis, tentu memliki peran

sebagai pihak yang wajib bertakwa dan mematuhi serta menaati berbagai

ketentuan yang ditetapkan pemerintah, sehingga kegiatan bisnis tersebut

senantiasa mendapatkan rahmat dari Allah SWT.

d. Masyarakat

Masyarakat sebagai pihak yang melakukan aktivitas ekonomi, wajib

bertakwa dan mematuhi serta menaati berbagai ketentuan yang ditetapkan

pemerintah, agar ativitas ekonomi yang dikerjakan senantiasa mendapatkan

rahmat dari Allah SWT. Selain itu masyarakat juga merupakan pihak yang

5
Komite Nasional Kebijakan Governance, “Pedoman Umum Good Governance Business
Syariah” (Jakarta, 2011).,h.15
8

berhak mendapatkan perlindungan, oleh karena itu masyarakat juga berperan

dalam mewujudkan kontrol sosial terhadap negara dan pelaku bisnis.

B. Praktik-praktik Umum Bisnis Syariah

Bisnis dalam Al-Qur’an dijelaskan melalui kata tijarah, yang mencakup


dua makna, yang pertama ialah perniagaan secara umum yang mencakup
perniagaan antara manusia dengan Allah. Ketika seseorang memilih petunjuk
dari Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, berjuang di jalan-Nya dengan
harta, jiwa, membaca kitab Allah, mendirikan Shalat menafkahkan sebagian
rezekinya, maka itu adalah sebaik-baik perniagaan antara manusia dengan
Allah. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an dijelaskan bahwa ketika seseorang
membeli petunjuk Allah dengan kesesatan, maka ia termasuk seorang yang
tidak beruntung. Adapun makna kata tijarah yang kedua adalah perniagaan
secara khusus, yang berarti perdagangan ataupun jual beli antar manusia.
Beberapa ayat yang menerangkan tentang bagaimana bertransaksi yang adil di
antara manusia terangkum dalam al-Baqarah (2):282

Pelaksanaan bisnis syariah dalam kehidupan sehari-hari, secara umum

harus memperhatikan beberapa hal seperti:

1. Pada pelaksanaan bisnis syariah tidak boleh mengandung unsur

kedzaliman

Dalam bisnis Islam tidak mengandung unsur kedzaliman, Kegiatan

bisnis seperti transaksi dalam perdagangan, Islam tidak membenarkan adanya

unsur riba. Biasanya praktik riba banyak terjadi dalam bisnis keuangan.

Misalnya, ada seseorang yang mau meminjam uang dengan syarat adanya

bunga yang harus di bayar maka transaksi seperti itu termasuk dalam praktik

riba. Islam memandang bahwa riba adalah bentuk kezaliman kepada customer.

Mungkin orang mengira bahwa bunga yang di syaratkan tidaklah


9

memberatkan. Padahal, kalau diteliti secara mendalam (makro) dampak yang

ditimbulkan begitu hebat. Larangan untuk melakukan kezaliman (penindasan)

telah ditekankan dalam (QS. al-Baqarah: 279)6:

ْ ‫ب ِّمنَ هّٰللا ِ َو َرسُوْ لِ ٖ ۚه َواِ ْن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم ُرءُوْ سُ اَ ْم َوالِ ُك ۚ ْم اَل ت‬


‫َظلِ ُموْ نَ َواَل‬ ٍ ْ‫فَاِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلُوْ ا فَْأ َذنُوْ ا بِ َحر‬
َ‫ظلَ ُموْ ن‬ْ ُ‫ت‬
Artinya: “Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari
Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak
atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan
tidak dizalimi (dirugikan)” (QS al-Baqarah:279).
2. Barang yang diperdagangkan harus halal

Kehalalan produk dalam bisnis syariah sangat diperhatikan sekali

kehalalan itu mengacu pada hukum islam. Minuman keras, narkoba, makanan

yang mengandung najis, atau jasa pengiriman barang yang di haramkan tidak

boleh di praktikan dalam bisnis syariah. Ini artinya seorang pengusaha

hendaknya tidak mempergunakan hartanya kecuali untuk yang diperbolehkan

oleh syariat, dan tidak masuk dalam wilayah yang diharamkan. AlQur‟an

telah meletakkan konsep dasar halal dan haram yang berkenaan denga

transaksi dalam hal yang berhubungan dengan akuisisi, disposisi dan

semacamnya. Semua hal yang menyangkut dan berhubungan dengan harta

benda hendaknya dilihat dan dihukumi dengan dua kriteria halal dan haram.

Sebagaimana dalam Al – Quran surat Al Maidah ayat 907:

ُ‫صابُ َوااْل َ ْزاَل ُ•م ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّشي ْٰط ِن فَاجْ تَنِبُوْ ه‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِنَّ َما ْالخَ ْم ُر َو ْال َمي ِْس ُ•ر َوااْل َ ْن‬
َ‫لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak
panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka

6
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan (surabaya: Pustaka agung, 2006), h.47
7
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.123
10

jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung” (QS al-


Maidah: 90)
3. Dalam menjalankan bisnis tidak terdapat penipuan

Dalam dunia bisnis tidak terhitung penipuan yang terjadi dalam praktik

perdagangan menutupi kecacatan barang, istilah ghisy dalam bisnis adalah

menyembunyikan cacat barang dan mencampur dengan barang – barang yang

baik dengan yang jelek. Bisnis berkonsep syariah tidak melakukan praktik –

praktik seperti itu. Hubungan antara penjual dengan pembeli adalah simbiosis

mutualisme ubungan antara penjual dengan pembeli adalah simbiosis

mutualisme (saling menguntungkan). Tidak dibenarkan merugikan pihak lain.

Dengan begitu, customer percaya terhadap barang yang di tawarkan8.

Penipuan merupakan salah satu dari tiga tanda orang-orang munafik,

menipu kapanpun dan dimanapun sangatlah berbahaya, apalagi dalam bisnis

dampaknya akan sangat terasa dan tidak mungkin untuk diabaikan. Al-Qur‟an

sangat tidak setuju dengan penipuan dalam bentuk apapun.Penipuan di

gambarkan oleh Al-Qur‟an sebagai karakter utama kemunafikan, dimana telah

menyediakan siksa yang pedih bagi tindakanini, di dalam Neraka.


Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa: 1459

‫ص ْير ًۙا‬ ِ ْ‫اِ َّن ْال ُم ٰنفِقِ ْينَ فِى ال َّدر‬


ِ ۚ َّ‫ك ااْل َ ْسفَ ِل ِمنَ الن‬
ِ َ‫ار َولَ ْن تَ ِج َد لَهُ ْم ن‬
Artinya: “Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan
yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat
seorang penolong pun bagi mereka” (QS an-Nisa: 145)

4. Pada praktik bisnis syariah harus lebih mengedepankan Ta’awun

(Tolong Menolong)

8
Mustaq Ahmad, “Etika Bisnis Dalam Islam”, Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar,
(2006), hal, 136
9
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.101
11

Tolong-menolong menjadi sebuah keharusan karena apapun yang kita

kerjakan membutuhkan pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia

seorang pun di muka bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang

lain. Seorang pengusaha yang mendirikan pabrik misalnya, membutuhkan

karyawan pabrik. Pabrik yang dia dirikan tidak akan berjalan jika tidak ada

bantuan dari yang lain. Jadi dalam hidup ini, tolong-menolong adalah sebuah

keharusan. Sampai-sampai Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita tidak

hanya menolong orang yang didzhalimi, tetapi juga turut membantu orang

yang mendzhalimi agar orang yang mendzhalimi itu tidak lagi berbuat

dzhalim. Sebagaimana telah di jelaskan dalam firman Allah Al-Quran surat Al

Maidah: 210.
ۤ ‫هّٰللا‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تُ ِحلُّوْ ا َش َع ۤا ِٕى َر ِ َواَل ال َّش ْه َر ْال َح َرا َم َواَل ْالهَ ْد‬
َ‫ي َواَل ْالقَاَل ۤ ِٕى َد َوٓاَل ٰا ِّم ْينَ ْالبَيْت‬
‫ْال َح َرا َم يَ ْبتَ ُغوْ نَ فَضْ اًل ِّم ْن َّربِّ ِه ْم َو ِرضْ َوانًا َۗواِ َذا َحلَ ْلتُ ْم فَاصْ طَا ُدوْ ا َۗواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشن َٰانُ قَوْ ٍم اَ ْن‬
‫اونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم‬ َ ‫اونُوْ ا َعلَى ْالبِرِّ َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َع‬ َ ‫ص ُّدوْ ُك ْم ع َِن ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام اَ ْن تَ ْعتَ ُد ۘوْ ا َوتَ َع‬
َ
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ان ۖ َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬ ِ ‫َو ْال ُع ْد َو‬
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar
kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram,
jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-
hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-
orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan
Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah
kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena
mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat
melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah
sangat berat siksaan-Nya” (QS al-Maidah:2)
Para pelaku ekonomi Islam dituntut agar dapat membantu saudaranya

keluar dari permasalahan yang dihadapi. Membantu masyarakat yang masih

menikmati riba menuju ke sistem yang Islami atau syariah, juga dikategorikan

10
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.106
12

sebagai bagian dari nilai tolong-menolong. Apalagi dapat membantu

masyarakat ke luar dari lembah kemiskinan. Wallaahu a‟lam

5. Mengedepankan etika kenyaman antara pemangku kepentingan

Di dalam bisnis ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur

hubungan atasan dan bawahan. Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak

bawahan. Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, memperoleh

penghargaan dan sebagainya. Perlu sekali dijaga batas-batas pelecehan seksual

yang terjadi di kantor atau pabrik. Anak-anak dan wanita jangan dipekerjakan

di malam hari. Jika batas-batas ini tidak dijaga, maka suatu ketika akan

muncul ledakan ketidakpuasan sekelompok karyawan, yang berakibat fatal,

seperti terjadi demo, mogok, menuntut pihak manajemen mundur dan

sebagainya11.

C. Pedoman Praktis Good Governance Bisnis Syariah

Dalam rangka penegakan Good Governance Bisnis Syariah (GGBS),


diperlukan penciptaan prakondisi yang memungkinkan terwujudnya bisnis
yang berkembang dengan tetap mendasarkan pada kaedah-kaedah syariah.
Prakondisi yang perlu diciptakan adalah prakondisi yang dapat meyakinkan
bahwa bisnis syariah tidak hanya ditujukan untuk keberhasilan materi akan
tetapi juga harus dikaitkan dengan keberhasilan spiritual. Dengan demikian,
prakondisi yang diciptakan juga harus mempertimbangkan dua sudut pandang,
yaitu sudut pandang spiritual dan sudut pandang operasional. Secara spiritual,
penerapan GGBS membutuhan komitmen ketakwaan atas berbagai hal terkait
kegiatan bisnis. Allah Swt berfirman dalam surat al-A’raf/7: 96, yang artinya:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatan mereka sendiri.

11
Buchari Alma, “Pengantar Bisnis”, Bandung: CV Alfabeta, (2009), h.176
13

A. Prakondisi Spiritual
Upaya untuk menegakkan ketaatan dan kepatuhan (takwa) dalam kegiatan
bisnis melalui penerapan GGBS, dilakukan dengan cara memiliki komitmen
takwa yang diwujudkan melalui tahapan niat, pemahaman yang benar,
keyakinan, kesungguhan dan konsistensi untuk menjalankan GGBS, dilakukan
dengan cara:

1. Memiliki niat Sebagaimana sabda Rasulullah Saw bahwa setiap amalan


tergantung pada niatnya (H. R. Bukhari), maka setiap kegiatan manusia
selalu akan dilandasi oleh niat yang diwujudkan dalam bentuk komitmen.

2. Memiliki Pemahaman Niat untuk melakukan bisnis syariah harus ditindak


lanjuti dengan pemahaman terhadap jenis bisnis yang akan dijalankan.
Sebagaimana tercantum dalam surat al-Alaq ayat 1-5.

3. Memiliki kesungguhan Kesungguhan untuk mematuhi dan mentaati


berbagai ketentuan sebagai upaya menegakkan kebenaran dan keadilan.

4. Memiliki Konsistensi Konsistensi atau istiqomah, dalam ketaatan dan


kepatuhan, merupakan hal yang penting bagi penerapan GGBS.
B. Prakondisi Operasional
Secara operasional, prakondisi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan GGBS
adalah berfungsinya secara optimal peran empat pilar (negara, ulama, pelaku
bisnis dan masyarakat) sebagai berikut:
Peran Negara
1. Peran penyusunan dan pengembangan sistem dan perundang-undangan.
 Menyusun dan menyempurnakan perundangan yang terkait dengan
bisnis, berdasarkan sistem hukum nasional termasuk hukum Islam.
 Mengikut-sertakan peran ulama, masyarakat dan pelaku bisnis
syariah dalam penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-
undangan.
14

 Menciptakan sistem politik yang sehat dalam rangka mendukung


iklim bisnis yang baik.
2. Peran pelaksanaan, pembinaan dan edukasi
 Melaksanakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
kegiatan bisnis.
 Memberikan pembinaan dan edukasi kepada pelaku bisnis syariah
dan masyarakat untuk memperlancar pelaksanaan peraturan
perundangundangan yang terkait dengan bisnis syariah.
 Mengatur kewenangan dan koordinasi antar institusi dalam rangka
mendukung terciptanya iklim yang sehat bagi kegiatan bisnis.
3. Peran pengawasan dan penegakan
 Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
perundangundangan.
 Menegakkan hukum secara konsisten dan konsekuen.
4. Peran perlindungan Memberikan perlindungan kepada pelaku bisnis
syariah dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan bisnis dan
ekonomi.

Peran Ulama
1. Peran penyusunan dan pengembangan standar syariah.
 Memberi masukan kepada negara dalam rangka terciptanya iklim
kondusif yang mendukung bisnis yang sehat.
 Menyusun dan mengeluarkan penjelasan, ketetapan dan pedoman
(termasuk fatwa) atas berbagai hal terkait kegiatan bisnis. Dalam hal
mengeluarkan fatwa, pelaksanaannya dilakukan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan organisasiorganisasi Islam di Indonesia.
2. Peran pembinaan dan edukasi
Memberikan penjelasan dan konsultasi tentang berbagai hal terkait
kegiatan bisnis yang baik dan benar, termasuk aspek etika dan akhlak.
15

3. Peran pengawasan. Melakukan pengawasan atas penegakan kegiatan


bisnis yang baik dan benar, baik secara formal maupun informal, baik
terhadap entitas bisnis syariah maupun terhadap pelakunya.
Peran Pelaku Bisnis Syariah
Pelaku bisnis syariah merupakan pelaksana bisnis yang harus menerapkan
GGBS, maka peran penciptaan prakondisi meliputi dua aspek yaitu:
1. Mempersiapkan diri dengan komitmen yang kuat untuk melaksanakan
Pedoman Umum GGBS
2. Memberi masukan kepada negara dan ulama dalam penyusunan ketetapan
undangundang dan ketentuan lainnya.
Peran Masyarakat
1. Peran penyusunan dan pengembangan sistem dan ketentuan.
 Memberi masukan kepada negara dalam penyusunan peraturan
perundangundangan.
 Memberi masukan kepada ijma ulama dalam menyusun standar syariah
iii. Melakukan komunikasi dengan negara, ulama dan pelaku bisnis
dalam menyampaikan berbagai pendapat dan saran masyarakat.
2. Peran pelaksanaan dan pengawasan.
 Mematuhi dan melaksanakan peraturan sesuai dengan perundangan
yang berlaku, termasuk ketetapan syariah, dalam kegiatan ekonomi.
 Mematuhi dan melaksanakan etika dalam bertransaksi ekonomi
sehingga dapat mendorong terciptanya iklim bisnis yang sehat.
 Melakukan pengawasan terhadap kegiatan bisnis, baik atas produk-
produk yang dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat, maupun
proses produksi yang mempengaruhi lingkungan alam sekitar.
3. Peran pendampingan dan advokasi Memberikan pendampingan,
penyuluhan dan advokasi kepada masyarakat yang memerlukan.
16

1. Pedoman pelaksanaan yang dicontohkan Rasulullah SAW

Pedoman prakti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW,

menggambarkan sifat dan perilaku beliau, seperti yang telah disepakati oleh

semua ulama, diantaranya sebagai berikut:

a. Shiddiq

Jujur nilai dasarnya ialah intergritas, nilai-nilai, ikhlas, terjamin, dan

keseimbangan emosional adalah sikap yang sangat urgen dalam hal bisnis. Sikap

jujur berarti selalu melandaskan ucapan, keyakinan, serta perbuatan berdasarkan

ajaran Islam.Tidak ada kontradiktif dan pertentangan yang disengaja antara

ucapan dan perbuatan, selalu bersikap jujur maka akan dicatat oleh Allah sebagai

seorang yang jujur sebagaimana Rasulullah SAW.,Bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan

mengantarkan ke dalam surga. Seseorang yang selalu berusaha untuk jujur akan

dicatat oleh Allah sebagai orang jujur, dan jauhilah oleh kamu sekalian dusta,

karena dusta itu akan mengantarkan kepada kejahatan, dan kejahatan akan

mengantarkan ke dalam neraka. Seseorang yang selalu berdusta akan dicatat oleh

Allah sebagai pendusta12.

Hadis di atas menjelaskan bahwa salah satu karakter pebisnis yang terpenting

dan diridhoi oleh Allah ialah kejujuran. Begitu pentingnya kejujuran bagi

kehidupan disegala aspek terutama dalam kegiatan bisnis yang berkaitan dengan

orang lain. Betapa bahagianya pebisnis yang selalu bersikap jujur kelak dapat

berkumpul bersama para nabi SAW.

b. Amanah

Sikap amanahialah nilai dasarnya terpercaya, dan nilai-nilai dalam

berbisnisnya ialah adanya kepercayaan, bertanggung jawab, transparan dan tepat

waktu sikap ini juga sangat dianjurkan dalam aktifitas bisnis, kejujuran dan
12
Al-Bukhari, Shahih al-bukhari jilid 5, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1897 M), h. 2261
17

amanah mempunyai hubungan yang sangat erat, karena jika seseorang telah dapat

berlaku jujur pastilah orang tersebut amanah (terpercaya). Maksud amanah adalah

mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu

melebihi haknya dan tidak melebihi hak orang lain13.

Menepati amanah merupakan sikap moral yang mulia, Allah menggambarkan

orang mukmin yang beruntung dengan perkataannya, dan orang yang memelihara

amanah-amanahyang dipikulnya sebagaimana firman Allah QS Gafir: 8

berbunyi14:

ِ ‫صلَ َح ِم ْن ٰابَ ۤا ِٕى ِه ْم َواَ ْز َو‬


َ‫اج ِه ْ•م َو ُذ ِّر ٰيّتِ ِه ْ•م ۗاِنَّكَ اَ ْنت‬ ِ ّ‫َربَّنَا َواَ ْد ِخ ْلهُْ•م َج ٰن‬
َ ‫ت َع ْد ِن ِۨالَّتِ ْي َو َع ْدتَّهُ ْم َو َم ْن‬
‫ْال َع ِز ْي ُز ْال َح ِك ْي ۙ ُم‬
Artinya: “Ya Tuhan Kami, dan masukkanlah mereka ke dalam syurga 'Adn yang
telah Engkau janjikan kepada mereka dan orangorang yang saleh diantara
bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Gafir:
8).
c. Fathanah

Fatanah berarti memiliki pengetahuan luas, nilai-nilai dalam bisnis memiliki

visi, pemimpin yang cerdas sadar produk dan jasa serta mengerti akan sesuatu dan

dapat menjelaskannya, fatanah dapat juga diartikan dengan kecerdikan atau

kebijaksanaan15.

Sifat fatanah dapat dinyatakan sebagai strategi hidup setiap muslim. Seorang

muslim yang mempunyai kecerdasan dan kebijaksanaan, akan mementingkan

persoalan akhirat dibanding dengan persoalan dunia. Kecerdasan yang

dimaksudkan di sini bukan hanya kecerdasan intelektual tapi juga kecerdasan

emosional dan kecerdasan spritual yaitu kemampuan untuk memberi makna

ibadah terhadap setiap prilaku kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran

13
Yusuf Qardawi, “Norma dan Etika Ekonomi Islam”, Gema Insani, (2022).h. 177
14
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.468
15
A. Darussalam, Etika Bisnis dalam Pesepektif Hadis, (2011),h. 131
18

yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (banif) dan memiliki pola

pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah16

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa fatanah atau cerdas merupakan sifat

seseorang muslim yang memiliki kecerdasan dan kebijakan dalam berbisnis, tidak

hanya mementingkan dunia saja tetapi akheratpun juga dipentingkan

d. Tabligh

Rasulullah SAW, dikaruniai sifat tabligh untuk menyampaikan apa yang

diterima dari Allah SWT, kepada umatnya dengan tidak mengurangi sedikitpun

perintah yang di terimanya. Sifat tabligh nilai dasarnya ialah komunikatif dan nilai

bisnisnya ialah supel, penjual yang cerdas, deskripsi tugas, kerja tim, koordinasi

dan ada supervisi, tabligh artinya menyampaikan sesuatu. Hal ini berarti bahwa

orang yang memiliki sifat tabligh harus komunikatif dan argumentatif17.

Jika kita dititipi amanah oleh orang lain harus disampaikan kepada yang

berhak menerimanya jangan malah diselewengkan atau disalah gunakan karena

sudah menjadi kewajiban sebagai umat Nabi Muhammad SAW, untuk

mencontoh, menyampaikan dan menerapkan sikap tabligh dalam segala aspek

terutama dalam dunia bisnis.

2. Pedoman Pelaksanaan yang berlaku Umum

Pedoman umum Good Governance Business Syariah dibentuk oleh Komite

Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2011. Komite Nasional

Kebijakan Governance (2011) menjelaskan maksud dan tujuan penyusunan

Pedoman Umum Good Governance Business Syariah adalah sebagai acuan

dalam berbisnis secara Islami, baik untuk lembaga yang sudah menyatakan diri

sebagai entitas syariah maupun yang belum18.


16
Ary Ginanjar, ESQ: Emotionjal Spritual Quotien, (Jakarta: Arga.2001), h. 45
17
A. Darussalam, Etika Bisnis dalam Pesepektif Hadis, h. 1214
18
Jumansyah dan Ade, “Analisis Penerapan Good Governance Business Syariah dan
Pencapaian Maqasid Syariah Bank Syaraiah di Indonesia”, (Jurnal Al-Azhar Indonesia, Vol.2,
19

Pedoman Good Goverence Bisnis Syariah masih sejalan dengan pedoman

Good Governance yang berlaku secara umum dalam dunia usaha, yaitu sebagai

berikut:

a. Transparansi

Berdasarkan prinsip syariah yang ditegaskan dalam surat AlBaqarah: 282

yang artinya: “…Dan transparankanlah (persaksikanlah) jika kalian saling

bertransaksi...”, dan berdasarkan hadits yang menyatakan “... barang siapa yang

melakukan ghisy (menyembunyikan informasi yang diperlukan dalam transaksi)

bukan termasuk umat kami”, maka semua transaksi harus dilakukan secara

transparan. Tranparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan

(disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh

pemangku kepentingan. Konsep transparansi perusahaan harus mengungkapakan

informasi terkait dengan kebijakan-kebijakan perusahaan, aktivitasaktivitas bisnis

yang dilakukan, kontribusi perusahaan terhadap masyarakat, penggunaan sumber

daya yang telah dimanfaatkan, dan upaya perlindungan lingkungan. Transparansi

diperlukan agar pelaku bisnis syariah menjalankan bisnis secara objektif dan

sehat. Pelaku bisnis syariah harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan

tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangan, tetapi juga hal

yang penting untuk pengambilan keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah.

Oleh karena itu, maka19.

1) Pelaku bisnis syariah harus menyediakan informasi tepat waktu,

memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses

oleh semua pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.

No.1 (Maret 2013). h.6


19
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Governance Business
Syariah, …., h. 16
20

2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada,

visi, misi, sasaran usaha dan strategi organisasi, kondisi keuangan,

susunan pengurus, kepemilikan, sistem manajemen risiko, sistem

pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GGBS

serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat

mempengaruhi kondisi entitas bisnis syariah.

3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh pelaku bisnis syariah tidak

mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan organisasi

sesuai dengan peraturan perundangan, rahasia jabatan, dan hak-hak

pribadi.

4) Kebijakan organisasi harus tertulis dan secara proporsional

dikomunikasikan kepada semua pemangku kepentingan

b. Akuntabilitas

Akuntabiltas yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung

jawaban dalam perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan dapat terlaksana

secara efektif dan efisien. Jika accountability ini diterapkan secara efektif, maka

ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggungjawab antara

pemegang saham, dewan komisaris serta direksi. Dengan adanya kejelasan maka

perusahaan akan terhindar dari kondisi benturaan kepentingan peran20.

Akuntabilitas merupakan asas penting dalam bisnis syariah sebagaimana

tercermin dalam surat Al-Isra: 84, 36, dan 14 yang berbunyi:

‫ࣖ قُلْ ُك ٌّل يَّ ْع َم ُل ع َٰلى َشا ِكلَتِ ٖ ۗه فَ َربُّ ُك ْ•م اَ ْعلَ ُم بِ َم ْن هُ َو اَ ْه ٰدى َسبِ ْياًل‬

Artinya:

20
Dariri, Mas Achmad, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalan
Konteksa Indonesia, (Jakarta: PT. Ray Indonesia, 2005), h. 37
21

Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan


pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa
yang lebih benar jalannya” (QS Isra: 84)21
ٰۤ ُ
‫ول ِٕىكَ َكانَ َع ْنهُ َم ْسـُٔوْ اًل‬ ‫ص َر َو ْالفَُؤا َد ُكلُّ ا‬
َ َ‫ك بِ ٖه ِع ْل ٌم ۗاِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬ َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَي‬
َ َ‫ْس ل‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena
pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya”( QS Isra: 36)22

َ ‫اِ ْق َرْأ ِكتَابَ ۗكَ َك ٰفى بِنَ ْف ِسكَ ْاليَوْ َم َعلَ ْي‬
‫ك َح ِس ْيب ًۗا‬
Artinya:
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung
atas dirimu.”(QS Isra: 14)23

Pelaku bisnis syariah harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya

secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis syariah harus dikelola secara benar,

terukur dan sesuai dengan kepentingan pelaku bisnis syariah dengan tetap

memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya.

Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang

berkesinambungan. Oleh karena itu, maka24:

1) Pelaku bisnis syariah harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab

masing-masing organ dan semua karyawan secara jelas dan selaras

dengan visi, misi, nilai-nilai, dan strategi bisnis syariah.

2) Pelaku bisnis syariah harus meyakini bahwa semua elemen organisasi dan

semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung

jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GGBS.

21
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.290
22
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.285
23
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.283
24
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Governance Business
Syariah, …., h. 17.
22

3) Pelaku bisnis syariah harus memastikan adanya sistem pengendalian yang

efektif dalam pengelolaan organisasi.

4) Pelaku bisnis syariah harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran

organisasi yang konsisten dengan sasaran bisnis yang digeluti, serta

memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment

system).

5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap elemen

organisasi dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis syariah

dan pedoman prilaku (code of conduct) yang telah disepakati.

6) Pelaku bisnis syariah harus meyakini bahwa semua prosedur dan

mekanisme kerja dapat menjamin kehalalan, tayib, ikhsan dan tawazun

atas keseluruhan proses dan hasil produksi.

c. Responsibilitas

Dalam hubungan dengan asas responsibilitas (responsibility), pelaku

bisnis syariah harus mematuhi peraturan perundang-udangan dan ketentuan

bisnis syariah, serta melaksanakan tanggung-jawab terhadap masyarakat dan

lingkungan. Sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisa: 59 yang

berbunyi25:

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا• ال َّرسُوْ َل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم فَاِ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِ ْي َش ْي ٍء‬
‫ࣖ فَ ُر ُّدوْ هُ اِلَى هّٰللا ِ َوال َّرسُوْ ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذلِكَ خَ ْي ٌر َّواَحْ َسنُ تَْأ ِو ْياًل‬

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
25
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.87
23

beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS an-Nisa: 59)
Dalam usul fikih terdapat sebuah kaidah yang diturunkan dari sabda

Rasulullah SAW, al-kharaj bidhdhaman yang artinya bahwa usaha adalah

sebanding dengan hasil yang akan diperoleh, atau dapat pula dimengerti

sebagai risiko yang berbanding lurus dengan pulangan (return). Dengan

pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat terpelihara

kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai

pelaku bisnis yang baik (good corporate citizen). Prinsip tanggung jawab ini

juga berhubungan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua

peraturan dan hukum yang berlaku, termasuk juga prinsip-prinsip yang

mengatur tentang penyusunan dan penyampaian laporan keuangan

perusahaan. Setiap peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku tentu akan

diikuti dengan sanksi yang jelas dan tegas. Oleh karena itu kepatuhan

terhadap ketentuan yang berlaku akan dapat menghindarkan perusahaan dari

sanksi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan terkait, dan juga sanksi

moral dari masyarakat. Oleh karena itu, maka26:


1) Pelaku bisnis syariah harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan

memastikan kepatuhan terhadap ketentuan bisnis syariah dan

perundangan, anggaran dasar serta peraturan internal pelaku bisnis syariah

(by-laws).

2) Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan isi perjanjian yang dibuat

termasuk tetapi tidak terbatas pada pemenuhan hak dan kewajiban yang

yang disepakati oleh para pihak.

3) Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan tanggung jawab sosial antara

lain dengan peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan

26
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Governance Business
Syariah, …., h. 18.
24

terutama di sekitar tempat berbisnis, dengan membuat perencanaan dan

pelaksanaan yang memadai. Pelaksanaan tanggung jawab sosial tersebut

dapat dilakukan dengan cara membayar zakat, infak dan sadaqah

d. Independensi

Dalam hubungan dengan asas independensi (independency), bisnis syariah

harus dikelola secara independen sehingga masing-masing pihak tidak boleh

saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun.

Independensi terkait dengan konsistensi atau sikap istiqomah yaitu tetap

berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus menghadapi risiko. Dalam Al-

Qur’an surat Fushshilat: 30, Allah Swt berfrman27:

ۤ
‫اِ َّن الَّ ِذ ْينَ قَالُوْ ا َربُّنَا هّٰللا ُ ثُ َّم ا ْستَقَا ُموْ ا• تَتَنَ َّز ُل َعلَ ْي ِه ُم ْال َم ٰل ِٕى َكةُ اَاَّل تَخَافُوْ ا َواَل تَحْ َزنُوْ ا َواَب ِْشرُوْ ا‬
َ‫بِ ْال َجنَّ ِة الَّتِ ْي ُك ْنتُ ْم تُوْ َع ُدوْ ن‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah
Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata),
“Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati;
dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah
dijanjikan kepadamu” (QS Fushshilat: 30)
Independensi merupakan karakter manusia yang bijak (ulul al-bab) yang

dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 16 kali, yang diantara karakternya

adalah “Mereka yang mampu menyerap informasi (mendengar perkataan) dan

mengambil keputusan (mengikuti) yang terbaik (sesuai dengan nuraninya

tanpa tekanan pihak manapun)” (az-Zumar: 18). Oleh karena itu, maka28:

1) Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen dan harus menghindari

terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh

kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of


27
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.480
28
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Governance Business
Syariah, …., h. 19
25

interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan

keputusan dapat dilakukan secara obyektif.

2) Masing-masing organ Perusahaan harus melaksanakan fungsi dan

tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan dan ketentuan syariah,

tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu

dengan yang lain.

3) Seluruh jajaran bisnis syariah harus melaksanakan fungsi dan tugasnya

sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawabnya.

e. Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan)

Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur kesamaan

perlakuan dan kesempatan. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Maidah: 8,

yang berbunyi:

Fairness atau kewajaran merupakan salah satu manifestasi adil dalam

dunia bisnis. Setiap keputusan bisnis, baik dalan skala individu maupun

lembaga, hendaklah dilakukan sesuai kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan

apa yang biasa berlaku, dan tidak diputuskan berdasar suka atau tidak suka.

Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan mendapatkan hasil yang

seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis, baik di dunia

maupun di akhirat29. Dalam melaksanakan kegiatannya, Pelaku bisnis syariah

harus senantiasa memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan,

berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Oleh karena itu, maka30:

1) Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan pada pemangku

kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat

bagi kepentingan organisasi serta membuka akses terhadap informasi


29
Umer Chapra dan Habib Ahmed, Corporate Governanve Lembaga Keuanga Syariah,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008). h. 13
30
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Governance Business
Syariah, …., h. 19
26

sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-

masing.

2) Pelaku bisnis syariah harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar

kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi

yang diberikan.

3) Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan yang sama dalam

penerimaan pegawai, berkarir, dan melaksanakan tugasnya secara

profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin

(gender) dan kondisi fisik.

4) Pelaku bisnis syariah harus bersikap tawazun yaitu adil dalam pelayanan

kepada para nasabah atau pelanggan dengan tidak mengurangi hak

mereka, serta memenuhi semua kesepakatan dengan para pihak terkait

dengan harga, kualitas, spesifikasi atau ketentuan lain yang terkait dengan

produk yang dihasilkannya.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Good Governance bisnis syariah merupakan suatu sistem pengelolaan

yang baik dan membantu para pelaku bisnis untuk mampu menhasilkan

manajemen kinerja bisnis yang baik. Selain itu, dalam operasional good

governance bisnis syariah memuntut keterlibatan negara, ulama, para pelaku

bisnis dan masyarakat, sehingga hal ini akan lebih mudah mengatur dan

mengelola bisnis sesuai dengan tuntutan syariah. Hal in juga ditunjukkan dari

beberapa praktik-praktik dalam menjalankan bisnis syariah sudah diatur

ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam

menjalankan praktik bisnis syariah dengan mengacuh pada pedoman pelaksanaan

good governance bisnis syariah yang dicontohkan Rasullulah dan pedoman

pelaksanaan yang berlaku umum.

B. Saran

Penerapan konsep Good Governance bisnis syariah sangat penting untuk

diperhatikan dan diterapkan oleh berbagai kalangan terutama para stokeholder.

Sehingga dalam menjalankan kegiatan bisnis atau pun bentuk kegiatan ekonomi

lainnya bisa memberikan nilai kinerja yang baik dan mendatangkan rahmat Allah

SWT. Serta tidak memberikan dampak buruk pada lingkungan sekitar.


DAFTAR PUSTAKA

Nor Hadi,”Corporate Social Resposibility”, Yogyakarta: Graha Ilmu, (2011),h.18


Iwan Nugroho,” Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan”,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, (2015),h. 18
Arif Budimanta , Adi Prasetyo, dan Bambang Rudito,”Corporate Social
Responsibility: Alternatif bagi Pembangunan Indonesia”, Jakarta: ICSD,
(2008),h.19
Reski Amalyah, Djamhur Hamid, and Luchman Hakim. Peran stakeholder
pariwisata dalam pengembangan Pulau Samalona sebagai destinasi wisata
bahari”,Brawijaya University, (2016),h.19
Rachel Thompson, "Stakeholder analysis: Winning support for your
projects." MindTools. Recuperado de: https://www. mindtools.
com/pages/article/newPPM_07. htm (2011).
Komite Nasional Kebijakan Governance, “Pedoman Umum Good
Governance Business Syariah” (Jakarta, 2011).,h.15
Yusuf Qardawi, “Norma dan Etika Ekonomi Islam”, Gema Insani,
(2022).h. 177
Departemen Agama RI, al-qur’an dan terjemahan”,.. h.468
A. Darussalam, Etika Bisnis dalam Pesepektif Hadis, (2011),h. 131
Ary Ginanjar, ESQ: Emotionjal Spritual Quotien, (Jakarta: Arga.2001), h.
45
A. Darussalam, Etika Bisnis dalam Pesepektif Hadis, h. 1214
Jumansyah dan Ade, “Analisis Penerapan Good Governance Business
Syariah dan Pencapaian Maqasid Syariah Bank Syaraiah di Indonesia”, (Jurnal
Al-Azhar Indonesia, Vol.2, No.1 (Maret 2013). h.6
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good
Governance Business Syariah, …., h. 16
29

Monks, R. A. Gram., dan Minow, N, Corporate Governance. New Jersey:


Blackwell.dikutif pada Jurnal Akademika, “Good Corporate governance
pada Lembaga Pendidikan pesantren”, Vol. 23, No. 01 Januari 2018

Anda mungkin juga menyukai