Anda di halaman 1dari 51

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

WAJAH, BIBIR, PALATUM, DAN LIDAH

MAKALAH

disusun sebagai tugas mata kuliah DSP 2

Dosen Pembina
Dr. drg. Marry St. Mariam, M.Kes.

disusun oleh:
Wafa Sahilah 160110130107
Brigita Nadia Wirawan 160110130108
Wiana Ariztriani 160110130109
Bunga Hasna Adilah 160110130110
Magdalena Napitupulu 160110130111
Yosia Christi Vesara Manurung 160110130112
Edwin Christian 160110130113
Nurayni Tri Hapsari 160110130114
Nadya Runi Rahima 160110130115
Mulia Ayu Hanifa 160110130116
Benazir Amriza Dini 160110130117
Ester Vioni 160110130118
Dhea Ferrani Permatasari 160110130119

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur para penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa,

karena atas rahmat dan berkatNya lah para penulis dapat menyelesaikan makalah

ini tepat pada waktunya.

Makalah yang tim penulis telah selesaikan berjudul ”Perkembangan dan

Pertumbuhan Wajah, Bibir, Palatum, dan Lidah”.

Selain sebagai tugas mata kuliah DSP 2, makalah ini juga bertujuan untuk

memaparkan dan memberikan informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan

cranio facial pada manusia mulai dari masa fertilisasi sampai postnatal.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya para penulis sampaikan kepada

yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Gigi, Dr. Nina Djustiana, drg. M.Kes.,

dan kepada Dr. drg. Marry St. Mariam, M.Kes. selaku dosen pembimbing. Kepada

para orang tua tercinta yang tetap selalu memberi dukungan moril dan materil,

para penulis ucapkan pula terima kasih yang besar.

Tim penulis berharap makalah yang telah dibuat ini bermanfaat untuk

semua pembacanya, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka

panjang.

Makalah ini telah disusun dengan usaha yang maksimal. Namun, jika

masih ada kekurangan atau kesalahan, para penulis bersedia menerima kritik dan

saran yang membangun.

Bandung, 7 September 2014

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Bayi berusia 2 bulan memiliki kelainan pada wajahnya, yaitu perlebaran

sudut bibir kesamping sehingga bayi terlihat memiliki bibir yang lebar. Selama 9

bulan masa kehamilan, sang ibu menyatakan bahwa tidak ada hal mencurigakan

yang terjadi pada dirinya. Ia juga menyatakan bahwa selama kehamilan ia

mengonsumsi cukup gizi, tidak ada riwayat pengonsumsian obat-obat tertentu, dan

tidak ditemukan bukti adanya percobaan pengguguran.

Bayi ini memiliki perlebaran sudut mulut di area masseter. Celah dapat

terlihat dari luar, yaitu di kulit, sampai ke dalam buccal mucosa. Garis pembatas

terlihat jelas menunjukan batas antara bibir dan celah. Hasil pemeriksaan lanjut

tidak menemukan adanya kelainan lain.

Setelah melakukan pemeriksaan intra oral dan ekstra oral, didapatkan

hipotesis bahwa pasien mengidap makrostomia bilateral. Terjadinya penyakit ini

disebabkan oleh gagalnya penyatuan prominence maxiilaris dengan prominence

mandibularis pada minggu ke-7. Maka dari itu, pada makalah ini akan dibahas

pertumbuhan dan perkembangan wajah, bibir, palatum, dan lidah.

I.II Tujuan

Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan wajah, bibir, palatum, dan

lidah.
I.III Perumusan Masalah

1. Apakah definisi dari pertumbuhan dan perkembangan?

2. Apa arti dari diferensiasi, translokasi, dan maturasi?

3. Bagaimanakah proses fertilisasi?

4. Bagaimanakan perkembangan janin mulai dari trilaminar germ disc?

5. Bagaimanakan pertumbuhan dan perkembangan wajah saat masa embrio

dan setelah lahir?

6. Bagaimanakah pertumbuhan dan perkembangan bibir?

7. Bagaimanakah pertumbuhan dan perkembangan palatum?

8. Bagaimanakah pertumbuhan dan perkembangan lidah?


BAB II

PEMBAHASAN

II.I Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan

Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai
dewasa, yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan

1. Definisi Pertumbuhan

Pertumbuhan (Growth) yaitu perkembangan dengan perubahan dalam


besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa
diukur dengan ukuran berat (kg/gr) atau ukuran panjang (meter/centimeter)
(Soetjiningsih : 1998).

Menurut Whaley dan Wong, pertumbuhan sebagai suatu peningkatan


jumlah atau ukuran sel tubuh yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan
ukuran dan berat seluruh bagian tubuh (Supartini, Yupi : 2004).

Ciri-ciri pertumbuhan:

a)   Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dan bertambahnya


ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan,
lingkar dada, dan lain- lain.

b)      Dalam pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat


terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa
konsepsi hingga dewasa.

c)      Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri-ciri lama


yang ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya
gigi susu, atau hilangnya refleks-refleks tertentu.
d)     Dalam pertumbuhan terdapat ciri baru yang secara perlahan
mengikuti proses kematangan, seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis,
atau dada.

2. Definisi Perkembangan

Perkembangan (Development) menurut Whaley dan Wong, perkembangan


menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang
paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi
dan pembelajaran (Supartini, Yupi: 2004).

Ciri-ciri perkembangan:

a) Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti


dari perubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi akan diikuti
perubahan pada fungsi alat kelamin.

b)      Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hukum tetap,


yaitu perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju ke arah kaudal atau
dari bagian proksimal ke bagian distal.

c)      Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari


kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan melakukan hal
yang sempurna.

d)     Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian


perkembangan yang berbeda.

e)      Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya, di


mana tahapan  perkembangan harus melewati tahap demi tahap (Narendra, 2002).
II.II Arti Terminologi Diferensiasi, Terminologi, dan Maturasi

Differentiation, Translocation, and Maturation

• Differentiation

– The act or process of acquiring completely individual characters,

as occurs in progressive diversification of embryonic cells and

tissue.

Tindakan atau proses memperoleh sifat makhluk secara lengkap, seperti

terjadinya diversifikasi progresif sel dan jaringan di dalam embrio.

(Dorland’s Medical Dictionary)

– The cells of the embryo differentiate to form the specialized

structures and functions that they will have in the adult. They form

neurons, blood cells, skin cells, muscle cells, etc., etc. These are

organized into tissues, the tissues into organs, the organs into

systems.

Sel-sel pada embrio berdiferensiasi untuk membentuk struktur dan fungsi

khusus yang akan dimiliki saat dewasa. Sel-sel tersebut membentuk syaraf, sel

darah, sel kulit, sel otot, dan lain-lain yang kemudian menyusun jaringan, jaringan

menjadi organ, dan organ-organ menjadi sistem organ.


• Gen

– Bertanggungjawab terhadap karakteristik/sifat makhluk hidup,

seperti warna mata, golongan darah, atau tinggi badan.

– Dibawa oleh suatu struktur berupa untaian yaitu kromosom.

Kromosom

– Normalnya, manusia memiliki 46 kromosom dalam setiap sel.

– Kromosom diwarisi dari kedua orang tua (23 dari ayah dan 23 dari

ibu).

– Kromosom diurutkan dari yang paling panjang sampai yang paling

pendek (1 sampai 22, 23 kromosom seks)


• Translocation/translokasi

– Terjadi apabila suatu bagian dari kromosom terlepas dan menempel

kembali pada tempat yang salah.

– Terjadi saat pembentukan sel-sel telur atau sperma, atau sesaat

setelah telur dan sperma melebur.

– Ada 2 tipe: Balanced translocation dan Unbalanced translocation


• Balanced translocations

– Terjadi saat 2 atau lebih fragmen lepas dari 2 atau lebih kromosom

yang berbeda dan bertukar tempat.

– Materi kromosom tersusun kembali (re-arranged) sehingga tidak

ada materi kromosom penting yang hilang ataupun ditambahkan

(jumlah gen tetap).

– Carrier balanced translocation biasanya tidak terpengaruh (tidak

terjadi kelainan).

– Carrier balanced trasnlocation dapat mewarisi anaknya dengan

unbalanced translocation

• Unbalanced translocation

– Orangtua carrier balanced translocation, mungkin menurunkan

anaknya dengan balanced chromosom rearrangement maupun

unbalanced chromosome rearrangement.

– Unbalanced chromosome carrier memiliki materi kromosom yang

hilang atau berlebih. Terkadang carrier mengalami keduanya.

– Informasi genetik terganggu (terjadi kelainan).


– Beberapa kemungkinan pada anak:

• Anak mewarisi normal kromosom

• Anak mewarisi balanced translocation

• Anak mewarisi unbalanced translocation

– Keguguran (miscarriage)

– Kelainan fisik/mental
– De novo (latin; new arrangement)

Dalam beberapa kasus seorang anak dapat lahir dengan translokasi

walaupun kedua orang tuanya bukan translocation carrier.

• Maturation

– The process or condition of attaining complete development. In

humans it is the unfolding of full physical, emotional, and

intellectual capacities that enable a person to function at a higher

level of competency and adaptability within the environment. 

Proses atau kondisi untuk mencapai pengembangan yang lengkap. Pada

manusia itu adalah terungkapnya fisik, emosional, dan intelektual kapasitas penuh

yang memungkinkan seseorang untuk berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi

kompetensi dan kemampuan beradaptasi dalam lingkungan.


II.III Proses Fertilisasi

MINGGU PERTAMA PERKEMBANGAN: OVULASI HINGGA IMPLANTASI

SIKLUS OVARIUM

Siklus ini dikendalikan oleh hipotalamus, hipotalamus menghasilkan

Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) yang bekerja pada sel-sel kelenjar

hipofisis anterior dan GnRH inilah yang mensekresikan gonadotropin. FSH dan

LH merangsang dan mengontrol perubahan siklik pada ovarium.

Pada awal siklus, 15-20 folikel stadium primer dirangsang untuk tumbuh

oleh FSH. Hanya satu dari folikel-folikel ini yang mencapai tingkat kematangan

sempurna dan hanya satu oosit yang dikeluarkan. Folikel yang lain mengalami

degenerasi dan atretik.

FSH juga merangsang pematangan sel folikular (granulosa) yang

mengelilingi oosit. Sel granulosa dan sel teka bekerja sama untuk menghasilkan

estrogen yang menyebabkan endometrium uterus masuk ke fase proliferatif,

menyebabkan penipisan mukus serviks sehingga sperma mudah lewat, dan

merangsang hipofisis untuk mengeluarkan LH.

Di pertengahan siklus, terjadi lonjakan LH yang meningkatkan konsentrasi

maturation-promoting factor yang menyebabkan oosit menuntaskan meiosis I dan

memulai meiosis II, merangsang pembentukan progesteron oleh sel folikular

stroma, dan menyebabkan folikel pecah dan ovulasi


OVULASI

Sebelum ovulasi, folikel sekunder tumbuh cepat hingga bergaris tengah 25

mm. Bersamaan dengan pembentukan akhir folikel sekunder, terjadi peningkatan

mendadak LH yang menyebabkan oosit primer menuntaskan meiosis I dan folikel

masuk ke stadium preovulasi. Meiosis II dimulai, tetapi oosit terhenti pada

metafase sekitar 3 jam sebelum ovulasi. Tingginya konsentrasi LH meningkatkan

aktivitas kolagenase menyebabkan dicernanya serat-serat kolagen yang

mengelilingi folikel. Kadar prostaglandin juga meningkat sebagai respon terhadap

lonjakan LH dan menyebabkan kontraksi otot lokal di dinding ovarium. Kontraksi

ini mendorong keluar oosit yang bersama-sama dengan sel kumulus ooforus lepas

bebas (ovulasi) dan mengapung keluar dari ovarium. Setelah ovulasi, sel granulosa

yang tetap berada di dinding folikel yang pecah, bersama dengan sel teka interna.

Di bawah pengaruh LH, sel-sel ini membentuk pigmen kekuningan dan berubah

menjadi sel luteum yang membentuk korpus luteum dan mengeluarkan hormon

progesteron.
TRANSPOR OOSIT

Segera sebelum ovulasi, fimbrae tuba uterina menyapu permukaan ovarium dan

mulai berkontraksi. Akibatnya, oosit yang dikelilingi oleh beberapa sel granulosa

terbawa ke dalam tuba. Setelah itu oosit didorong oleh silia dengan kecepatan

transportasi diatur oleh status endokrin selama dan setelah ovulasi. Oosit yang

telah dibuahi mencapai lumen uterus dalam 3-4 hari.

KORPUS ALBICANS

Jika oosit dibuahi, degenerasi korpus luteum akan dihambat oleh human

chorionic gonadotropin (hCG). Korpus luteum akan tumbuh dan membentuk

korpus luteum graviditatis. Sel-sel luteum yang berwarna kekuningan terus

mengeluarkan progesteron sampai akhir bulan keempat. Pengangkatan korpus

luteum graviditatis sebelum bulan keempat biasanya menyebabkan abortus.

FERTILISASI

Fertilisasi merupakan proses penyatuan gamet pria dan wanita, terjadi di

daerah ampula tuba uterina.


Spermatozoa tidak mampu membuahi oosit segera setelah tiba di saluran genitalia

wanita karena harus menjalani kapasitasi dan reaksi akrosom untuk memperoleh

kemampuan ini.

Kapasitasi merupakan periode pengondisian di saluran reproduksi wanita

yang pada manusia berlangsung sekitar 7 jam. Hanya sperma yang telah

terkapasitasi dapat menembus sel-sel korona radiata dan mengalami reaksi

akrosom. Sedangkan reaksi akrosom terjadi setelah pengikatan ke zona pelusida,

dipicu oleh protein-protein. Reaksi akrosom ini memuncak pada pelepasan enzim-

enzim yang dibutuhkan untuk menembus zona pelusida.

Fase-fase fertilisasi terdiri dari:

Fase 1: Penetrasi Korona Radiata

Dari 200 sampai 300 juta spermatozoa yang diletakkan di saluran genitalia

wanita, hanya 300-500 yang mencapai tempat pembuahan. Hanya satu dari jumlah

ini yang membuahi sel telur. Sperma yang telah menjalani kapasitasi dapat bebas

melewati sel-sel korona.

Fase 2: Penetrasi Zona Pelusida

Pada fase inilah terjadi reaksi akrosom. Reaksi akrosom diperantarai oleh

ligan ZP3 (protein zona pelusida). Pelepasan enzim-enzim akrosom (akrosin)

memungkinkan sperma menembus zona dan berkontak dengan membran plasma

oosit. Permeabilitas zona pelusida berubah saat kepala sperma berkontak dengan

permukaan oosit. Kontak ini menyebabkan pelepasan enzim-enzim lisosom dari


granula korteks yang melapisi membran plasma oosit. Enzim-enzim tersebut

mengubah sifat zona pelusida untuk mencegah penetrasi sperma dan

menginaktifkan tempat-tempat reseptor spesifik spesies untuk spermatozoa. Hanya

satu spermatozoa yang dapat menembus oosit yang lainnya terbenam di zona

pelusida.

Fase 3:

Perlekatan awal sperma ke oosit sebagian diperantarai oleh interaksi

integrin oosit dan ligannya. Setelah melekat, membran plasma sperma dan sel telur

menyatu. Baik bagian kepala maupun ekor spermatozoa masuk ke dalam

sitoplasma oosit, tetapi membran plasma ditinggalkan di permukaan oosit. Setelah

spermatozoa masuk ke oosit, sel telur berespon dengan cara (1) reaksi korteks dan

zona: membran oosit menjadi tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lain, (2)

melanjutkan pembelahan meiotik kedua, dan (3) mengaktifan metabolik sel telur.

Spermatozoa bergerak maju sehingga letaknya berdekatan dengan

pronukleus wanita. Nukleus spermatozoa membengkak dan membentuk

pronukleus pria. Pronukleus wanita dan pria berkontak erat dan kehilangan

selubung nukleusnya. Selama pertumbuhan, pronukleus pria dan wanita masing-

masing harus mereplikasikan DNAnya. Setelah sintesis DNA, kromosom tertata

pada gelendong sebagai persiapan untuk pembelahan mitotik normal.

Hasil utama pembuahan adalah pemulihan jumlah diploid kromosom,

penentuan jenis kelamin, dan inisiasi pembelahan.


PEMBELAHAN

Jika telah mencapai stadium dua-sel, zigot akan mengalami pembelahan

mitotik sehingga jumlah selnya bertambah. Sel ini semakin kecil pada pembelahan

yang disebut blastomer. Sekitar setelah 3 hari setelah pembuahan, sel-sel kembali
membelah untuk membentuk morula. Sel di bagian dalam morula membentuk

massa sel dalam dan akan membentuk plasenta, sedangkan sel di bagian luar

morula membentuk massa sel luar yang akan membentuk trofoblas.

PEMBENTUKAN BLASTOKISTA

Pada waktu morula masuk ke rongga uterus, cairan mulai merembes

menembus zona pelusida ke dalam ruang antarsel masa sel dalam. Ruang antarsel

menjadi konfluen dan akhirnya terbentuk sebuah rongga (blastokel). Pada waktu

ini selnya disebut blastokista. Sel-sel di massa sel dalam yang sekarang disebut

embrioblas terletak di satu kutub, dan sel di massa sel luar menggepeng dan

membentuk dinding epitel blastokista. Hari keenam,sel trofoblastik di atas kutub

embrioblas mulai menembus diantara sel-sel epitel mukosa uterus. Pada akhir

minggu pertama perkembangan, zigot manusia telah melampaui stadium morula

dan blastokista dan telah mulai tertanam di mukosa uterus.

UTERUS SAAT IMPLANTASI

Dinding uterus terdiri dari endometrium (lapisan mukosa dinding bagian

dalam), miometrium (lapisan tebal otot polos), dan perimetrium (lapisan

peritoneum di dinding luar).


Selama siklus haid, endometrium mengalami tiga fase, yaitu fase

proliferatif, fase sekretorik, dan fase haid.

Fase proliferatif mulai pada akhir fase haid, berada di bawah pengaruh

estrogen dan sejajar dengan pertumbuhan folikel ovarium.

Fase sekretorik (2-3 hari setelah ovulasi). Jika tidak terjadi pembuahan,

pelepasan endometrium akan menandai dimulainya fase haid, sedangkan bila

terjadi pembuahan, endometrium akan membantu implantasi dan ikut membentuk

plasenta.

Saat fase haid dimulai, darah keluar dari arteri-arteri superfisial. Kepingan-

kepingan kecil stroma dan kelenjar terlepas.


MINGGU KEDUA PERKEMBANGAN: DISKUS GERMINATIVUM

BILAMINAR

Hari ke – 8

Blastokista sudah setengah terbenam di dalam stroma endometriun. Di

daerah atas embrioblas, trofoblas telah berdiferensiasi menjadi dua lapisan: (a)

Lapisan dalam berupa sel mononukleus, sitotrofoblas; (b) Zona luar berinti

banyak tanpa batas sel yang jelas, sinsitiotrofoblas. Sel-sel di massa sel dalam

atau embrioblas juga berdiferensiasi menjadi dua lapisan: (a) Lapisan sel kuboid

kecil di samping rongga blastokista yang dikenal sebagai lapisan hipoblas; (b)

Lapisan sel silindris tinggi di samping rongga amnion, lapisan epiblas. Secara

bersamaan, lapisan tersebut membentuk suatu cakram (diskus) gepeng. Terbentuk

juga suatu rongga kecil di dalam epiblas. Rongga ini membesar menjadi rongga

amnion. Stroma endometrium di dekat tempat implantasi tampak edema dan

sangat vascular.
Hari ke-9

Blastokista semakin terbenam di dalam endometrium. Defek penetrasi di

epitel permukaan ditutupi oleh bekuan fibrin. Trofoblas, di kutub embrional

muncul vakuola-vakuola di sinsitium. Setelah menyatu, vakuola-vakuola ini

membentuk lakuna besar. Fase perkembangan trofoblas ini dikenal sebagai

stadium lakunar. Di kutub abembrional, sel-sel gepeng yang mungkin berasal dari

hipoblas membentuk suatu membran tipis, membran eksoselom (Heuser) yang

melapisi permukaan dalam sitorofoblas. Membran ini bersama dengan hipoblas,

membentuk lapisan rongga eksoselom (yolk sac primitif).

Hari ke – 11 dan 12

Blastokista telah terbenam seluruhnya di dalam stroma endometrium, dan

epitel permukaan hampir menutupi seluruh defek semula di dinding uterus.

Trofoblas ditandai oleh rongga-rongga lakunar di sinsitium yang membentuk


jaringan yang saling berhubungan (di kutub embrional). Sel-sel sinsitiotrofoblas

semakin menembus ke dalam stroma dan mengikis lapisan endotel kapiler ibu.

Kapiler-kapiler yang mengalami kongesti dan melebar dikenal sebagai sinusoid.

Lakuna sinsitium bersambung dengan sinusoid dan darah ibu masuk ke sistem

lacuna. Darah ibu mulai mengalir melalui sistem trofoblastik, membentuk

sirkulasi uteroplasenta. Suatu kumpulan sel baru berasal dari sel yolk sac muncul

di antara permukaan dalam sitotrofoblas dan permukaan luar rongga eksoselom

membentuk jaringan ikat longgar halus, mesoderm estraembrional. Kemudian,

terbentuk rongga-rongga besar di mesoderm ekstraembrional dan setelah rongga-

rongga ini menyatu terbentuklah suatu rongga baru selom ekstraembrional.

Mesoderm ekstraembrional yang melapisi sitotrofoblas dan amnion disebut

mesoderm somatopleura ekstraembrional. Lapisan yang menutupi yolk sac

dikenal sebagai mesoderm splanknopleura ekstraembrional.


Hari ke – 13

Defek permukaan di endometrium biasanya telah sembuh. Sel – sel

sitotrofoblas berproliferasi secara lokal dan menembus ke dalam sinsitiotrofoblas,

membentuk kolom-kolom sel dengan selubung sinsitium yang dikenal sebagai

vilus primer. Hipoblas menghasilkan sel yang bermigrasi di sepanjang membran

eksoselom, membentuk rongga baru di rongga eksoselom (yolk sac sekunder).

Rongga eksoselom terlepas. Selom ekstraembrional meluas dan membentuk

rongga besar, rongga korion. Mesoderm ekstraembrional yang melapisi bagian

dalam sitrofoblas, lempeng korion. Dengan terbentuknya pembuluh darah, tangkai

penghubung menjadi korda umbilikalis (tali pusat)


MINGGU KETIGA PERKEMBANGAN: TRILAMINAR GERMINATIVUM

DISC

Pembentukan lapisan ke tiga yaitu mesoderma germ layer. Sel-sel

ektoderm pada daerah caudal dari germ disc menjadi yang menghasilkan primitive

streak. Selama migrasi intraerbryonic mesoderm ke lateral dan depan, pada ujung

depan dari primitive streak terlihat penebalan yang jelas yang dikenal sebagai

hensen’s node.

Daerah yang kecil, letaknya central ada ujung copholic dari primitive

streak yang dikelilingi daerah yang sedikit meninggi ditional sebagai primitive pit.

Pada embrio umur 17 hari dapat dibedakan adanya struktur pada garis

tengah, mulai dari nodus hensen saepat prochirdal plot yang dikenal sebagai

notochordal procces atau heal proccess.

Pada hari ke 18, notochordal process bersatu dengan entoderm dibawahnya

dan berturut-turut mulai dari bagian kepala notochordal entodermal plate

menghilang.

Pada hari ke 19 perkembangan primitive streak berkurang ke arah kaudal,

invaginasi dan migrasi sel-sel pemukiman ke arah lateral dan depan diteruskan

sampai akhir Minggu ke IV.

Pada bagian cephollc ke tiga germ layer mulai dengan perkembangan

selanjutnya yang spesifik pada pertengahan Minggu ke III sedangkan bagian

caudal tetap terpisah sampai akhir Minggu ke IV.


Perkembangan Trofoblast

Pada permulaan Minggu ke III, trofoblast ditandai dengan banyaknya

primary steam villi yang terdiri dari pusat : sitotrofoblast yang ditutupi oleh

lapisan sinsitrotofoblast. Pada akhir Minggu ke III, pusat mesoderm tadi mulai

berdiferensiasi dan timbul kapiler-kapiler kecil.


Selama Minggu ke IV, pembuluh-pembuluh ini mengadakan hubungan

dengan anintroembryonic cyrculatorsystem. Pada hari ke 19 dan 20, embryo hanya

dihubungkan oleh conecting stalk yang sempit dengan trephoblastic shellnya.

Conecting stalk ini disebut juga sebagai body stalk, kemudian tumbuh menjadi

umbilical cord yang membentuk hubungan antara plasenta dan embrio.


Masa Embrionik (Minggu Ketiga Sampai Kedelapan)

Selama perkembangan minggu ketiga hingga minggu kedelapan, suatu

masa yang dikenal sebagai masa embrionik atau masa organogenesis. Menjelang

akhir masa embrionik ini, sistem-sistem organ utama telah terbentuk.

Pada permulaan minggu ketiga, lapisan mudigah ektoderm berbentuk

cakram datar, yang lebih luas di daerah kepala daripada daerah kaudal. Pada akhir

minggu ketiga, tepi-tepi lateral lempeng saraf menjadi lebih terangkat naik

membentuk lipat-lipat saraf, sementara di daerah tengah yang cekung terbentuk

alur, yaitu alur saraf. Perlahan-lahan, kedua lipat saraf saling mendekat di garis

tengah tempat mereka menyatu. Penyatuan ini mulai di daerah bakal leher (somit

keempat) dan berjalan menuju ke arah kepala dan kaudal. Akibatnya, terbentuklah

tuba neuralis. Menjelang penutupan tuba neuralis, di daerah kepala mudigah mulai

nampak dua penebalan ektoderm, lempeng telinga, dan lempeng lensa mata. Pada

perkembangan selanjutnya, lempeng telinga melakukan invaginasi dan

membentuk gelembung telinga, yang akan berkembang membentuk bangunan-

bangunan yang perlu untuk pendengaran dan keseimbangan. Kira-kira pada saat

yang sama muncul lempeng lensa mata. Lempeng ini juga menjalani invaginasi

dan selama minggu kelima membentuk lensa mata. Secara umum dapat dikatakan

bahwa lapisan mudigah ektoderm membentuk organ dan bangunan yang

memelihara hubungan dengan dunia luar (a)sistem saraf pusat; (b) sistem saraf

tepi, (c) epitel sensorik telinga, hidung dan mata; serta (d) epidermis, termasuk

rambut dan kuku.


Kira-kira pada permulaan minggu ketiga, sel-sel mesoderm yang terletak di

mesoderm viseral dinding kantung kuning telur berdiferensiasi menjadi sel-sel

darah dan pembuluh darah. Sel-sel ini dikenal sebagai angioblas. Jaringan dan

organ-organ berikut diperkirakan berasal dari mesoderm:

 Jaringan penunjang seperti jaringan penyambung, tulang rawan,

dan tulang

 Otot lurik dan otot polos

 Sel darah dan sel getah bening serta dinding jantung, pembuluh

darah, dan pembuluh getah bening

 Ginjal, kelenjar kelamin, dan saluran-salurannya

 Korteks adrenal

 Limpa

Awalnya sel-sel dari lapisan mesoderm membentuk sebuah kumparan tipis

jaringan longgar pda kanan kiri garis tengah. Namun pada hari ke-17, sebagian sel

yang berada dekat garis tengah berpoliferasi membentuk mesoderm paraksial.

Lalu jaringan ini terpecah menjadi:

a) Lapisan mesoderm somatic (bersambungan dengan lapisan yang membungkus

amnion,

b) Lapisan mesoderm visceral (berhubungan dengan mesoderm yang membungkus

kantung kuning telur)


Pada awal minggu ketiga, mesoderm paraksial tersusun dalam somitomer.

Pada awal minggu keempat, sel sklerotom membentuk dinding ventral dan medial

somit kehilangan organisasinya yang kompak menjadi polimorf dan bergeser

posisinya hingga mengelilingi notokord. Sel ini membentuk jaringan mesenkim.

Jaringan yang untuk sementara menghubungkan mesoderm dengan

lempeng lateral mengalami diferensiasi. Di daerah servikal dan torakal atas,

jaringan ini menyusun kelompok-kelompok sel. Di sebelah lebih kaudal lagi,

membentuk korda nefrogenik.

Awal minggu ketiga, sel mesoderm yang terletak di viseral kantung kuning

telur berdiferensiasi menjadi sel-sel darah dan pembuluh darah (angioblas). Sel

yang terletak di tengah membentuk sel darah primitif. Yang di tepi membentuk

endotel yang membatasi pulau-pulau darah. Lalu, pembuluh darah ekstraembrional

membentuk hubungan dengan pembuluh darah di dalam embrio sehingga

menghubungkan embrio dengan plasenta.

Pembentukan saluran pencernaan yang berasal dari lapisan endoderm

tergantung pada peplitan mudigah dengan arah sefalokaudal dan lateral. Peplitan

sefalokaudal terutama disebabkan oleh pertumbuhan memanjang sistem saraf

pusat yang cepat. Sedangkan peplitan yang lateral timbul karena pembentukan

somit-somit yang tumbuh dengan cepat.

Dengan berkembangnya gelembung otak, cakram mudigah mulai menonjol

ke arah rongga amnion dan melipat ke arah sefalokaudal. Sehingga terbentuk


lipatan kepala dan lipatan ekor. Pada bagian anterior, endoderm membentuk usus

depan dan di daerah ekor membentuk usus belakang.

Lapisan mudigah endoderm mula-mula membentuk epitel yang melapisi

usus primitif dan bagian-bagian allantois yang terdapat intraembrional dan duktus

villenus. Dalam perkembangan selanjutnya, lapisan ini menghasilkan:

(a) lapisan epitel saluran pernapasan,

(b) parenkim tiroid,

(c) stroma retikuler tonsil dan timus,

(d) lapisan epitel kandung kemih dan urethra, dan

(e) lapisan epitel kavum timpani dan Eustachii.

Pada bulan kedua, bentuk luar mudigah berubah banyak dengan sangat

besarnya kepala dan pembentukan anggota badan, muka, telinga, hidung, dan

mata.

Pada akhir minggu keempat (mempunyai 28 somit), bentuk utamanya

adalah lengkung-lengkung faring. Pada bulan kedua, bentuk luar mudigah berubah

banyak dengan pembesaran kepala, pembentukan anggota badan depan, muka,

telinga, hidung dan mata. Tunas anggota belakang terbentuk kemudian memipih

lalu memisahkan 5 daerah yang agak menebal yang dikenal denagn jari-jari.

Awalnya timbul di daerah tangan, kemudian di kaki.


mudigah presomit 19 hari mudigah presomit 20 hari

Pembentukan sel-sel krista neuralis

Mudigah manusia 22 & 23 hari


Mudigah manusia 25 & 28 hari

A= hari 17; B= hari 19; C= hari 20; D=hari 21


Diferensiasi somit

II. IV Pertumbuhan dan perkembangan wajah embrio dan postnatal

Pertumbuhan dan perkembangan wajah mulai terjadi pada embrio berusia

24 hari (pada minggu ke-4) sampai embrio berusia 7 minggu.

Pada minggu ke-4 embrio, muncul prominensia fasialis (tonjolan wajah)

yang terdiri dari krista neuralis dan dibentuk oleh pasangan pertama arkus faring.

Pada usia 24 hari sudah mulai terlihat prominensia frontalis yang dibentuk oleh

poliferasi mesenkim dan membentuk batas atas stomodeum. Kemudian pada

sebelah lateral stomodeum terdapat prominensia maksilaris dan prominensia

mandibularis di sebelah kaudal. Pada hari ke-28 muncul penebalan lokal ektoderm

permukaan, plakoda nasalis (olfaktoria) di kedua sisi prominensia frontalis.


Pada minggu ke-5 embrio, plakoda nasalis (lempeng hidung) berinvaginasi

membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Dalam prosesnya, terbentuk suatu

jaringan yang mengelilingi masing-masing lekukan dan membentuk prominensia

nasalis, yang terdiri dari:

– Prominensia nasalis lateralis (tonjolan di batas luar lekukan)

– Prominensia nasalis mediana (tonjolan di batas dalam lekukan)

Terlihat juga alur nasolakrimal yang memisahkan prominensia nasalis

lateralis dengan prominensia maksilaris.


Pada minggu ke-6 sampai minggu ke-7, prominensia maksilaris tumbuh ke

arah medial, menekan prominensia nasalis ke arah garis tengah. Selanjutnya celah

antara prominensia nasalis mediana dan prominensia maksilaris lenyap, keduanya

kemudian menyatu. Terjadi pula pembesaran prominensia maksilaris yang

membentuk pipi dan maksila. Selain itu, kedua prominensia nasalis mediana

menyatu membentuk segmen intermaksila yang terdiri dari komponen bibir yang

membentuk filtrum bibir atas, komponen rahang atas yang membawa empat gigi

seri, dan komponen langit-langit.


Tabel struktur yang ikut membentuk wajah

Cranium dan Rahang Saat Lahir

Setelah lahir, ukuran cranium jauh lebih kecil dari ukuran cranium orang dewasa.

Ada perbedaan dalam bentuk, terutama proporsi wajah dan cranium dalam

perkembangan dan fusi dari tulang-tulang individual.


Saat lahir, ukuran cranium bayi hanya seperempat. Ukuran cranium dewasa

seperdelapan. Pada masa ini, pertumbuhan dan perkembangan tubuh jauh lebih

cepat daripada cranium.


Pertumbuhan Cranium

Cranium bertumbuh sampai umur 1 tahun setelah itu pertumbuhannya menurun.

Pada saat umur 7 tahun, cranium sudah mencapai 90% total volume. Pada saat ini

maturasi sedikit meningkat.

Pertumbuhan Wajah

- Pertumbuhan wajah ditandai dengan erupsi gigi primer pada umur 1-3

tahun dan gigi permanen pada umur 6-14 tahun.

- Pertumbuhan wajah terjadi saat lahir dan menurut hingga mencapai saat

pra-pubertas.

- Pertumbuhan meningkat saat pubertas dan menurun kembali di akhir masa

pubertas.

- Pertumbuhan rahang disebabkan juga karena adanya erupsi gigi

- Pertumbuhan rahang terjadi ke arah bawah dan depan dari kepala

- Perbedaan kecepatan pertumbuhan rahang berpengaruh dalam perawatan

ortodonti.

Mekanisme dan Area Pertumbuhan

1. Pertumbuhan kartilago: Pertumbuhan kartilago yang akan mengalami

osifikasi
 Area pertumbuhan tulang kartilago pada wajah ada di daerah

septum nasale dan condylus mandibula.

 Perumbuhan septum nasale akan membuat hidung di posisi bawah

depan pada cranium.

 Pertumbuhan condylus mandibula akan membuat mandibula

bertambah tinggi dan panjang mandibula.

2. Pertumbuhan sutura

 Pertumbuhan sutura di kepala menyebabkan ukuran cranium

membesar.

 Pertumbuhan sutura terlibat dalam mendekatkan tulang.

3. Pertumbuhan periosteum dan endosteum

 Permukaan periosteum menyebabkan ukuran terus membesar. Oleh

karena itu membutuhkan resorbsi tulang agar menghasilkan

ketebalan dari tulang yang sesuai.

 Proses ini disebut remodeling tulang. Melibatkan resorbsi tulang.

 Resorbsi endosteum diperlukan untuk mempertahankan ketebalan

lapisan korteks.
II. V Pertumbuhan dan perkembangan bibir

Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) mengalami

invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Dalam

prosesnya, terbentuk suatu hubungan jaringan yang mengelilingi masing-

masing lekukan dan membentuk prominensia nasalis. Tonjolan di batas luar

lekukan adalah prominensia nasalis lateralis; tonjolan di batas dalam adalah

prominensia nasalis mediana.

Selama dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris terus

bertambah besar. Secara bersamaan, tonjolan ini tumbuh ke arah medial,

menekan prominensia nasalis mediana ke arah garis tengah. Selanjutnya,

celah antara prominensia maksilaris lenyap, dan keduanya menyatu. Karena


itu, bibir atas dibentuk oleh dua prominensia maksilaris dan bagian medial

atau philtrum dibentuk oleh processus nasalis medialis dengan bantuan

processus maxillaries. Sedangkan untuk bibir bawah dan rahang dibentuk

oleh prominensia mandibularis yang menyatu di garis tengah.

II. VI Pertumbuhan dan perkembangan palatum

Ada tiga elemen yang membentuk palatum sekunder, yaitu dua lempeng

palatum rahang atas lateral dan palatum primer dari tonjolan frontonasal, yang

mulanya terpisah jauh, karena orientasi vertical dari lereng lateral pada setiap sisi

lidah. Selama minggu ke-8, terjadi perubahan letak lereng lateral, dari vertical ke

horizontal, sebagai permulaan dari penggabungan dan pemisahan ruang oronasal.


Skema gambar ketiga primordial palatum pada embrio berumur 7 ½ minggu.

Perubahan dari posisi vertical ke horizontal selesai dalam beberapa jam.

Beberapa mekanisme diperkirakan untuk pengangkatan lereng palatal yang cepat

ini, termasuk perubahan biomekanis pada konsistensi fisik matrik jaringan ikat

dari lereng; variasi vaskulatur dan aliran darah ke struktur, kenaikan yang

mendadak pada turgor jaringan; pertumbuhan mitotic yang cepat; ‘gaya lereng

intrinsik’ dan gerak otot.

Selama penutupan palatum, mandibula akan menjadi prognatik, dimensi

vertical ruang stomodeal bertambah, tetapi lebar maksila tetap stabil,

memugkinkan terjadinya kontak antar lereng. Juga, pertumbuhan ke depan dari

tulang rawan Meckel, akan mendorong lidah lebih ke depan, bersamaan dengan

pengangkatan bagian atas wajah.


Perkembangan palatum embrio berumur (a) 6 minggu. (b) 7 minggu. (c) 8 minggu. (d) 9 minggu.

Epithelium yang menutupi tepi-tepi lereng palatal, menebal dan

penggabungaanya sangat penting untuk perkembangan palatum yang utuh.

Penggabungan juga terjadi antara permukaan dorsal dari lereng palatal dan tepi

bawah garis tengah septum nasal. Garis sambung mulanya terbentuk di depan

pada daerah palatum keras, dan nantinya menyatu dengan daerah palatum lunak.

Mekanisme kontak adhesive, penggabungan dan degenerasi epithelium, belum

jelas diketahui. Kombinasi sel degenerasi epithelial dan lapisan permukaan dari

glikoprotein, memungkinkan epitel melekat di antara lereng-lereng palatal yang

saling berkontak. Hanya epithelium medial dari lereng palatal (berbeda dengan

epithelial permukaan hidung dan mulut) mengalami sitodeferensiasi, termasuk

menghilangnya reseptor factor pertumbuhan epidermal, yang menimbulkan

kematian sel. Kematian sel yang terprogram dari epitel yang saling bergabung,
sangat diperlukan untuk pengelompokan mesensimal dari lereng-lereng tersebut.

Garis penggabungan primordial embriologi dari palatum.

Penggabungan ketiga komponen palatal pada mulanya menghasilkan atap

mulut yang datar serta tidak melengkung. Lereng palatal lateral yang saling

bergabung, menyandar pada bagian depan palatum primer, seperti terlihat

nantinya melalui arah jalan kanalis insisivus-neurovaskular, yang membawa saraf

insisivus dan pembuluh darah. Daerah pertemuan ketiga komponen palatal

ditandai dengan papilla insisivus yang terletak di atas kanalis insisivus. Garis

penggabungan lereng palatal lateral ditandai oleh suture midpalatal pada orang

dewasa, dan pada permukaan oleh raphe garis tengah palatum keras. Garis

penggabungan ini menjadi kabur pada palatum lunak melalui invasi mesensim

ekstrateritorial.

Osifikasi palatum berlangsung terus selama minggu ke 8, dari penyebaran

tulang ke mesenkim yang berasal dari penggabungan lereng palatal lateral dan

dari trabekula yang muncul pada palatum primer sebagai pusat premaksila,
semuanya berasal dari pusat osifikasi tunggal primer dari maksila. Di belakang,

palatum keras berosifikasi melalui penyebaran trabekula dari pusat osifikasi

tunggal tulang palatina.

Struktur sutural midpalatal terlihat pertama kali pada 10 ½ minggu, ketika

lapisan atas bundel serat terbentuk pada garis tengah. Pada bayi, suture midpalatal

pada potongan korona memiliki bentuk ’Y’ dan mengikat vomer dengan lereng

palatal. Pada anak-anak, pertemuan antara ketiga tulang berbentuk ’T’ dengan

potongan interpalatal yang berjalan seperti kura-kura. Pada remaja, suture menjadi

sangat terindigitasii sehingga terbentuk penguncian mekanis dan pulau-pulau

tulang. Tulang palatina, elemen dari palatum tetap terpisah dari elemen maksila

melalui suture palatomaksila transversal, sampai masa dewasa.

Antara minggu ke 7 dan 18 palatum bertambah panjang lebih cepat dan

setelah itu lebarnya akan bertambah lebih cepat. Pertumbuhan pada suture

midpalatal akan terhenti pada usia 1-2 tahun dan penutupan suture midpalatal

dimulai saat masa remaja. Pertumbuhan aposisional berlangsung terus sampai

umur 7 tahun, pada saat tersebut, palatum sudah mencapai lebar bagian depan

maksimal. Pertumbuhan aposisional bagian belakang terus berlanjut setelah

pertumbuhan lateral terhenti.

II. VII Pertumbuhan dan perkembangan lidah

Lidah muncul di mudigah pada sekitar empat minggu dalam bentuk dua

penebalan lidah lateral, satu penebalan medial,dan tubekulum impar. Ketiga


penebalan ini berasal dari arkus faring pertama. Penebalan medial dibagi menjadi

tiga yaitu pertama,kedua, dan ketiga. Penebalan pertama berasal dari arkus

pertama, kedua dibentuk oleh mesoderm arkus kedua; ketiga; dan sebagian

keempat, sedangkan penebalan ketiga berasal dari arkus keempat. Penebalan

lateral tumbuh menutupi tuberkulum impar dan menyatu yang membentuk dua

pertiga anterior (korpus lidah). Korpus linguale ini berasal dari arkus pertama

sehingga dipersarafi oleh nervus mandibularis. Bagian posterior lidah berasal dari

arkus faring kedua, ketiga, dan sebagian dari keempat. Persarafan sensorik ke

bagian lidah ini dilakukan oleh nervus glosofaringeus. Otot lidah dibentuk oleh

somit oksipital dan dipersarafi nervus hipoglossus.

Ketidaksempurnaan pembentukan lidah disenut tongue tie yaitu lidah tidak

bebas dari dasar mulut. Dalam keadaan normal, terjadi degenerasi sel yang

ekstensif, dan frenulum adalan satu-satunya jaringan yang melekatkan lidah ke

dasar mulut.
II. VIII Mekanisme dan penanganan makrostomia

Makrostomia merupakan kelainan atau cacat wajah pada mulut yang

disebabkan akibat gagalnya penyatuan prominence maxilla dan prominence

mandibula pada usia 7 minggu intra uterin.

Ketika embrio berusia sekitar 7 minggu dapat terjadi malformasi ketika

organogenesis. Malformasi itu sendiri merupakan salah satu jenis abnormalitas

yang dapat terjadi pada tahap periode mudigah (3-8 minggu). Hal ini dapat

menyebabkan perubahan konfigurasi normal suatu struktur tubuh sehingga embrio

yang berumur 7 minggu mengalami malformasi selama organogenesis,

menyebabkan cacat wajah berupa macrostomia bilateral, yaitu kegagalan

penyatuan tonjolan maxila dan mandibula yang menyebabkan kedua sisi ujung

mulut lebih panjang dan sedikit menurun.

1. Faktor Penyebab

1) Genetik

Kedua orang tua yang normal memiliki anak pertama yang cacat, maka

persentasi anak kedua yang cacat kurang lebih 4%.

Jika salah satu orang tuanya ada yang cacat,maka anak pertama cacat

dengan kelainan cacat yang sama dengan orang tuanya. Kemungkinan

anak kedua cacat adalah sekitar 17%.


2) Lingkungan

3) Asupan makanan (gizi)

2. Solusi dan Perawatan

Solusi untuk makrostomia bilateral ini adalah dengan dialakukannya

operasi plastic. Makrostomia bilateral dapat menyebabkan kesulitan dalam

berbicara dan pelafalan kata-kata, kesulitan mengunyah, dan juga keluarnya saliva

secara terus menerus.


BAB III

PENUTUP

III. I Kesimpulan

Dari hipotesis yang kemudian diperkuat dengan penjelasan-penjelasan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita macrostomia bilateral

(cleft lip bilateral), yaitu malformasi atau cacat pada bibir.

Satu-satunya pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan

operasi plastik dan mengembalikan bentuk wajah dan fungsi mulut ke asalnya.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman. 2011. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Jakarta:


EGC

Dorland, W. A. Newman. 2014. Kamus Saku Kedokteran Dorland, Ed. 28.


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Langman, Jan. 1985. Embriologi Kedokteran Edisi 3. Jakarta : EGC

Sadler, T. W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Penerbit Buku Kedokteran


EGC

Sperber, G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Jakarta : Hipokrates

Anda mungkin juga menyukai