Anda di halaman 1dari 9

Nama : Dinda Stifany Sakinah

Nim : G70120005

Kelas :A

Tugas Bioteknologi Farmasi

1. Tetapi Gen

a. Definisi

Terapi gen merupakan salah satu teknik tepai yang dipergunakan untuk
memperbaiki gen-gen mutan (abnormal/cacat), dimana gen tersebut
bertanggungjawab terhadap terjadinya suatu penyakit. Proses pada terapi gen
adalah melalui pemasukan gen normal (yang spesifik atau khusus) kedalam sel
yang memiliki sel mutan. Selain itu cara lain yang dapat digunakan adalah
melalui rekombinasi sejenis untuk menghilangkan gen mutan. Beberapa penyakit
yang dapat diterapi dengan melakukan terapi gen adalah penykit hemophilia dan
penyakit thalassemia (Wardani, etal, 2017).

b. Prinsip pembuatan (in vivo dan ex vivo)

In Vivo

Terapi gen secara in vivo tetap menggunakan bantuan vektor untuk mentransfer
gen target ke dalam jaringan atau organ pasien penderita penyakit tertentu. Pada
Gambar 3 terlihat adanya vektor transfer gen berupa virus yang dimodifikasi
menjadi virus rekombinan dengan menyisipkan DNA dengan gen target untuk
terapi melalui metode teknologi DNA rekombinan. Vektor virus yang telah
mengandung gen target tersebut kemudian diinjeksikan ke dalam tubuh pasien
secara langsung menuju jaringan atau organ target di mana gen untuk terapi
tersebut dibutuhkan atau diekspresikan. Terapi gen secara in vivo melibatkan
proses transduksi secara langsung di dalam tubuh, lebih mudah dilaksanakan
dan dikembangkan dalam skala tertentu, dan tidak membutuhkan fasilitas
khusus karena injeksi atau transfer gen bisa dilakukan dengan metode umum
maupun menggunakan biolistic gene gun. Namun, terapi gen secara in vivo
memiliki spesifitas dan efisiensi yang lebih rendah dibandingkan terapi gen
secara ex vivo.

Ex Vivo

Terapi gen secara ex vivo memiliki tahapan yang lebih kompleks dibanding
secara in vivo. Terapi ini melibatkan transduksi di laboratorium dengan kondisi
spesifik tertentu sehingga membutuhkan fasilitas laboratorium yang lebih
lengkap. Metode ex vivo ini juga mengakibatkan kurangnya populasi sel yang
diproliferasi. Gambar 4 menunjukkan tahapan dalam metode terapi gen secara
ex vivo yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu:

1. Isolasi sel yang memiliki gen abnormal dari pasien penderita penyakit
tertentu.

2. Sel hasil isolasi ditumbuhkan pada media kultur tertentu yang sesuai
dengan karakteristik sel

3. Sel target yang telah dikultur kemudian diinfeksi dengan retrovirus yang
meng andung rekombinan gen dalam bentuk gen normal untuk
menggantikan gen abnormal pada sel

4. Produksi rDNA dari RNA rekombinan (jika vektor virus merupakan virus
dengan materi genetik berupa RNA) dengan transkripsi balik (reverse
transcription)

5. Translasi gen normal pada sitoplasma sel menghasilkan protein yang


bertanggung jawab pada gen yang mengalami kerusakan (terjadi integrasi
antara gen target untuk terapi dengan gen pada sel yang dikultur

6. Seleksi, perbanyakan, dan pengujian sel yang telah ditransfeksi untuk


mendapatkan sel normal yang gen abnormalnya telah berhasil digantikan
oleh gen baru

7. Injeksi kembali sel yang telah berhasil direkayasa dengan terapi gen ke
dalam jaringan atau organ pasien.(Hardiany.N.S.2016).

c. Tujuan terapi gen


Menurut Rokhman, etal (2017) Tujuan dari terapi gen adalah untuk
menambahkan,memperbaiki atau menghilangkan ekspresi gen tertentu pada
penyakit herediter dan non herediter. Untuk membawa gen terapeutik diperlukan
suatu vektor (Virus atau non virus). Adapun cara-cara dari terapi gen:
a) Menambah gen
Cara ini yaitu dengan menambahkan kopi gen fungsional kedalam sel
penderita agar dapat menggantikan gen yang rusak atau kurang
berfungsi/hilang guna menormalkan ekspresi gen yang cacat tersebut.
b) Menghambat gen
Pada otosomal dominan, alel yang sakit menghasilkan protein yang dapat
berfungsi sebagai racun atau mengganggu produksi alel yang normal. Untuk
menghambat ekspresi gen yang sakit, dimasukan RNA atau asam nukleat
sintetik yang dapat mengikat dRNA sehingga tidak terjadi translasi.
c) Reparasi gen
Yaitu dengan cara memasukan sekuens gen DNA normal sebagai suatu
cetakan yang akan memperbaiki DNA yang cacat

d. Contoh Terapi
1. Terapi gen sel embrional (germ line gene therapy)
Pada terapi gen sel kelamin ini, digunakan sel kelamin jantan (sperma)
maupun sel kelamin betina (ovum) yang dimodifikasi dengan adanya
penyisipan gen fungsional yang terintegrasi dengan genomnya.

2. Terapi gen sel tubuh (somatic gene therapy)

Pada terapi gen sel tubuh ini, dilakukan transfer gen fungsional ke dalam sel
tubuh pasien sehingga malfungsi pada organ dapat diperbaiki. Menyatakan
bahwa terapi gen sel tubuh spesifik untuk setiap pasien dan tidak diturunkan
ke generasi berikutnya.
2. Produk Biosimilar

a. Definisi
Biosimilar adalah istilah yang dipakai untuk obat biologis yang memiliki
karakteristik yang mirip dengan obat biologis yang sudah disetujui (originator)
atau dapat dibuat ketika masa paten obat originatornya sudah habis, namun tidak
identik. Kemiripan tersebut meliputi regulasi, proses produksi, kualitas, keamanan,
kemurnian dan potensi atau kemanjurannya (Yuliana, etal. 2020)
Biosimilar dapat berupa rekombinan protein terapetik, hormon dan antibodi. Obat
biologis adalah zat aktif yang terbuat atau diperoleh dari sel-sel hidup melalui
proses biologi sebagai contoh adalah insulin dapat diproduksi oleh mahluk hidup
(seperti bakteri dan yeast) melalui teknik rekayasa genetika. Efek produk biologis
ini diyakini lebih mudah dicerna tubuh karena terbuat dari bahan-bahan makhluk
hidup (Yuliana, etal. 2020)

Diproduksinya biosimilar dari beberapa sel hidup atau sistem ekspresi (host)
dengan memanfaatkan teknologi DNA rekombinan. Sistem-sistem ekspresi
tersebut di antaranya: bakteri, yeast, tanaman, serangga dan mammalia. Albumin,
Interferon (Roferon A dan Intron A), Insulin (Insulin glargin) dan Eritropoietin
(Epoitin alfa) adalah beberapa contoh produk biosimilar yang telah beredar di
dunia industri farmasi (Yuliana, etal. 2020)

b. Pengembangan Biosimilar dan Persyaratannya


Secara ideal, pengembangan produk biosimilar melibatkan karakterisasi
menyeluruh sejumlah lot produk pembanding yang representatif dan kemudian
merekayasa proses produksi yang akan mereproduksi produk yang sangat mirip
produk pembanding di semua atribut penting mutu produk yang terkait klinik,
yaitu atribut produk yang dapat memengaruhi kinerja klinik. Suatu produk
biosimilar umumnya berasal dari bank sel induk yang terpisah dan independen
menggunakan proses produksi dan kontrol yang independen. Ini harus dipilih
dan dirancang untuk memenuhi kriteria perbandingan yang dibutuhkan.
(Pedoman Penilaian Produk Biosimilar,Nomor 17 tahun 2015).

Persyaratan Umum :

a. Bingkai Kerja Administratif


Registrasi produk biosimilar dilakukan mengikuti peraturan mengenai kriteria
dan tata laksana registrasi obat yang berlaku.
b. Prinsip Evaluasi
1) Pendaftaran produk biosimilar

Berbeda dengan obat yang disintesis secara kimiawi, produk biosimilar


bersifat sangat kompleks, rumit, dan melalui proses produksi yang sangat
khusus. Oleh sebab itu cara penilaian produk biosimilar tidak dapat
disamakan dengan konsep obat copy yang disintesis secara kimiawi.
Sebagai gantinya, produk biosimilar harus mengadopsi pendekatan
berdasarkan studi komparabilitas.

Syarat keamanan dan efikasi bersifat mutlak. Oleh karena itu, kebutuhan
akan informasi dari studi non-klinik dan klinik diperlukan.Mengingat hingga
saat ini teknologi yang ada belum bisa secara spesifik mengidentifikasi
perbedaan antara produk biosimilar dengan originatornya, maka produsen
produk biosimilar harus melakukan studi farmakovigilans.Pemilihan
produk pembanding untuk studi komparabilitas harus didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:

 Zat aktif suatu produk biosimilar harus mirip (baik molekuler maupun
efek biologik) dengan zat aktif produk pembanding yang sudah disetujui
untuk diedarkan di Indonesia.

 Produk obat pembanding terpilih harus digunakan sebagai acuan pada


seluruh studi komparabilitas untuk aspek mutu, keamanan, dan efikasi,
agar dihasilkan data dan kesimpulan yang koheren.

 Bentuk sediaan, kekuatan dan cara pemberian produk biosimilar harus


sama dengan produk pembanding.

 Bila terdapat perbedaan antara produk biosimilar dan produk


pembanding, perbedaannya harus dijustifikasi dengan studi yang sesuai
atas dasar kasus-per-kasus. Pertimbangan faktor keamanan lebih
diprioritaskan.

2) Studi komparabilitas yang memperkuat kemiripan/kesetaraan biologis


Studi komparabilitas untuk produk biosimilar dirancang untuk
menunjukkan bahwa produk biosimilar memiliki atribut mutu yang sangat
mirip bila dibandingkan dengan produk pembanding, termasuk data non-
klinik dan klinik untuk menyediakan data komparatif dalam sebuah
sebuah paket terpadu. Data mutu komparatif dapat dianggap sebagai
paket tambahan dari data melebihi apa yang biasanya diperlukan oleh
produk originator untuk dikembangkan sebagai produk baru dan
independen. Ini adalah dasar untuk mengurangi persyaratan data non-
klinik dan klinik.
3) Produk pembanding untuk produk biosimilar
Produk pembanding adalah produk yang sudah memperoleh ijin edar
berdasarkan pada data mutu, keamanan, dan efikasi lengkap. Oleh
karena itu, suatu produk biosimilar tidak layak dipertimbangkan
sebagaipilihan untuk produk pembanding. Di samping itu, produk standar
yang terdapat dalam farmakope, seperti USP, BP, Ph. Eur atau WHO
mungkin bukan produk pembanding yang tepat untuk studi
komparabilitas bahan aktif produk biosimilar karena data klinik
keamanan dan efikasi tidak diketahui atau tidak dapat disimpulkan.
Pendaftar produk biosimilar harus memberikan bukti-bukti ilmiah untuk
menjustifikasi pemilihan produk pembanding dengan perhatian khusus
pada aspek mutu. Produk pembanding yang sama harus digunakan
ketika membandingkan mutu, keamanan, dan efikasi.

Persyaratan Khusus :

a. Evaluasi Mutu
Perbandingan mutu yang menunjukkan kemiripan pada tingkat molekuler
antara produk biosimilar dan produk pembanding sangat penting sebagai
dasar untuk memprediksi keamanan klinik dan profil efikasi produk
pembanding terhadap produk biosimilar sehingga banyaknya data non-klinik
dan klinik yang diperlukan untuk produk biosimilar dapat dikurangi. Yang
terdiri dari :

1. Proses pembuatan
2. Karakterisasi
3. Spesifikasi
4. Teknik analisis
5. Stabilitas

b. Evaluasi Non-klinik
Bagian non-klinik dari pedoman ini berisi penilaian farmakotoksikologik
produk biosimilar. Pembuktian efikasi dan keamanan produk biosimilar
mensyaratkan adanya data non-klinik produk biosimilar. Terdiri dari:

1. Pertimbangan umum
2. Pertimbangan khusus (Studi in vivo dan in vitro)

c. Evaluasi klinik
Studi klinik pivotal harus menggunakan produk dari produksi akhir (yang
dimintakan ijin edar). Jika tidak, perlu justifikasi atau data tambahan,
misalnya studi bridging farmakokinetik. Terdiri dari:

1. Studi Farmakokinetuk (PK)


2. Uji Farmakodinamik (PD)
3. Studi PK/PD Konfirmasi
4. Studi Efikasi
5. Keamanan
6. Imunogenisitas
7. Ekstrapolasi data efikasi dan keamananke indikasi klinik lain

d. Farmakovigilans
Reaksi merugikan yang jarang terjadi tidak mungkin dijumpai pada populasi
uji klinik produk biosimilar. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan lebih
lanjut dan ketat terhadap keamanan klinik produk biosimilar untuksemua
indikasi yang disetujui dalam upaya menilai manfaat-risiko yang
berkelanjutan dalam fase pasca-pemasaran. (Pedoman Penilaian Produk
Biosimilar,Nomor 17 tahun 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Hardiany.N.S. (2016). Metode transfer asam nukleat sebagai dasar terapi gen.
eJKI: Vol.4 No.3.
Rokhman, K. etal (2017) Mengapa Dia Dipasung. Malang : Media Nusantara
Creative.

Sparingga.R.A. (2015). Pedoman Penilaian Produk Biosimilar, peraturan


kepala badan pengawas obat dan makanan RI Nomor 17 tahun 2015.

Wardani, etal, 2017. Pengantar Bioteknologi. Malang : UB Press.

Yuliana.A Dan Mochamad.F. (2020). Teori dasar dan implementasi


perkembangan biologi sel dan molekuler. Surabaya: CV. Jakad Media
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai