Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH BUDAYA

ORGANISASI LEMBAGA
PENDIDIKAN ISLAM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata kuliah: Manajemen Lembaga

Pendidikan Dosen pengampu: M. Riza

Zainuddin, M. Pd.I

Oleh:

Anggit Rara Ratu

Langit Dymas Mahfud

Saputra Qulud Rizki

Triandari Semester: 5

Jurusan Pendidikan Agama Islam

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Budaya Lembaga Organisasi
Pendidikan ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Riza Zainuddin, M. Pd.I selaku dosen
mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 25 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. LATAR BELAKANG....................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................2
C. TUJUAN PEMBAHASAN............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3

A. Pengertian Budaya Organisasi..................................................................3


B. Pentingnya Budaya Bagi Kehidupan Organisasi....................................6
C. Terbentuknya Budaya Organisasi.............................................................8
D. Elemen Budaya Organisasi........................................................................11
E. Dimensi Dan Tipe Budaya Organisasi......................................................12
F. Strategi Perubahan Budaya Organisasi...................................................13
G. Budaya Organisasi Dalam Lembaga Pendidikan Islam.........................14

BAB III PENUTUP..................................................................................................19

A. KESIMPULAN..............................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................20

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Para ahli pendidikan sepakat bahwa budaya adalah dasar terbentuknya kepribadian
manusia, dari budaya dapat terbentuk identitas seseorang, identitas masyarakat bahkan
identitas lembaga pendidikan. Di lembaga pendidikan secara umum terlihat adanya budaya
yang sangat melekat dalam tatanan pelaksanaannya, serta memberikan inovasi pendidikan
yang sangat cepat, budaya tersebut berupa nilai-nilai religius, filsafat, etika dan estetika yang
terus dilakukan.
Budaya organisasi terutama dalam suatu lembaga rasanya memegang peranan
penting. Sebab akan menjadikan lembaga tersebut lentur, fleksibel dan elastis, sebagaimana
budaya yang tidak akan pernah mengalami kemunduran dan akan menjadi sangat sempurna
jika dipadu dengan agama yang bersumber pada wahyu ilahi. Tidak sedikit yang mengatakan
bahwa agama termasuk dalam lingkup budaya. Itupun jika umat beragama mampu
mengaplikasikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan budayanya. Sedangkan bila tidak,
maka justru akan menjadi budaya umat yang termarginalkan dalam persaingan di dunia
pendidikan.
Pendidikan adalah sebuah proses humanisasi yang berusaha untuk mengembangkan
dan menginternalisasikan potensi dan nilai-nilai kemanusiaan pada diri individu agar menjadi
seorang yang dewasa yang mampu secara internal mempersepsikan dirinya sendiri dan secara
external mampu merespon dan berkomunikasi dengan dunianya. Dalam kaitan ini maka
sebuah sistem pendidikan harus diorientasikan secara aktif mengembangkan nilai-nilai
potensi kemanusiaan dan secara antisipatif memberi bekal pada individu agar ia dapat hidup
di dunianya nanti.
Antara pendidikan dan budaya organisasi terdapat hubungan yang sangat erat dalam
arti keduanya dengan suatu hal sama yaitu nilai-nilai. Pendidikan selalu berkaitan dengan
manusia, sedang manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan mendukung budaya
tertentu. Konsep pendidikan mengangkat derajat manusia sebagai makhluk budaya yaitu
makhluk yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai budaya dan fungsi budaya
dan pendidikan adalah kegiatan melontarkan nilai-nilai.
Dengan adanya budaya di dunia pendidikan, maka timbullah berbagai organisasi,
budaya organisasi banyak menimbulkan hal-hal yang masuk dalam dunia pendidikan

1
berbagai interaksi-interaksi dari luar, yang menjadi budaya baru dalam pendidikan,
terutama dalam upaya mengembangkan lembaga pendidikan.

B. Rumusan Masalah

a. Apakah pengertian dari budaya organisasi.?


b. Bagaimanakah pentingnya budaya bagi kehidupan organisasi .?
c. Bagaimanakah terbentuknya budaya organisasi ?
d. Apa saja elemen budaya organisasi.?
e. Apa saja dimensi dan type budaya organisasi.?
f. Apa saja strategi perubahan budaya organisasi.?
g. Bagaimanakah budaya organisasi dalam lembaga pendidikan islam.?

C. Tujuan

a. Mengetahui pengertian dari budaya organisasi


b. Mengetahui pentingnya budaya dalam organisasi
c. Memahami terbentuknya budaya organisasi
d. Mengetahui apa saja elemen budaya organisasi
e. Mengetahui apa saja dimensi dan type budaya organisasi
f. Memahami apa saja strategi perubahan budaya organisasi
g. Memahami budaya organisasi dalam lembaga pendidikan islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya
Organisasi
1. Pengertian Budaya
Edward B.Tylor dalam kutipan Sulistiyorini mengatakan, budaya atau peradaban
adalah suatu keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.1
Dari rumusan Tylor tentang budaya tersebut, dapat diambil pengertian yang lebih
jelas mengenai hakekat kebudayaan. Maka ada tiga hakekat kebudayaan yaitu: adanya
keteraturan dalam hidup bermasyarakat, adanya proses pemanusiaan, dan di dalam
proses pemanusiaan itu terdapat suatu visi tentang kehidupan.

2. Pengertian Organisasi
Istilah organisasi dalam bahasa Inggrisnya “Organization” yang berarti hal yang
mengatur, dan kata kerjanya “organizing” berasal dari bahasa latin “organizare” yang
mengatur atau menyusun.2
Adapun pengertian organisasi dari berbagai pendapat adalah:
a. James D. Mooney
“Organization in the from of eury human association for the attainmen of
common purpose” (organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai
suatu tujuan bersama).

b. Rolp Currier Davis


“Organization is any group of individuals that is working toward some common
and under leadership” (organisasi adalah sesuatu kelompok orang yang sedang bekerja
ke arah tujuan bersama di bawah kepemimpinan).
c. Duright Waldo
“Organization is the structure of authoritative and habitual personal inter
relation in an administrative system” (organisasi adalah struktur hubungan-hubungan di

1
http://siriuspedhia.blogspot.com/2015/06/budaya-organisasi-lembaga-pendidikan.html

3
antara orang-orang berdasarkan wewenang dan bersifat tetap dalam suatu sistem
administrasi).
Dengan mempelajari definisi-definisi di atas, maka peneliti dapat merumuskan
suatu definisi, yaitu organisasi adalah suatu wadah atau setiap bentuk perserikatan
kerjasama manusia (di dalamnya ada struktur organisasi, pembagian tugas, hak, dan
tanggung jawab) untuk mencapai tujuan bersama.
Dari pengertian organisasi di atas, maka dapat ditentukan beberapa unsur yang
mana dengan unsur-unsur tersebut suatu organisasi akan terbentuk, unsur-unsur itu
antara lain:3
a. Sekelompok orang, di mana dari orang-orang tersebut ada yang bertindak sebagai
pemimpin dan bawahannya.
b. Kerjasama dengan orang yang berserikat. Dengan adanya kerja sama antara orang-orang
yang berserikat tersebut, maka tentu ada pula pembagian tugas (wewenang), tanggung
jawab, hak dan kewajiban, struktur organisasi, aturan-aturan azas atau prinsip yang
mengatur kerja sama tersebut.
c. Tujuan bersama hendak dicapai. Tujuan ini merupakan kesepakatan dari orang-orang
yang berserikat tersebut yang akhirnya dikenal dengan istilah tujuan organisasi.

Adapun unsur organisasi modern meliputi:4


a. Bentuk atau konfigurasi, yaitu berbentuk bagian atau skema. Bentuk organisasi,
misalnya jalur atau lini, staf, fungsional, dan organisasi dewan atau panitia,
b. Struktur atau kerangka, yaitu bentuk pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab,
c. Jabatan-jabatan, yaitu formasi-formasi jabatan yang harus diisi oleh orang-orang yang
tepat sesuai dengan persyaratan yang ditentukan,
d. Prinsip-prinsip dan aturan permainan. Prinsip-prinsip ini penting, disebabkan perlunya
konsekuensi dari masing-masing individu sebagai anggota dalam tugas dan tanggung
jawabnya dalam menjalankan kegiatan organisasi.
Organisasi dapat dikatakan sebagai bentuk yang statis dan dinamis. Statis dalam
pengertian bahwa organisasi merupakan wadah untuk menampung semua kegiatan dalam
rangka mencapai tujuan. Dinamis berarti bahwa organisasi adalah bentuk dari aktivitas

2 ibid

4
seluruh komponen yang terlibat secara bersama-sama dalam gerak langkah yang
berirama, kompak, dan solid.5

3. Pengertian Budaya Organisasi


Keberadaan budaya di dalam organisasi atau disebut budaya organisasi tidak bisa
dilihat oleh mata, tapi bisa dirasakan. Budaya organisasi itu bisa dirasakan
keberadaannya melalui perilaku anggota karyawan di dalam organisasi itu sendiri.
Kebudayaan tersebut memberikan pola, cara-cara berfikir, merasa menanggapi dan
menuntun para anggota dalam organisasi. Oleh karena itu, budaya organisasi akan
berpengaruh juga terhadap efektif atau tidaknya suatu organisasi.
Beberapa definisi budaya organisasi yang diungkapkan oleh para ahli sebagai
berikut:
a. Stephen P. Robbins
Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-
anggota organisasi itu, suatu sistem dari makna bersama.
b. F.E. Kast dan J.E. Rosenzweig
Budaya organisasi adalah seperangkat nilai, kepercayaan dan pemahaman yang
penting dan sama-sama dimiliki oleh para anggotanya. Budaya organisasi menyatakan
nilai-nilai atau ide-ide dan kepercayaan bahwa yang sama-sama dianut oleh para anggota
itu seperti terwujud dalam alat-alat simbolis seperti mitos, upacara, cerita, legenda, dan
bahasa khusus.
Dari pengertian budaya dan organisasi baik secara umum maupun secara khusus
dan begitu juga dari definisi budaya organisasi di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa budaya organisasi ialah sistem nilai, norma atau aturan, falsafah,
kepercayaan, dan sikap (perilaku) yang dianut bersama para anggota yang berpengaruh
terhadap pola kerja serta pola manajemen organisasi.
Edgar H.Schein dalam kutipan Sulistiyorini mangungkapkan bahwa budaya
organisasi mempunyai beberapa tujuan yaitu:6

5
1. Observed behavioral regularites atau suatu keteraturan perilaku yang tampak, yaitu
suatu keteraturan perilaku yang biasanya terjadi pada saat orang mengadakan interaksi,
misalnya bahasa-bahasa yang digunakan kebiasaan yang dilakukan.
2. The norms atau norma-norma, yaitu norma-norma yang berlaku dalam kelompok kerja
atau organisasi.
3. The dominan values espoused atau nilai-nilai dominan yang dianut, yaitu nilai-nilai
dominan yang dianut oleh organisasi.
4. The filosophy atau falsafah, yaitu falsafah yang ditetapkan dan dianut atau dilaksanakan
oleh organisasi yang bisa mengarahkan kebijakan-kebijakan organisasi dalam mencapai
tujuannya.
5. The rules atau aturan-aturan, yaitu aturan-aturan main yang ada di dalam organisasi
dalam menghadapi hal-hal tertentu.
6. The feeling or dimate atau perasaan atau iklim (suasana), yaitu iklim atau keadaan
(suasana) dalam organisasi yang terasa dan dapat dilihat dari lay out fisik maupun cara-
cara atau suasana anggota organisasi dalam berinteraksi dengan pelanggan / orang luar.
B. Pentingnya Budaya Bagi Kehidupan Organisasi
Setelah mengkategorikan budaya organisasi yang sedang dikembangkan dan
diinternalisasikan maka perlu untuk mengetahui pentingnya budaya organisasi:
1. Budaya dalam suatu organisasi tentu akan melakukan beberapa fungsi.
2. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas artinya budaya menciptakan
pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
3. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
4. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang.
5. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.

Budaya dalam kehidupan adalah memperekat sosial yang membantu


mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa
yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan dan guru. Akhirnya budaya
dapat berfungsi sebagai mekanisme membuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku warga madrasah yang ada. Fungsi yang terakhir inilah
yang sangat menarik perhatian kita.
Dengan demikian maka jelaslah bahwa peran budaya dalam mempengaruhi
perilaku karyawan nampaknya makin penting dalam dasawarsa terakhir ini.

6
Dalam budaya yang dilakukan adalah seolah-olah bahwa menerima tawaran kerja
karena mendapatkan kecocokan individu organisasi. Kemudian dengan kecocokannya itu
pekerja tersebut senang dan tersenyum karena dalam bertindak terdapat keseragaman
yang sekaligus mereka mempertahankan citra karena didukung oleh budaya yang kuat
aturan dan keteraturan yang formal.
Di sisi lain kita dapat melihat bahwa budaya dapat menjadi penghalang terhadap
suatu perubahan bahkan budaya merupakan suatu beban bilamana nilai-nilai bersama
tidak cocok dengan nilai yang akan meningkatkan keefektifan organisasi itu. Dalam hal
ini maka kita merasa sedih apabila di dalam suatu organisasi tersebut memerlukan hal
yang baru dan sangat dinamis sementara di situ terdapat budaya yang berakar dari
organisasi itu sementara sudah tidak tepat lagi dalam melakukan perubahan, hal ini pula
akan menjadi terhambatnya perubahan serta menjadikan tidak dinamisnya suatu
organisasi. Model semacam ini maka akan membebani organisasi tersebut dan
menyulitkan terutama dalam menanggapi perubahan-perubahan dalam lingkungan itu.7
Dalam merubah perilaku seseorang baik individu maupun kelompok di dalam
organisasi, budaya sangat berperan dan sangat efektif dalam pencapaian tujuan
organisasi, baik dalam pencapaian prestasi dan lain-lain. Budaya dalam sebuah
organisasi terkadang kuat dan adapula yang lemah. Budaya organisasi dikatakan kuat
apabila nilai-nilai, sikap, dan kepercayaan bersama tersebut dipahami serta dianut dengan
teguh dan komitmen yang tinggi sehingga rasa kebersamaan dapat tercipta. Dan
sebaliknya budaya yang lemah maka tercermin pad kurangnya komitmen anggota
karawan terhadp nilai-nilai kepercayaan dan sikap bersama yang bisa dilakukan atau
disepakati.
Berkaitan dengan itu, maka F.E.Kast dan J.E.Rosenzweig mengemukakan bahwa
kebudayaan yang kuat merupakan perangkat yang kuat untuk menuntun perilaku dan
membantu para karyawan untuk mengerjakan pekerjaan dengan sedikit lebih baik
terutama dalam dua hal:8
1. Kebudayaan yang kuat adalah sistem aturan-aturan informal yang mengungkapkan
bagaimana orang berperilaku dalam sebagian besar waktu mereka

7
2. Kebudayaan yang kuat memungkinkan orang merasa lebih baik tentang apa yang mereka
kerjakan, sehingga mereka mungkin bekerja lebih keras.
Dari uraian tersebut dapat ditarik benang merah bahwa budaya yang kuat akan
mengantar sebuah organisasi menjadi sukses dan menjadikan inovasi serta tercapainya
sasaran-sasaran yang diinginkan oleh organisasi tersebut. Dan lebih-lebih lagi anggota dapat
mempertahankan kesetiaan, ketekunan, ulet, dan melaksanakan berbagai macam tugas yang
diberikan serta diamanatkan lembaga organisasi.
Hasil lainnya dari suatu budaya yang kuat adalah bahwa budaya itu akan
meningkatkan perilaku konsisten. Budaya itu menyampaikan kepada pegawai tentang
bagaimana perilaku mereka yang seharusnya. Budaya itu mengemukakan kepada pegawai
hal-hal seperti ketidakhadiran yang dapat diterima. Beberapa budaya mendorong pegawai
untuk menggunakan hari-hari sakit mereka dan tidak berbuat banyak untuk mengurangi
absensi. Tidaklah mengherankan jika organisasi yang demikian mempunyai tingkat absensi
yang lebih tinggi daripada organisasi di mana orang tidak masuk kerja apapun alasannya
dianggap tidak mempedulikan teman sekerjanya.9
Jika dianggap bahwa budaya yang kuat akan meningkatkan konsistensi perilaku,
maka logis untuk menyimpulkan bahwa budaya itu dapat menjadi sarana yang kuat untuk
mengontrol dan dapat bertindak sebagai sebuah substitusi bagi formalisasi.
Kita tahu bahwa peraturan formalisasi bertindak untuk mengatur perilaku pegawai.
Formalisasi yang tinggi dalam sebuah organisasi menciptakan kemampuan untuk meramal,
keteraturan dan konsistensi. Sebuah budaya yang kuat dapat mencapai tujuan yang sama
tanpa perlu dokumentasi tertulis. Di samping itu, sebuah budaya yang kuat mungkin lebih
berpotensi dibandingkan kontrol struktural formal manapun karena budaya mengontrol
pikiran dan jiwa, di samping jasmani.
Maka tepatlah jika kita melihat formalisasi dan budaya sebagai dua jalan yang
berbeda untuk mencapai tujuan yang sama. Makin kuat budaya sebuah organisasi, makin
kurang pula kebutuhan manajemen untuk mengembangkan peraturan formal untuk memberi
pedoman pada perilaku pegawai. Pedoman tersebut akan dihayati oleh para pegawai jika
mereka menerima budaya organisasi.
Begitu juga dapat kita pahami makna budaya bagi kehidupan organisasi mempunyai
dampak positif. Dalam praktik memang justru sering terjadi yang sebaliknya kinerja
organisasi terus mengalami penurunan gara-gara mempunyai budaya yang terlampau kuat,

8
pasalnya budaya yang terlalu kuat bisa menimbulkan egosentrisme seolah-olah merekalah
yang terbaik di antara para pesaing.

C. Terbentuknya Budaya Organisasi


Budaya organisasi tidak muncul begitu saja, akan tetapi bila sudah muncul maka
budaya tersebut sukar untuk dipadamkan, artinya akan melekat dalam perilaku organisasi
tersebut. Kebiasaan, tradisi, dan cara-cara umum yang dilakukan sebelumnya dan tingkat
keberhasilan yang diperoleh dengan usaha keras tersebut, ini membimbing kita ke sumber
paling akhir dari budaya suatu oraganisasi.
Seperti dijelaskan terdahulu bahwa budaya organisasi menyangkut masalah nilai yang
dipahami dan dianut bersama dalam suatu organisasi. Nilai-nilai tersebut bisa terbentuk
melalui beberapa cara antara lain: pimpinan (kepemimpinan), pendiri/pemilik, dan interaksi
antar individu dalam organisasi.
Seorang pimpinan dengan gaya dan perilakunya bisa menciptakan nilai-nilai, aturan-
aturan kerja yang dipahami dan disepakati bersama serta mampu mempengaruhi atau
mengatur perilaku individu-individu di dalamnya, sehingga nilai-nilai tersebut menjadi
sebuah perilaku anutan bersama, yaitu yang disebut dengan budaya organisasi.10
Sedangkan pendiri atau pemilik organisasi tentunya mempunyai misi dan tujuan
dalam mendirikan organisasi, untuk merealisasikan misi dan tujuan tersebut mereka membuat
suatu aturan-aturan yang ditujukan dengan perilaku sehari-hari saat mengelola organisasi
yang didirikannya, di mana aturan dan perilaku tersebut akhirnya menjadi suatu nilai yang
dianut bersama secara kuat dan mengikat setiap individu yang ada di dalam organisasi. Nilai-
nilai yang dibentuk dan dikehendaki oleh pendiri tersebut biasanya diikuti oleh para
pengelola dan generasi berikutnya.
Budaya organisasi bisa juga terbentuk karena di dalam organisasi tersebut terjadi
interaksi (pergaulan) antara individu (anggota yang mempunyai latar belakang budaya
masyarakat yang berbeda). Dalam interaksi para individu akan terjadi saling memahami,
mempelajari bahkan saling mempengaruhi perilaku yang dibawa dari budaya masyarakat dari
mana mereka berasal.
Di sisi lain bila kita mencermati terbentuknya budaya organisasi pendiri suatu
organisasi secara tradisional mempunyai dampak utama pada budaya organisasi tersebut.
Mereka dalam suatu budaya organisasi mempunyai suatu visi (penglihatan). Mengenai

9
bagaimana seharusnya organisasi itu mereka tidak dikehendaki oleh kebiasaan atau ideologi
sebelumnya. Ukuran kecil yang lazimnya menjadi ciri organisasi baru mempermudah
pemaksaan pendiri akan visinya pada semua anggota organisasi.11
Secara kronologis pembentukan budaya organisasi dimulai sejak pembentuan
organisasi itu sendiri. Ketika para pendiri organisasi memiliki gagasan untuk membentuk
organisasi, pada saat itu pula embrio budaya organisasi ditanamkan. Realisasinya adalah
ketika organisasi itu benar-benar telah berdiri. Proses pembentukan budaya organisasi
melalui alur sebagai berikut:12[14]
1. Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai,
persepektif ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para anggota.
2. Budaya muncul ketika para anggota organisasi berinteraksi satu sama lain untuk
memecahkan masalah pokok organisasi.
3. Secara personal, masing-masing anggota memiliki peluang untuk menciptakan budaya
baru melalui pengembangan budaya yang ada agar nilai-nilai dasar organisasi lebih bisa
beradaptasi dengan perubahan.
Apabila budaya sudah terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak
untuk mempertahankannya dengan memberikan kepada karyawan seperangkat
pengalaman yang serupa seperti adanya sumber daya manusia yang memperkuat budaya
organisasi tersebut, seperti mempertahankan suatu budaya seperti praktik seleksi,
tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi.
a) Seleksi mempunyai tujuan eksplisit yaitu mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-
individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan
pekerjaan dengan sukses di dalam organisasi itu. Proses seleksi memberi informasi
kepada para pelamar mengenai organisasi itu, dan jika mereka merasakan konflik antara
nilai mereka dengan nilai organisasi itu, mereka dapat mengundurkan diri dari
pencalonannya. Dengan demikian, proses seleksi tersebut mempertahankan budaya
organisasi dengan menyaring individu yang mungkin akan menyerang atau mengacaukan
nilai-nilai intinya.
b) Manajemen puncak. Tindakan manajemen puncak mempunyai dampak besar pada
budaya organisasi, bagaimana mereka berperilaku, apakah pengambilan resiko

10

1
diperlukan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh manajer kepada
bawahan mereka, dan lain-lain. Para pegawai memperhatikan perilaku manajemen,
“seperti si A pada saat itu ditegur, padahal pekerjaannya baik, hanya karena ia
sebelumnya tidak diminta untuk melakukannya, atau si B dipecat karena ia di depan
umum tidak setuju dengan pandangan perusahaan. Kejadian-kejadian tersebut kemudian
dalam kurun waktu tertentu menetapkan norma-norma yang kemudian meresap ke bawah
melalui organisasi dan memberitahukan apakah pengambilan resiko itu diinginkan atau
tidak, berapa banyak kebebasan yang harus diberikan para manajer kepada para
bawahannya, busana yang bagaimana yang cocok, tindakan apa yang akan memberi
hasil, dalam hubungannya dengan kenaikan gaji, promosi, dan imbalan lainnya, dan
sebagainya.
c) Sosialisasi. Proses penyesuaian sangat perlu dilakukan organisasi itu dalam merekrut
dan seleksi. Karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi.
Oleh karena itu, maka organisasi bermaksud membantu karyawan untuk menyesuaikan
diri dengan budayanya.13

Kesuksesan adalah merupakan nilai budaya organisasi yang diharapkan menuju


ke arah visi, misi organisasi tersebut. Maka dalam hal ini sangat diperlukan sarana atau
media untuk menyampaikan kepada kesuksesan tersebut. Sarana yang dimaksud adalah
adanya cerita, ritual, simbol-simbol material, dan bahasa seperti jargon-jargon atau
memakai kalimat-kalimat yang mencampur adukkan bahasa.

D. Elemen Budaya Organisasi


Secara umum terdapat dua elemen pokok dari budaya organisasi. Yakni elemen
idealistik dan elemen behavioral. Elemen idealistik adalah elemen budaya organisasi
yang berupa ideologi yang dianut oleh anggota organisasi yang tidak mudah berubah.
Bersifat elusive (terselubung) dan tidak tampak (hidden). Disadari atau tidak
sesungguhnya setiap organisasi memiliki ideologi. Namun tidak seluruh organisasi
menyatakan ideologinya secara terbuka. Bagi sebuah organisasi baru ideologi ini
biasanya sejalan dari ideologi pendiri, karena pembentukan dari organisasi merupakan
upaya untuk mewujudkan falsafah, nilai bersama yang diyakini oleh para pendiri. Dalam

1
perkembangannya kemudian ideologi para pendiri organisasi ini diikuti dan
dipertahankan serta dikembangkan oleh para pengikut dan anggota organisasi.14
Sedangkan elemen budaya behavioral adalah elemen yang nampak, kasat mata,
mewujud dalam pola sikap dan p15erilaku para anggota organisasi, dalam simbol-simbol
yang dipergunakan oleh organisasi dan menjadi kekhasan atau ciri khas organisasi
dibandingkan dengan yang lain.16[17]
Bagi kalangan luar organisasi elemen behavioral inilah yang mudah untuk
diamati, sebagai bentuk representasi dari organisasi. Bentuk nyata dari elemen ini
misalnya dapat diamati dari kebiasaan, perilaku anggota organisasi, dalam praktek
manajemen organisasi, simbol organisasi, jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian,
cara bertindak yang mudah dipahami oleh orang luar organisasi.
Dua elemen organisasi terkait erat satu sama lain. Karena yang satu merupakan
inti dan yang lain merupakan perwujudannya. Collin dan Porras menggambarkan
hubungan dua elemen organisasi ini dengan meminjam filosofi Cina “Yin-Yang”.
Elemen idealistik digambarkan sebagai unsur “Yin” bersifat lembut, mengayomi, pasif,
tenang, dan lebih berorientasi ke dalam. Dimensi Yin terdiri dari core ideologi, core
valeu, core purpose, yang tidak mudah berubah. Sedangkan dimensi behavioristik
digambarkan sebagai “Yang” bersifat kompetitif, agresif, kuat, dinamis, dan lebih
berorientasi ke luar, lebih mudah untuk mengalami perubahaan.17[18]

E. Dimensi Dan Tipe Budaya Organisasi


Hotstede mengelompokkan budaya organisasi dalam 6 dimensi sebagai berikut :
1. Process oriented vs. result oriented.
2. Employee oriented vs. job oriented.
3. Parochial vs. professional.
4. Open system vs. close system.
5. Loose control vs. tight control.
6. Normative vs. pragmatic.

3
http://syamsudinserero.blogspot.com/2015/06/budaya-organisasi-di-lembaga-pendidikan.html

1
Sementara Denison mengemukakan 4 dimensi budaya organisasi yang dikaitkan
dengan tingkat efektifitas organisasi :
1. Keterlibatan (involvement) : dimensi budaya organisasi yang menunjukkan tingkat
partisipasi anggota dalam proses pengambilan keputusan.

2. Konsistensi (Consistency) : menunjukkan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap


asumsi dasar dan nilai-nilai inti organisasi.
3. Adaptasi (Adaptability) : kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan
lingkungan eksternal dengan melakukan perubahan internal organisasi.
4. Misi (Mission) : Dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti organisasi yang menjadikan
organisasi teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi.

F. Strategi Perubahan Budaya Organisasi


Budaya organisasi adalah sesuatu yang dinamis. Di antara kondisi lingkungan yang
menuntut adanya perubahan budaya organisasi adalah terjadinya krisis organisasi, pergantian
kepemimpinan, pembentukan organisasi baru. Jelasnya budaya organisasi akan mengalami
perubahan seiring dengan perubahan yang terjadi pada organisasi itu sendiri.
Strategi perubahan budaya organisasi dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan:18
1. Pendekatan agresif (agresive approach), adalah perubahan budaya yang menggunakan
kekuasaan (struktur), non-kolaboratif, membuat konflik, sifatnya dipaksakan, win-lose, dan
menggunakan dekrit.
2. Pendekatan damai (conciliative approach), dilakukan secara kolaboratif, dopecahkan
bersama, win-win, integratif, dan diperkenalkan dulu budaya baru yang akan digunakan untuk
mengganti budaya lama.
3. Pendekatan yang merusak sedikit demi sedikit budaya yang ada (carrosive approach),
dilakukan dengan pendekatan informal, evolutif, tidak terencana, politis, koalisi, dan
mengandalkan networking.
4. Pendekatan indoktrinatif (indoktrinative approach), bersifat normatif dengan menggunakan
program pelatihan dan melakukan pendidikan ulang terhadap pemahaman budaya baru.

Perubahan budaya organisasi tidak berlangsung begitu saja, akan tetapi melewati
beberapa tahapan berikut:19

1
1. Deformasi, pada tahap ini perubahan belum terjadi, baru sebatas gagasan yang
menegaskan bahwa perubahan budaya perlu dilakaukan.
2. Rekonsiliasi, gagasan perubahan yang digulirkan seringkali direspon secara beragam,
ada yang mendukung dan ada pula yang menentang. Dengan kondisi seperti inilah maka
kemudian diperlukan proses-proses negoisasi, mediasi untuk terjadinya rekonsiliasi.
3. Akulturasi, mengkomunikasikan kesepakatan yang telah dicapai pada tahap sebelumnya
untuk menciptakan komitmen di antara mereka yang sebelumnya terjadi perbedaan
pendapat. Dengan proses ini diharapkan perubahan akan dapat lebih mudah untuk
dilakukan.
4. Enactive, pelaksanaan perubahan budaya secara riil. Pada tahap ini pemikiran,
pembahasan, diskusi, dan perdebatan tentang budaya baru sudah berakhir. Espoused
culture berubah menjadi culture in practice.
5. Formative, pembentukan struktur dan bentuk budaya. Pada tahap ini dilakukan upaya
untuk membentuk, mendesain struktur budaya untuk menciptakan arsitektur budaya
baru.
Gagasan perubahan budaya organisasi, meski memang merupakan suatu
kebutuhan yang disadari oleh seluruh anggota organisasi, namun dalam kenyataannya
tidak semua anggota organisasi dapat menerima secara legowo. Perubahan budaya itu
seringkali direspon dengan sikap resisten atau penolakan.

G. Budaya Organisasi Dalam Lembaga Pendidikan Islam


Kinerja dalam suatu kelembagaan, posisi pimpinan memegang peranan yang
sangat penting. Hal ini tidak terkecuali dalam Lembaga Pendidikan Islam, baik madrasah
(dalam arti formal) maupun pesantren (dalam arti non formal). Kepala madrasah atau
kepala sekolah sebagai pimpinan pendidikan, dilihat dari status dan cara
pengangkatannya tergolong pemimpin murni, formal leader atau status leader.
Kedudukannya sebagai status leader dapat meningkat menjadi functional leader atau
operational leader, tergantung pada prestasi dan kemampuan di dalam memainkan
peranan sebagai pemimpin pendidikan pada sekolah Islam yang dipimpinnya.20
Sebagai pimpinan lembaga pendidikan Islam, hendaknya ia mengembangkan
sekolah Islam sebagai sekolah pusat kebudayaan dan ketahanan sekolah. Hal ini penting,

1
karena justru sekolah Islam kini harus ikut berkiprah dalam pembangunan bangsa dan
negara. Lebih dari itu sekolah Islam harus menjawab tantangan tentang adanya kemajuan
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, politik, sosial, budaya,
dan keamanan masyarakat sekitarnya. Marjin Sjam dalam kutipan Sulistiyorini
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah keseluruhan tindakan guna mempengaruhi
serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan.
Penampilan sekolah Islam harus berperan kreatif dan aktif untuk
mengembangkan kebudayaan yang menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya. Karena
itu kepala sekolah Islam harus dapat menciptakan suasana yang Islami, aman, tentram,
damai, dan sejahtera agar semua program dapat berjalan dengan lancar.21
Kepemimpinan pendidikan Islam, di samping menjelaskan di mana
kepemimpinan dan prosesnya berada dan berperan, hendaknya mempunyai sifat-sifat
atau ciri-ciri khusus kepemimpinan Islam yang bersifat mendidik, membimbing, dan
tidak memaksa atau menekan dalam bentuk apapun.
Sikap-sikap kepemimpinan yang harus tumbuh subur dalam dada seorang muslim
adalah satu kesatuan yang kuat antara iman dan amal, antara cita dan realita, yang
kemudian mewujudkan satu ketauladanan (uswatun hasanah). Sikap moral yang tumbuh
dari satu cita-cita agung dan ditopang oleh kemampuan teknis dan konsepsional harus
merupakan satu aset yang terus dipupuk, dikembangkan dan kemudian melahirkan buah.
Di samping akhlaknya yang luhur, maka dalam proses kepemimpinannya itu, setiap
muslim setidaknya harus mempunyai beberapa kemampuan pokok sebagai penunjang
untuk mewujudkan keinginannya tersebut, yaitu 7M:22
1. Mampu fisik dan mental
2. Mampu untuk merumuskan gagasan
3. Mampu berkomunikasi
4. Mampu bernegoisasi
5. Mampu untuk meyakinkan dan menggerakkan
6. Mampu mengembangkan sumber daya
7. Mampu beradaptasi dan mengambil peran

1
Tujuan kemampuan itu harus mampu mempengaruhi diri sendiri terlebih dahulu.
Sikap istiqomah atau disiplin merupakan kata kunci untuk menanam benih-benih
keunggulan itu dalam dirinya.

1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Budaya organisasi bisa juga terbentuk karena di dalam organisasi tersebut terjadi
interaksi (pergaulan) antara individu (anggota yang mempunyai latar belakang budaya
masyarakat yang berbeda). Dalam interaksi para individu akan terjadi saling memahami,
mempelajari bahkan saling mempengaruhi perilaku yang dibawa dari budaya masyarakat dari
mana mereka berasal.

Dari uraian tersebut dapat ditarik benang merah bahwa budaya yang kuat akan
mengantar sebuah organisasi menjadi sukses dan menjadikan inovasi serta tercapainya
sasaran-sasaran yang diinginkan oleh organisasi tersebut. Dan lebih-lebih lagi anggota dapat
mempertahankan kesetiaan, ketekunan, ulet, dan melaksanakan berbagai macam tugas yang
diberikan serta diamanatkan lembaga organisasi.

Jika dianggap bahwa budaya yang kuat akan meningkatkan konsistensi perilaku,
maka logis untuk menyimpulkan bahwa budaya itu dapat menjadi sarana yang kuat untuk
mengontrol dan dapat bertindak sebagai sebuah substitusi bagi formalisasi.

Seorang pimpinan dengan gaya dan perilakunya bisa menciptakan nilai-nilai, aturan-
aturan kerja yang dipahami dan disepakati bersama serta mampu mempengaruhi atau
mengatur perilaku individu-individu di dalamnya, sehingga nilai-nilai tersebut menjadi
sebuah perilaku anutan bersama, yaitu yang disebut dengan budaya organisasi.
Sedangkan pendiri atau pemilik organisasi tentunya mempunyai misi dan tujuan
dalam mendirikan organisasi, untuk merealisasikan misi dan tujuan tersebut mereka membuat
suatu aturan-aturan yang ditujukan dengan perilaku sehari-hari saat mengelola organisasi
yang didirikannya, di mana aturan dan perilaku tersebut akhirnya menjadi suatu nilai yang
dianut bersama secara kuat dan mengikat setiap individu yang ada di dalam organisasi. Nilai-
nilai yang dibentuk dan dikehendaki oleh pendiri tersebut biasanya diikuti oleh para
pengelola dan generasi berikutnya.

1
DAFTAR PUSTAKA

http://siriuspedhia.blogspot.com/2015/06/budaya-organisasi-lembaga-pendidikan.html

http://syamsudinserero.blogspot.com/2015/06/budaya-organisasi-di-lembaga-pendidikan.html

1
1

Anda mungkin juga menyukai