Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH POLA HIDUP PRODUKTIF DAN POLA

HIDUP KONSUMTIF
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ekonomi mikro islam)

Dosen Pengampu : Ibu. Nurlaili, M.E.

Disusun Oleh :
DESWITA NUR SUGANDY
2151020162

KELAS D
PRODI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
T.A 2022/2023
2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Shalawat dan salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW

yang telah berjuang hingga kita dapat menikmati indahnya Islam hingga saat ini.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah ekonomi mikro islam.

Makalah ini berjudul (Pola Hidup Konsumtif dan Pola Hidup Produktif).

Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menambah wawasan

serta pengetahuan bagi pembaca.

Bandar Lampung, Desember 2022

Deswita Nur Sugandy


3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

BAB I Pendahuluan 4

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 5

1.2 Tujuan Penulisan 5

BAB II Pembahasan 7

2.1 Pola Hidup Konsumtif 7

2.2 Pola Hidup Produktif 13

BAB III PENUTUP 18

3.1 Kesimpulan 18

3.2 Saran 19

Daftar Pustaka 20
4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keadaan dunia saat ini tentunya berbeda dengan keadaan

terdahulu. Perubahan tersebut sesungguhnya juga terjadi dengan pola

hidup masyarakatnya di kemudian hari. Pola hidup yang dianggap

mengkhawatirkan adalah, pola hidup konsumtif yang meninggalkan pola

hidup produktif.

Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran –if) sering

diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir

ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen.

Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk

mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara

berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.

Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang kata

konsumtif ini. Namun konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk

pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari

nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan

pokok. Misalnya sebagai ilustrasi, seseorang memiliki penghasilan 500

ribu rupiah. Ia membelanjakan 400 ribu rupiah dalam waktu tertentu

untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sisa 100 ribu ia belanjakan

sepasang sepatu  karena sepatu yang dimilikinya untuk bekerja sudah

rusak. Dalam hal ini orang tadi belum disebut berperilaku konsumtif.
5

Tapi apabila ia belanjakan untuk sepatu yang sebenarnya tidak ia

butuhkan (apalagi ia membeli sepatu 200 ribu dengan kartu kredit), maka

ia dapat disebut berperilaku konsumtif.

Contoh ini relatif mudah untuk menentukan apakah seseorang

telah berperilaku konsumtif atau tidak. Tapi coba bayangkan seseorang

yang memiliki penghasilan 1 juta, untuk memenuhi kebutuhan pokoknya

400 ribu, dan 300 ribu digunakan untuk membeli barang yang tidak dia

butuhkan, sedang sisanya digunakan untk menambah modalnya dalam

usaha.

Secara tidak langsung, perilaku di atas menunjukkan adanya

dampak negatif bagi individu maupun keluarga. Namun, apakah benar

pola hidup kunsumtif terhadap pendidikan individu dan keluarga

berdampak negatif ? oleh karenanya, melalui tulisan ini, penulis ingin

mencoba untuk mengkajinya secara komperhensif, dengan rumusan

masalahnya, yakni ; bagaimanakah dampak pola hidup kunsumtif

terhadap pendidikan individu dan keluarga ?

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas serta mengacu kepada judul makalah ini

disusun untuk membahas 2 (dua) poin penting, yaitu :

1. Membahas mengenai apa itu pola hidup konsumtif. Dan,

2. Membahas mengenai apa itu pola hidup produktif.

1.3 Tujuan Penulisan


6

Mengacu kepada rumusan masalah di atas maka terdapat 2 (dua)

poin mengenai tujuan disusun nya makalah ini, yaitu :

1. Mengetahui apa itu pola hidup konsumtif. Dan,

2. Mengetahui apa itu pola hidup produktif.


7

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pola Hidup Konsumtif

a) Definisi Konsumtifisme.

Konsumtifisme memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan

“isme”. Konsumtif adalah kata sifat yang memiliki kata dasar

“consumptus” (Latin), “consume” (Ingg.), konsumsi (Ind.). Dengan

demikian kata konsumtif berarti sifat mengkonsumsi, memakai,

menggunakan, menghabiskan sesuatu. Sangat menarik, dalam bahasa

inggris kata “konsumtif” digunakan untuk menyatakan penggunaan

sesuatu hal dengan berlebih-lebihan, memboroskan, obsesif, dan rakus.

Bahkan kata ini juga digunakan bagi orang yang terkena TBC di paru-

paru.

Konsumtif, bisa digunakan untuk penggunaan kepada uang,

waktu, atau energi dengan berlebihan dan destruktif. Jika demikian maka

konsumtivisme adalah sebuah pandangan hidup, gaya hidup, ajaran,

sikap atau falsafah hidup yang memakai, mengkonsumsi, menggunakan,

menghabiskan sesuatu dengan berlebih-lebihan, memboroskan sesuatu.

Namun rasanya tidak adil dan amat naif jika hanya berhenti

mengartikan kata “konsumtif” hanya demikian saja, karena menurut

hemat penulis, manusia memang “konsumtif”. Maksudnya, bukankah

memang ada sifat mengkonsumsi sesuatu dalam kehidupan kita. Setiap


8

waktu kita pasti mengkonsumsi, menggunakan, memakai sesuatu. Kita

memakai atau menggunakan, atau meng-konsumsi sesuatu karena

kebutuhan-kebutuhan.

Jika demikian, tidak salah jika dikatakan manusia memang

“konsumtif” dalam pengetian ia memiliki kebutuhan untuk memakai atau

menggunakan sesuatu. Di sini kita ingat kata konsumen. Kita menjadi

konsumen ketika kita membeli barang atau jasa sesuai dengan kebutuhan

kita dari produsen yang memang menyediakan barang atau jasa yang kita

butuhkan. Semenjak kecil sampai sekarang kita merasakan menjadi

konsumen.

Pemahaman dan fakta bahwa kita telah menjadi konsumen

semenjak kecil sampai sekarang, dan memang kita “konsumtif” dalam

pengertian kita memakai, menggunakan sesuatu seturut dengan

kebutuhan kita ini penting dalam pembahasan kita mengenai

konsumtivisme ini, mengapa? karena dari sini kita bisa berangkat

menyadari masalah kita.

Fakta bahwa kita membutuhkan konsumsi sesuatu seturut dengan

kebutuhan kita, dapat jatuh kedalam bahaya “isme”, yaitu sebagai sebuah

pandangan hidup, falsafah hidup, gaya hidup. Lambat laun, karena

menjadi sebuah gaya hidup, maka seseorang tidak akan puas dalam

kesadaran bahwa ia butuh sesuatu saja (untuk dikonsumsi), tetapi lebih


9

dari itu sifat konsumsi itu terjadi secara berlebih. Ia menjadi sebuah gaya

hidup.

b) Remaja dan Pola Hidup Konsumtif.

Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar

yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang

terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah

terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan

cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah

yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar

remaja. Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas

ekonomi yang cukup berada,  terutama di kota-kota besar, mall sudah

menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga

dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri

selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang

dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.

Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila

melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam mencari identitas diri.

Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha

menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan

menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja

berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in.


10

Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih

memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan

lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis

yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru)

dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya

itu untuk sampai pada kepopulerannya.

Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar

pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak

daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja

di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini

menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai

memasuki dunia remaja

Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup

sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi

orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup

konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai.

Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu

dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola

bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi.

Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi,

tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika.

c) Pola Hidup Konsumtif dan Dampaknya Terhadap Pendidikan Individu

dan Keluarga.
11

Konsumtifisme, dalam pandangan ekonomi adalah gaya hidup

yang mengutamakan keinginan untuk mengkonsumsi barang atau jasa

secara berlebihan. Sifat ini cenderung mengabaikan faktor pendapatan

dan ketersediaan sumber daya ekonomi, yang seharusnya menjadi

pertimbangan utama seseorang sebelum melakukan tindakan

konsumsi. Dalam tataran yang lebih luas, jika tidak mampu

megendalikan sifat konsumtifisme-nya, tentu akan menjadi bahaya

komunal yang sanggup menggulung bangsa ini pada kebangkrutan.

Dalam perspektif psikologis, pola hidup konsumtif adalah produk

kebudayaan hedonis dari sebuah masyarakat yang “sakit” atau setidaknya

tengah mengalami benturan kebudayaan (shock culture). Pola hidup ini

terbentuk secara sadar atau tidak sadar berasal dari pola hidup yang

dijalani manusia setiap harinya. Proses pembentukan prilaku manusia,

termasuk juga prilaku konsumerisme umumnya berasal dari stimulus

yang diterima oleh panca indera melalui proses sosial atau melalui media

audio visual yang kemudian terinternalisasi dan membentuk kepribadian.

Saat sekarang, pola hidup konsumtifisme sebenarnya secara

pelan-pelan sedang diajarkan oleh media, masyarakat dan bahkan sekolah

sebagai penyelenggara pendidikan. Lihatlah di TV, majalah dan Koran

yang setiap hari gencar menayangkan gaya hidup glamour, penuh dengan

sikap konsumtif yang dipamerkan terang-terangan. Juga masyarakat kita

adalah masyarakat yang terlanjur mengganggap sifat tersebut sebagai

bagian hidup yang wajar.


12

Sebuah fakta menunjukan, bahwa ukuran seseorang dikatakan

sukses apabila ia mampu menumpuk barang-barang mewah di rumah,

tanpa peduli apakah barang-barang tersebut diperoleh dengan cara

berhutang. Lebih parah lagi, sekolah sebagai penyelenggara pendidikan

ternyata ikut memberi andil bagi pembentukan sifat konsumtifisme

dengan melegalkan kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti jor-joran

membawa handphone (HP) dan kebiasaan jajan pada anak didiknya.

Maka lihatlah, suasana sekitar sekolah pada saat jam istirahat yang riuh

rendah dengan siswa-siswa yang antri jajan.

Suasana yang sebaliknya terjadi di perpustakaan-perpustakaan

yang sunyi lengang. Budaya konsumtifisme merupakan paradoks atas

budaya produktif yang semestinya menjadi kebiasaan bangsa yang

tengah merangkak maju seperti bangsa Indonesia. Konsumtifisme yang

sifatnya menghabiskan sumber daya, jika tanpa imbangan kemampuan

dan kreativitas berproduksi, hanya akan menggiring bangsa ini menjadi

bangsa yang kalah dalam bersaing dengan bangsa lain, serta berpotensi

kehilangan sumber daya ekonomi yang dibutuhkan untuk kehidupan

generasi mendatang.

Penyelenggara pendidikan semestinya memikul tanggung jawab

pendidikan yang tidak sekadar memberikan pelajaran pengetahuan

(transfer knowledge), tapi juga sekaligus membentuk karakter anak didik

yang berjiwa produktif dengan meminimalisir sifat konsumerismenya

sehingga ke depan bangsa ini mampu bersaing dalam percaturan global.


13

Dalam hal di atas, Rasullulah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah

mengajarkan kita untuk selalu hidup sederhana.  Pakaian Beliau yang

robek, kalau masih bisa dijahit dan masih layak dipakai, diperbaiki

sendiri oleh tangan beliau. Dengan demikian,  konsumtif hanya akan

menjauhkan kita dari agama.

d) Anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Melalui penjelasan di atas, dapat difahami bahwa perilaku

konsumtif merupakan produk kebudayaan hedonis dari sebuah

masyarakat yang “sakit” atau setidaknya tengah mengalami benturan

kebudayaan (shock culture). Sedangkan di dalam Islam,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pelajaran berharga

untuk berperilaku produktif bukan konsumtif, seperti sabdanya yang

diriwayatkan oleh Imam Ahmad :

Artinya : “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam membisikkan pada telingaku ini, yakni ; siapa menanam sebuah

pohon kemudian dengan tekun memeliharanya dan mengurusinya hingga

berbuah, maka sesungguhnya baginya pada tiap-tiap sesuatu yang

dimakan dari buahnya merupakan sedekah di sisi Allah.”

2.2 Pola Hidup Produktif

Produktif adalah sebuah cara untuk mendapatkan hasil yang

diinginkan dengan sedikit waktu dan sedikit usaha. Ketika kita mencoba

ingin produktif, itu artinya kita sedang mencoba untuk mencapai tujuan

dan bisa meluangkan waktu untuk hal-hal penting lainnya. Pada buku 6
14

Rahasia Menjadi Pribadi Produktif Tanpa Rasa Malas, diajarkan

bagaimana cara membangun diri baik pikiran maupun kepribadian agar

dapat menghilangkan rasa malas.

Orang-orang yang produktif adalah orang selalu sibuk setiap

harinya. Orang tersebut akan berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan

lainnya. Definisi sibuk dan produktif mungkin saling tumpang tindih.

Padahal sibuk dan produktif bukanlah hal yang sama. Ketika sudah

menemukan seperti apa produktif itu, Mesti seseorang tidak akan merasa

tercekik oleh deadline setiap harinya.

Orang yang produktif bisa mengerjakan sesuatu lebih awal waktu,

bukan mengumpulkan pekerjaan ketika satu jam menuju deadline.

Produktif juga seringkali bukan hanya sekedar sibuk bekerja. Menurut

Gomes, di dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 2003, mengatakan

bahwa produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut adalah

faktor-faktor yang bisa mempengaruhi produktivitas.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah sebuah akumulasi dari hasil pendidikan, baik

pendidikan yang diperoleh secara formal dan juga non-formal.

pengetahuan itu bisa memberikan kontribusi pada seseorang untuk

memecahkan suatu masalah.

Selain itu pengetahuan tersebut juga bisa melakukan atau

membantu menyelesaikan sebuah pekerjaan. Dengan berbekal

pengetahuan yang luas, seseorang diharapkan bisa mengerjakan


15

pekerjaan dengan baik dan secara efisien sehingga pengetahuan sangat

mempengaruhi apakah seseorang tersebut bisa menjadi produktif atau

tidak.

2. Keterampilan

Keterampilan adalah sebuah kemampuan atau sebuah penguasaan

dalam bidang tertentu atau bersifat kekaryaan. Keterampilan bisa

diperoleh dalam proses belajar atau berlatih. Keterampilan merupakan

suatu hal yang memiliki keterkaitan dengan seseorang yang mampu bisa

melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan secara teknis.

Dengan keterampilan yang dimiliki, seseorang bisa

menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan efisien, sehingga orang

tersebut bisa termasuk dalam kategori orang yang produktif. Dengan

keterampilan yang dimiliki maka akan semakin baik pula tingkat

produktivitasnya.

3. Kemampuan

kemampuan merupakan suatu hal yang terbentuk dari beberapa

kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Konsep kemampuan

merupakan konsep yang luas. Pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki merupakan sebuah faktor pembentuk kemampuan.

Apabila seseorang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang

bagus, maka seseorang tersebut memiliki kemampuan yang bagus juga.


16

Dengan begitu seseorang tersebut bisa mengerjakan suatu pekerjaan

dengan cepat dan secara efisien.

4. Sikap

Sikap adalah sebuah pernyataan baik yang menyenangkan orang

lain atau tidak menyenangkan bagi objek, individu atau sebuah peristiwa.

Sikap yang dimiliki seseorang merupakan sebuah kebiasaan yang sudah

terpola dalam diri seseorang.

Jika kebiasaan yang sudah terpola tersebut memiliki dampak yang

baik untuk orang lain, maka tentunya bisa menguntungkan bagi dirinya

sendiri dan orang lain juga dalam melakukan pekerjaan.

5. Perilaku

Perilaku merupakan sikap dari seseorang dalam menghadapi

segala suatu kondisi dan situasi baik di lingkungan masyarakat, alam dan

lainnya. Perilaku manusia ini juga ditentukan oleh kebiasaan yang sudah

ditanam sejak dulu pada diri seseorang.

Sehingga, perilaku yang dimiliki seseorang juga menentukan

apakah seseorang tersebut bisa bekerja sama dengan orang lain atau

bahkan menyelesaikan pekerjaan secara baik dan efisien.

6. Usia produktif

Berdasarkan Sensus Penduduk Antar Sensus tahun 2015, jumlah

penduduk Indonesia sudah mencapai 270 juta jiwa. Hal tersebut


17

dikelompokkan menjadi usia belum produktif dari umur 0 – 14 tahun

sebanyak 66,07 juta orang. Untuk usia produktif pada 15 – 64 tahun

sebanyak 185,34 juta orang. Sedangkan usia sudah tidak produktif 65

tahun ke atas sebanyak 18.2 juta orang. Sensus Penduduk

memproyeksikan bahwa penduduk Indonesia akan terus bertambah 48

juta orang sampai tahun 2045.

Berdasarkan data di atas, Indonesia mengalami di mana jumlah

penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk

usia tidak produktif, baik usia belum produktif dan usia sudah tidak

produktif.
18

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan panjang di atas, maka dapatlah ditarik

kesimpulannya, yakni ; pola hidup konsumtif memiliki dampak negatif

bagi individu dan keluarga, hal ini terjadi karena pola hidup konsumtif

merupakan produk kebudayaan hedonis dari sebuah masyarakat yang

“sakit” atau setidaknya tengah mengalami benturan kebudayaan (shock

culture). Budaya konsumtifisme merupakan paradoks atas budaya

produktif yang hanya akan menggiring bangsa ini menjadi bangsa yang

kalah dalam bersaing dengan bangsa lain, serta berpotensi kehilangan

sumber daya ekonomi yang dibutuhkan untuk kehidupan generasi

mendatang.

Dikaitkan dengan adanya definisi menurut gomes di dalam

bukunya, bahwa produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut

adalah faktor-faktor yang bisa mempengaruhi produktivitas.

1. Pengetahuan.

2. Keterampilan.

3. Kemampuan.

4. Sikap.

5. Perilaku. Dan,

6. Usia produktif.
19

3.2 Saran

Demikian makalah yang telah saya susun, tentunya makalah ini

masih banyak kekurangan serta kesalahan baik itu dalam susunan kalimat

maupun tatacara penulisannya serta pembahasan di dalamnya. Untuk itu

segenap kritik dan saran sangat penting bagi saya untuk lebih baik lagi

kedepannya.
20

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Buku, 2002).

AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (London:

Oxford University Press, 2000).

Ugi Suharto, Paradigma Ekononi Konvensional dalam Sosialisasi

Ekonomi, Makalah, (Jakarta: FEUI, 2003).

Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet

Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002).

Anda mungkin juga menyukai