Anda di halaman 1dari 20

1

TATA KELOLA PEMERINTAHAN UMAR BIN ABDUL AZIZ


DAN RELEVANSINYA DENGAN KONSEP GOOD GOVERNANCE
DI INDONESIA

Khairunnisa Efendi1, Dr. Azhariah Khalida, M.Ag2, Dr. Rahmat Hidayat, M.Ag3
1
Mahasiswi Hukum Tata Negara,Fakultas Syari’ah, UIN Imam Bonjol Padang
E-mail: khairunnisaefendi@gmail.com
2
Dosen Fakultas Syari’ah, UIN Imam Bonjol Padang
3
Dosen Fakultas Syari’ah, UIN Imam Bonjol Padang

ABSTRAK
Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz dalam menjalankan roda pemerintahannya, yaitu
dengan menerapkan praktik-praktik pemerintahan yang baik sesuai dengan konsep good
governance yang dikenal pada saat ini. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah
bagaimana pelaksanaan good governace pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, dan
relevansinya dengan konsep good governance di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pelaksanaana good governance pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dan
bagaimana relevansinya dengan konsep good governance di Indonesia. Penelitian ini
diklasifikasikan sebagai penelitian pustaka (library research) dengan menggunakan
penerapan metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan
studi penelaahan dari buku-buku, literartur-literartur atau artikel, majalah, jurnal, web
(internet), ataupun informasi lainnya yang berhubungan dengan judul penulisan untuk
mencari hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku dan sebagainya yang
berkaitan dengan skripsi ini. Hasil penelitian adalah: Pertama, keberhasilan pelaksanaan
good governance pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz tidak dapat dipisahkan
dari prinsip-prinsip yang terdapat dalam pemerintahan Islam, yaitu musyawarah (syura),
keadilan (al-adalah), persamaan hak (al-musawah), bertanggung jawab (al-masuliyyah),
dan kebebasan (al-hurriyyah). Pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz kelima prinsip ini
sukses diterapkan sehingga terciptanya kesejahteraan bagi rakyat. Kedua, menunjukkan
bahwa adanya relevansi tata kelola pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dengan konsep good
governance di Indonesia. Hal ini berdasarkan kesamaan yang ditemukan dalam konsep good
governace pada keduanya yang dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan,
seperti kebijakan politik, ekonomi, sosial dan agama. Negara Indonesia merupakan salah
satu negara yang berusaha untuk mewujudkan good governance dalam pemerintahannya.
Kata Kunci: Pemerintahan, Umar bin Abdul Aziz, Good Govenance
PENDAHULUAN
Konsep pemerintahan good governance atau pemerintahan yang baik ini
tidak terlepas dari seorang pemimpin. Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia
menempatkan pemimpin sebagai sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan.
Allah SWT memberitahu kepada manusia tentang pentingnya kepemimpinan di
dalam Islam, sebagaimana dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 30, yaitu:
2

ۖ ٰٓ ۡ
‫ض خَ لِيفَ ٗة قَ الُ ٓو ْا َأت َۡج َع ُل فِيهَ ا َمن ي ُۡف ِس ُد فِيهَ ا‬
ِ ‫ر‬ۡ ‫َأۡل‬ ‫ٱ‬ ‫ي‬ ِ ‫ف‬ ٞ
‫ل‬ ‫اع‬
ِ ‫ج‬َ ‫ي‬ ِّ ‫ن‬‫ِإ‬ ‫ة‬
ِ َ
‫ك‬ ‫ِئ‬َ َ َ‫َوِإ ۡذ ق‬
‫ال َربُّكَ لِل َمل‬
)٣٠( َ‫ك ٱل ِّد َمٓا َء َون َۡح ُن نُ َسبِّ ُح بِ َحمۡ ِدكَ َونُقَ ِّدسُ لَ ۖكَ قَا َل ِإنِّ ٓي َأ ۡعلَ ُم َما اَل ت َۡعلَ ُمون‬
ُ ِ‫َويَ ۡسف‬

Terjemahnya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan terdiri atas
empat unsur, yaitu: pemimpin, yang disebut dengan khalifah, wilayah
kepemimpinan. Salah satu unsur kepemimpinan yaitu pemimpin, dapat diteladani
dari Nabi Muhammad SAW yang merupakan sosok seorang pemimpin paling
berpengaruh dalam kehidupan umat manusia. Setelah Nabi Muhammad SAW,
selanjutnya kepemimpinan umat Islam diteruskan oleh para Khulafaur Rasyidin
yaitu empat orang khalifah pertama umat Islam terdiri dari Abu Bakar As-Shiddiq
R.A, Umar bin Khattab R.A, Utsman bin Affan R.A, dan Ali bin Abi Thalib R.A, yang
dalam menjalankan pemerintahannya berlandaskan kepada Al-qur’an dan
Sunnah.

Berikutnya, berdiri Dinasti Bani Umayyah yang merupakan sebuah


pemerintahan Islam setelah pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Dinasti ini
berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (661-750). Ketika pemerintahan Islam
memasuki masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sofyan yang menjadi awal
kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan Islam yang sebelumnya bersifat
demokratis berubah menjadi Monarki, disinilah awal mula adanya kepemimpinan
monarki di dalam Islam.1

Selama pemerintahan Dinasti Bani Umayyah terdapat sebanyak 14 orang


khalifah yang pernah berkuasa. Di antara khalifah yang memerintah terdapat salah
satu khalifah terbesar yaitu Umar bin Abdul Aziz. Pada pemerintahan khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik, ia menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.

1
Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. (Yogayakarta: Pustaka Book Publisher,
2009), hal. 77.
3

Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah dalam kurun waktu kurang dari
tiga tahun (99-101H/717-719M) atau lebih tepatnya dua tahun lima bulan, akan
tetapi dalam kepemimpinan yang sangat singkat ini perubahan yang ia lakukan
sangat signifikan dampaknya. Berbeda dengan apa yang telah dilakukan oleh
khalifah-khalifah Bani Umayyah sebelumnya.2

Berkaitan dengan keberhasilan khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam


menjalankan roda pemerintahannya, yang didukung oleh praktik-praktik tata
kelola pemerintahan. Hal ini merupakan suatu fenomena menarik untuk dikaji.
Dimana setiap negara berusaha untuk dapat mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang diterapkan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz tersebut.

KERANGKA TEORI
1. Tata Kelola Pemerintahan

Tata kelola pemerintahan adalah segala sesuatu yang terkait dengan


tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau
mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.3

2. Relevansi

Relevansi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) relevansi berarti


hubungan, kaitan. Relevansi yang dimaksudkan disini ialah keterkaitan atau
kesesuain tata kelola pemerintahan pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz
dengan konsep good governance yang ada pada pemerintahan Indonesia.

3. Konsep Good Governance

Konsep secara etimologis berasal dari bahasa latin “conceptum” yang


artinya sesuatu yang bisa dipahami. Konsep merupakan satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. 4 Adapun konsep good governance

2
Ali Muhammad Ash-Shallabi. Biografi Umar Bin Abdul Aziz,(Jakarta: Beirut, 2014), hal. 23.
3
Sedarmayanti. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) dalam Rangka Otonomi Daerah.
(Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 3.

4
Bahri. Konsep dan Definisi Konseptual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 30.
4

adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung


jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara
politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Good
governance dapat diartikan sebagai suatu proses penyelenggaraan kekuasaan
negara dalam melaksanakan penyediaan public and service.5

Di Indonesia prinsip good governance terdapat dalam Pasal 20 Undang-


Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang berbunyi:

Pasal 20

(1) Penyelenggaraan pemerintah berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan


Negara yang terdiri atas:
a. asas kepastian hukum;
b. asas tertib penyelenggaraan negara;
c. asas kepentingan umum;
d. asas keterbukaan;
e. asas proporsionalitas;
f. asas profesionalitas;
g. asas akuntabilitas;
h. asas efisiensi; dan
i. asas efektivitas.

(2) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas


desentralisasi, tugas pembantu, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Selain itu, juga terdapat pada PP No. 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan
dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pemerintahan yang baik adalah
pemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip;
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima seluruh masyarakat. Secara
umum good governance diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik.

METODE PENELITIAN

5
Sedarmayanti. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Bagian Pertama Edisi Revisi.
(Bandung: CV Mandar Maju, 2009), hal. 32
5

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan


menggunakan pendekatan historis. Data sekunder yang diperoleh dalam penelitian
ini adalah kitab, maupun buku dan tulisan-tulisan tentang Umar bin abdul Aziz,
yaitu; Kitab Sirah wa Manaqib Umar bin Abdul Aziz, buku karangan Ali Muhammad
Ash-Shallabi, diantaranya; Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung Umar bin Abdul
Aziz Ulama dan Pemimpin Yang Adil, Umar bin Abdul Aziz Pembaharu dari Bani
Umayyah, dan Biografi Umar bin Abdul Aziz. Selain itu terkait dengan good
governance sumber yang diperoleh berupa bahan hukum primer yang terdiri atas
peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan Tata Kelola pada Pemerintahan Khalifah Umar Bin


Abdul Aziz

Pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz merupakan salah satu contoh
pemerintahan yang baik. Hal ini didasari dengan keberhasilannya dalam
menjalankan pemerintahannya dalam waktu yang singkat. Selama pemerintahan
khalifah Umar bin Abdul Aziz terdapat pembaharuan-pembaharuan yang
mengarah kepada cikal bakal terbentuknya good governance yang ada pada zaman
sekarang ini. Pelaksanaan good governace pada masa pemerintahan Umar bin
Abdul Aziz ini dapat dilihat dengan adanya kebijakan-kebijakan yang telah
diterapkan pada berbagai bidang kehidupan masyarakat. Seperti di bidang politik,
ekonomi, sosial, dan agama yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan good


governance tidak dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip yang terdapat dalam
pemerintahan Islam. Adapun prinsip yang dimaksud ialah, musyawarah (syura),
keadilan (al-Adlah), persamaan hak (al-Musawah), bertanggung jawab (al-
Masuliyyah), dan kebebasan (al-Hurriyyah). Kelima prinsip inilah yang menjadi
landasan dalam pemerintahan yang baik (good governance). Berikut bentuk
pelaksanaan tata kelola pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan sistem
good governance
‫‪6‬‬

‫‪1. Musyawarah pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz‬‬

‫‪Menurut Ibnu Jauzi dalam “Sirah wa Manaqib Umar bin Abdul Aziz, Al-‬‬
‫‪Khalifah az-Zahid”. Bahwa Pelaksanaan prinsip musyawarah terlihat jelas pada‬‬
‫‪hari pertama pengangkatannya menjadi khalifah. Hal ini dapat diketahui dari‬‬
‫;‪ucapan Umar bin Abdul Aziz kepada rakyatnya, yaitu‬‬

‫ايها الناس ‪ ،‬إين قد ابتليت هبذا األمر عن غري رأي كا ن مين فيه‪ ،‬وال طلبة له‪ ،‬وال‬
‫مش ورة من املس لمني‪ .‬وإين ق د خلعت م ا يف أ عن ا قكم من بيع يت ف ا خت اروا‬
‫ألنفسكم‪.‬‬
‫فصاح الناس صيحة واحدة‪ :‬قد اخرتناك يا أمري املؤ منني ‪ ،‬ورضينا بك‪ .‬قل أ مرنا با‬
‫ليسن و الرب كة فلما رأى األصوات قد هد أت‪ ،‬ورضي به لناس مجيعا‪ ،‬محد اهلل‪ ،‬وأ‬
‫ثى عليه‪ ،‬وصلى على النيب ‪ ،‬وقال‪:‬‬
‫أوصيكم بتقوى اهلل‪ ،‬فإن تقوى اهلل خلف من كل شي ء‪ ،‬وليس من تقوى اهلل عز و‬
‫جل خلف‪ .‬واعملو اآلخر تكم‪ ،‬فإنه من عمل آلخرته كفاه اهلل تبارك و تعاىل أمر‬
‫دني اه‪ .‬وأص لحوا س رائر كم يص لح اهلل لك ر مي عال نيتكبم ‪ .‬وأك ثروا ذك ر املوت‪،‬‬
‫وأحس نوا اال س تعداد قب ل أن ي نزل بكم‪.‬ف إ ن ه ه ادم الل ذات‪ .‬وإن من ال ي د ك رمن‬
‫آبائ ه فيم ا بين ه و بني آدم علي ه الس الم أ ب ا حي ا‪ ،‬ملع ر ق ل ه يف املوت‪ .‬وإن ه ذه األ‬
‫مة ‪،‬مل ختتلف يف ر مبا عز وجل‪ ،‬وال يف نبيها ‪ ،‬واليف كتامبا‪ ،‬وإمنا أختلفوايف الد ينار‬
‫والدرهم‪ .‬وإين و اهلل ال أعحدا با طال‪ ،‬وال أمنع أحدا حقا‪.‬‬
‫مث رفع صو ته حىت أمسع الناس فقل‪:‬‬
‫ياأيه ا الن ا ‪ ،‬من أط اع اهلل وجبت طاعت ه ‪ ،‬ومن عص ى اهلل فال طاعةل ه‪ .‬أطيع وين م ا‬
‫أطعت اهلل‪ ،‬فإذا عصيت اهلل‪ ،‬فال طا عة يل عليكم‪.‬‬
‫‪“Wahai manusia, sesungguhnya aku telah diuji dengan jabatan ini tanpa‬‬
‫‪pernah diminta pendapatku tentangnya, bukan juga karena aku yang‬‬
‫‪memintanya, dan bukan juga berdasarkan hasil musyawarah kaum‬‬
‫‪muslimin. Sesungguhnya aku tidak memaksa kalian untuk membaiatku.‬‬
‫‪Oleh karena itu, pilihlah orang yang pantas untuk memimpin kalian. Orang-‬‬
7

orang berteriak satu teriakan: Kami telah memilih Anda, Amirul Mukminin,
dan kami ridho dengan Anda. Katakanlah, Kami diperintahkan dengan
bahagia dan berkah, dan ketika dia melihat suara-suara itu menjadi tenang,
dia ridho. Dengannya manusia seluruhnya, puji bagi Allah, sanjungan atas
Allah, dan shalawat atas Nabi SAW, dan dia berkata :
Aku berwasiat pada kalian untuk bertaqwa pada Allah SWT, maka
sesungguhnya taqwa kepada Allah SWT pengganti dari segalanya, dan
selain dari taqwa pada Allah kepada Allah 'azza wa jalla itu berpaling, dan
beramal lah kalian untuk akhirat kalian, maka sesungguhnya itu dari
amalan akhirat nya dicukupkan oleh Allah tabaraka wa ta' ala perkara dunia
nya, dan perbaiki rahasia kalian Allah SWT akan memperbaiki dengan
kemuliaan atas keterbukaan kalian, dan perbanyaklah zikir kematian, dan
perbaiki lah persiapan sebelum turun kepada kalian, sesungguhnya itu
bersifat merusak bentuk, dan sesungguhnya barang siapa yang tidak
menyebut dari bapaknya, sekira antaranya dan antara adam alaihi salam,
bapak hidup, berkeringat dia saat kematian, dan sesungguhnya ini adalah
umat, tidak berpaling dari rabb-nya azza wa jalla, dan tidak juga atas Nabi
nya SAW, dan tidak pada kitabnya, dan berpaling pada dinar dan dirham,
dan sesungguhnya aku demi Allah aku tidak patuh satupun dari kebatilan,
dan tidak menolak satupun dari kebenaran Kemudian diangkat suaranya
sampai didengar oleh manusia maka dia berkata:Wahai sekalian manusia,
siapa yang taat kepada Allah wajiblah taat nya,dan barangsiapa yang
berpaling kepada Allah tidak lah ada ketaatan baginya, taatilah aku
sebagaimana aku taat kepada Allah, apabila aku berpaling kepada Allah,
tidak ada bagi kalian ketaatan padaku.6
Berdasarkan hal tersebut menjelaskan bahwa Umar bin Abdul Aziz
memiliki kesungguhan dalam menerapkan prinsip musyawarah untuk urusan
pemerintahannya. Adapun Umar bin Abdul Aziz juga pernah berkata perihal
musyawarah. Sesungguhnya musyawarah dan tukar pikiran adalah pintu rahmat
dan kunci keberkahan, keputusan yang diambil berdasarkan keduanya tidak akan
salah, dan keteguhan hati tidak akan hilang bersama keduanya.

Hal inilah yang diterapkan oleh seorang Umar bin Abdul Aziz dalam
pemerintahannya, yakni Umar bin Abdul Aziz selalu melibatkan musyawarah
dalam segala urusan pemerintahannya. Dengan sering meminta pendapat, dan
nasehat, dari para ulama dalam menyelesaikan berbagai perkara. Selain dengan
para ulama, Umar bin Abdul Aziz juga senantiasa bertukar pikiran dengan
6
Ibnu Al-Jauzi. Sirah wa Manaqib Umar bin Abdul Aziz al-Khalifah al-Zahid, et. 1, (Beirut: Dar
al-Kutub al-Islamiyyah, 1984), hal. 66.
8

pegawainya maupun bahwahanya. Umar bin Abdul Aziz juga berpesan dan
mendorong mereka agar meluruskan dirinya apabila telah menyimpang dari
kebenaran.7

2. Keadilan pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Keadilan yang diterapkan pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dimulai
dari dirinya sendiri sebagai contoh dan panutan bagi rakyatnya, yaitu dengan
mengembalikan seluruh harta bendanya yang mengandung kezaliman atau harta
benda yang ragu akan kebersihan haknya. Dengan kepercayaan bahwa
mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya, sebenarnya merupakan salah
satu bentuk ketakwaan kepada Allah dan meletakkan hak pada tempatnya (adil).
Setelah dimulai dari dirinya sendiri dalam mengembalikan harta benda yang
didapatkan secara zalim, selanjutnya Umar bin Abdul Aziz menerapkan hal yang
sama kepada anggota keluarganya dan juga terhadap keluarga besar Bani
Umayyah (Ash-Shallabi 2013, 68)

Umar bin Abdul Aziz juga mengambil langkah lain dalam memberikan
keadilan bagi rakyatnya. Yaitu dengan mengumumkan kepada seluruh rakyat
bahwa siapapun yang hartanya pernah diambil secara zalim oleh salah seorang
dari Bani Umayyah. Kemudian menghadap Umar bin Abdul Aziz dengan membawa
alat bukti-bukti agar dapat mengembalikan haknya. Langkah selanjutnya yang
diambil oleh Umar bin Abdul Aziz dalam menegakkan keadilan yaitu dengan
memecat semua gubernur dan pejabat yang berbuat zalim kepada rakyatnya.
Diantaranya Khalid bin Ar-Rayyan dan pengawal khalifah Sulaiman bin Abdul
Malik yang telah memenggal semua leher yang diperintahkan Sulaiman untuk
dipenggal. Lalu Umar bin Abdul Aziz menggantikannya dengan Amru bin Muhajir
Al-Anshar. Seperti itulah Umar bin Abdul Aziz memecat orang-orang yang zalim
dan begitulah caranya dalam memilih gubernur, hakim, sekretaris, dan pejabat
lainnya.8

7
Ali Muhammad Ash-Shallabi. Biografi Umar Bin Abdul Aziz,(Jakarta: Beirut, 2014), hal. 35.

8
Abdurrahman, F. (2013) The Great of Two Umar, Kisah Hidup Dua Khalifah Legendaris: Umar
Ibn al-Khattab dan Umar Ibn Abdul Aziz. (Jakarta: Zaman., 2013), hal. 272.
9

Pelaksanaan keadilan pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz juga
dapat dilihat dari bagaimana keadilan yang ditegakkan dalam menghentikan
kezaliman terhadap kaum Mawali dan ahlu dzimmah. Pada masa sebelum
kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, kaum Mawali mengalami banyak kezaliman.
Mereka diwajibkan membayar jizyah (upeti), namun ketika Umar bin Abdul Aziz
menjabat sebagai khalifah, dia langsung menghentikan kezaliman yang dialami
oleh kaum Mawali. Dia mengembalikan hak-hak mereka yang telah dirampas dan
kembali merasakan ketenangan dan ketenteraman jiwa. Mereka dapat menikmati
persamaan dan keadilan bersama pemeluk agama lainnya. Hal ini juga
diberlakukan kepada ahlu dzimmah, Umar bin Abdul Aziz juga memberikan
keadilan kepada ahlu dzimmah dan menghentikan kezaliman. Dimana Umar bin
Abdul Aziz mengembalikan kepada ahlu dzimmah setiap tanah, gereja, atau rumah
yang telah dirampas dari mereka. Di antara kezaliman yang dihentikan oleh Umar
bin Abdul Aziz adalah kerja paksa tanpa mendapatkan upah. Berdasarkan hal
tersebut dapat diketahui bahwa Umar bin Abdul Aziz berhasil mengembalikan
ketenangan, ketentraman, dan kedamaian kepada mereka, serta dilindungi oleh
toleransi dan keadilan Islam.

Pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz melakukan penghapusan al-


makas, yang dimaksud dengan al-makas adalah sejumlah uang yang diambil dari
pedagang di pasar. Ini sama dengan bea cukai yang diambil atas suatu barang
import di zaman sekarang. Al-makas dapat juga diartikan sebagai retribusi, dimana
retribusi pada masa pemerintahan sebelumnya merupakan salah satu bentuk
kezaliman dan penganiayaan. Hal ini disebabkan karena merupakan pajak yang
diambil dari orang lain tanpa alasan yang dibenarkan oleh agama. Umar bin Abdul
Aziz berpendapat bahwa ini termasuk salah satu bentuk kezaliman. Oleh karena
itu Umar bin Abdul Aziz melarangnya (Ash-Shallabi 2014, 57). Dasar tindakan dari
Umar bin Abdul Aziz ini adalah Al-Qur’an Surah Asy-Syuara ayat 183 yaitu:

)١٨٣( ‫ين‬ ِ ِ ِ ‫واَل َتبخسوا النَّاس َأ ْشياءهم واَل َتعثوا يِف اَأْلر‬
َ ‫ض ُم ْفسد‬ ْ ْ َْ َ ْ ُ َ َ َ َُْ َ
Terjemahnya:
Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.
10

Berdasarkan hal tersebut menjelaskan bahwa Umar bin Abdul Aziz


merupakan sosok pemimpin yang adil. Bahkan sangat adilnya ia kerap disebut
sebagai Khulafaur Rasyidin yang kelima. Pernyataan ini sesuai dengan riwayat
sebagai berikut;

‫ حد ثنا عباد‬:‫ حد ثنا قبيصة قال‬:‫ قال‬،‫ عن سفيان‬،‫ عن عباد‬، ‫ وقد رواه قبيصة‬:‫قال‬
‫ و‬،‫ وعثمان‬،‫ أبو بكر وعم ر‬:‫ أ مثة العدل مخس ة‬:‫ مسعت س فيان يق ول‬:‫الس ماك ق ال‬
.‫ وعمر بن عبد العز يز‬،‫علي‬
“Diriwayatkan oleh Qabisa, dari Ibad, dari Sufyan, yang mengatakan: saya
mendengar Sufyan berkata perumpamaan orang yang adil ada lima yang
paling utama, yaitu Abu bakar, Umar, Ustman, Ali, dan Umar bin Abdul
Aziz”.9
Hal ini dikarenakan gaya kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz mirip dengan
gaya kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, khususnya pada kepemimpinan khalifah
Umar bin Khattab sehingga Umar bin Abdul Aziz dijuluki Umar II.

3. Persamaan Derajat pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Indikator yang menunjukkan bahwa Umar bin Abdul Aziz sangat berambisi
untuk menerapkan prinsip persamaan derajat, adalah ketika ia bersumpah
bahwasannya dia sangat ingin menyamakan penghidupan dan kerabatnya dengan
penghidupan kaum muslimin lainnya. Yang berbunyi;

‫ واهلل إن ك ان ل ك أي مع نئ آج ر‬.‫واهلل اري د ان تك ون حي اة اق اريب مث ل حيات ك‬


.‫ فسوف خيرج لساين و هبذاتعر فه‬، ‫غريماأقول‬
“Demi Allah, Aku ingin kehidupanku dan kerabatku sama dengan kehidupan
kalian. Demi Allah, jika kau mempunyai maksud lain dari perkataanku ini,
lisanku akan terjulur dan dengan sebab itu kamu akan mengetahuinya”. 10
Hal ini dibuktikan oleh Umar bin Abdul Aziz dalam pemerintahannya
dengan menjadikan prinsip persamaan derajat bagi kaum muslimin dalam hak dan

9
bnu Al-Jauzi. Sirah wa Manaqib Umar bin Abdul Aziz al-Khalifah al-Zahid, et. 1, (Beirut: Dar al-
Kutub al-Islamiyyah, 1984), hal. 73.

10
Ibid, hal 112.
11

kewajiban mereka pada seluruh sektor kehidupan. Umar bin Abdul Aziz
menyamakan hak para pembesar Bani Umayyah dengan hak kaum muslimin. Umar
bin Abdul Aziz juga sangat memperhatikan dalam hal persamaan derajat antara
manusia dihadapan pengadilan dan hukum Islam serta terhadap perkara-perkara
umum, sehingga pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz semua rakyat
mendapatkan persamaan derajat.11

4. Kebebasan pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Prinsip ini memberikan jaminan kebebasan bagi seluruh umat manusia


dibawah naungan syariat Islam, selama kebebasan itu tidak bertentangan dengan
syariat. Umar bin Abdul Aziz sangat memerhatikan segala bentuk kebebasan yang
ada pada manusia. Adapun kebebasan yang terdapat pada masa pemerintahan
Umar bin Abdul Aziz yaitu, kebebasan berpikir dan beragama, kebebasan
berpolitik, kebebasan individu, kebebasan berniaga dan bekerja. Pada dasarnya
kebebasan dalam pemerintahan Umar bin Abdul Aziz terpelihara dan terjamin,
disamping memiliki batasan dan ketentuan yang telah ditetapkan sesuai dengan
syariat. Pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz meskipun masa jabatannya
singkat, masyarakatnya merasakan kesejahteraan dan maju pesat.

5. Tanggung Jawab pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Pada masa pemerintahannya, Umar bin Abdul Aziz merasakan besarnya


tanggung jawab dan beratnya beban sejak menerima jabatan sebagai khalifah.
Kebijakan Umar bin Abdul Aziz untuk menjauhkan diri dari harta kaum muslimin
tidak hanya diterapkan pada dirinya sendiri, akan tetapi dia juga menekankan
kebijakan tersebut kepada para bawahannya dan para gubenurnya. Adapun
beberapa bentuk tanggung jawab Umar bin Abdul Aziz terhadap rakyatnya, yaitu
dengan memimpin rakyatnya dengan kebijakan yang penuh kasih sayang,
menciptakan kehidupan yang tenteram bagi rakyatnya, dan menghindarkan dari
kehinaan meminta-minta. Umar bin Abdul Aziz juga sering membagi-bagikan
bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan.12

11
Ali Muhammad Ash-Shallabi. Biografi Umar Bin Abdul Aziz,(Jakarta: Beirut, 2014), hal. 23.

12
Ibid, hal. 87.
12

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwasannya


pemerintahan Umar bin Abdul Aziz telah melaksanakan prinsip dari good
governance yang digunakan pada hari ini. Dengan keberhasilan dalam menerapkan
prinsip musyawarah, keadilan, persamaan derajat, kebebasan, serta tanggung
jawab. Umar bin Abdul Aziz telah memberikan bukti sejarah meskipun masa
pemerintahannya yang relatif singkat ia mampu memberikan kesejahteraan bagi
rakyatnya. Salah satu buktinya yaitu tidak ditemukan seorang pun yang dapat
menerima zakat karena seluruh masyarakat berkecukupan dan tidak kekurangan
apapun.

Hadirnya Umar bin Abdul Aziz telah membawa pembaruan bagi umat
manusia. Selain kesuksesannya dalam kebijakan reformasi yang meliputi semua
aspek kehidupan, yaitu mulai dari ekonomi, politik, administrasi pemerintahan
dan lain sebagainya. Umar bin Abdul Aziz juga memberikan contoh bagi para
pemimpin bahwa seorang pemimpin dalam menerapkan nilai-nilai kebenaran dan
keadilan harus selalu berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah.

2. Relevansi Tata Kelola Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz


dengan Good Governance di Indonesia

Dapat dilihat bahwa good governance pada sistem pemerintahan Indonesia


sangat relevan dengan prinsip-prinsip yang dijalankan dalam roda pemerintahan
Umar bin Abdul Aziz. Adapun prinsip-prinsip yang terdapat pada pelaksanaan
good governance pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, yaitu; prinsip
musyawarah, prinsip keadilan, prinsip persamaan derajat, prinsip kebebasan, dan
prinsip tanggung jawab.

Jika ditelusuri lebih dalam kebijakan-kebijakan yang diterapkan Umar bin


Abdul Aziz juga diterapkan oleh pemerintahan Indonesia. Adapun kebijakan-
kebijakan khalifah Umar bin Abdul Aziz yang relevan dengan sistem pemerintahan
Indonesia yaitu:

1. Kebijakan Politik
13

Salah satu bentuk kebijakan politik yang diterapkan adalah pemilihan


seorang pemimpin berdasarkan suara rakyat dalam artian di dalam pemerintahan
tersebut terdapat campur tangan rakyat. Pada pemerintahan Indonesia dikenal
dengan pemilu, yang mana pemilu merupakan wujud adanya demokrasi.
Pemerintahan Indonesia berusaha mewujudkan good governance dalam sistem
pemerintahannya, yaitu dimulai sejak dibentuk kajian rencana tindak reformasi
birokrasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
BAPPENAS berfungsi sebagai upaya pemerintah untuk melakukan birokrasi yang
berperan besar dalam sistem pemerintahan di Indonesia sejak zaman
kemerdekaan. Birokrasi memiliki peranan penting dalam menentukan
keberlangsungan suatu pemerintahan disuatu negara. Apabila birokrasi dapat
terlaksana dengan baik maka good gevernance akan mudah terealisasi. Hal ini
didukung dengan dibentuknya struktur ketatanegaraan yang dibentuk sejak tahun
1998 (masa reformasi).13 Berikut ini beberapa struktur ketatanegaraan yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

1. Lembaga Tinggi Negara yang sederajat dan bersifat independen, yaitu:


a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
c. Dewan Pewakilan Daerah (DPD);
d. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
e. Mahkamah Agung (MA);
f. Mahkamah Konstitusi (MK)
g. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
2. Lembaga Negara dan Komisi-Komisi yang bersifat independen yang
memiliki constitutional importance, yaitu:
a. Komisi Yudisial (KY);
b. Bank Indonesia (BI);
c. Tentara Nasional Indonesia (TNI);
d. Kepolisian Republik Indonesia (POLRI);
e. Komisi Pemilihan Umum (KPU);
f. Kejaksaan Agung;
g. Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK);
h. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) (Akbar t.t).

13
Zuhro, R. S. (2016). Good Governance dan Reformasi Birokrasi di Indonesia. Diakse tanggal 29
Desember 2021. https://ejournal.politil.lipi.go.id/index.php/jpp/article/download/507/316
14

Dengan adanya lembaga-lembaga dan komisi-komisi tersebut dapat


diketahui bahwa pemerintahan Indonesia sangat bersungguh-sungguh dalam
mewujudkan good governance. Salah satu bentuk kebijakan yang merupakan
implementasi dari good governance, dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 bahwasanya pemerintahan Indonesia menerapkan sistem
desentralisasi, yang mana sebelumnya pada pemerintahan Indonesia menerapkan
sistem sentaralisasi. Adapun desentralisasi ini dilakukan untuk pemutusan rantai
birokrasi pengambilan keputusan agar meningkatkan kualitas pada pelayanan
publik, atau dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan.

Desentralisasi bukan hanya sekedar memindahkan sistem politik dan


ekonomi dari pusat ke daerah. Akan tetapi melalui desentralisasi diharapkan akan
meningkatkan peluang masyarakat untuk partisipasi dalam proses pengambilan
kebijakan yang terkait dengan politik, ekonomi, dan sosial. Melalui proses ini juga
diharapkan mampu meningkatkan penegakan hukum, meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pemerintah sekaligus meningkatkan daya tanggap, transparansi dan
akuntabilitas pemerintahan daerah. Berdasarkan hal tersebut menjelaskan bahwa
dalam penyelenggaraan good governace terdapat suatu sistem desentralisasi yang
berkaitan erat dalam melaksanakan good governance pada sistem pemerintahan
Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut terdapat prinsip partisipasi pada kebijakan


politik yang diterapkan oleh pemerintahan Indonesia dengan kebijakan yang
dilaksanakan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz pada pemerintahannya. Hal ini
dapat dilihat pada hari pertama ia ditunjuk sebagai khalifah. Umar bin Abdul Aziz
yang telah dibai’at, justru menyerukan rakyatnya untuk memilih seorang khalifah
penggantinya. Adapun yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz tersebut
merupakan titik awal adanya sebuah demokrasi yang ditunjukkan pada
pemerintahannya.

Selanjutnya, pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dalam


mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Umar bin
Abdul Aziz membuat perencanaan terlebih dahulu untuk menentukan tujuan yang
jelas dalam memilih kebijakan yang akan dibuat, Umar bin Abdul Aziz berusaha
15

menetapkan perencanaan yang menyeluruh dan mencakup segala bidang. Hal ini
dibuktikan oleh Umar bin Abdul Aziz dengan menciptakan peraturan baru salah
satunya dalam kebijakan politik yang dilaksanakan, seperti memecat pejabat yang
zhalim dan menggantikan dengan pejabat-pejabat yang baru yang adil dan benar
walaupun bukan dari golongan Umayyah sendiri (Al-Ahli 2009, 116).

Adapun terkait dengan birokrasi dalam menjalankan pemerintahannya


Umar bin Abdul Aziz membuat struktur organisasi yang bertujuan untuk
membangun segala kebutuhan birokrasi dalam melaksanakan setiap kebijakannya.
Berikut ini adalah struktur ketatanegaraan pada masa pemerintahan Umar bin
Abdul Aziz:

1. Tingkat I, yaitu kepala negara (khalifah Umar bin Abdul Aziz).


2. Tingkat II, yaitu para penasehat dan pembantu khalifah, pemegang
stempel negara, sekretaris negara, penerima tamu negara, pertahanan
negara, dan kepolisian negara.
3. Tingkat III, yaitu pengurus kharraj dan tentara, percetakan uang emas
dan perak, departemen pos, gubernur, pengurus baitul mal pusat,
departemen pajak, lembaga zakat dan sedekah.
4. Tingkat IV, yaitu hakim, mufti, guru, sekretaris daerah, pengurus kharraj
daerah, lembaga zakat dan sedekah daerah, departemen post daerah,
kepolisian daerah, pengurus perijinan, lembaga urusan peperangan
( Ash-Shallabi 2014, 353).

Konsep sistem sentralisasi dan desentralisasi sebenarnya sudah ada pada


masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Dalam menjalankan pemerintahannya
Umar bin Abdul Aziz mengambil prinsip-prinsip menggabungkan dan menjaga
keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi dalam mengelola urusan
negara. Umar bin Abdul Aziz menerapkan salah satunya sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada serta pertimbangan yang tertentu.

Penerapan sistem sentralisasi yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz
dapat dilihat pada pemerintahan pusat. Yaitu dengan adanya keharusan untuk
berkonsultasi dengan khalifah dalam menyelesaikan beberapa permasalahan.
16

Selain itu pemerintahan pusat juga berfungsi sebagai penentu pemimpin wilayah,
seperti Umar bin Abdul Aziz memutuskan mengangkat gubenur Irak lebih dari
satu. Adapun penerapan sistem desentralisasi yang dilakukan oleh Umar bin Abdul
Aziz, yaitu dapat dilihat dari surat yang dikirimkan kepada Adi bin Artha’ah.
Melalui surat ini Umar bin Abdul Aziz mengajarkan agar tidak semua hal
disandarkan kepada pemerintahan pusat dan tidak menanyakan hal-hal yang
bersifat rutinitas selama di daerah tersebut terdapat ulama yang dapat dipercayai
keilmuannya (Ash-Shallabi 2014, 361).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pada kebijakan


politik yang diterapkan pada pemerintahan Indonesia dengan pemerintahan
khalifah Umar bin Abdul Aziz terdapat prinsip good governance, yaitu prinsip
partisipasi dalam mengikutsertakan masyarakat dalam pemerintahan. Prinsip
partisipasi merupakan salah satu indikator dalam mewujudkan pemerintahan
yang baik (good governance).

2. Kebijakan Ekonomi

Salah satu kebijakan ekonomi yang diterapkan dalam mewujudkan good


governance, yaitu penerapan pajak. Pada pemerintahan Indonesia, pemungutan
pajak yang berlaku disesuaikan dengan jenis pajak yang dipungut seperti; adanya
pajak tidak langsung dan pajak langsung, pajak daerah, pajak negara, pajak objektif
(bea cukai, bea materai dan lainnya), pajak subjektif (pajak kekayaan dan
penghasilan). Penerapan pajak yang diberlakukan pada pemerintahan Indonesia,
di dalam pelaksanaannya terdapat prinsip transparansi, yaitu keterbukaan atas
semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat
dengan adanya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga
memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan
dan dalam proses pengawasaan pengelolaan APBN dan BUMN. Pemungutan pajak
ini berfungsi untuk mengatur pertumbuhan ekonomi nasional

Pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz bentuk kebijakan ekonomi yang
diterapkan juga berupa penerapan pajak. Umar bin Abdul Aziz tidak
menginginkan pemasukan yang besar untuk negara jika dilakukan dengan cara-
17

cara yang zalim. Sehingga Umar bin Abdul Aziz memutuskan untuk menentuan
pajak berdasarkan harga faktual suatu objek pajak. Berikut penentuan pajak pada
masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz.

Pertama adalah pemasukan dari zakat, zakat yang dibayarkan setiap orang
berbeda-beda tergantung pada harta yang dimilikinya. Kedua adalah pemasukan
dari jizyah, Jizyah merupakan kewajiban bagi orang-orang dzimmi atau non islam
untuk membayar setiap tahunnya kepada negara. Ketiga adalah pemasukan dari
usyur, merupakan pajak atau bea cukai yang diberlakukan kepada para pedagang
non islam yang berasal dari luar daerah Bani Umayyah. Keempat adalah
pemasukan dari kharraj, merupakan pemasukan kas negara yang paling besar
dibandingkan pemasukan lainnya. Hal ini disebabkan oleh kebijakan khalifah
Umar bin Abdul Aziz yaitu dengan melarang jual beli tanah di daerah-daerah
tersebut, sehingga meningkatnya pemasukan pajak yang berasal dari daerah
bawahan Bani Umayyah yang dibayar secara suka rela daerah.

Berdasarkan hal tersebut terdapat relevansi kebijakan ekonomi yang


diberlakukan oleh pemerintahan Indonesia dengan pemerintahan pada masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hal ini dapat diketahui dengan adanya prinsip
transparansi dalam kebijakan ekonomi yang diberlakukan.

3. Kebijakan Sosial

Pada pemerintahan Indonesia kebijakan sosial yang diterapkan yaitu


melalui program-program yang dibuat oleh pemerintah, seperti program
perlindungan dan jaminan sosial, program rehabilitasi sosial, program
pemberdayaan sosial, dan program penanganan fakir miskin. Berdasarkan hal
tersebut dapat ditemukan bahwa adanya prinsip responsivenes, yang mana hal ini
merupakan dasar bagi terciptanya pemerintahan yang baik (good governance).

Pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz juga terdapat pinsip tanggung
jawab dalam meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari
kebijakan yang diterapkan oleh Umar bin Abdul Aziz, yaitu menghidupkan
kembali madrasah-madrasah untuk dijadikan sebagai pusat pendidikan,
diantaranya adalah madrasah Syam, madrasah Madinah, madrasah Mekah,
18

madrasah Basrah, madrasah Kuffah, madrasah Yaman, madrasah Mesir, dan


madrasah Afrika Utara. Selain itu Umar bin Abdul Aziz juga menjadikan fasilitas
umum sebagai sasaran dari kebijakannya sosial. Umar bin Abdul Aziz berusaha
menyediakan berbagai fasilitas umum untuk masyarakat, diantaranya memperluas
penggalian sumber-sumber air, membangun saluran-saluran yang dialirkan ke
berbagai kota, membangun sungai buatan di Basrah, dan membangun penginapan,
tempat peristirahatan, dan lain sebagainya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kebijakan sosial


yang diterapkan pada pemerintahan Indonesia dan pemerintahan Umar bin Abdul
Aziz keduanya menerapkan prinsip tanggung jawab yang bertujuan untuk
mensejahterakan rakyatnya.

4. Kebijakan Agama

Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.


Oleh sebab itu, terdapat kebijakan agama pada pemerintahan Indonesia. Di
antaranya kebijakan agama yang terdapat upaya pemeliharaan Al-Qur’an, antara
lain usaha yang dilakukan oleh pemerintah ialah; dengan pembentukkan Lajnah
Pentafsilan Mushaf Al-Qur’an dan penulisan tafsirnya, serta membentuk lembaga
dan pengajaran Al-Qur’an dan penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur’an.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Indonesia tersebut bertujuan untuk
mewujudkan prinsip visi strategi dapat diartikan sebagai pandangan-pandangan
strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Hal ini dapat dipahami bahwa
seorang pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan
pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang
diperlukan untuk pembangunan yang lebih baik lagi.

Pada pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz kebijakan dalam bidang
agama ialah melestarikan hadis dengan memerintahkan para ulama hadis
kodifikasi atau tadwin hadis untuk mencari dan mengumpulkan hadis para Nabi.
Serta Umar bin Abdul Aziz menyuruh para ulama dan tabiin untuk menafsirkan Al-
Qur’an.
19

Dapat dilihat bahwa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz telah memberikan
pembaruan serta reformasi terhadap sistem pemerintahan yang ada pada masa
itu. Konsep good governance yang dilaksanakan oleh Umar bin Abdul Aziz
merupakan suatu konsep yang sangat bagus untuk diterapkan pada pemerintahan
kontemporer saat ini. Indonesia merupakan negara yang menerapkan good
governance pada sistem pemerintahannya yang pada prinsipnya menjelaskan
adanya kesamaan dalam mewujudkan good governance.

Oleh karena itu, konsep good governance sangat relevan dengan konsep tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang sangat cocok untuk
diterapkan pada pemerintahan sekarang ini. Hal ini dikarenakan good governance
merupakan bentuk modernisasi sistem pemerintahan yang didambakan oleh
banyak negara berkembang. Berdasarkan hal tersebut Umar bin Abdul Aziz
merupakan ikon penting dalam sejarah good governance.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab empat, maka
penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Bahwa keberhasilan pelaksanaan good governance pada masa


pemerintahan Umar bin Abdul Aziz tidak dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip
yang terdapat dalam pemerintahan Islam. Yaitu; musyawarah (syura), keadilan (al-
Adalah), persamaan hak (al-Musawah), bertanggung jawab (al-Masuliyyah), dan
kebebasan (al-Hurriyyah). Pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz kelima prinsip
ini sukses diterapkan, sehingga terciptanya kesejahteraan bagi rakyat.

Adanya relevansi tata kelola pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dengan
konsep good governance di Indonesia. Hal ini berdasarkan kesamaan yang
ditemukan dalam konsep good governace pada keduanya yang dapat dilihat dari
kebijakan-kebijakan yang diterapkan, seperti kebijakan politik, ekonomi, sosial
dan agama. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berusaha untuk
mewujudkan good governance dalam pemerintahannya. Oleh sebab itu, penulis
menyarankan supaya pemerintah lebih memperhatikan lagi penerapan
pelaksanaan good governace di Indonesia
20

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ahli, S. A. A. (2009). Umar Bin Abdul Aziz Khalifah Zuhud yang Memenuhi Dunia
dengan Keadilan, terj. Al-Khalifah az-Zahid 'Umar bin Abdul Aziz. Jakarta:
Samara Publishing.
Abdurrahman, F. (2013) The Great of Two Umar, Kisah Hidup Dua Khalifah
Legendaris: Umar Ibn al-Khattab dan Umar Ibn Abdul Aziz. Jakarta: Zaman.
Bahri, (2008). Konsep dan Definisi Konseptual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Al-Jauzi, I. (1984). Sirah wa Manaqib Umar bin Abdul Aziz al-Khalifah al-Zahid, Cet.
1. Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyyah.
Karim, A. A. (2010). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Grafindo Perada.

Ash-Shallabi, M. A. (2014). Biografi Umar Bin Abdul Aziz, terj. Chep. M. Faqih FR.
Jakarta: Beirut.

Ash-Shallabi, M. A. (2013). Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung Umar Bin Abdul
Aziz Ulama dan Pemimpin yang Adil. Jakarta: Darul Haq.

Sedarmayanti. (2003). Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam


Rangka Otonomi Daerah. Cetakan Pertama. Bandung: Mandar Maju.
Sedarmayanti. (2012). Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Bagian
Pertama Edisi Revisi. Bandung: CV Mandar Maju.
Zuhro, R. S. (2016). Good Governance dan Reformasi Birokrasi di Indonesia. Diakse
tanggal 29 Desember 2021.

https://ejournal.politil.lipi.go.id/index.php/jpp/article/download/
507/316

Anda mungkin juga menyukai