Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja


2.1.1 Pengertian
Masa remaja (adolescence) ialah masa transisi atau peralihan dari masa
kanak-kanak menuju kedewasa. Menurut Istilah adolescence atau remaja
berasal dari kata latin (adolescene), kata bendanya adolescentia yang berarti
remaja yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.Istilah
adolescence mempunyai arti yang sangat luas, yakni mencangkup
pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial atau tingkah laku.

Pendapat dari World Health Organization (WHO) remaja meliputi tiga


kriteria yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Sehingga definisi
remaja adalah masa individu yang pertama kali menunjukan tanda-tanda
seksual sekunder sampai saat kematangan seksual, mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi diri dari anak-anak menuju
dewasa dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menjadi
mandiri

Penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa, remaja adalah suatu masa


dimana individu mengalami perkembangan ditandai dari perubahan fisik
yang menunjukkan tanda-tanda kematangan organ reproduksi serta
mengoptimalkan fungsional organ-organ lainnya, perkembangan kognitif
yang menunjukkan cara gaya berfikir remaja, serta pertumbuhan sosial
emosional individu, mengalami perkembangan psikologi dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial yang penuh, menjadi lebih mandiri.

9
10

Menurut World Health Organization (WHO ) masa remaja terbagi menjadi


tiga, masa remaja awal (early adolescence) berusia 10-13 tahun, masa
remaja tengah (middle adolescence) berusia 14-16 tahun dan masa remaja
akhir (late adolescence) berusia 17-19 tahun.
Depkes RI mengelompokkan tahapan remaja menjadi 3 (tiga) dengan ciri-
ciri sebagai berikut:
2.1.1.1 Remaja Awal (10-13 tahun)
a. Cemas terhadap penampilan badannya yang berdampak pada
meningkatnya kesadaran diri (self consciousness).
b. Perubahan hormonal berdampak sebagai individu yang mudah
berubah-ubah emosinya seperti mudah marah, mudah
tersinggung atau agresif.
c. Menyatakan kebebasan berdampak bereksperimen dalam
berpakaian, berdandan trendi dan lain- lain.
d. Perilaku memberontak membuat remaja sering konflik dengan
lingkungannya.
e. Kawan lebih penting sehingga remaja berusaha menyesuaikan
dengan mode sebayanya.
f. Perasaan memiliki terhadap teman sebaya berdampak punya
geng/ kelompok sahabat, remaja tidak mau berbeda dengan
teman sebayanya.
g. Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangannya sendiri
dengan membandingkann segala sesuatunya sebagai buruk/
hitam atau baik/ putih berdampak sulit bertoleransi dan sulit
berkompromi.

2.1.1.2 Remaja Pertengahan (14 – 16 tahun)


a. Lebih mampu untuk berkompromi, berdampak tenang, sabar
dan lebih toleran untuk menerima pendapat orang lain.
11

b. Belajar berpikir independen dan memutuskan sendiri


berdampak menolak mencampur tangan orang lain termasuk
orang tua.
c. Bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasa
nyaman berdampak pada gaya baju, gaya rambut, sikap dan
pendapat berubah- ubah.
d. Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru walaupun
beresiko yang berdampak mulai bereksperimen dengan
merokok, alkohol, seks bebas dan mungkin NAPZA.
e. Tidak lagi terfokus pada diri sendiri yang berdampak pada
lebih bersosialisasi dan tidak pemalu.
f. Membangun nilai, norma dam moralitas yang berdampak pada
mempertanyakan kebenaran ide, norma yang dianut keluarga.
g. Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan solidaritas yang
berdampak pada ingin banyak memghabiskan waktu untuk
berkumpul dengan teman- teman.
h. Mulai membina hubungan dengan lawan jenis yang
berdampak pada berpacaran tetapi tidak menjurus serius.
i. Mampu berpikir secara abstrak mulai berhipotesa yang
berdampak pada mulai peduli yang sebelumnya tidak terkesan
dan ingin mendiskusikan atau berdebat.

2.1.1.3 Remaja Akhir (17- 19 tahun)


a. deal berdampak cenderung menggeluti masalah sosial politik
termasuk agama.
b. Terlibat dalam kehidupan, pekerjaan dan hubungan diluar stress
keluarga yang berdampak pada mulai belajar mengatasi,
dihadapi dan sulit berkumpul dengan keluarga.
c. Belajar mencapai kemandirian secara finansial maupun
emosional yang berdampak pada kecemasan dan ketidak pastian
masa depan yang dapat merusak keyakinan diri sendiri.
12

d. Lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan


jenis berdampak mempunyai pasangan yang lebih serius dan
banyak menyita waktu.
e. Merasa sebagai orang dewasa berdampak cenderung
mengemukakan pengalaman yang berbeda dengan orang
tuanya.
f. Hampir siap menjadi orang dewasa yang berdampak mulai ingin
meninggalkan rumah atau hidup sendiri.

2.1.2 Pemenuhan Gizi Remaja


Remaja membutuhkan energi dan nutrisi untuk melakukan deposisi
jaringan. Peristiwa ini merupakan suatu fenomena pertumbuhan tercepat
yang terjadi kedua kali setelah yang pertama dialami pada tahun pertama
kehidupannya. Nutrisi dan pertumbuhan mempunyai hubungan yang sangat
erat. Kebutuhan nutrisi remaja dapat dikenal dari perubahan tubuhnya.
Kecukupan energi diperlukan untuk kegiatan sehari-hari dan proses
metablisme tubuh. Energi dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan,
perkembangan, aktifitas otot, fungsi metabolik lainnya (menjaga suhu
tubuh, menyimpan lemak tubuh), dan untuk memperbaiki kerusakan
jaringan dan tulang disebabkan oleh karena sakit dan cedera. (Dedeh dkk,
2010:21)

WHO menganjurkan rata-rata konsumsi energi makanan sehari adalah 10


15% berasal dari protein, 15-30% dari lemak, dan 55-75% dari karbohidrat
(Almatsier, 2002:132)
2.1.2.1 Karbohidrat
Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber “bahan bakar”
(energi) utama bagi tubuh. Sumber karbohidrat utama dalam pola
makanan Indonesia adalah beras. Di beberapa daerah, selain beras
digunakan juga jagung, ubi, sagu, sukun dan lain-lain. sebagian
masyarakat, terutama dikota, juga menggunakan mie dan roti yang
13

dibuat dari tepung terigu. Karena sebagian besar energi berasal dari
karbohidrat. (Dedeh dkk , 2010:35)

Kebutuhan karbohidrat untuk remaja laki-laki 368-375


gram/hari dan perempuan 292-309 gram/hari mensuplai glukosa
yang cukup untuk otak tapi tidak mencakup untuk aktivitas sehari-
hari. (Garin Megan, 2017).

2.1.2.2 Protein
Protein diperlukan untuk sebagian besar proses metabolik,
terutama pertumbuhan, perkembangan, dan mainteen/merawat
jaringan tubuh. Asam amino merupakan elemen struktur otot,
jaringan ikat, tulang, enzim, hormone, antibody, protein juga
mensuplai sekitar 12%-14% asupan energi selama masa remaja.
Bila asupan energi terbatas diet protein lebih banyak dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan energi, dan tidak bisa dipakai untuk
mensintesis jaringan baru. Pertumbuhan mengalami kegagalan
atau terjadi, kurang energi protein (KEP). Sumber diet protein yang
baik adalah : daging, unggas, ikan, telur, susu, dan keju.

2.1.2.3 Lemak
Saat ini kebutuhan lemak konsumsi lemak sebanyak 15-30% dari
kebutuhan energi total dianggap baik. Lemak juga sebagai sumber
asam lemak esensial yang diperlukan oleh pertumbuhan, sebagai
sumber suplai energi yang berkadar tinggi, dan sebagai pengangkut
vitamin yang larut dalam lemak. Asupan lemak yang kurang, akan
terjadi gambaran klinis defesiensi asam lemak esensial dan nutrisi
yang larut dalam lemak, serta pertumbuhan yang buruk. Sumber
berbagai lemak tertentu misalnya : lemak jenuh (mentega, lemak
babi), asam lemak tek jenuh tunggal (minyak olive), asam lemak
14

jenuh ganda (minyak kacang kedelai), kolestrol (hati, ginjal, otak,


kuning telur, daging, unggas, ikan dan keju).

2.1.2.4 Serat
Serat pada diet jumlahnya berlimpah, fungsinya pada tubuh adalah
untuk melancarkan proses pengeluaran tubuh. Sumber yang baik
dari diet, misalnya ; seluruh produk padi-padian, beberapa jenis
buah dan sayur, kacang-kacangan kering, dan biji-bijian. Bila
kekurangan asupan mungkin menimbulkan absorpsi mineral
berkurang. Meskipun serat bukan zat gizi tetapi keberadaan serat
diperlukan sekali. Serat tidak dapat dicerna oleh manusia tetapi
dapat dicerna oleh bakteri dan organism.

2.1.2.5 Zat besi


Remaja adalah salah satu kelompok yang rawan terhadap
defesiensi zat besi, dapat mengacu semua kelompok status sosial
ekonomi, terutama yang berstatus ekonomi rendah. Penyebab
sebagian besar oleh karena ketidakcukupan asimilasi zat besi yang
berasal dari diet, zat besi dari cadangan dalam tubuh dengan
cepatnya pertumbuhan dan kehilangan zat besi. Prevalansi zat besi
pada gadis umur 11-14 tahun sekitar 2,8% dan seangka umur 15-
19 tahun defesiensi zat besi pada gadis ditemukan sekitar 7,2 %

Kebutuhan zat besi meningkat pada remaja oleh karena terjadi


pertumbuhan yang meningkat ekspansi volume darah dan masa
otot. Peran zat besi penting untuk mengangkut oksigen dalam
tubuh dan peran lainnya dalam pembentukan sel darah merah gadis
yang menstruasi membutuhkan tambahan zat besi yang lebih
tinggi.
15

2.1.2.6 Mineral
Kebutuhan mineral seluruhnya meningkatnya pada masa kejar
tumbuh remaja. Mineral berperan penting pada kesehatan, kalsium,
zat besi dan seng, penting untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Fungsi mineral dalam tubuh sebagai berikut: memelihara
keseimbangan asam tubuh dengan jalan penggunaan mineral
pembentuk asam (klorin, fosfor, belerang) dan mineral
pembentukan basa (kapur, besi, magnesium, kalium dan natrium),
mengkatalisasi reaksi yang bertalian dengan pemecahan
karbohidrat, lemak, dan protein serta pembentukan lemak dan
protein tubuh, sebagai bagian dari cairan usus. Mineral berperan
pada pertumbuhan tulang dan gigi. Bersama dengan protein dan
itamin, mineral membentuk sel darah dan jaringan tubuh lain

2.1.2.7 Kalsium
Pertumbuhan tinggi pada masa remaja mencapai 20 %
pertumbuhan tingginya dewasa dan 40 % masa dewasa. Kebutuhan
kalsium pararel dengan pertumbuhan, dan meningkat dari 800
mg/hari menjadi 1200 mg/hari pada kedua jenis kelamin pada umur
11-19tahun. Retensi kalsium pada remaja mencapai 200 mg/hari

Kebutuhan kalsium sangat tergantung pada jenis kelamin, umur


fisiologis, dan ukuran tubuh. Kalsuim yang penting pada remaja
untuk pembentukan dan pertumbuhan tulang sehingga tulang dapat
terpenuhi. Pada remaja putri asupan kalsium lebih rendah dari
kebutuhan sehari-hari yang dianjurkan sekitar lebih dari 50%.

2.1.2.8 Seng
Seng merupakan mineral mikro esensial. Seng diperlukan untuk
sistem reproduksi, pertumbuhan janin, system pusat syaraf, dan
fungsi kekebalan tubuh. Seng didapatkan sebagai komponen
16

sekitar metaloenzim terlibat dalam proses metabolism, seperti


sistesis protein, penyembuhan luka, pembentukan sel darah, fungsi
imun, untuk pertumbuhan, dan pematangan seksual, terutama saat
pubertas.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Remaja


Faktor penyebab masalah gizi remaja kebiasaan makan yang buruk dapat
terjadi pada usia remaja karena kebiasaan atau budaya adat makan pada
keluarga maupun teman sebaya. Pemahaman gizi yang keliru tubuh yang
langsing sering menjadi idaman para remaja terutama pada wanita remaja
hal yang sering menjadi penyebab masalah karena tubuh menerapkan
pembatasan makanan secara keliru kesukaan yang berlebihan makanan
menyebabkan kebutuhan gizi tidak terpenuhi. Pola makan yang baik dapat
mengandung sumber makanan zat pembangun zat pengatur dan zat energi
karena semua zat gizi diperoleh untuk pemeliharaan dan pertumbuhan serta
priduktifitasi dan perkembangan otak. Serta dengan jumlah yang cukup
sesuai dengan kebutuhan pola makan seimbang untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi kesehatan yang optimal. (Almatsier, S. Dkk.
2011).

2.2 Konsep Pola Makan


2.2.1 Pengertian Pola Makan
Pola makan adalah suatu cara dalam mengatur jumlah dan jenis makanan,
dengan berbekal informasi atau suatu gambaran dengan tujuan
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit.

Pola makan merupakan perilaku penting yang dapat mempengaruhi keadaan


gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan
minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi sehingga akan
mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. (UU.No.41 tahun 2014)
17

Pola makan di definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang dilakukan


berulang kali setiap individu atau orang makan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya . (Sulistyoningsih, 2011). Secara umum pola makan memiliki 3
(tiga) komponen yang terdiri dari: jenis, frekuensi, dan jumlah makanan.
2.2.1.1 Jenis makan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari
terdiri dari makanan pokok, Lauk hewani,Lauk nabati, Sayuran ,dan
Buah yang dikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalah sumber
makanan utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang
atau sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jangung, sagu,
umbi-umbian, dan tepung. (Sulistyoningsih,2011).
2.2.1.2 Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi
makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan
(Depkes, 2013). frekuensi makan merupakan berulang kali makan
sehari dengan jumlah tiga kali makan pagi, makan siang, dan makan
malam.
2.2.1.3 Jumlah makan
Jumlah makan adalah banyaknya atau porsi makanan yang dimakan
dalam setiap orang atau setiap individu dalam kelompok.
18

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan


Pola makan merupakan gambaran sama dengan kebiasaan makan seseorang
atau individu. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola
makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan
lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).
2.2.2.1 Faktor ekonomi
Ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya beli
pangan dengan kuantitas dan kualitas makanan tersebut. kurangnya
pengetahuan terhadap pola makan pada masysrakat sehingga
pemilihan suatu bahan makanan lebih di dasarkan dalam
pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi.
2.2.2.2 Faktor Sosial Budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi
oleh faktor budaya sosial dalam kepercayaan suatu budaya atau
adat daerah tertentu yang menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan
di suatu masyarakat memiliki cara mengkonsumsi pola makan
dengan cara sendiri. Dalam budaya mempunyai suatu cara bentuk
macam pola makan seperti: dimakan, bagaimana pengolahanya,
persiapan dan penyajian.
2.2.2.3 Agama
Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali
berdoa sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan
kanan.
2.2.2.4 Pendidikan
Dalam pendidikan pola makan adalah salah satu pengetahuan, yang
dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan
dan penentuan kebutuhan gizi.
19

2.2.2.5 Lingkungan
Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap
pembentuk perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui
adanya promosi, media elektroni, dan media cetak.
2.2.2.6 Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai
keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan dengan
frekuensi dan jenis makanan yang dimakan. Masyarakat atau suatu
penduduk mempunyai kebiasaan makan dalam tiga kali sehari
adalah kebiasaan makan dalam setiap waktu

2.2.3 Pola Makan Seimbang


Pola makan seimbang adalah suatu cara pengaturan jumlah dan jenis makan
dalam bentuk susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi yang
terdiri dari enam zat yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan
air. dan keaneka ragam makanan. Konsumsi pola makan seimbang
merupakan susunan jumlah makanan yang dikonsumsi dengan mengandung
gizi seimbang dalam tubuh dan mengandung dua zat ialah: zat pembagun
dan zat pengatur.
Makan seimbang ialah makanan yang memiliki banyak kandungan gizi dan
asupan gizi yang terdapat pada makanan pokok, lauk hewani dan lauk
nabati, sayur, dan buah. Jumlah dan jenis Makanan sehari-hari ialah cara
makan seseorang individu atau sekelompok orang dengan mengkonsumsi
makanan yang mengandung karbohidrat, protein, sayuran, dan buah
frekuensi tiga kali sehari dengan makan selingan pagi dan siang. Dengan
mencapai gizi tubuh yang cukup dan pola makan yang berlebihan dapat
mengakibatkan kegemukan atau obesitas pada tubuh. Menu seimbang
adalah makanan yang beraneka ragam yang memenuhi kebutuhan zat gizi
dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). (UU No. 41,2014).
20

Dalam bentuk penyajian makanan dan bentuk hidangan makanan yang


disajikan seperti hidangan pagi, hidangan siang, dan hidangan malam dan
menganung zat pembangun dan pengatur. Bahan makanan sumber zat
pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-
kacangan, tempe, tahu. Sedangkan dari hewani adalah telur, ikan, ayam,
daging, susu serta hasil olahan seperti keju. Zat pembangun berperan untuk
perkembangan kualitas tingkat kecerdasan seseorang. Bahan makanan
sumber zat pengatur adalah semua sayur dan buah banyak mengandung
vitamin dan mineral yang berperan untuk melancarkan fungsi organ tubuh.
21

2.3 Konsep Kekurangan Energi Kronik (KEK)


2.3.1 Pengertian Kekurangan Energi Kronik (KEK)
Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana terjadi
kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronik) yang
mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan (Helena, 2013). Kurang
Energi Kronik (KEK) adalah kondisi di mana tubuh kekurangan asupan
energi dan protein yang berlangsung terus-menerus (Almatsier 2011).
Kurang energi kronik menggambarkan “keadaan menetap” (steady state) di
mana tubuh seseorang berada dalam keseimbangan energi antara asupan dan
pengeluaran energi, meskipun berat badan rendah dan persediaan energi
tubuh rendah (Hasanah,2018). Kekurangan gizi secara akut ini disebabkan
oleh konsumsi makanan yang tidak adekuat selama periode tertentu untuk
mendapatkan tambahan kalori dan protein.

2.3.2 Etiologi
Terjadinya Kekurangan Energi Kronik (KEK) didukung oleh kekurangan
asupan zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga simpanan zat gizi pada
tubuh digunakan kembali untuk memenuhi kebutuhan aktifitas, sehingga
apabila keadaan ini berlangsung cukup lama atau kronik maka simpanan zat
gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan.
Keadaan Kekurangan Energi Kronik (KEK) juga terjadi karena tubuh
mengalami kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang diperlukan
oleh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi dalam
jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah atau kombinasi
keduanya. Zat gizi yang dikonsumsi juga mungkin gagal untuk diserap dan
digunakan untuk tubuh (Helena, 2013).

2.3.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala terjadinya Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah berat
badan kurang dari 40 kg atau tampak kurus dan LiLA kurang dari 23,5 cm.
22

Kategori Kekurangan Energi Kronik adalah apabila LiLA kurang dari 23,5
cm atau berada pada bagian merah pita LiLA saat dilakukan pengukuran.
LiLA umumnya dijadikan indikator antropometris untuk menilai kejadian
Kekurangan Energi Kronik (KEK).

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekurangan Energi Kronik


Berdasarkan penelitian Nurul Hasanah (2018), faktor-faktor yang
mempengaruhi Kekurangan Energi kronik antara lain:

2.3.4.1 Pengetahuan
Pengetahuan tentang gizi dan pemilihan makanan, kebiasaan diet
dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan.
Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai
asosiasi yang positif dengan pengembangan pola-pola konsumsi
makanan dalam keluarga. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika
tingkat pendidikan dari ibu meningkat, maka pengetahuan terkait
gizi juga akan bartambah baik.
2.3.4.2 Faktor biologis
Selama masa pertumbuhan, perubahan fisik yang pesat akan
meningkatkan kebutuhan energi dan nutrisi. Dengan demikian
akan muncul keadaan cepat lapar. Ketika lapar, seseorang
menginginkan sesuatu yang cepat yang dapat memenuhi kebutuhan
energi mereka.
2.3.4.3 Faktor psikologis
Pilihan makanan terbentuk sebagai hasil interaksi kompleks dari
banyak faktor di lingkungan seseorang, termasuk pengalaman
masa kecil terhadap makanan. Cita rasa dan penyajian makanan
merupakan salah satu pengaruh utama dalam pemilihan makanan.
2.3.4.4 Konsep diri
Kepercayaan diri (self efficacy) terhadap makanan sehat telah
terbukti menjadi variabel yang baik untuk memprediksikan
23

perilaku makan pada remaja atau dewasa muda. Seseorang dengan


kepercayaan positif dan self efficacy yang tinggi akan memilih
makanan yang sehat
2.3.4.5 Pola makan
Jumlah asupan makanan asupan makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan dalam periode waktu yang lama akan berimbas pada
Kekurangan Energi Kronik. Oleh karena itu, pengukuran konsumsi
makanan sangat penting untuk mengetahui proporsi yang dimakan
oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur gizi dan
menemukan faktor diet yang menyebabkan malnutrisi.
2.3.4.6 Aktivitas
Beban kerja/aktivitas Aktivitas dan gerakan seseorang berbeda-
beda, seorang dengan aktivitas fisik yang lebih berat otomatis
memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan yang kurang
aktif energi yang besar karena fungsi organ yang melemah dan
diharuskan untuk bekerja maksimal.

2.3.5 Dampak terjadinya Kekurangan Energi Kronik


Kurang energi kronis pada masa usia subur atau remaja khususnya masa
persiapan kehamilan. Berdampak pada tubuh yang dialami antara lain:
2.3.5.1 Badan lemah dan muka pucat ( anemia)
Anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah yang
sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik.
Akibatnya, organ tubuh tidak mendapat cukup oksigen, sehingga
membuat penderita anemia pucat dan mudah lelah. Anemia disebabkan
akibat kekurangan zat besi, membuat tubuh tidak mampu
menghasilkan hemoglobin (Hb). Kondisi ini bisa terjadi akibat
kurangnya asupan zat besi dalam makanan.
2.3.5.2 Kehilangan masa otot
Jaringan otot merupakan bagian tubuh yang paling banyak
menyimpan dan mengunakan energi protein. Ketika tubuh
24

kekurangan protein, maka protein dalam tubuh akan diambil secara


perlahan atau menahun untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Dalam jangka waktu lama kekurangan energi protein dapat
menyebabkan penurunan masa otot.
25

2.4 Hubungan Pola Makan dengan Angka Kejadian Kekurangan Energi


Kronik
Pemahaman gizi yang keliru pada remaja tubuh yang langsing sering menjadi
idaman para remaja terutama pada wanita remaja hal yang sering menjadi
penyebab masalah karena tubuh menerapkan pembatasan makanan secara
keliru kesukaan yang berlebihan makanan tertentu menyebabkan kebutuhan
gizi tidak terpenuhi (Almatsier, S. Dkk. 2011).
Sejalalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ayu Afrilia dan Shelly
Festilia tahun 2016 pada remaja pada pola makan saat ini adalah remaja
mengkonsumsi semua jenis makanan tidak ada yang mengandung zat gizi
lengkap, sehingga dalam sekali makan perlu makan makanan yang bervariasi
jenisnya untuk memenuhi kebutuhan asupannya dalam sehari. pembatasan
makanan yang kurang dapat menyebabkan kebutuhan zat gizi siswi tersebut
tidak terpenuhi. Selain itu pada usia remaja dalam hal makan mereka terlalu
memilih-milih sehingga tidak terkontrol apa saja yang mereka makan
Penelitian Nabila Zuhdy dan Ni Wayan pada tahun 2015, aspek pola makan
pada remaja bertujuan untuk mengontrol berat badan, sehingga pola makan
berhubungan secara signifikan dengan status gizi remaja putri, salah satunya
yaitu kekurangan energi kronik.
Sejalan dengan penelitian Hasanah tahun 2018, fakror-faktor yang
mempengaruhi kekurangan energi kronik adalah salah satunya yaitu pola
makan, Jumlah asupan makanan asupan makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan dalam periode waktu yang lama akan berimbas pada kekurangan
energi kronik. Oleh karena itu, pengukuran konsumsi makanan sangat penting
untuk mengetahui proporsi yang dimakan oleh remaja putri dan hal ini dapat
berguna untuk mengukur gizi dan menemukan faktor diet yang menyebabkan
malnutrisi.
26

2.5 Kerangka konsep


X Y

Pola makan Kekurangan


energi kronik

Keterangan :
X : independen
Y :dependen

2.6 Hipotesis
H0: Tidak Terdapat Hubungan Pola Makan Dengan KEK Pada Remaja Putri
Ha: Terdapat Hubungan Pola Makan Dengan KEK Pada Remaja Putri.
27

Anda mungkin juga menyukai