Anda di halaman 1dari 9

Makassar, 20 April 2021

Kepada Yang Mulia,

Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia

Di -

Jakarta

Melalui:

Yang Mulia,

Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada

Pengadilan Negeri Makassar

Di -

Makassar

Perihal : Memori Permohonan / Permintaan Peninjauan Kembali

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nurul Latifah, S.H., M.H., adalah Advokat pada “Kantor Advokat dan Konsultan Hukum
IFA & Rekan”, beralamat di Jalan Dg. Tata Komplek Hartaco Indah, Blok 4 AE No. 2,
Kelurahan Parang Tambung, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan;

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 12 April 2021 bertindak selaku Penasihat Hukum /
Kuasa Hukum dari Terpidana;

Nama : Taufan Rinto Mangalik, S.T.;

Tempat lahir : Tana Toraja;

Umur / Tanggal lahir : 33 Tahun / 14 November 1987;

Jenis kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;
2

Tempat tinggal : Jalan Korpri Tumanete Lembang Kaero, Kecamatan Sangalla dan
saat ini berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas I A
Makassar;

Agama : Kristen Protestan;

Pekerjaan : Karyawan Swasta;

Pendidikan Terakhir : S1;

dan dalam Memori Permohonan / Permintaan Peninjauan Kembali ini turut juga bertandatangan.

Selanjutnya disebut Pemohon Peninjauan Kembali.

Dengan ini bermaksud untuk mengajukan Permohonan / Permintaan Peninjauan Kembali


terhadap Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar
tertanggal 27 November 2019 No. 75/Pid.Sus.TPK/2019/PN. Mks. yang amarnya berbunyi
sebagai berikut:

Mengadili

1. Menyatakan Terdakwa TAUFAN RINTO MANGALIK, ST,. tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dalam
dakwaan primair;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa TAUFAN RINTO MANGALIK, ST,. telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama
sebagaimana dalam dakwaan subsidair;
4. Menjatuhkan pidana terhadap TAUFAN RINTO MANGALIK, S.T., oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun serta pidana denda sebesar Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut
tidak dibayar Terdakwa, diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan serta
membayar Uang Pengganti sejumlah Rp. 180.852.00.00,- ( seratus delapan puluh juta
delapan ratus lima puluh dua ribu rupiah) dan jika tidak membayar Uang Pengganti
paling lambat 1 (satu) bulan setelah Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum
yang tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi
Uang Pengganti tersebut, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang
mencukupi maka dipidana penjara selama 3 (tiga) bulan penjara;
5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan;
6. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
7. Memerintahkan supaya barang bukti berupa:
...dst;
8. Membebani Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).

Bahwa Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar tersebut
berkekuatan hukum tetap oleh karena Terdakwa in casu Terpidana tidak mengajukan upaya
hukum banding dalam tenggang waktu yang ditentukan undang-undang.
3

Bahwa oleh karena setelah Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana mempelajari dan meneliti
secara saksama Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar
tersebut termasuk putusan Terdakwa lainnya yang terkait namun terpisah pengajuannya,
Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana menemukan “Adanya suatu kekhilafan atau suatu
kekeliruan yang nyata atas putusan tersebut”, akan tetapi tenggang waktu untuk mengajukan
upaya hukum banding sudah tidak ada maka upaya hukum yang diajukan Terpidana adalah
Peninjauan Kembali atas putusan tersebut.

Bahwa sehubungan dengan hal tersebut maka upaya permohonan peninjauan kembali ini
diajukan dengan alasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 Ayat 2 huruf c KUHAP.
Bahwa atas dasar itulah maka Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana mengajukan keberatan
terhadap Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar
tertanggal 27 November 2019 No. 75/Pid.Sus.TPK/2019/PN. Mks tersebut dengan alasan
hukum sebagaimana yang terurai berikut di bawah ini:

Bahwa sebelum Kami mengajukan keberatan terhadap putusan tersebut terlebih dahulu Kami
akan memberikan uraian kronologis perkara dengan maksud agar Yang Mulia Majelis Hakim
Agung PK memperoleh gambaran yang jelas mengenai peristiwa hukum yang terjadi dalam
perkara a quo.

Kronologis Perkara

- Bahwa pada sekitar bulan Agustus tahun 2017 KARMAN LODA, SH., yang menjabat
Kepala Lembang Bau Kecamatan Bonggakaradeng sekaligus selaku Pemegang Kekuasaan
Pengelolaan Keuangan Lembang (PKPKL) Lembang Bau Kec.Bonggakaradeng Kab.Tana
Toraja melanjutkan Program Pengadaan PLTMH dengan cara mengusulkan lagi pengadaan
pembangunan PLTMH Tahun Anggaran 2018, kemudian Pemerintah Lembang Bau
menghubungi TAUFAN RINTO MANGALIK, ST., bahwa program akan dilanjutkan dan
akan dilakukan dalam dua tahap yakni TA. 2017 dan TA. 2018 dan KARMAN LODA, SH
meminta TAUFAN RINTO MANGALIK, ST., untuk membantu sebagai konsultan teknis
untuk Pelaksaan program tersebut dan TAUFAN RINTO MANGALIK,ST menyarankan jika
Kepala Lembang akan melanjutkan program harus mulai melakukan persiapan, penyediaan
material lokal, material toko, dan memulai pekerjaan pembangunan saluran air;
- Bahwa untuk pekerjaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro TA. 2017,
KARMAN LODA, SH selaku Kepala Lembang Bau Kecamatan Bonggakaradeng telah
mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Lembang Tentang Pembentukan TIM
Pelaksanaan Tahun Anggaran 2017 Nomor : 6/SK/LB/I7/2017 Tanggal 2 Januari 2017
dengan Susunan Tim Pelaksana : Ketua : Jhon Laso’ Pantong (Kasi Pembangunan)
4

Sekretaris : Taufan Rinto, S.T. (Design RAB) Anggota : 1. Yorin Gajo (Tokoh Pemuda), 2.
Nahor Penai (Tokoh Masyarakat), dan 3. Hesli Rengo (Tokoh Pemuda);
- Bahwa setelah KARMAN LODA selaku Kepala Lembang Bau Kec. Bonggakaradeng Tana
Toraja mengeluarkan SK Kepala Lembang tentang Pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan
(TPK) Tahun Anggaran 2017 Nomor : 6/SK/LB/I7/2017 kemudian pekerjaan baru dimulai
pada pertengahan September tahun 2017 untuk pengadaan Pipa dan Konstruksi saluran
Irigasi, Perpipaan sementara, Bak dimulai pada akhir Oktober tahun 2017 dan pekerjaan
tersebut selesai pada akhir Desember tahun 2017;
- Bahwa kemudian untuk pekerjaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
TA. 2018, KARMAN LODA, SH selaku Kepala Lembang Bau Kecamatan Bonggakaradeng,
tetap menggunakan tim tahun 2017, dengan Susunan Tim Pelaksana : Ketua : Jhon Laso’
Pantong (Kasi Pembangunan) Sekretaris : Taufan Rinto, S.T. (Design RAB) Anggota : 1.
Yorin Gajo (Tokoh Pemuda), 2. Nahor Penai (Tokoh Masyarakat), dan 3. Hesli Rengo
(Tokoh Pemuda);
- Bahwa untuk pekerjaan tahun 2018 terhambat, karena dana desa lembang bau baru cair pada
bulan November 2018, sehingga membuat keterlambatan pengerjaan kegiatan dan mesin
turbin yang di pesan terlambat pengadaannya dan baru tiba di lokasi pada tanggal 22 Mei
2019;
- Bahwa untuk itu pekerjaan pembangunan dan pengadaan mesin turbin pembangkit listrik
tenaga hidro mikro lembang bau terlambat selesai bukan karena kesalahan Pemohon
PK/Terpidana namun karena faktor lain yaitu terlambatnya pencairan dana desa tersebut di
atas, sehingga pesanan mesin terlambat pula tiba dari Surabaya.

Bahwa dari kronologis perkara sebagaimana yang diuraikan di atas dengan ini Kami ajukan
permohonan / permintaan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar tanggal 27 November 2019 No.
75/Pid.Sus.TPK/2019/PN.Mks, tersebut dengan alasan hukum sebagaimana yang terurai berikut
di bawah ini:

KEBERATAN PERTAMA

Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar
dalam memutus perkara a quo dengan jelas telah memperlihatkan suatu kekhilafan atau suatu
kekeliruan yang nyata, oleh karena Majelis Hakim telah menilai kerugian negara yang
timbul dalam perkara aquo disebabkan oleh Pemohon PK / Terpidana yang menggunakan
uang atau dana desa untuk kepentingan pribadi Pemohon PK / Terpidana. Hal ini dapat
dilihat dari pertimbangannya dalam putusan perkara atas nama Pemohon PK/Terpidana Nomor:
75/Pid.Sus.TPK/2019/PN.Mks, tanggal 27 November 2019 pada halaman 320 dan dalam putusan
5

Terdakwa Karman Loda, S.H., Nomor: 74/Pid.Sus.TPK/2019/PN.Mks tanggal 27 November


2019 pada halaman 426 (terlampir dengan kode : Bukti PK-1 dan Bukti PK-2).

Padahal Pemohon PK/Terpidana tidak pernah menggunakan uang dari dana desa/lembang bau
untuk kebutuhan pribadinya, akan tetapi uang dari dana desa/lembang bau tersebut digunakan
untuk membayar pelaksanaan kegiatan dilapangan, membayar pembelian mesin turbin dan
membayar upah tenaga kerja yang bekerja membangun pembangkit listrik di desa/lembang bau,
kecamatan Bonggakaradeng, Tana Toraja.

Lagi pula Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar
di dalam menilai peristiwa pidana yang terjadi dalam perkara aquo hanya membuat
pertimbangan berdasarkan hasil audit investigasi khusus yang dilakukan Inspektorat kabupaten
tana toraja yang secara hukum tidak dapat diterima keberadaannya karena bertentangan dengan
fakta persidangan dan audit investigasi tersebut dilakukan nanti setelah pemohon PK/Terpidana
diajukan ke muka persidangan, sehingga hasil keterangan audit secara tertulis tidak disertakan
dalam berkas perkara Jaksa Penuntut Umum yang diajukan ke persidangan dan oleh Pemohon
PK/Terpidana tidak pernah memperoleh hasil investigasi tersebut secara tertulis dan resmi dari
Inspektorat kabupaten Tana Toraja, dan sebaliknya Majelis Hakim (Judex Factie) tidak
mempertimbangkan barang bukti Nomor 641 dan 642 (terlampir dalam putusan No.
74/Pid.Sus.TPK/2019/PN.Mks tanggal 27 November 2019) yang secara nyata memperlihatkan
bahwa uang dari dana desa lembang bau kec. bonggakaradeng, Tana Toraja digunakan oleh
Pemohon PK/Terpidana untuk membeli mesin turbin, barang bukti berupa bukti
pembayaran/nota ini pada dasarnya diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai Bukti dalam
perkara aquo, (terlampir dalam putusan halaman 388-389, dengan kode: Bukti PK-1).

Disamping itu pula putusan Pengadilan Tinggi Makassar yang telah mengadili perkara Nomor
34/PID.SUS.TPK/2019/PT.MKS., tanggal 04 Februari 2020 atas nama terdakwa Karman Loda,
S.H., (terdakwa lain yang diadili bersama dengan Pemohon PK/Terpidana pada Tingkat
Pertama), Majelis Hakim tingkat Banding didalam pertimbangan hukumnya pada halaman 188 -
189, menyatakan sebagai berikut:

"Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat banding tidak sependapat dengan


pertimbangan majelis hakim tingkat pertama terkait mengenai lamanya pidana dijatuhkan oleh
Hakim tingkat pertama, dengan pertimbangan sebagai berikut:

Menimbang bahwa sesuai keterangan saksi Taufan Rinto Mangalik, ST (pemohon


PK/Terpidana) dan keterangan terdakwa bahwa dana desa Lembang Bau Kecamatan
Bonggakaradeng kabupaten Tana Toraja baru cair pada bulan November 2018, dan sesuai
keterangan saksi Trisensia Lestari menerangkan bahwa mesin/turbin sudah tiba dilokasi pada
tanggal 22 Mei 2019;
6

Menimbang, ... dst.

Menimbang, bahwa oleh karena itu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tingkat Banding
pada Pengadilan Tinggi Makassar berpendapat bahwa pidana penjara dan denda yang
dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar terlalu
berat dan harus diubah seperti akan disebutkan dalam amar putusan" ....(putusan terlampir
dengan kode : Bukti PK-3)

Bahwa dari putusan tersebut dapat dilihat adanya perbedaan penilaian antara Majelis Hakim
tingkat Pertama dengan Majelis Hakim Tingkat Banding yang mengadili perkara korupsi atas
nama Karman Loda, SH (Kepala Lembang), yang pada pokoknya Majelis Hakim Tingkat
Banding mempertimbangkan Fakta Persidangan berdasarkan saksi dan bukti-bukti yang diajukan
dimuka persidangan, oleh karenanya Majelis Hakim Tingkat Banding membuat putusan yang
berbeda dengan Majelis Hakim pada Tingkat Pertama, dan hal yang seperti itulah sehingga
Majelis Hakim Tingkat Pertama (Judex Factie) di dalam putusannya dalam perkara a quo yang
menilai “bahwa kerugian negara yang timbul dalam perkara aquo disebabkan oleh Pemohon
PK / Terpidana yang menggunakan uang atau dana desa untuk kepentingan pribadi
Pemohon PK / Terpidana” adalah suatu kekeliruan atau suatu kekhilafan yang nyata.

Alasan hukumnya dapat Kami jelaskan sebagai berikut :

Bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 25/PUU-XIV/2016 telah


menghapus kata “dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 dalam undang-undang tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Dengan begitu, delik korupsi yang
selama ini sebagai delik formil berubah menjadi delik materil yang mensyaratkan ada
akibat yakni unsur kerugian keuangan negara harus dihitung secara nyata/pasti.

“Menyatakan kata ‘dapat’ dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat."

Dalam putusannya, Mahkamah menilai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor terkait
penerapan unsur merugikan keuangan negara telah bergeser dengan menitikberatkan adanya
akibat (delik materil). Tegasnya, unsur merugikan keuangan negara tidak lagi dipahami sebagai
perkiraan, tetapi harus dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata dalam suatu tindak pidana
korupsi. “Pencantuman kata ‘dapat’ membuat delik kedua pasal tersebut menjadi delik formil.
Padahal, praktiknya sering disalahgunakan untuk menjangkau banyak perbuatan yang diduga
merugikan keuangan negara termasuk kebijakan atau keputusan diskresi atau pelaksanaan asas
yang bersifat mendesak dan belum ditemukan landasan hukumnya. Ini bisa berakibat terjadi
kriminalisasi dengan dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang,” Demikian pula terkait
bisnis, ketika dipandang kedua pasal ini sebagai delik formil menyebabkan pejabat publik takut
7

mengambil kebijakan atau khawatir kebijakan yang diambil akan dikenakan tipikor. Akibatnya,
bisa berdampak stagnasi proses penyelenggaraan negara, rendahnya penyerapan anggaran, dan
terganggunya pertumbuhan investasi. “Kriminalisasi kebijakan terjadi karena ada perbedaan
pemaknaan kata ‘dapat’ dalam unsur merugikan keuangan negara oleh aparat penegak hukum,
sehingga seringkali menimbulkan persoalan mulai perhitungan jumlah kerugian negara
sesungguhnya hingga lembaga manakah yang berwenang menghitung kerugian negara,”
Menurut Mahkamah pencantuman kata “dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor
menimbulkan ketidakpastian hukum dan secara nyata bertentangan dengan jaminan bahwa setiap
orang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan dalam Pasal 28G ayat (1)
UUD 1945. Selain itu, kata “dapat” ini bertentangan dengan prinsip perumusan tindak pidana
yang harus memenuhi prinsip hukum harus tertulis, harus ditafsirkan seperti yang dibaca, dan
tidak multitafsir, bertentangan dengan prinsip negara hukum seperti ditentukan Pasal 1 ayat (3)
UUD 1945,”

Unsur merugikan keuangan dengan konsepsi lebih memberi kepastian hukum yang adil dan
sesuai upaya sinkronisasi dan harmonisasi instrumen hukum nasional dan internasional. Seperti
dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Undang-Undang Perbendaharaan Negara,
Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan, dan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 yang telah
diratifikasi melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 dan Perma No. 1 Tahun 2020 yang
membawa semangat disparitas Hukum dalam putusan hakim. Karena itu, konsepsi kerugian
negara yang dianut dalam arti delik materiil, yakni suatu perbuatan dapat dikatakan merugikan
keuangan negara dengan syarat harus adanya kerugian negara yang benar-benar nyata atau
aktual.

Berdasarkan uraian diatas dan berdasar atas fakta bahwa ternyata Pemohon PK/Terpidana tidak
pernah menggunakan uang dari dana desa/lembang bau untuk kebutuhan pribadinya, akan tetapi
uang dari dana desa/lembang bau tersebut digunakan untuk membayar pelaksanaan kegiatan
dilapangan, membayar pembelian mesin turbin namun karena terlambat datang sehingga
pekerjaan tidak selesai dan membayar upah tenaga kerja yang bekerja membangun pembangkit
listrik tenaga hidro di desa/lembang bau, kecamatan Bonggakaradeng, Tana Toraja tersebut
maka Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar yang menyatakan:

"bahwa kerugian negara yang timbul dalam perkara aquo disebabkan oleh Pemohon PK /
Terpidana yang menggunakan uang atau dana desa untuk kepentingan pribadi Pemohon
PK / Terpidana” adalah suatu penilaian yang keliru atau suatu kekhilafan yang nyata.

KEBERATAN KEDUA

Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar
dalam memutus perkara a quo dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan atau suatu
8

kekeliruan yang nyata, oleh karena Majelis Hakim telah menjatuhkan pidana lebih berat kepada
Terpidana/Pemohon PK yang keberadaannya hanya sebagai seorang sekretaris tim pelaksana
kegiatan yang menjalankan perintah dari seseorang yang mempunyai kepentingan yaitu kepala
Lembang atas nama Karman Loda, SH. Hal ini dapat dilihat di dalam Putusan Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor : 74/Pid.Sus.TPK/2019/PN. Mks
tanggal 27 November 2019 atas nama Terdakwa Karman Loda, S.H., (putusan terlampir
dengan kode : Bukti PK-2) dan Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor
34/PID.SUS.TPK/2019/PT.MKS., tanggal 04 Februari 2020 (putusan terlampir dengan kode :
Bukti PK-3). Dimana Terpidana/Pemohon PK dipidana dengan pidana penjara 4 (empat) tahun
(Bukti PK-1), sedangkan Terdakwa Karman Loda, SH dipidana dengan pidana penjara 1 (satu)
tahun (Bukti PK-3), pada hal yang berkepentingan dalam pembangunan tersebut adalah Karman
Loda, S.H., sebagai kepala lembang.

Bahwa Penilaian / Penjatuhan pidana seperti itu adalah merupakan suatu kekeliruan atau suatu
kekhilafan yang nyata.

Alasan hukumnya dapat Kami jelaskan sebagai berikut :

1. Bahwa Terpidana/Pemohon PK hanyalah seorang sekretaris tim pelaksana kegiatan yang


dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Lembang Tentang Pembentukan TIM
Pelaksanaan Tahun Anggaran 2017 Nomor : 6/SK/LB/I7/2017, Tanggal 2 Januari 2017;
2. Bahwa atas dasar tersebut maka apa yang dilakukan Terpidana/Pemohon PK adalah untuk
atas nama kepala lembang, artinya segala inisiatif sehingga terlaksananya semua pekerjaan
adalah dari kepala Lembang;
3. Bahwa oleh karena itu maka perbuatan yang timbul atas inisiatif kepala lembang bau atas
nama Karman Loda, SH tersebut yang menyebabkan sehingga Terpidana/Pemohon PK
menjadi terlibat dalam setiap pelaksanaan kegiatan;
4. Bahwa berdasar atas fakta tersebut maka menurut hukum dalam pasal 51 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, seharusnya Terpidana/Pemohon PK tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam suatu tindak pidana, karena hanya sebagai pelaksana
yang menerima perintah dari atasan atau pimpinannya sebab perbuatan itu sampai dilakukan
adalah karena dasar inisiatif kepala Lembang bau Karman Loda, S.H., yang menjadikannya
sebagai sekretaris tim pelaksana kegiatan, sehingga Terpidana/Pemohon PK menjadi terlibat
dalam setiap pelaksanaan kegiatan di Lembang bau, Kecamatan Bonggakaradeng, Tana
Toraja.

Bahwa dengan berdasar atas alasan dan fakta hukum tersebut maka penjatuhan pidana yang lebih
berat dijatuhkan kepada Terpidana/Pemohon PK ketimbang pidana yang dijatuhkan kepada
9

Karman Loda, S.H., yang lebih ringan adalah merupakan suatu kekeliruan atau suatu kekhilafan
yang nyata.

Bahwa berdasarkan alasan PK yang diuraian di atas, dengan ini dimohon kiranya Majelis Hakim
Agung PK Yang Mulia berkenan untuk memutus perkara ini dengan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan Permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK (Penasihat Hukum bersama


dengan Terpidana) tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar
tanggal 27 November 2019 No. 75/Pid.Sus.TPK/2019/PN. Mks yang dimohonkan PK
tersebut;

Mengadili Kembali

1. Menyatakan Terpidana/Pemohon PK (Terdakwa TAUFAN RINTO MANGALIK, S.T.) tidak


terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana
korupsi sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Primair dan Subsidair tersebut;
2. Menyatakan membebaskan Terpidana/Pemohon PK (Terdakwa TAUFAN RINTO
MANGALIK, S.T.) dari Dakwaan Primair dan Subsidair tersebut;
3. ATAU bilamana yang mulia berpendapat lain mohon putusan yang adil yaitu berupa pidana
yang lebih ringan dari Terdakwa/Terpidana atas nama Karman Loda, S.H., atau putusan
seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Demikian Memori Permohonan / Permintaan PK ini diajukan dan atas perhatian serta perkenan
yang mulia Majelis Hakim Agung PK dalam mengabulkan permohonan ini diucapkan terima
kasih.

Hormat Pemohon PK.,

Penasihat Hukum Terpidana, Terpidana,

NURUL LATIFAH, S.H., M.H. TAUFAN RINTO MANGALIK, S.T.

Anda mungkin juga menyukai