Disusun Oleh :
Putri Lestari
C1A020072
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh semangat dan
kelancaran. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah
membawa pedoman hidup yakni al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan di dunia dan di
akhirat. Dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung
atau tidak.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Kebanksentralan prodi Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman. Dimana
makalah ini menjelaskan mengenai Targeting Inflation dan Peran Bank Sentral . Penulis
berharap makalah ini sangat berguna dan bermanfaat dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita.
Makalah ini dibuat dengan sebaik-baiknya, sehingga tanpa disadari tentulah masih
ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
dijadikan masukkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian kami ucapkan terima kasih,
semoga dengan kesederhanaan makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca sekalian.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ekonomi modern, setiap negara memiliki setidaknya satu bank atau
lembaga yang menjalankan fungsi bank sentral. Bank sentral di seluruh dunia
memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan
mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang sehat. Di masa lalu, kebijakan bank
sentral sering diarahkan untuk mempertahankan tingkat inflasi yang stabil. Namun,
sejak beberapa dekade terakhir perhatian terhadap stabilitas sistem keuangan
meningkat. Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 menjadi bukti betapa
pentingnya peran bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan
mencegah terjadinya krisis yang lebih besar di masa depan.
Pada saat yang sama, target inflasi masih menjadi prioritas bagi sebagian besar
bank sentral. Inflasi yang tinggi dapat merusak nilai mata uang suatu negara dan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, bank sentral biasanya
menetapkan target inflasi sebagai salah satu tujuan utamanya. Namun, implementasi
kebijakan ini tidak selalu mudah dan dapat menimbulkan tantangan. Beberapa
tantangan yang dihadapi dalam menerapkan kebijakan targeting inflation meliputi
kesulitan dalam menentukan target inflasi yang tepat. Kebijakan ini dapat
menghasilkan dampak yang tidak diinginkan pada sektor lain dari ekonomi, serta sulit
untuk memprediksi efektivitas kebijakan dalam jangka panjang.
Maka dari itu, penting untuk memahami implementasi kebijakan targeting
inflation dengan baik dan mempelajari keuntungan serta kerugian dari kebijakan ini.
Dengan memahami tantangan dan keuntungan kebijakan ini, maka dapat membantu
pemerintah dan lembaga terkait untuk memilih startegi moneter yang tepat untuk
mencapai tujuan inflasi yang diinginkan.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Bank Sentral?
2. Bagaimana Peran Bank Sentral (Bank INDONESIA) dalam Perbankan di
Indonesia?
3. Apa itu targeting inflation?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami Sejarah Bank Sentral
2. Memahami Peran Bank Sentral
3. Memahami targeting inflation
2
BAB II PEMBAHASAN
Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank sentral adalah bank yang
tugas pokoknya membantu pemerintah dalam hal mengatur, menjaga, dan memelihara
kestabilan nilai mata uang negara, serta mendorong kelancaran produksi dan
pembangunan, serta memperluas lapangan kerja. Sedangkan menurut Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), bank sentral adalah bank dengan tugas pokok membantu
pemerintah dalam mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai rupiah,
memelihara cadangan devisa, mengawasi aktivitas perbankan, memelihara rekening
perbankan guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Secara sederhana, bank sentral
adalah sebuah institusi nasional yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter agar
terciptanya kestabilan ekonomi di suatu negara. Peran bank sentral di Indonesia
sendiri dijalankan oleh Bank Indonesia.
Dalam sejarahnya, bank sentral dunia pertama kali berdiri di tahun 1694 di
Britania Raya. Bank sentral dunia pertama ini bernama Bank of England yang
dirancang oleh Charles Montagu. Bank of England menjadi dasar utama bagi bank
sentral dunia hingga saat ini. Pada awalnya, status dari Bank of England masih milik
swasta. Namun, pada tahun 1884 melalui The Bank Charter Act 1844, statusnya resmi
dari milik perorangan menjadi milik institusi publik. Banyak yang menganggap
dengan pengesahan The Bank Charter Act menjadi tonggak lahirnya bank sentral.
Barulah kemudian bank sentral modern berkembang secara perlahan pada abad ke-18
dan abad ke-19.
Sejarah bank sentral di Indonesia dalam perjalanannya terdapat tiga bank yang
pernah menjadi bank sentral di Indonesia, yaitu De Javasche Bank, Bank Nasional
Indonesia, dan Bank Indonesia. Ketiga bank ini memiliki peran sebagai bank sentral,
yakni menjaga kestabilan nilai mata uang mulai dari era pemerintah Hindia Belanda,
era kemerdekaan, hingga saat ini. De Javasche Bank merupakan bank sentral pertama
kali di Indonesia. De Javasche Bank dibangun pada masa pemerintahan Hindia
Belanda pada tahun 1929. De Javasche Bank berusaha untuk mencetak dan
mendistribusikan uang kertas (gulden Belanda) jajahan Hindia Belanda. Bank sentral
selanjutnya ada BNI 46. BNI 46 berperan sebagai bank sentral di Indonesia pada awal
masa kemerdekaan Republik Indonesia. BNI 46 berperan penting dalam menjaga
kestabilan mata uang dan mencetak Oeang Republik Indonesia atau ORI. Dengan
3
dicetaknya mata uang Indonesia yaitu ORI, mata uang yang diterbitkan De Javasche
Bank tidak berlaku lagi. Namun, peran BNI 46 sebagai bank sentral tidak bertahan
lama karena BNI 46 memiliki aset terbatas. Serta peredaran ORI dirasa tidak
dilakukan secara maksimal hingga keseluruh wilayah di Indonesia. Peran bank sentral
di Indonesia kembali ke De Javasche Bank. Setelah peran bank sentral kembali lagi ke
De Javasche Bank, Pemerintah Indonesia di tahun 1951 mengantongi kebijakan untuk
menasionalkan De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
Pada tahun 1953, pemerintah membangun Bank Indonesia sekaligus
ditetapkan sebagai bank sentral di Indonesia. Bank Indonesia ini berperan sebagai
lembaga perbankan, mengatur kebijakan moneter, dan mengatur sistem pembayaran
di Indonesia. Dalam perjalanannya, Bank Indonesia sebagai bank sentral pernah
dikurangi tugas dan fungsinya pada tahun 1968. Namun, di tahun 1999 Bank
Indonesia kembali lagi memiliki hak penuh sebagai bank sentral dengan
diterbitkannya UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian
diamandemen pada tahun 2004. Hingga saat ini peran Bank Indonesia sebagai bank
sentral secara independen melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan pemerintah atau pihak lain.
4
stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank
Indonesia.
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan
dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
a. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia
dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang.
Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung
terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku
bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi.
Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter,
Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting
framework.
b. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga
perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang
dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat
menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk
mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan
perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui
kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum
(law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-
negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang
kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan
untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong
kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor
perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur
Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
c. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada
salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko
potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran.
5
Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion
risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia
mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam
sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan
menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama
sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan
keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem
pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
d. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses
informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan
sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang
berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat
mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi
kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya
akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah
yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
e. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui
fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR
merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam
mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan.
Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal
maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah
likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada
kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami
kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar
kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus
menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko
sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas
tersebut.
6
Dengan demikian bank sentral memainkan peran yang sangat penting dan
memiliki berbagai tindakan serta kebijakan yang dapat dilakukan untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan. Bank sentral harus mengambil tindakan yang tepat dan
cepat dalam menghadapi situasi yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem
keuangan agar dapat tetap stabil dan berjalan dengan lancar.
C. Targeting Inflation
7
barang konsumen, seperti Indeks Harga Konsumen (CPI) atau Indeks Harga
Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE), yang sekarang digunakan oleh Federal
Reserve AS. Kebijakan penargetan inflasi juga telah menetapkan langkah-
langkah yang harus diambil tergantung pada seberapa besar tingkat inflasi aktual
bervariasi dari tingkat yang ditargetkan, seperti memotong suku bunga pinjaman
atau menambah likuiditas ke ekonomi.
3. Pro dan Kontra Penargetan Inflasi
Penargetan inflasi memungkinkan bank sentral untuk
merespons guncangan terhadap ekonomi domestik dan fokus pada pertimbangan
domestik. Inflasi yang stabil mengurangi ketidakpastian investor,
memungkinkan investor untuk memprediksi perubahan suku bunga, dan
mengarahkan ekspektasi inflasi. Jika target tersebut dipublikasikan, sasaran
inflasi juga memungkinkan transparansi yang lebih besar dalam kebijakan
moneter. Namun, beberapa analis percaya bahwa fokus pada penargetan inflasi
untuk stabilitas harga menciptakan suasana di mana gelembung spekulatif yang
tidak berkelanjutan dan distorsi lain dalam perekonomian, seperti yang
menghasilkan krisis keuangan 2008, dapat berkembang tanpa terkendali. Kritikus
lain dari penargetan inflasi percaya bahwa hal itu mendorong respons yang tidak
memadai terhadap guncangan persyaratan perdagangan atau guncangan pasokan.
Para kritikus berpendapat bahwa penargetan nilai tukar atau penargetan PDB
nominal akan menciptakan lebih banyak stabilitas ekonomi. Adapun pro dan
kontra dalam penargetan inflasi, yaitu :
a. Pro dalam penargetan inflasi
Peningkatan transparansi dan akuntabilitas bank sentral
Memungkinkan investor dan masyarakat mengantisipasi perubahan suku
bunga
Menurunkan ekspektasi inflasi
b. Kontra dalam penargetan inflasi
Tidak fleksibel
Dapat mempromosikan gelembung spekulatif
Inflasi mungkin bukan sasaran yang tepat untuk mendorong stabilitas
ekonomi
Dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di beberapa ekonomi
8
4. Penggunaan target inflasi
Target inflasi digunakan oleh bank sentral untuk menggunakan kebijakan
moneter,seperti menetapkan suku bunga. Taylor Rule adalah model ekonometrika
yang mengatakan bahwa bank sentral harus menaikkan suku bunga ketika inflasi
atau tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) lebih tinggi dari yang
diinginkan, dan sebaliknya. Selandia Baru dikreditkan sebagai negara pertama
yang secara eksplisit menggunakan penargetan inflasi untuk kebijakan
moneternya, mulai tahun 1990. Saat ini, sebagian besar bank sentral
menggunakan beberapa bentuk penargetan inflasi. Sejak 2012, Federal Reserve
AS telah menargetkan tingkat inflasi 2% yang diukur dengan Indeks Harga
Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE). Menjaga inflasi tetap rendah adalah salah
satu tujuan mandat ganda Fed, bersama dengan tingkat pengangguran yang stabil
dan rendah.
5. Peran Bank Sentral dalam Targeting Inflation
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi.
Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi
pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan
yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh
pihak di luar bank sentral termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena
sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen , salah
satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan
moneter untuk mendorong perekonomian sehingga mendorong tingkat inflasi
yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau
tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu,
bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang
domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal
(dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation
targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk
oleh BankIndonesia.
9
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
Investasi dan Miliki Bisnis Menguntungkan Mulai dari 1 Jutaan di LandX. (n.d.). Landx.id.
Retrieved March 9, 2023, from https://landx.id/blog/apa-itu-bank-sentral-tujuan-dan-
fungsi-bank-sentral-di-indonesia
What Is Inflation Targeting, and How Does It Work? (n.d.). Investopedia. Retrieved March 9,
2023, from
https://www.investopedia.com/terms/i/inflation_targeting.asp#:~:text=Inflation%20tar
geting%20is%20a%20central%20bank%20strategy%20of
11