Anda di halaman 1dari 19

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Tinjauan tentang kehamilan

a. Defenisi

Kehamilan matur (cukup bulan) berlangsung kira-kira 40

minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 42 minggu (300 hari).

Kehamilan yang berlangsung antara 28 dan 36 minggu disebut

kehamilan prematur, sedangkan bila lebih dari 43 minggu disebut

kehamilan post matur (Mansjoer A, 2001)

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.

Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam

tiga triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3

bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, dan triwulan

ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin, dkk 2006).

b. Proses kehamilan

Setiap bulan wanita melepaskan satu atau dua sel telur (ovum)

dari indung telur (ovulasi), yang ditangkap oleh umbai-umbai (fimbria)

dan masuk ke dalam saluran telur. Waktu persetubuhan, cairan semen

tumpah ke dalam vagina dan berjuta-juta sel mani (sperma) bergerak

memasuki rongga rahim lalu masuk ke saluran telur. Pembuahan sel

5
6

telur oleh sperma biasanya terjadi di bagian yang menggembung dari

tuba falopi (Mochtar, 2000).

Di sekitar sel telur, banyak berkumpul sperma yang

mengeluarkan ragi untuk mencairkan zat-zat yang melindungi ovum.

Kemudian pada tempat yang paling mudah dimasuki, masuklah sel

mani dan kemudian bersatu dengan sel telur. Peristiwa ini disebut

pembuahan (konsepsi/ fertilisasi) (Mochtar, 2000).

Ovum yang telah dibuahi segera membelah diri sambil

bergerak (oleh rambut getar tuba) menuju ruang rahim, kemudian

melekat pada mukosa rahim untuk selanjutnya bersarang di ruang

rahim, peristiwa ini disebut nidasi (implantasi). Dari pembuahan

sampai nidasi diperlukan waktu kira-kira 6-7 hari. Untuk menyuplai

darah dan zat-zat makanan bagi mudigah dan janin, dipersiapkan uri

(plasenta). Jadi dapat dikatakan bahwa untuk setiap kehamilan harus

ada ovum (sel telur), spermatozoa (sel mani), pembuahan

(konsepsi/fertilisasi), nidasi, dan plasentasi (Mochtar, 2000).

c. Gejala kehamilan tidak pasti

1) Tidak haid adalah gejala pertama yang dirasakan oleh seorang

wanita yang menyadari kalau dirinya sedang hamil.

2) Neusea (mual) dengan atau tanpa vomitus (muntah). Sering terjadi

pagi hari pada bulan pertama kehamilan disebut morning sickness.

3) Mengidam atau menginginkan sesuatu baik itu makanan, minuman

atau hal-hal yang lain.


7

4) Sering kencing. Terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan

pertama kehamilan tertekan uterus yang mulai membesar. Gejala

ini akan berkurang perlahan-lahan, lalu timbul lagi pada akhir

kehamilan.

5) Konstipasi/obstipasi disebabkan penurunan peristaltik usus oleh

hormon steroid.

6) Pingsan dan mudah lelah. Pingsan sering dijumpai bila berada di

tempat ramai pada bulan-bulan pertama kehamilan, lalu hilang

setelah kehamilan 18 minggu.

7) Tidak ada nafsu makan, mungkin ada hubungannya dengan mual-

mual di atas.

d. Tanda kehamilan tidak pasti

1) Pigmentasi kulit; terjadi kira-kira minggu ke-12 atau lebih. Timbul

di pipi, hidung dan dahi, dikenal sebagai kloasma gravidarum.

2) Leukore; sekret serviks meningkat karena pengaruh peningkatan

hormon progesteron.

3) Epulis (hipertropi papilla ginggival); sering terjadi pada trimester

pertama kehamilan

4) Perubahan payudara; payudara menjadi tegang dan membesar

karena pengaruh estrogen dan progesteron yang merangsang

duktus dan alveoli payudara. Daerah areola menjadi lebih hitam

karena deposit pigmen berlebihan. Terdapat kolostrum bila

kehamilan lebih dari 12 minggu.


8

5) Pembesaran abdomen terutama tampak jelas setelah kehamilan 14

minggu.

6) Suhu basal meningkat terus antara 37.2-37.8oC.

7) Tes kehamilan memberikan hasil positif.

e. Tanda kehamilan pasti

1) Pada palpasi dirasakan bagian janin dan ballotemen serta gerak

janin.

2) Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin. Dengan stetoskop

Laennec DJJ baru terdengar pada kehamilan 18-20 minggu.

Dengan alat Doppler DJJ terdengar pada kehamilan 12 minggu.

3) Pada pemeriksaan USG dilihat gambaran janin.

4) Pada pemeriksaan sinar X tampak kerangka janin. Tidak dilakukan

lagi sekarang karena dampak radiasi terhadap janin.

f. Perubahan fisiologis dalam kehamilan

1) Rahim atau uterus

Rahim yang semula besarnya sejempol atau beratnya 30 gram akan

mengalami hipertropi dan hiperplasia, sehingga menjadi seberat

1000 gram saat akhir kehamilan. Otot rahim mengalami hiperplasia

dan hipertropi menjadi lebih besar, lunak, dan dapat mengikuti

pembesaran rahim karena pertumbuhan janin. Perubahan pada

isthmus uteri (rahim) yang menyebabkan isthmus menjadi lebih

panjang dan lunak sehingga pada pemeriksaan dalam seolah-olah

kedua jari dapat saling sentuh. Perlunakan isthmus disebut tanda


9

Hegar. Hubungan dengan besarnya rahim dan tuanya kehamilan

penting untuk diktehui karena kemungkinan penyimpangan

kehamilan seperti hamil ganda, hamil mola hidatidosa, hamil

dengan hidramnion yang akan teraba lebih besar (Manuaba, 2000).

2) Vagina (liang senggama)

Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah karena

pengaruh estrogen semakin tampak makin merah dan kebiru-biruan

(tanda Chadwicks) (Manuaba, 2000).

3) Ovarium (indung telur)

Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung

korpus luteum gravidarum akan menurunkan fungsinya sampai

terbentuknya plasenta yang sempurna pada umur 16 minggu.

Kejadian ini tidak dapat lepas dari kemampuan vili korealis yang

mengeluarkan hormon korionik gonadotropin yang mirip dengan

hormon luteutropik hipofisis anterior (Manuaba, 2000).

4) Payudara

Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai

persiapan memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan

payudara tidak lepas dari pengaruh hormon saat kehamilan, yaitu

estrogen, progesteron, dan somatomammotropin. Adapun

penampakan payudara pada ibu hamil yaitu payudara menjadi lebih

besar, areola makin hiperpigmentasi (hitam), glandula montgomery

makin tampak, dan puting susu makin menonjol (Manuaba, 2000).


10

5) Sirkulasi darah

Volume darah semakin meningkat dimana serum darah lebih besar

dari pertumbuhan sel darah sehingga terjadi semacam pengenceran

darah (hemodilusi). Curah jantung pun juga ikut bertambah sekitar

30%. Kehamilan selalu memberatkan kerja jantung sehingga

wanita hamil dengan sakit jantung dapat jatuh dalam dekompensasi

kordis (Manuaba, 2000).

6) Sistem respirasi

Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat

memenuhi kebutuhan oksigen. Di samping itu terjadi desakan

diafragma karena dorongan rahim yang membesar pada umur

hamil 32 minggu. Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim

dan kebutuhan oksigen yang meningkat, ibu hamil akan bernafas

lebih dalam sekitar 20-25% dari biasanya (Manuaba, 2000).

7) Sistem pencernaan

Karena pengaruh estrogen, pengeluaran asam lambung meningkat

yang dapat menyebabkan pengeluaran air liur berlebihan, daerah

lambung terasa panas, terjadi mual-muntah dan sakit kepala pada

pagi hari. Selain itu, pengaruh progesteron menimbulkan gerak

usus makin berkurang sehingga terjadi obstipasi (Manuaba, 2000).

8) Traktus urinarius

Karena pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala bayi

pada hamil tua terjadi gangguan miksi dalam bentuk sering


11

kencing. Desakan tersebut menyababkan kandung kemih cepat

terasa penuh. Terjadinya hemodilusi menyebabkan metabolisme air

makin lancar sehingga pembentukan air seni akan bertambah

(Manuaba, 2000).

9) Perubahan pada kulit

Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi

karena pengaruh melanophore stimulating hormone lobus hipofisis

anterior dan pengaruh kelenjar suprarenalis. Hiperpigmentasi ini

terjadi pada striae gravidarum livide, areola mammae, linea niegra,

dan chloasma gravidarum (Manuaba, 2000).

10) Metabolisme

Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami

perubahan yang mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi

untuk pertumbuhan janin dan persiapan memberikan ASI

(Manuaba, 2000).

g. Perubahan psikologis pada ibu hamil

1) Trimester pertama

Trimester pertama sering dianggap sebagai periode penyesuaian.

Penyesuaian yang dilakukan wanita adalah terhadap kenyataan

bahwa ia sedang mengandung. Penerimaan terhadap kenyataan ini

dan arti semua ini bagi dirinya merupakan tugas psikologis yang

paling penting pada trimester pertama kehamilan. Sebagian besar

wanita merasa sedih dan ambivalen tentang kenyataan bahwa ia


12

hamil. Kurang lebih 80% wanita mengalami kekecewaan,

penolakan, kecemasan, depresi, dan kesedihan. Fokus wanita

adalah pada dirinya sendiri. Dari fokus pada diri sendiri ini, timbul

ambivalensi mengenai kehamilannya seiring usahanya menghadapi

pengalaman kehamilan yang buruk yang pernah dialami

sebelumnya, efek kehamilan terhadap kehidupan kelak (terutama

jika ia memiliki karier), tanggung jawab yang baru atau tambahan

yang akan ditanggungnya, kecemasan yang berhubungan dengan

kemampuannya untuk menjadi seorang ibu, masalah-masalah

keuangan dan rumah tangga, dan penerimaan orang terdekat

terhadap kehamilannya (Verney, dkk 2005).

2) Trimester kedua

Trimester kedua sering dikenal sebagai periode kesehatan yang

baik, yakni periode ketika wanita merasa nyaman dan bebas dari

segala ketidaknyamanan yang normal dialami saat hamil. Sebagian

besar wanita merasa lebih erotis selama trimester kedua. Kurang

lebih 80% wanita mengalami kemajuan yang nyata dalam

hubungan seksual mereka dibanding pada trimester pertama dan

sebelum hamil. Trimester kedua relatif terbebas dari segala

ketidaknyamanan fisik dan ukuran perut wanita belum menjadi

masalah besar. Kecemasan, kekhawatiran, dan masalah-masalah

yang sebelumnya menimbulkan ambivalensi pada wanita tersebut

mereda, dan ia telah mengalami perubahan dari seorang menuntut


13

kasih sayang dari ibunya menjadi seorang yang mencari kasih

sayang dari pasangannya (Verney, dkk 2005).

3) Trimester ketiga

Trimester ketiga sering disebut periode penantian dengan penuh

kewaspadaan. Pada periode ini wanita mulai menyadari kehadiran

bayi sebagai mahkluk yang terpisah sehingga ia menjadi tidak

sabar menanti kehadiran sang bayi. Ada perasaan was-was

mengingat bayi lahir kapanpun. Sejumlah ketakutan muncul pada

trimester ketiga. Wanita mungkin merasa cemas dengan kehidupan

bayi dan kehidupannya sendiri. Wanita kembali merasakan

ketidaknyamanan fisik yang semakin kuat menjelang akhir

kehamilan. Ia akan merasa canggung, jelek, berantakan, dan

memerlukan dukungan yang sangat besar dan konsisten dari

pasangannya (Verney, dkk 2005).

h. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masa kehamilan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masa kehamilan

(Masdanang, 2008), yaitu:

1) Periksa kehamilan secara teratur ke bidan atau petugas kesehatan

lainnya.

2) Makan 1-2 piring lebih banyak makanan bergizi dalam 1 hari.

Terlebih jika anda kurus, makan lebih banyak sayur dan buah,

lauk-pauk, daging, telur, ikan, dan kacang-kacangan setiap hari.

3) Minum suplemen zat besi dari bidan tiap hari untuk mencegah

pendarahan pada saat melahirkan.


14

4) Menerima suntikan TT 2 kali semasa kehamilan

5) Menggunakan garam beryodium di makanan setiap hari untuk

kesehatan janin dan tetap melakukan aktivitas sehari-hari dan

berolahraga secara teratur, tapi jaga jangan terlalu capek.

i. Kehamilan yang perlu diwaspadai

Hal-hal yang perlu diwaspadai pada masa kehamilan

(Masdanang, 2008), yaitu:

1) Umur ibu hamil kurang dari 20 tahun

Pada umur di bawah 20 tahun, rahim dan panggul seringkali belum

tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya ibu hamil pada usia

itu mungkin  mengalami persalinan lama/macet atau gangguan

lainnya karena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan

tanggung jawabnya sebagai orang tua.

2) Umur ibu hamil lebih dari 35 tahun

Pada umur 35 tahun atau lebih kesehatan ibu sudah menurun,

akibatnya ibu hamil pada usia itu kemungkinan lebih besar untuk

mempunyai anak cacat, persalinan lama dan perdarahan.

3) Jumlah anak 4 orang atau lebih

Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin, bila terlalu

sering melahirkan rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah

melahirkan 4 anak atau lebih makan perlu diwaspadai adanya

gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Pada kasus

ini yang sering terjadi adalah perdarahan.


15

2. Tinjauan tentang abortus inkomplit

a. Pengertian

1) Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan pada atau sebelum

kehamilan tersebut berusia 20 minggu atau buah kehamilan belum

mampu untuk hidup diluar kandungan (Yulaikhah, 2009).

2) Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana

janin belum mampu hidup di luar rahim dengan kriteria usia < 20

minggu atau berat janin > 500 gram (Chridiono, 2004).

3) Abortus inkomplit adalah perdarahan dari uterus pada kehamilan

kurang dari 20 minggu disertai keluarnya sebagian hasil konsepsi

(sebagian tertinggal) dan dapat menimbulkan perdarahan yang

kadang-kadang menyebabkan syok (Yulaikhah, 2009).

4) Abortus inkomplit berkaitan dengan retensi sebagian produk

pembuahan (hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah

terlepas pada kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm.

Pada abortus yang terjadi sebelum 10 minggu, janin dan plasenta

biasanya keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini janin dan

plasenta keluar secara terpisah (Ferrer, 2001).

b. Etiologi

Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara

pasti, tetapi beberapa faktor yang berpengaruh adalah:

1) Faktor pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pertumbuhan hasil

konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan cacat bawaan yang


16

menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan, gangguan pertumbuhan

hasil konsepsi dapat terjadi karena :

2) Faktor kromosom terjadi sejak semula pertemuan kromosom,

termasuk kromosom seks.

3) Faktor lingkungan endometrium terjadi karena endometrium belum

siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi. Selain itu juga

karena gizi ibu yang kurang karena anemia atau terlalu pendeknya

jarak kehamilan.

4) Pengaruh luar

a) Infeksi endometrium

b) Hasil konsepsi yang dipengaruhi oleh obat dan radiasi

c) Faktor psikologis

d) Kebiasaan ibu (merokok, alkohol, kecanduan obat)

5) Kelainan plasenta

a) Infeksi pada plasenta

b) Gangguan pembuluh darah

c) Hipertensi

6) Penyakit ibu

a) Penyakit infeksi seperti tifus abdominalis, malaria, pneumonia

dan sifilis

b) Anemia

c) Penyakit menahun (hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati)

d) Kelainan rahim
17

c. Patofisiologi

Pada awal abortus, terjadi perdarahan dalam desidua basalis

kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut

menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya

sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini

menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada

kehamilan kurang dari delapan minggu, hasil konsepsi itu biasanya

dikeluarkan seluruhnya karena vili korialis belum menembus desidua

secara mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu, vili korialis

menembus desidua lebih dalam dan umumnya plasenta tidak

dilepaskan dengan sempurna sehingga dapat menyebabkan perdarahan.

Pada kehamilan 14 minggu ke atas, umumnya keluar setelah ketuban

pecah adalah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.

Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.

Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur

(Yulaikhah, 2009).

d. Diagnosis

1) Perdarahan memanjang sampai terjadi keadaan anemis

2) Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat

3) Terjadi infeksi ditandai suhu tinggi

4) Dapat terjadi degenerasi ganas

5) Pada pemeriksaan dijumpai gambaran:

a) Kanalis servikalis terbuka


18

b) Dapat diraba jaringan dalam rahim atau di kanalis servikalis

c) Kanalis servikalis tertutup dan perdarahan berlangsung terus

d) Dengan sonde pemeriksaan, perdarahan bertambah

e. Penatalaksanaan

1) Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap

komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi/sepsis)

2) Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai

perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital

atau cunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan:

a) Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau

misoprostol 400 mg per oral.

b) Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi

dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM) atau Dilatasi dan

Kuretase (D&K) yang dipilih sesuai usia gestasi, pembukaan

serviks dan keberadaan bagian-bagian janin.

3) Bila tidak ada tanda infeksi, beri antibiotik profilaksis (ampisilin

500 mg per oral atau doksisiklin 100 mg).

4) Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 gram dan metronidazol 500

mg setiap 8 jam.

5) Bila perdarahan hebat dan usia gestasi di bawah 16 minggu, segera

lakukan evakuasi dengan AVM.

6) Bila tampak anemia, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari selama

2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat).


19

3. Tinjauan tentang kejadian abortus inkomplit

a. Umur

Menurut Catanzarite dikutip Ariyanto (2009), menyatakan

bahwa wanita usia lebih dari 35 tahun sering kali mengalami kondisi

kesehatan yang kronik (resiko tinggi) sehingga berpengaruh jika

wanita tersebut hamil. Resiko keguguran spontan tampak meningkat

dengan bertambahnya usia terutama setelah usia 35 tahun. Dimana,

semakin lanjut umur wanita, semakin tipis cadangan telur yang ada,

indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan

gonadotropin. Makin lanjut usia wanita, maka resiko terjadi abortus

makin meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan

meningkatnya resiko kejadian kelainan kromosom. Selain itu, dengan

usia > 35 akan terjadi penurunan fungsi endometrium karena

mengalami atrofi yang menyebabkan vaskularisasi endometrium

terganggu.

Menurut Erlina dikutip Ariyanto (2008), menyatakan bahwa

wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu

maupun pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum

matangnya alat reproduksi untuk hamil. Penyulit pada kehamilan

remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi

sehat antara 20-30 tahun. Umur ibu yang terlalu muda (< 20 tahun),

uterusnya belum siap menerima zigot dikarenakan fungsi endometrium

belum optima. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila


20

ditambah dengan tekanan (stress) psikoogis, sosial, ekonomi, sehingga

memudahkan terjadinya keguguran.

Risiko terjadinya abortus spontan meningkat bersamaan

dengan peningkatan usia ibu. Abortus meningkat sebesar 12% pada

wanita usia kurang dari 20 tahun dan meningkat sebesar 26% pada usia

lebih dari 35 tahun (Yudiayuzt, 2008).

b. Paritas

Paritas adalah pengelompokan wanita yang telah melahirkan

sejumlah anak hidup atau pernah punya anak yang meninggal saat

dilahirkan. Resiko abortus meningkat seiring dengan bertambahnya

paritas serta umur ibu atau ayah. Kehamilan menjadi sangat beresiko

tinggi pada wanita yang mempunyai paritas ≥ 4, dan insiden terjadinya

abortus meningkat jika jarak persalinan dengan kehamilan berikutnya

berjarak 3 bulan (Hartanto dikutip Yudiayuzt, 2008).

Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin, bila

terlalu sering melahirkan rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah

melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya gangguan

pada waktu kehamilan seperti kasus perdarahan atau abortus

(Masdanang, 2007).

c. Pendidikan

Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai

pendidikan 1-9 tahun dan memungkinkan abortus pada pendidikan

terendah lebih besar dibanding kelompok yang berpendidikan lebih

tinggi. Menurut Prawirohardjo, bahwa kejadian abortus pada wanita


21

yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak. Sesuai penelitian yang

dilakukan oleh Saifudin, dkk (2002) bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan makin rendah kejadian abortus, yaitu terendah pada

golongan berpendidikan 10-12 tahun (SMA). Secara teoritis

diharapkan wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih

memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya (Yudiayuzt, 2008).

d. Status ekonomi

Alasan yang paling sering muncul pada wanita yang

menggugurkan kandungannya adalah status ekonomi rendah. Wanita

menggugurkan kandungannya karena merasa tidak mampu untuk

mencukupi kebutuhan bayinya setelah lahir. Selain itu, dengan status

ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi ibu dan janinnya.

Malnutrisi bukan hanya melemahkan fisik dan membahayakan jiwa

ibu, tetapi juga mengancam keselamatan janin. Wanita yang bersikeras

hamil dikala status gizinya buruk, mempunyai resiko abortus sebesar

1,5 kali dibanding dengan ibu yang mempunyai status gizi baik

(Ariyanto, 2009).

e. Status perkawinan

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kejadian abortus

yang dilihat status perkawinan. Ada yang menyatakan bahwa wanita

dengan status tidak kawin lebih banyak melakukan abortus dengan

alasan untuk menutupi rasa malu keluaga. Akan tetapi kejadian


22

tersebut tidak dapat dideteksi dengan baik karena kebanyakan dari

mereka yang melakukan praktek abortus bukan diunit pelayanan

kesehatan. Sementara, wanita dengan status kawin banyak melakukan

abortus dengan alasan karena sudah tidak ingin punya anak lagi

(Ariyanto, 2009).

Studi di Bali menemukan bahwa 71 % perempuan melakukan

aborsi adalah perempuan menikah, juga studi yang dilakukan oleh

Population Council, 98,8% perempuan yang melakukan aborsi di

sebuah klinik swasta di Jakarta, telah menikah dan rata-rata sudah

memiliki anak, alasan yang umum adalah karena sudah tidak ingin

memiliki anak lagi, seperti survei yang dilakukan Biro pusat Statistik,

75 % wanita usia reproduksi berstatus kawin tidak menginginkan

tambahan anak. Aborsi mungkin sudah menjadi kebutuhan karena

alasan di atas, namun karena adanya larangan baik hukum maupun atas

nama agama, menimbulkan praktek aborsi tidak aman meluas

(Subiayanto, 2009)

B. Kerangka Penelitian

Abortus inkomplit berkaitan dengan retensi sebagian produk

pembuahan (hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada

kehamilan dini seperti halnya pada kehamilan aterm. Penyebab kejadian

abortus ini sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor

yang berpengaruh diantaranya adalah umur, paritas, pendidikan, status


23

ekonomi dan status perkawinan ibu hamil. Dimana, ha ini dapat dilihat pada

bagan kerangka penelitian berikut ini:

Umur ibu

Paritas ibu

Kejadian abortus
Pendidikan inkomplit

Status ekonomi

Status perkawinan

Keterangan:

: Variabel independen

: Variabel dependen

Gambar 2.1 Bagan Kerangkan Penelitian Gambaran Kejadian Abortus


Inkomplit di RSU Sawerigading Palopo

Anda mungkin juga menyukai