Anda di halaman 1dari 38

JURNAL PRAKTIKUM

PRAKTIKUM FITOFARMAKA
TUGAS 3
Penentuan Parameter Mutu Non-Spesifik Ekstrak
Kaempferia galanga
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK 7

KELAS: F

1. Novi Sus Mahfita Ningsih (201910410311273)


2. Indah Fitria Rahayu (201910410311275)
3. Suci Rinda Prasasti (201910410311276)
4. Arvil Rohmaturrizqi (201910410311277)
5. Rize Bilgis Nurfatiyah (201910410311283)

DOSEN PEMBIMBING:
apt. Siti Rofida, M. Farm. apt.
Amaliyah Dina A., M. Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bumi Indonesia terdiri dari berbagai suku dengan keanekaragaman obat


dibuat secara tradisional dari bahan-bahan alami yang ada di Indonesia termasuk
tumbuhan obat. Diperkirakan keanekaragaman hayati di Indonesia menempati
urutan kedua setelah Brazil. Secara internasional, obat herbal telah diterima
secara luas di negara berkembang dan maju, sehingga obat herbal juga
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pemasok terbesar obat-obatan
herbal di dunia yaitu China, Eropa dan Amerika Serikat. Di Afrika jumlah
penduduk yang menggunakan obat herbal mencapai 60-90%, di Australia 40-
50%, Eropa 40 80%, Amerika Serikat 40%, dan Kanada 50%. Obat Herbal atau
obat tradisional merupakan campuran dari bahan-bahan alami yang secara
tradisional telah digunakan dan terbukti secara empiris manfaatnya. Keragaman
tumbuhan obat bisa menunjang suplai obat tradisional siap pakai (Jumiarni &
Komalasari, 2017).
Tanaman kencur merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan
obat. Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman yang
berpotensi dapat dikembangkan karena fungsinya yang dapat digunakan sebagai
bahan obat herbal atau obat tradisional, bahan pembuatan parfum dan juga
kosmetik (Kurniati et al., 2020). Selain itu tanaman kencur juga dapat digunakan
untuk mengobati diare, migrain, meningkatkan energi, mengatasi kelelahan dan
juga dapat meningkatkan imunitas tubuh (Izazi & Kusuma P, 2020).
Kencur merupakan tanaman herbal yang umum digunakan sebagai ramuan
obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga banyak petani di
Indonesia yang membudidayakan ini. Kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan dalam jumlah besar, salah satunya adalah rimpang kencur atau
rizoma. Ekstrak kencur terbukti memliki banyak sekali manfaat, antara lain sakit
kepala, keseleo, menghilangkan lelah, radang, lambung, batuk, memperlancar
haid, radang telinga anak, darah kotor, mata pegal, diare, dan masuk angina
(Tajudin et al., 2022).
Tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) terbukti mengandung senyawa
metabolit sekunder diantaranya seperti flavonoid, alakloid, tanin, dan polifenol.
Senyawa metabolit sekunder polifenol dan flavonoid dapat dimanfaatkan sebagai
antioksidan. Antioksidan merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat
terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi ini dapat terbentuk karena banyaknya radikal
bebas yang terdapat dalam tubuh. Karena adanya radikal bebas dalam tubuh
dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan sehingga dapat menyebabkan
berbagai penyakit (Indrawati et al., 2018).
Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, pemakaian dan
penyalahgunaan obat tradisional mengalami kemajuan yang sangat pesat. Karena
obat tradisional terbuat dari bahan-bahan alami maka efek samping, tingkat
bahaya, dan resiko yang diberikan sangat rendah jika dibandingkan dengan obat-
obatan kimia. Diantara tumbuhan obat tersebut yang menarik untuk
dikembangkan lebih lanjut yaitu ripang kencur (Lely & Rahmanisah, 2017).
Karakteristik ekstrak terdiri dari 2 proses yaitu proses pertama dengan
parameter spesifik dan non spesifik. Parameter spesifik adalah aspek analisis
kimia kualitatif dan kuantitatif kadar senyawa aktif terkait aktivitas farmakologi
masing- masing ekstrak. Parameter tersebut antara lain menentukan susut
pengeringan, kadar air, kadar abu dan sebagainya (Lely & Rahmanisah, 2017).
Beberapa metode yang sering digunakan untuk mengekstraksi kencur
adalah metode perasan, infusa, dan maserasi. Maserasi adalah metode
perendaman dan syarat utama pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak
yang cukup antara pelarut dan jaringan yang diekstraksi. Penyaringan zat aktif
yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
yang sesuai dengan waktu tertentu pada temperatur kamar terlindungi dari
cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap
hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Kusuma,
2015).
Dalam produksinya ekstrak kencur memiliki mutu, dan kandungan bahan
aktif di dalam rimpang kencurnya. Hal tersebut ditentukan oleh varietas, cara
budidaya, dan lingkungan tempat tumbuhnya (Muhlisah Pratama, 2014). Jadi
dapat dikatakan bahwa, kandungan kencur di daerah yang berbeda memilki
kemungkinan kandungan senyawa kimia yang berbeda. Sehingga pada setiap
ekstrak pasti memiliki parameter-parameter dalam bentuk spesifik maupun non
spesifik dalam membantu menentukan mutu (Kusuma, 2015).

1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu menentukan parameter mutu spesifik dan non-
spesifik ekstrak Kaempferia galanga L.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kencur

Kaempferia galanga (K. galanga) atau yang dikenal sebagai "kencur"


di Indonesia digunakan sebagai salah satu bahan makanan. Diperkirakan
berasal dari daerah asia tropika yang kemudian menyebar kemana-mana dan
sampai di Indonesia sebagai tanaman budidaya (Alihar, 2018). Kaempferia
galanga atau kencur merupakan salah satu jenis dalam famili Zingiberaceae
merupakan salah satu jenis tanaman obat penting bagi masyarakat Asia termasuk
Indonesia. Tanaman ini sering dijadikan pasta karena dipercaya dapat mengatasi
kelelahan. Berdasarkan hasil review dalam jurnal Putu Nita (2020), secara
tradisonal tanaman ini sering digunakan untuk pengobatan diare, migrain dan
meningkatkan energi, dan mengatasi kelelahan. Rimpang kencur selama ini
digunakan oleh untuk menghilangkan sakit gigi, sakit perut, pembengkakan pada
otot dan rematik.

2.1.1 Klasifikasi

Gambar 2.1 Kencur (Ida Bagus, 2022)

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivisi : Embryophyta
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Superordo : Lilianae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia L.
Spesies : Kaempferia galanga L.
(https://www.itis.gov/)

2.1.2 Morfologi
Kencur (Kaempferia galanga) termasuk suku tumbuhan Zingiberaceae dan
digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah
paling lunak dan tidak berserat. Kencur merupakan terna kecil yang tumbuh
subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak
terlalu banyak air. Kencur tumbuh dan berkembang pada musim tertentu, yaitu
pada musim penghujan. Kencur dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang
cukup sinar matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka (Lasro, 2018).
Kencur memiliki batang berbentuk basal yang memiliki ukuran kurang
lebih 20 cm yang tumbuh dalam rumpun. Kemudian kencur memiliki daun
berwarna hijau berbentuk tunggal yang pinggir daunnya berwarna merah
kecoklatan. Bentuk dari daun kencur menjorong ada yang menjorong lebar dan ada
juga yang berbentuk bundar, untuk ukurannya daun kencur memiliki panjang 7-15
cm, lebar 2-8 cm, dengan ujung daun runcing pangkai berkeluk dan tepi daun
rata. Untuk permukaan daun bagian atas tidak mempunyai bulu tetapi pada bagian
bawah memiliki bulu yang halus. Kemudian untuk tangkai daun sedikit
pendekmemiliki ukuran berkisar antara 3-10 cm yang terbenam didalam tanah,
mempunyai panjang berkisar 2-4 cm yang memiliki warna putih. Jumlah daun
pada kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan yang saling berhadapan.
Adapun untuk rimpangnya memiliki ukuran yang pendek berbentuk seperti jari
yang tumpul dengan warna coklat lalu pada bagian kulit rimpang kemcur
memiliki warna coklat yang mengkilat (Lasro, 2018).
Dengan bau khas yang dikeluarkan oleh rimpang kencur. Kemudian pada
bagian dalam kencur memiliki warna putih dengan tekstur seperti daging yang
tidak berserat (Soleh & Megantara, 2019). Pada morfologi kencur memiliki
batang berbentuk basal yang memiliki ukuran kurang lebih 20 cm yang tumbuh
dalam rumpun. Kemudian kencur memiliki daun berwarna hijau berbentuk
tunggal yang pinggir. Daunnya berwarna merah kecoklatan. Bentuk dari daun
kencur menjorong ada yang menjorong lebar dan ada juga yang berbentuk
bundar, untuk ukurannya daun kencur memiliki panjang 7-15 cm, lebar 2-8 cm,
dengan ujung daun runcing pangkai berkeluk dan tepi daun rata. Untuk
permukaan daun bagian atas tidak mempunyai bulu tetapi pada bagian bawah
memiliki bulu yang halus. Kemudian untuk tangkai daun sedikit pendek
memiliki ukuran berkisar antara 3-10 cm yang terbenam didalam tanah,
mempunyai panjang berkisar 2-4 cm yang memiliki warna putih. Jumlah daun
pada kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan yang saling
berhadapan (Haryudin & Rostiana, 2020).
Kencur mempunyai Bunga yang tunggak yang berbentuk seperti terompet
dengan panjang bunga 3-5 cm. Kencur mempunyai benang sari berwarna kuning
yang memiliki panjang 4 mm, untuk putik kencur memiliki warna putih agak
keunguan. Kemudian untuk bunganya tersusun setengah duduk dengan jumlah
mahkota bunga 4-12 buah dengan warna yang dominan yaitu warna putih.
Kencur memiliki perbedaan dengan famili yang lainnya pada bagian daun yang
menjalar dipermukaan tanah, dengan batang kencur yang pendek dan serabut
akar yang memiliki warna coklat agak kekuningan. Adapun untuk rimpangnya
memiliki ukuran yang pendek berbentuk seperti jari yang tumpul dengan
warna coklat lalu pada bagian kulit rimpang kemcur memiliki warna coklat
yang mengkilat, dengan bau khas yang dikeluarkan oleh rimpang kencur.
Kemudian pada bagian dalam kencur memiliki warna putih dengan tekstur seperti
daging yang tidak berserat (Haryudin & Rostiana, 2020).
Untuk pemerian simplisia rimpang kencur menurut Farmakope Herbal
Indonesia edisi II (2017) berupa irisan rimpang, pipih, bentuk hampir bulat
sampai jorong atau tidak beraturan, bagian tepi berombak dan berkeriput, kasar,
bagian tengah tampak pembatas yang tegas antara korteks dan stele, korteks
sempit, berserat halus; warna cokelat hingga cokelat kemerahan, bagian
tengah berwarna putih sampai putih kecokelatan, bau khas dan rasa pedas.
2.1.3 Kandungan Kimia
Komponen utama yang terkandung dalam Kaempferia galanga antara
lain ethyl-p-methoxycinnamate (31.77%), methylcinnamate (23.23%), carvone
(11.13%), eucalyptol (9.59%) dan pentadecane (6.41%), ethyl cinnamate
(23,2%), 1,8-cineole (11,5%), transcinnamaldehyde (5,3%), dan borneol (5,2%)
(Chao et al., 2014). Ekstrak kencur dilaporkan memiliki efek antinflamasi,
analgetik, antidiare, antibakteri, sedatif, sitotoksik, insektisidal, antihelmint, dan
antioksidan.
Secara etnobotani Kaempferia galanga digunakan sebagai obat
ekspektorat, karminatif, obat batuk, rematik, dan anti kanker, kolera,
vasorelaksasi, anti mikroba, antioksidan, anti alergi penyembuhan luka. Dan pada
bioaktivitasnya membuktikan aktivitas K. galanga sebagai anti kanker, anti
oksidan, anti inflamasi, analgesik dan anti bakteri (Marina S, 2019).
Rajendra et al., (2021) menyatakan bahwa rizoma Kaempferia galanga
yang diekstak dengan menggunakan petroleum mengandung sterols, triterpenoids
dan resins: sedangkan jika diekstrak dengan menggunakan kloroform akan
diperoleh, sterols, triterpenoids, flavanoids dan resins. Sedangkan jika diekstrak
dengan menggunakan metanol akan diperoleh steroids, triterpenoids,
alkaloids, flavanoids, carbohydrates, resins dan protein. Dan jika diekstrak
menggunakan air akan diperoleh saponins, carbohydrates dan protein.
Rimpang Kencur mengandung 1,0-2,50% minyak atsiri yang terdiri dari
sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, asam sinamat, etil ester, borneol,
kamphene, paraeumarin, asam anisat dan alkaloid. Selain itu juga terdapat
sinnamal, aldehide, asam motil p-kumarik, asam annamat, etil asetat dan
pentadekan. Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan
komponen utama dari Kencur. Tanaman Kencur mempunyai kandungan kimia
antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat
(30%). Kamfer, borneol, sineol, penta dekaan. Adanya kandungan etil para
metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat
(Primawati & Jannah, 2019).
2.2 Ektraksi dan Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat


aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Farmakope Indonesia Edisi VI, 2020).

Berdasarkan konsistensinya ekstrak dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1. Ekstrak cair: ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Liquida)


2. Semi solid : ekstrak kental (Extracta Spissa)
3. Kering : ekstrak kering (Extracta Sicca)

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan


menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel
dengan penyaringan. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan
senyawa yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi
perlu ditentukan terlebih dahulu (Mukhtarini, 2014).

2.3 Parameter Mutu Ekstrak

Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi
langsung, dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standar
umum (Depkes RI, 2018):

1. Parameter mutu umum : Kebenaran jenis; Kemurnian; Aturan penstabilan


(wadah, penyimpanan, dan transportasi)
2. Memenuhi 3 paradigma (Quality-Safety-Efficacy)
3. Mempunyai spesifikasi kimia (informasi jenis dan kadar) senyawa kandungan.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor biologi
dari bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia bahan obat tersebut.
Standardisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter
standar non spesifik (Depkes RI, 2018).
Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang
terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standardisasi
obat herbal meliputi dua aspek:
1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan
senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis
kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif
terhadap senyawa aktif.
2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi
dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas
misal kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain (Saifudin et al.,
2021).
2.3.1 Parameter Spesifik Ekstrak
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan
aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung
terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi:
a. Identitas (parameter identitas esktrak) meliputi: deskripsi tata nama, nama
ekstrak (generik, dagang, paten), nama lain tumbuhan (sistematika
botani), bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb) dan nama
Indonesia tumbuhan.
b. Organoleptis: parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca
indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna pengenalan awal
yang sederhana se-objektif mungkin.

c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu: melarutkan ekstrak dengan pelarut


(alkohol/ air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik dengan jumlah
senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur
senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan,
metanol. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa
kandungan (Depkes RI, 2018).
i. Larut air
Penetapan kadar senyawa larut air untuk mengetahui kandungan
terendah dalam suatu zat/senyawa yang larut dalam air. Pada
penentuannya, simplisia/ekstrak terlebih dahulu dimaserasi selama kurang
lebih 24 jam dengan air kloroform LP. Ketika penentuan kadar larut
air, simplisia/ekstrak ditambahkan klorform terlebih dahulu, penambahan
kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba atau pengawet,
karena apabila dalam maserasi hanya air saja kemungkinan ekstrak akan
rusak karena air meripakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba
atau dikhawatirkan terjadi proses hidrolisis yang akan merusak ekstrak
sehingga menurunkan mutu dan kualitas dari ekstrak tersebut.
ii. Larut etanol
Penetapan kadar senyawa larut alcohol dilakukan untuk mengetahui
kandungan terendah zat/senyawa yang larut dalam etanol tetapi tidak
larut dalam air.Maserasi ekstrak sebanyak 5 gram selama 24 jam
dengan 100 mL etanol 96%, ekstraksi terdestruksi dan menguap.
Sehingga yang tersisa hanya unsur mineral dan anorganik.
iii. Uji kandungan kimia ekstrak
- Pola kromatogram
Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga
memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk
memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan
pola kromatogram (KLT, KCKT) (Depkes RI, 2000).
- Kadar kandungan kimia tertentu
Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau
senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka
secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar
kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan adalah
densitometri, kromatografi gas, KCKT atau instrumen yang sesuai.
Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai
senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab
padaefek farmakologi (Depkes RI, 2000)
2.3.2 Parameter Non Spesifik Ekstrak
Penentuan parameter non spesifik esktrak yaitu penentuan aspek kimia,
mikrobiologi dan fisi yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas
(Saifudin et al., 2021). Parameter non spesifik ekstrak meliputi (Depkes RI, 2018):
a. Susut Pengeringan
Parameter susut pengeringan adalah pengukuran sisa zatsetelah
pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat
konstan yang dinyatakan dalam persen. Tujuannya yaitu untuk menjaga
kualitas simplisia/ekstrak karena susut pengeringan mempunyai kaitan
dengan kemungkinan pertumbuhan jamur/kapang. Pemeriksaan susut
pengeringan dilakukan terhadap simplisia yang tidak mengandung minyak
atsiri.
b. Bobot Jenis
Parameter bobot jenis adalah massa per satuan volume yang diukur pada suhu
kamar tertentu (25°C) yang menggunakan alatkhusus piknometer atau alat
lainnya. Tujuannya adalah memberikan batasan tentang besarnya massa
persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai
ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang, bobot jenis juga terkait
dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi.
c. Kadar Air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada didalam
bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air dalam bahan.Penetapan kadar tersebut
bertujuan untuk menentukan batasan kadar air yang diperbolehkan ada
pada ekstrak. Nilai yang diamati adalah nilai maksimum kadar air,
nilai kontaminasi, dan nilai kemurnian. Terdapat 3 cara penentuan kadar air
dalam ekstrak, diantaranya :
i. Cara Titrasi
Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Pertama dimasukkan methanol 20.0
mL ke dalam labu titrasi, kemudian dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer
hingga titik akhir titrasi. Kedua dimasukkan ekstrak dengan perkiraan
kandungan air 10mg-50mg ke dalam labu titrasi dan diaduk selama 1
menit, kemudian dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik
akhir titrasi. Hitung kesetaraan titrasi dengan jumlah air.
ii. Cara Destilasi
Ekstrak yang diperkirakan mengandung air 2mL-4mL dimasukkan
ke dalam labu kering. Tambahkan kurang lebih 200mL toluene ke
dalam labu kemudian hubungkan alat.
Panaskan labu dengan hati-hati selama 15 menit. Jika toluene telah
mendidih, suling dengan kecepatan 2 tetes per detik dan bila air sebagian
mulai tersuling tingkatkan kecepatan menjadi 4 tetes per detik. Jika semua
air sudah tersuling, bersihkan bagian dalam pendingin dengan toluene.
Lanjutkan penyulingan selama 5 menit, biarkan tabung pendingin
mencapai suhu kamar, jika air dan toluene sudah terpisah sempurna
baca volume air yang terdapat. Hitung dalam persen.
iii. Cara Gravimetri
Ekstrak sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wadah,
dikeringkan pada suhu 105°C selama 5 jam, kemudian ditimbang.
Lanjutkan pengeringan dan dan timbang pada jara 1 jam. Timbang hingga
selisih antar penimbangan tidak lebih dari 0.25%. Metode tersebut tidak
sesuai untuk ekstrak dengan kandungan minyak atsiri yang tinggi, dan lebih
sesuai digunakan sebagai penetapan kadar susut pengeringan.
d. Kadar Abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga
tinggal unsur mineral dan anorganik, yang memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai terbentuknya esktrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak.
e. Sisa Pelarut
Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut tertentu
yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah memberikan
jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang
memang seharusnya tidak boleh ada. Pengujian sisa pelarut berguna dalam
penyimpanan ekstrak dan kelayakan ekstrak untuk formulasi.
f. Residu Pestisida
Parameter residu pestisida adalah menentukan kandungan sisa pestisida
yang mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan
simpilia pembuatan ekstrak.
g. Cemaran Mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang
patogen secara analisis mikrobiologis. Tujuannya adalah memberikan
jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak
mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan bahaya (toksik) bagi kesehatan.
h. Cemaran Aflatoksin
Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur.
Aflatoksin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan toksigenik
(menimbulkan keracunan), mutagenik (mutagi gen), teratogenik
(penghambatan dan pertumbuhan janin) dan karsinogenik (menimbulkan
kanker pada jaringan) (Rustian, 2013). Jika ekstrak positif mengandung
aflatoksin maka pada media pertumbuhan akan menghasilkan koloni
berwarna hijau kekuningan sangat cerah (Saifudin, 2021).
i. Cemaran Logam Berat
Parameter cemaran logam berat adalah penentuan kandungan logam berat
dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak
mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi batas yang
telah ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan.

2.4 Penggunaan Pelarut

Proses ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan senyawa yang


ada pada tumbuhan. Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus
memenuhi dua syarat, yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang
terbaik untuk bahan yang diekstraksi dan pelarut tersebut harus terpisah
dengan cepat setelah pengocokkan Senyawa yang terdapat pada tanaman
memiliki kelarutan yang berbeda-beda. Umumnya pelarut yang sering
digunakan adalah kloroform, eter, alcohol, menthol, etanol, dan etilasetat.
Ekstraksi biasanya dilakukan secara bertahap dimuali dengan pelarut
nonpolar (kloroform atau n-heksan), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan
pelarut polar (menthanol atau etanol) (Hakim & Saputri, 2020).
Pada praktikum ini pelarut yang digunakan adalah etanol. Etanol atau
alkohol (C2H5OH) merupakan cairan tidak berwarna yang larut dalam air, densitas
0,6 (0ºC) titik leleh -169ºC , titik didih -102ºC. Memiliki gugus hidroksil
(OH) pada alkohol yang menyebabkan bersifat polar, sedangkan gugus alkil (R)
merupakan gugus non polar. Proporsi dari kedua gugus tersebutmerupakan
faktor yang menentukan sifat alcohol (Kimia et al., 2020).
BAB III

PROSEDUR KERJA
3.1 Susut Pengeringan
Prinsip: Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC
selama 30 menit atau sampai berat konstan yang dianyatakan dalam
persen.
Prosedur: Tara botol timbang + tutup. Kemudian panasakan botol timbang + tutup
pada suhu 105oC selama 30 menit. Timbang ekstrak 2 g dalam botol timbang
dan ratakan. Dinginkan ekstrak dan botol timbang dalam eksikator hingga
suhu kamar. Dimasukkan dalam ruang pengering, dan keringkan pada suhu
o
105 C dengan tutup terbuka hingga bobot tetap

Ditara botol timbang + tutup. Kemudian dipanaskan botol timbang +


tutup pada suhu 1050C selama 30 menit.

Ditiimbang ekstrak 2 g dalam botol timbang dan ratakan.

Didinginkan ekstrak dan botol timbang dalam eksikator hingga suhu


kamar.

Dimasukkan dalam ruang pengering, dan keringkan pada suhu 1050C


dengan tutup terbuka hingga bobot tetap.
3.2 Berat Jenis

Prinsip: Massa per satuan volume pada suhu kamar tertentu (25oC) yang
ditentukan dengan alat khusus piknometer atau lainnya.

Prosedur: Hitung berat jenis air pada suhu 25oC dengan menggunkan
piknometer. Atur suhu ekstrak cair + 20oC dan masukkan kedalam
piknometer. Atur suhu piknometer yang telah berisi ekstrak hingga
suhu 25oC buang kelebihan ekstrak cair dan timbang. Kurangkan
bobot piknometer kosong dari beratt piknometer yang telah diisi.
Berat jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi
bobot ekstrak dengan bobot air dalam piknometer pada suhu 25oC

Dihitung berat jenis air pada suhu 250C dengan menggunakan


piknometer.

Diatur suhu ekstrak cair ±200C dan masukkan kedalam piknometer.

Diatur suhu piknometer yang telah berisi ekstrak hingga suhu 250C
buang kelebihan ekstrak cair dan timbang.

Dikurangkan bobot piknometer kosong dari beratt piknometer yang


telah diisi.

Berat jenis ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi
bobot ekstrak dengan bobot air dalam piknometer pada suhu 250C.
3.3 Kadar Air

Prinsip: Pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan, dilakukan


dengan cara titrasi, destilasi atau gravimetri.
Prosedur: Tabung penerima dan pendingin dibersihkan dengan asam pencuci,
dibilas dengan air, dikeringkan dalam lemari pengering. Sejumlah
ekstrak herba sambiloto dimasukkan ke dalam labu kering yang telah
ditimbang seksama. Ke dalam labu dimasukkan 200 ml Toluen P,
alat dihubungkan. Toluen dituang ke dalam tabung penerima melalui
alat pendingin. Labu dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen
mulai mendidih, disuling dengan kecepatan penyulingan hingga 4
tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin
dicuci dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang
disambungkan pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi
dengan toluen. penyulingan dilanjutkan selama 5 menit. Tabung
penerima dibiarkan hingga suhunya mencapai suhu kamar. Setelah
air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca. Dihitung kadar
air dalam %.
Catatan: Toluena P adalah toluena yg sudah dijenuhkan dengan air suling.
Sebanyak 200 ml toluena ditambah 5 ml air suling, kemudian
dikocok beberapa saat, lalu lapisan air dipisahkan.
Dibersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci,
dibilas dengan air, dikeringkan dalam lemari pengering.

Dimasukkan sejumlah ekstrak kencur ke dalam labu kering yang telah


ditimbang seksama.

Dimasukkan 200 ml Toluen P ke dalam labu, alat dihubungkan. Toluen


dituang ke dalam tabung penerima melalui alat pendingin. Dipanaskan
labu selama 15 menit.

Setelah toluen mulai mendidih, disuling dengan kecepatan


penyulingan hingga 4 tetes tiap detik.

Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan


toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan
pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi dengan toluen.
penyulingan dilanjutkan selama 5 menit.

Tabung penerima dibiarkan hingga suhunya mencapai suhu kamar.

Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca. Dihitung
kadar air dalam %.
3.4 Kadar Abu
Prinsip: Bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan
turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral
dan anorganik.
Prosedur:
a. Penetapan kadar abu total
Lebih kurang 3 gram ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama,
dimasukkan ke dalam krus yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian
diratakan. Dipijar perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan
ditimbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas,
disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa kertas saring dipijarkan dalam
krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijar hingga
bobot tetap, kemudian ditimbang. Dihitung kadar terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.
b. Penetapan Kadar Abu tidak larut asam Abu yang diperoleh pada penetapan
kadar abu, dididihkan dengan 25 ml asam sulfat encer selama 5 menit, bagian
yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui krus kaca masir
atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan hingga bobot
tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu yang tidak larut asam terhadap bahan
yang telah dikeringkan diudara.
Lebih kurang 3 gram ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
seksama.

Dimasukkan ke dalam krus yang telah dipijarkan dan ditara,


kemudian diratakan.

Dipijar perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang.

Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas,
disaring melalui kertas saring bebas abu.

Sisa kertas saring dipijarkan dalam krus yang sama.

Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijar hingga bobot


tetap, kemudian ditimbang.

Dihitung kadar terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.


3.5 Sisa Pelarut
Prinsip: Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu yang memang ditambahkan yang
secara umum dengan kromatografi gas. Untuk ekstrak cair berarti kandungan
pelarutnya, misalnya etanol.
Prosedur (cara destilasi): cara ini sesuai untuk penetapan sebagian besar ekstrak cair
dan tingtura asalkan kapasitas labu destilasi cukup (umumnya 2 – 4 kali cairan yang
akan dipanaskan) dan kecepatan destilasi diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh
destilat jernih. Destilat yang keruh dapat dijernihkan dengan pengocokan
menggunakan talk P atau kalsium kabonat P, saring, setelah itu suhu filtrat diatur
dan kandungan etanol ditetapkan dari bobot jenis. Lakukan pekerjaan dengan hati-
hati untuk mengurangi kehilangan etanol karena penguapan. untuk buih yang
mengganggu dalam cairan selama destilasi, tambahkan asam kuat seperti asam
fosfat P, asam sulfat P atau cegah dengan penambahan larutan kalsium klorida P
sedikit berlebih atau sedikit parafin P atau minyak silikon sebelum destilasi. Cegah
gejolak selama destilasi dengan penambahan keping-keping berpori dari bahan yang
tidak larut. Cara untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol < 30%. Pipet
25 mL cairan uji ke dalam alat destilasi, catat destilasi hingga diperoleh destilat
lebih kurang 2 mL lebih kecil dari volume cairan yang dipipet. Atur suhu destilat
hingga sama dengan suhu pada waktu pemipetan. Tambahkan air secukupnya
hingga volume sama dengan volume cairan uji. Destilat jernih atau keruh lemah dan
hanya mengandung lebih dari sesepora sisa zat mudah menguap lainnya.tetapkan
bobot jenis cairan pada suhu 25oC seperti yang tertera pada Penetapan Bobot Jenis.
Hitung persentase daam volume dari etanol dalam cairan menggunakan Tabel
Bobot Jenis dan Kadar Etanol. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol
> 30% Lakukan cara diatas lebih kurang 2 kali volume cairan uji. Kumpulkan
destilat hingga lebih kurang 2 ml lebih kecil dari 2 kali volume uji yang dipipet,
atur suhu sama dengan cairan uji. Tambahkan air secukupnya hingga volume dua
kali cairan uji yang dipipet, campur, dan tetapkan bobot jenis. Kadar etanol dalam
volume destilat, sama dengan setengah kadar etanol dalam cairan uji etanol atau
kurang. Pipet 25 mL cairan uji, masukkan ke dalam corong pisah, tambahkan air
volume sama. Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P, tambahkan 25 mL
heksana P dan kocok untuk mengesktraksi zat mudah menguap lain yang
mengganggu. Pishakan lapisan bawah ke dalam corong pisah kedua. Ulangi
ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 mL heksana P. Ekstraksi kumpulam larutan
heksana P tiga kali, tiap kali dengan 10 mL larutan jenuh natrium klorida P.
Destilasi kumpulan larutan garam, tampung destilat hingga sejumlah volume
mendekati volume cairan uji semula. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung
etanol > 50%. Encerkan larutan uji hingga kadar etanol + 25%. Jenuhkan campuran
dengan natrium klorida P, tambahkan 25 mL heksana P dan kocok untuk
mengesktraksi zat mudah menguap lain yang mengganggu. Pishakan lapisan bawah
ke dalam corong pisah kedua. Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 mL
heksana P. Ekstraksi kumpulam larutan heksana P tiga kali, tiap kali dengan 10 mL
larutan jenuh natrium klorida P. Destilasi kumpulan larutan garam, tampung destilat
hingga sejumlah volume mendekati volume cairan uji semula. Jika hanya
mengandung sedikit minyak atsiri dan destilat keruh, perlakuan dengan pelarut
heksana P seperti di atas tidak dilakukan, destilat dapat dijernihkan dan dapat
digunakan untuk penetapan bobot jenis dengan mengocok dengan heksana P lebih
kurang seperlima bagian volume atau dengan penyaringan melalui lapisan tipis talk.
a. Cara Destilasi

Destilat yang keruh dapat dijernihkan dengan pengocokan menggunakan


talk P atau kalsium kabonat P, saring.

Setelah itu suhu filtrat diatur dan kandungan etanol ditetapkan dari bobot
jenis. Lakukan pekerjaan dengan hati-hati untuk mengurangi kehilangan
etanol karena penguapan.

Untuk buih yang mengganggu dalam cairan selama destilasi,


tambahkan asam kuat seperti asam fosfat P, asam sulfat P atau cegah
dengan penambahan larutan kalsium klorida P sedikit berlebih atau
sedikit parafin P atau minyak silikon sebelum destilasi

Cegah gejolak selama destilasi dengan penambahan keping-keping


berpori dari bahan yang tidak larut.
b. Cara untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol < 30%.

Pipet 25 mL cairan uji ke dalam alat destilasi, catat destilasi hingga


diperoleh destilat lebih kurang 2 mL lebih kecil dari volume cairan yang
dipipet.

Atur suhu destilat hingga sama dengan suhu pada waktu pemipetan

Tambahkan air secukupnya hingga volume sama dengan volume


cairan uji

Destilat jernih atau keruh lemah dan hanya mengandung lebih dari
sesepora sisa zat mudah menguap lainnya.

Tetapkan bobot jenis cairan pada suhu 25oC seperti yang tertera
pada Penetapan Bobot Jenis

Hitung persentase daam volume dari etanol dalam cairan


menggunakan Tabel Bobot Jenis dan Kadar Etanol
c. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol > 30%

Pipet 25 mL cairan uji, masukkan ke dalam corong pisah,


tambahkan air volume sama.

Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P, tambahkan 25 mL


heksana P dan kocok untuk mengesktraksi zat mudah menguap lain
yang mengganggu.

Pisahkan lapisan bawah ke dalam corong pisah kedua.

Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 mL heksana P.

Ekstraksi kumpulam larutan heksana P tiga kali, tiap kali dengan


10 mL larutan jenuh natrium klorida P.

Destilasi kumpulan larutan garam, tampung destilat hingga sejumlah


volume mendekati volume cairan uji semula.
d. Untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol > 50%

Encerkan larutan uji hingga kadar etanol ± 25%.

Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P

Tambahkan 25 mL heksana P dan kocok untuk mengesktraksi zat mudah


menguap lain yang mengganggu kedua.

Pisahkan lapisan bawah ke dalam corong pisah kedua.

Ulangi ekstraksi dua kali, tiap kali dengan 25 mL heksana P.

Ekstraksi kumpulam larutan heksana P tiga kali, tiap kali dengan


10 mL larutan jenuh natrium klorida P

Destilasi kumpulan larutan garam, tampung destilat hingga sejumlah


volume mendekati volume cairan uji semula.

Jika hanya mengandung sedikit minyak atsiri dan destilat keruh,


perlakuan dengan pelarut heksana P seperti di atas tidak dilakukan,
destilat dapat dijernihkan dan dapat digunakan untuk penetapan bobot
jenis dengan mengocok dengan heksana P lebih kurang seperlima
bagian volume atau dengan penyaringan melalui lapisan tipis talk
3.6 Residu Pestisida
Prinsip: Menentukan kandungan sisa petisida yang mungkin saja pernah
ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuatan
ekstrak.
Prosedur: Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar tinggi dan tidak
mengandung senyaawa nitrogen non polar dapat dicoba menggunakan
metode kromatografi lapis tipis atau kromatografi gas secara langsung
tanpa pembersihan. Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya
kandungan kimia pengganggu maka harus dilakukan pengujian sesuai
metode baku.

Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar tinggi dan tidak
mengandung senyaawa nitrogen non polar dapat dicoba menggunakan metode
kromatografi lapis tipis atau kromatografi gas secara langsung tanpa
pembersihan

Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya kandungan kimia pengganggu


maka harus dilakukan pengujian sesuai metode baku.
3.7 Cemaran Logam Berat
Prinsip: Menentukan kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom
atau lainnya yang lebih valid.

Prosedur: Larutan baku. Pipet 2 mL larutan baku timbal (20µg Pb) ke dalam
tabung pembanding warna 50 mL dan encerkan dengan air hingga 25
mL. Atur pH antara 3.0 dan 4.0 dengan asam asetat 1 N atau amonium
hidroksida 6 N menggunakan indikator kertas pH, encerkan air hingga
40 mL, kocok. Larutan uji. Gunakan sejumlah za uji, dalam g, yang
dihitung dengan rumus:

L adalah batas logam berat dalam persen. Masukkan sejumlah zat yang telah
ditimbang ke dalam krus yang membasahi, dan pijarkan dengan hati-hati pada suhu
rendah hingga mengarang. Selama pemijaran krus tidak boleh tertutup rapat. Pada
bagian yang telah mengarang tambahkan 2 mL asan nitrat P dan 5 tetes asam sulfat
P, panaskan hati-hati hingga asap putih tidak terbentuk lagi. Pijarkan, lebih baik
dalam tanur, pada suhu 500oC hingga 600oC sampai arang habis terbakar.
Dinginkan, tambahkan 4 mL asam klorida 6N, tutup, digesti diatas tangas penguap
selama 15 menit, buka dan uapkan perlahan diatas tangas uap hingga kering.
Basahkan sisa dengan 1 tetes asam klorida P, tambah 10 mL air panas dan digesti
selama 2 menit. Tambahkan amonium hidroksida 6N tetes demi tetes, hingga
larutan menjadi basa.

Encerkan dengan air hingga 25 mL dan atur pH antara 3.0 – 4.0 dengan asam asetat
1N. Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 mL air. Kumpulkan
filtrat dan air cucian dalam tabung pembanding warna 50 mL, encerkan dengan air
hingga 40 mL dan campur. Kedalam tiap tabung yang masing-masing berisi larutan
baku dan larutan uji, tambahkan 10 mL hidrogen sulfida LP yang dibuat segar,
campur, diamkan selama 5 menit dan amati permukaan dari atas pada dasar putih;
warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari larutan baku.
a. Larutan baku

Pipet 2 mL larutan baku timbal (20μg Pb) ke dalam tabung


pembanding warna 50 mL dan encerkan dengan air hingga 25 mL.

Atur pH antara 3.0 dan 4.0 dengan asam asetat 1 N atau amonium
hidroksida 6 N menggunakan indikator kertas pH, encerkan air hingga
40 mL, kocok

b. Larutan uji

Gunakan sejumlah zat uji, dalam gram

Masukkan sejumlah zat yang telah ditimbang ke dalam krus yang


membasahi, dan pijarkan dengan hati-hati pada suhu rendah hingga
mengarang.

Selama pemijaran krus tidak boleh tertutup rapat

Pada bagian yang telah mengarang tambahkan 2 mL asam nitrat P


dan 5 tetes asam sulfat P, panaskan hati-hati hingga asap putih tidak
terbentuk lagi.

Pijarkan, lebih baik dalam tanur, pada suhu 500oC hingga 600oC
sampai arang habis terbakar

Dinginkan, tambahkan 4 mL asam klorida 6N, tutup

Digesti diatas tangas penguap selama 15 menit, buka dan uapkan


perlahan diatas tangas uap hingga kering
Basahkan sisa dengan 1 tetes asam klorida P, tambah 10 mL air
panas dan digesti selama 2 menit.

Tambahkan amonium hidroksida 6N tetes demi tetes, hingga larutan


menjadi basa

Encerkan dengan air hingga 25 mL dan atur pH antara 3.0 – 4.0 dengan
asam asetat 1N.

Saring jika perlu, bilas krus dan penyaring dengan 10 mL air.

Kumpulkan filtrat dan air cucian dalam tabung pembanding warna


50 mL, encerkan dengan air hingga 40 mL dan campur.

Kedalam tiap tabung yang masing-masing berisi larutan baku dan


larutan uji, tambahkan 10 mL hidrogen sulfida LP yang dibuat segar,
campur, diamkan selama 5 menit dan amati permukaan dari atas pada
dasar putih

Warna yang terjadi pada larutan uji tidak lebih gelap dari larutan baku.
3.8 Cemaran Mikroba

Prinsip: identifikasi adanya mikroba yang patogen secara analisis mikrobiologis.


Prosedur: disiapkan 5 buah tabung yang telah diisi dengan 9 mL pengencer PDF
(pepton dilution fluid). Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet
pengenceran 10-1 sebanyak 1 mL ke dalam tabung yang berisi pengencer PDF
pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok hinngga homogen. Dibuat
pengenceran selanjutnnya hingga 10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan. Dari
setiap pengenceran dipipet 1 mL ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam
tiap cawan petri dituangkan 15-20 mL media PCA (45 + 1o). Segea cawan petri
digoyang dan diputar sedemikian rupa sehingga suspensi tersebar merata. Untuk
mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blanko). Pada satu
cawan hanya diisi 1 mL pengencer dan media agar dan pada cawan lain diisi
dengan pengencer dan media. Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada
suhu 35-37oC selama 24-48 jam dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang
tumbuh diamati dan dihitung.
Disiapkan 5 buah tabung yang telah diisi dengan 9 mL pengencer PDF
(pepton dilution fluid).

Dari hasil homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet pengenceran


10-1 sebanyak 1 mL ke dalam tabung yang berisi pengencer PDF
pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dikocok hinngga
homogen. Dibuat pengenceran selanjutnnya hingga 10-6 atau sesuai
dengan yang diperlukan

Dari setiap pengenceran dipipet 1 mL ke dalam cawan petri dan


dibuat duplo

Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15-20 mL media PCA (45±1o).


Segera cawan petri digoyang dan diputar sedemikian rupa sehingga
suspensi tersebar merata.

Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol


(blanko).

Uji Kontrol (Baku)

Pada satu cawan hanya diisi 1 mL pengencer dan media agar dan pada
cawan lain diisi dengan pengencer dan media.

Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37oC


selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.

Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.


3.9 Moisture Content

Prinsip : identifikasi adanya mikroba yang patogen secara analisis


mikrobiologis.

Prosedur : Sampel (ekstrak kencur) dimasukkan ke alat penghitung moisture


content dengan rentang penimbangan 2,6 – 3,5 gram. Ditutup alat pengukur
moisture content, ditekan tombol start lalu ditunggu ekstrak kering di cek tingkat
kadar air nya dengan menunggu hingga suhu mencapai 106°C hal tersebut
merupakan proses penghilangan kelembaban dengan menggunakan energy panas.
Ketika sudah mencapai suhu 106°C tekan tombol stop lalu dicatat hasil atau angka
pada layar alat penhitung MC yang menunjukkan persen kadar air serta waktu yang
dibutuhkan ekstrak tersebut mencapai hilangnya kadar air yang ada pada ekstrak itu
sendiri.

Sampel (ekstrak kencur) dimasukkan ke alat penghitung moisture


content dengan rentang penimbangan 2,6 – 3,5 gram.

Ditutup alat pengukur moisture content, ditekan tombol start lalu


ditunggu ekstrak kering di cek tingkat kadar air nya dengan menunggu
hingga suhu mencapai 106°C

Ditekan tombol stop ketika sudah mencapai suhu 106°C lalu


dicatat hasil atau angka pada layar alat penhitung MC yang
menunjukkan persen kadar air serta waktu yang dibutuhkan
ekstrak tersebut mencapai hilangnya kadar air yang ada pada
ekstrak itu sendiri.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Alihar, F. (2018). Analisis Peran Ekonomi Kreatif Pada Masyarakat Dalam


Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga Melalui Budidaya Tanaman
Biofarmaka Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Journal, 66, 37–39.
https://www.fairportlibrary.org/images/files/RenovationProject/Concept_co
st_estimate_accepted_031914.pdf

Badan POM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat
Asli Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia. Jakarta: Halaman 30-31.

Chao, X., Liang, Y., Shi, W. P., Liu, Q. Z., Zhou, L., Liu, X. I. N. C., Liang, Y.
A. N., Shi, W. P., Liu, Q. I. Z. H. I., & Zhou, L. (2014). Repellent and
Insecticidal Effects of the Essential Oil of.pdf.

Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia (diterjemahkan dari: A


Concise Dictionary of Chemistry, penerjemah: M. Sitohang dan S.S.
Achmadi).Jakarta : Erlangga.

Departemen Kesehatan, 2018. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta :


Departemen Kesehatan RI: Halaman 227-230.

Departemen Kesehatan RI, 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI, Jakarta:


Departemen Kesehatan RI: Halaman 48.

Harborne, J. B.. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soedira.Bandung : ITB Press.

Marina Silalahi. 2019. Kencur (Kaempfreia galanga) dan Bioaktivitasnya. Jurnal


Pendidikan Informatika dan Sains Vol 8 No. 1: Halaman 127-142.

Putu Nita Cahyawati. 2020. Efek Anlagetik dan Antiinflamasi Kaempfreria


galanga (Kencur). WICASANA, Jurnal Lingkungan & Pembangunan, Vol.
4 No. 1: Halaman 15-19.

Saifuddin,A ,et al. 2021. Standarisasi Bahan Obat Alam. Jogjakarta: Graha Ilmu

Soleh, Sandra Megantara. 2019. Karakteristik Morfoogi Tanaman Kencur


(Kaempferia galanga L.) dan Aktivitas Farmakologi. Farmaka Vol. 17 No.
2: Halaman 256-262.

Sri Novita Primawati. 2016. Efektivitas Senyawa Bioaktif Ekstrak Kencur


(Keampferia galanga Linn) Menggunakan Berbagai Metode Ekstraksi.
LPPM IKIP Mataram: Halaman 198-202.

Sri Nopita Primawati, Husnul Jannah. 2019. Pengaruh Metode Ekstraksi Kencur
(Kaempferia galanga L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus.
Bioscientist: Jurnal Ilmiah Biologi Vol 7, No. 2;2019: Halaman 177-180.

Hakim, A. R., & Saputri, R. (2020). Narrative Review: Optimasi Etanol sebagai
Pelarut Senyawa Flavonoid dan Fenolik. Jurnal Surya Medika, 6(1), 177–
180. https://doi.org/10.33084/jsm.v6i1.1641

Haryudin, W., & Rostiana, O. (2020). Karakteristik Morfologi Bunga Kencur (


Kaempferia galanga L .) Morphological Characteristic of Indian Galanga
Flower potensial yang dapat dimanfaatkan se- mempunyai karakter
produksi dan. Bulletin of Research on Spice and Medicinal Crops, XIX(2),
109–116.

Kimia, J. T., Malang, P. N., Soekarno, J., & No, H. (2020). Optimasi Pemurnian
Etanol Dengan Distilasi Ekstraktif Menggunakan Chemcad. Distilat: Jurnal
Teknologi Separasi, 6(1), 1–7. https://doi.org/10.33795/distilat.v6i1.53

Lasro, S. F. (2018). Uji Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Kencur


(Kaempferia galanga L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus.

Mukhtarini. (2014). Mukhtarini, “Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi


Senyawa Aktif,” J. Kesehat., vol. VII, no. 2, p. 361, 2014. J. Kesehat.,
VII(2), 361. https://doi.org/10.1007/s11293-018-9601-y

Rajendra, C. E., Magadum, G. S., Nadaf, M. A., Yashoda, S. V., & Manjula, M.
(2021). Phytochemical screening of the rhizome of Kaempferia galanga.
International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research,
3(3), 61–63.

Tajudin, T., Agustin, I. A., Nurwahidah, A. T., Aji, A. P., & Rochmah, N. N.
(2022). Formulasi Hard Candy Lozenges Ekstrak Kencur ( Kaempferia
Galanga L .) Dan Ekstrak Bunga Chamomile ( Matrica Chamomilla L .)
Dengan Pemanis Sukrosa Dan Glukosa. Pharmacy UMUS, 4(01), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai