Anda di halaman 1dari 2

TUGAS ESAI TERKAIT PENGALAMAN PRIBADI 

TERKAIT PENANGANAN KASUS

YANG BERSINGGUNGAN DENGAN BUDAYA DAN AGAMA TERTENTU

Nama : dr. Yuliza Ariani

PPDS Program Studi : PPDS Patologi Anatomi

Minggu pelaksanaan :2

Fasilitator : dr. Aswiyanti Asri, Sp.PA(K), M.Si.Med

Saya telah menjadi dokter umum sekitar sepuluh tahun dan pernah bekerja di rumah sakit
pemerintah vertical milik kemenkes dan rumah sakit pemerintah daerah. Selama bekerja saya
mayoritas bekerja di IGD dan ruang rawat inap. Ketika dinas di IGD rumah sakit pemerintah daerah
di Sumatera Barat ini saya pernah memiliki satu pengalaman yang menarik dan tidak terlupakan,
yaitu saya menerima pasien wanita yang sedang hamil 5 bulan dan berasal dari Arab, pasien datang
dengan diantar oleh suaminya dan seorang penerjemah bahasa yang berjenis kelamin laki-laki.
Pasien ini datang dengan keluhan terkadang ada rasa nyeri di dada nya. Pasien hanya bisa berbahasa
arab dan sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia maupun Bahasa inggris. Agak lucu dan sulit juga
karena kami berkomunikasi akhirnya menggunakan Bahasa tubuh. Ketika pasien masih saya
anamnesa kami masih di dampingi oleh suami beliau dan penerjemah bahasa tersebut sehingga
hampir tidak ada kendala, namun Ketika pasien mulai saya periksa dan akan dilakukan tindakan
pemeriksaan menggunakan EKG yang mana akan dilakukan oleh saya dan seorang perawat wanita
kami mulai kebingungan. Syukurnya pasien cukup kooperatif walaupun kami menggunakan Bahasa
tubuh karena saat itu rumah sakit kami belum memiliki tim penerjemah Bahasa arab. Pasien
beragama islam dan sangat taat pada aturan agama sehingga dari awal pasien sudah meminta untuk
diperiksa oleh dokter wanita dan kebetulan karena saya yang sedang dinas jaga jadi saya bisa
memeriksanya, selanjutnya saat pemeriksaan juga kami sangat menjaga privasi pasien yang tidak
ingin terlihat auratnya sedikitpun oleh lawan jenis yang bukan mukhrimnya dengan menutupi krai
yang melingkar di sekitar pasien sehingga privasi pasien terjaga.

Pengalaman menarik lainnya Ketika saya bekerja di rumah sakit vertikal milik kemenkes, kali
ini dari sudut pandang pemberi pelayanannya yaitu seorang dokter spesialis neurologi yang berasal
dari jawa. Dokter tersebut sangat ramah, humoris, dan komunikatif dalam memberikan pelayanan
serta mengaplikasikan penerapan nilai dan etik yaitu memahami pasien dan memperlakukan pasien
dengan baik sesuai yang pasien inginkan serta memahami kondisi atau latar belakang pasien. Ketika
memeriksa pasien yang seorang nenek-nenek atau geriatri, saat itu nenek tersebut tidak nafsu
makan sehingga dokter tersebut menanyakan sambil sedikit berkelakar “Kenapa tidak mau makan,
nek? Sedang jatuh cinta? Atau sedang putus cinta?” hal itu membuat kami semua yang
mendengarkan tertawa termasuk si nenek dan keluarganya sehingga si nenek menjadi lebih ceria
mood nya dan termotivasi untuk menghabiskan makanannya. Ketika memeriksa pasien yang
memiliki beragam latar belakang Pendidikan, dokter ini memilih memakai analogi kejadian sehari-
hari untuk menjelaskan hal yang terkait patofisiologi penyakit yaitu misalnya stroke, dokter
menganalogikan stroke itu ibarat gempa yaitu saat gempa dan banyak terjadi kerusakan bangunan
sehingga target nya bukan untuk cepat membangun bangunan Kembali namun yang penting adalah
keselamatan jiwa terlebih dahulu sehingga pasien dan keluarga juga mengerti bahwa proses
pemulihan dan rehabilitasi stroke mungkin akan memakan waktu yang cukup lama dan bertahap
agar pasien kembali bisa berjalan atau beraktivitas seperti semula. Ada pula satu hal lain yang sangat
menyentuh hati saya yang dilakukan oleh dokter ini juga yaitu beliau sering menuliskan “Jasa = 0”
pada lembar follow up pasien misalnya pasien di ICU namun pasiennya memiliki kondisi finansial
yang tidak mampu, yang artinya dokter ini menyuruh petugas untuk nantinya saat mengkode
resume tarif pelayanan pasien agar membuat bahwa beliau menggratiskan jasa pemeriksaaan dokter
spesialis bagi pasien ini. Sungguh mulia dan pengalaman yang sangat berharga bagi saya dan semoga
di kemudian hari saya bisa meniru hal-hal yang baik dari dokter ini.

Hal-hal yang bisa dipelajari dari dua cerita pengalaman saya tersebut bahwa saat bekerja
dengan pasien yang memiliki kondisi dan latar belakang yang beragam baik dari agama, budaya,
Pendidikan, dan sebagainya hendaknya kita memahaminya dan menghargainya sebagai bagian dari
prinsip etik autonomy pasien agar pelayanan kesehatan yang diberikan bisa berjalan dengan baik
dan lancar. Kendala Bahasa dan budaya adalah tantangan yang harus bisa kita atasi dan carikan
solusinya. Kita juga hendaknya menerapkan nilai-nilai kebaikan karena ini akan memberikan
compassion yang baik bagi pasien sehingga tercipta suasana pelayanan yang lebih humanis dan
kekeluargaan. Demikian lah pengalaman saya, Bu, dan saya berterima kasih pada pasien dan dokter
spesialis neurologi selaku DPJP di rumah sakit tempat saya bekerja dulu karena telah menjadi guru
dan memberikan pelajaran hidup bagi saya.

Anda mungkin juga menyukai