Anda di halaman 1dari 14

1

TRILOGI TUGAS POKOK DAN FUNGSI HAKIM TINGGI


DALAM LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA
(Sebuah Pemikiran Konsepsional)1
Oleh: A. Mukti Arto2

‫ِب ا َّرل ْس ِبم ا َّرل ِب ِب‬ ‫ِب ْس ِب‬


Pendahuluan
Ketua Mahkamah Agung R.I., Yang Mulia Dr. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H.,
dalam sambutannya pada acara Milad 130 tahun Peradilan Agama pada tanggal 17
September 2012 di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, mengatakan bahwa “Selaku pimpinan
Mahkamah Agung RI, saya senantiasa mendukung langkah-langkah taktis dan strategis
yang dilakukan oleh Peradilan Agama,” ujar Hatta Ali. Meski demikian, Ketua MA
mengingatkan kepada warga Peradilan Agama untuk tetap mawas diri. Sebab menurutnya,
setiap langkah menuju perubahan yang baik pasti mendapat tantangan dan ujian. Pepatah
mengatakan, “semakin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpa,” Hatta Ali
menambahkan.3
Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama Mahkamah Agung R.I.
Dr. H. Andi Syamsu Alam, SH, MH, yang didaulat memberi sambutan pada Selasa
malam (18/9/2012), di Ruang Krakatau Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, tidak menyia-siakan
momen langka ini. Beliau mengatakan: “Dalam kesempatan bersejarah ini saya ingin
mengajak seluruh warga peradilan agama untuk bersungguh-sungguh bersyukur kepada
Allah SWT,”. Selain mengajak untuk bersyukur, Tuada Uldilag juga menyampaikan 3
(tiga) pesan penting untuk diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh warga Peradilan
Agama. “Pertama, warga Peradilan Agama tidak boleh tercerabut dari akarnya,” ujar
Tuada Uldilag. Sejarah mencatat, peradilan agama sesungguhnya telah eksis di nusantara
sejak berabad-abad silam, lalu diformalkan oleh berbagai kerajaan Islam di nusantara,
seperti Kerajaan Islam Mataram pada abad ke-17 yang menyelenggarakan Pengadilan
Surambi karena sidang-sidangnya dilakukan di serambi masjid. “Berganti-ganti zaman,
berganti-ganti penguasa, berganti-ganti sistem politik, nyatanya Peradilan Agama tetap ada.
Ya, Peradilan Agama eksis dan akan terus eksis, sepanjang umat Islam masih ada,” tandas
Tuada Uldilag. Tema peringatan 130 tahun Peradilan Agama kali ini adalah:
“Dari Serambi Masjid ke Serambi Dunia
Menuju Badan Peradilan Indonesia yang Agung.”

1
Catatan ini sekedar sumbang pikir kiranya dapat dimanfaatkan dalam upaya pemberdayaan hakim tinggi
yang merupakan unsur utama PTA/MSA selaku kawal depan Mahkamah Agung dalam upaya mewujudkan
visi dan misi Mahkamah Agung. Sumbang pikir lain yang lebih bagus dan konprehensif sangat diharapkan.
2
WKPTA Ambon.
3
www.badila.net tanggal 13 Oktober 2012.
2

Menurut Tuada Uldilag, dengan tema itu bukan berarti warga peradilan agama lantas
meninggalkan masjid sebagai simbol akar sejarahnya. “Justru dengan tema itu, warga
Peradilan Agama dituntut untuk bisa berkiprah di kancah global dengan tetap
mempertahankan nilai-nilai keislamannya dan tetap menjadikan para ulama sebagai
teladan, baik dalam melaksanakan pekerjaan di kantor maupun ketika berada di lingkungan
masyarakat,” tandasnya. Yang kedua, Tuada Uldilag berpesan agar peringatan 130 tahun
Peradilan Agama ini dijadikan sebagai momentum untuk mempertahankan dan
meningkatkan prestasi. Saat ini, ujar Tuada Uldilag, bila berbicara tentang teknologi
informasi di lembaga peradilan, orang-orang langsung teringat peradilan agama. Ini
membuktikan bahwa peradilan agama memang unggul dalam bidang ini. “Dengan
demikian, ke depan, imej atau label yang sudah tertanam kuat itu hendaknya terus
dipertahankan,” ia berpesan. Peradilan agama juga unggul dalam bidang pelayanan dan
transparansi publik, khususnya melalui website dan meja informasi. “Beberapa survei yang
dilakukan oleh pihak eksternal telah membuktikan itu. Tentu saja ini juga harus
dipertahankan, bahkan semampu-mampunya ditingkatkan,” kata Tuada. Di samping itu,
peradilan agama juga telah dengan sungguh-sungguh memberikan akses yang lebih luas
kepada masyarakat miskin untuk menggapai keadilan. “Di masa mendatang, program
justice for the poor yang terdiri dari layanan prodeo, sidang keliling dan pos bantuan
hukum harus terus digalakkan,” Tuada Uldilag mengingatkan. Satu lagi yang tidak kalah
penting, menurut Tuada Uldilag, kini makin banyak warga peradilan agama yang
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui berbagai pendidikan dan
pelatihan, baik di dalam maupun luar negeri. Ke depan, ini juga perlu ditingkatkan. Yang
ketiga, Tuada mengajak warga peradilan agama untuk senantiasa menjaga kekompakan.
Dari dahulu, warga peradilan agama terkenal dengan keguyuban dan kerukunannya. Warga
peradilan agama juga identik dengan perjuangan. “Mari kita bersatu padu untuk menjadikan
peradilan agama semakin maju. Sekaranglah era kebangkitan peradilan agama,” Tuada
Uldilag menegaskan.4
Sebelumnya, Dirjen Badilag, Yang Terhormat Drs. H. Wahyu Widiana, M.A.
mengatakan ada sepuluh catatan mengenai hakim tinggi PTA/MSA yang perlu menjadi
perhatian bersama. Sepuluh catatan itu dijadikan acuan Ditjen Badilag untuk menyusun
pola pemberdayaan hakim tinggi guna menjadikan pengadilan tingkat banding sebagai
kawal depan Mahkamah Agung. Pertama, tidak semua hakim tinggi direkrut berdasarkan
kapabilitas dan integritas,” kata Dirjen Badilag saat memberikan pengarahan dalam rapat
Kerja Daerah yang diselenggarakan PTA Kendari, Kamis (29/3/2012). Diakuinya, hal itu
merupakan salah Badilag sendiri. Kedua, tidak semua hakim tinggi mahir dalam hukum

4
www.badilag.net tanggal 14 Oktober 2012.
3

acara, hukum materi dan pola bindalmin. Mahir, dalam konteks ini, berarti memiliki
kemampuan jauh di atas rata-rata. Ketiga, sedikit hakim tinggi yang mau dan mampu
memanfaatkan komputer dan TI. Dirjen Badilag berharap agar para hakim tinggi tidak
sungkan belajar kepada yang lebih ahli mengenai hal ini. “Bagaimana bisa membina soal
SIADPA kalau tidak mengerti SIADPA.,” ujarnya. Keempat, sedikit hakim tinggi yang
menguasai administrasi umum seperti kepegawaian, keuangan dan sarana/prasarana. Juga
tidak sedikit hakim tinggi yang kurang menguasai manajemen pengaduan/pengawasan.
“Karena itu, para hakim tinggi perlu melibatkan pejabat atau staf yang lebih tahu masalah
ini ketika melakukan pembinaan atau pengawasan,” tandas Dirjen Badilag. Kelima, banyak
pimpinan, pejabat dan staf PA tidak respek terhadap hakim tinggi. “Penyebabnya banyak.
Asalkan mau meningkatkan kualitas diri, insya Allah kondisi ini bisa berubah,” tandas
Dirjen. Keenam, ada kesan, pengawasan yang dilakukan hakim tinggi hanya mencari
kesalahan. Hal ini, menurut Dirjen Badilag, harus diperhatikan betul. Pengawasan
merupakan bagian dari pembinaan. Idealnya, pengawasan pun ditujukan untuk
memperbaiki kinerja sasaran pengawasan, bukan semata-mata mencari kesalahan. Ketujuh,
masih sering, masing-masing hakim tinggi tidak satu persepsi mengenai persoalan yang
sama. Akibatnya, PA sebagai objek pembinaan dan pengawasan mengalami kebingungan.
Kedelapan, hakim tinggi sering tidak diberdayakan atau difungsikan oleh pimpinan
PTA/MSA. “Sekarang tidak begitu lagi. Kita punya pola pemberdayaan hakim tinggi. Nanti
akan ada SK Dirjen untuk mengatur bagaimana teknisnya,” kata Dirjen Badilag.
Kesembilan, selama ini tidak ada upaya peningkatakan kualitas hakim tinggi. Mengingat
sekarang tidak ada lagi diklat untuk hakim senior, Badilag menyelenggarakan berbagai
bimbingan teknis yustisial yang para pesertanya adalah para hakim tinggi. Diharapkan,
mereka akan jadi mentor di wilayah masing-masing. Dan kesepuluh, hakim tinggi belum
diperlakukan dan difasilitasi sesuai dengan kedudukan dan tanggung jawabnya. “Hal ini
juga menjadi perhatian serius kami,” Dirjen Badilag menegaskan.5

PTA/MSA Sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung


Pasal 24 ayat (1) UUD Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Kemudian pada ayat (2) dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Selanjutnya Pasal 19 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan

5
Pengarahan Dirjen Badilag pada Pembukaan Bimbingan Teknis Kompetensi Hakim Pengadilan Agama di
PTA Kendari pada tanggal 17 September 2012.
4

bahwa hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang diatur dalam undang-undang.
Mahkamah Agung sebagai salah satu Lembaga Penyelenggara Negara di bidang
Yudikatif, mengemban peran kenegaraan yang meliputi peran ideologis, politis, yuridis,
sosiologis, dan administratif sebagaimana Lembaga-lembaga penyelenggara negara yang
lainnya. Peran ini juga menjadi tugas yang harus dimainkan oleh badan-badan peradilan
yang berada di bawahnya secara proporsional. Peran ideologis merupakan tugas untuk
menggali dan merumuskan tugas-tugas kekuasaan kehakiman, peradilan dan nilai-nilai
hukum yang bersumber dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Peran
politis merupakan tugas untuk turut menentukan arah dan kebijakan (politik) hukum
nasional yang bersumber dari Pancasila dan UUD Tahun 1945, melindungi HAM, dan
memberi nasihat, keterangan, dan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah apabila
diminta. Peran yuridis merupakan tugas partama dan utama lembaga peradilan, yakni
menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya. Peran sosiologis merupakan tugas menyelesaikan sengketa secara tuntas dan
final guna memulihkan hubungan sosial para pihak yang bersengketa. Peran administrasi
merupakan tugas menyelenggarakan rumah tangga pengadilan yang meliputi pembinaan
tenaga teknis dan non teknis, administrasi umum, keuangan, sarana dan prasarana
pengadilan, pembinaan dan pengawasan, penelitian dan pengembangan, dan pendidikan
dan pelatihan. Semua peran tersebut harus dimainkan secara optimal dan senantiasa
dilakukan pembaruan guna memenuhi perkembangan kebutuhan pelayanan hukum dan
keadilan.
Untuk menjalankan peran tersebut, Mahkamah Agung sebagai Lembaga Yudikatif,
yakni sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, di Indonesia telah menetapkan visinya ke
depan, yaitu:
“TERWUJUDNYA BADAN PERADILAN INDONESIA YANG AGUNG”
Selanjutnya, Mahkamah Agung juga telah menetapkan misinya untuk masa 2010 s/d
2035 dalam memainkan peran dan fungsinya sebagai Lembaga Yudikatif, yaitu:
1. Menjaga kemandirian badan peradilan.
2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan.
3. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan.
4. Meningkatkan kredebilitas dan transparansi badan peradilan.6
Dalam rangka menyukseskan visi dan misi Mahkamah Agung Republik Indonesia
tersebut, serta untuk menjalankan lima peran tersebut secara proporsional pada setiap

6
Mahkamah Agung, Cetak Biru Pembaruan Keadilan 2010 – 2015, mahkamah agung, 2010.
5

jenjang pengadilan, maka Mahkamah Agung mengambil langkah strategis dengan memberi
tanggung jawab dan peran yang signifikan kepada Pengadilan Tingkat Banding dari semua
Lingkungan Peradilan sebagai “Kawal Depan” (voor post) Mahkamah Agung untuk
lingkungannya masing-masing di daerah hukumnya. Hal inilah yang menjadi tema
Rakernas Mahkamah Agung Tahun 2011 di Jakarta, yaitu:
“Meningkatkan Peran Pengadilan Tingkat Banding
Sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung”
Sebagai kawal depan Mahkamah Agung, maka Pengadilan Tingkat Bnading
bertugas untuk melaksanakan misi Mahkamah Agung tersebut dengan sekaligus
menjadikan dirinya sebagai agen pemikir dan pelaku pembaruan peradilan. Tak terkecuali
di Lingkungan Peradilan Agama. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, maka Pengadilan
Tinggi Agama (PTA) dan Mahkamah Syar’iyah Aceh (MSA) juga memiliki peran dan
tanggung jawab sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung.
Berdasarkan Undang-Undang Peradilan Agama (UU-PA), yakni UU Nomor 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah pertama dengan UU
Nomor 3 Tahun 2006 dan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009, PTA dan MSA ini
bertugas dan berwenang:
1. Mengadili dalam tingkat banding atas semua perkara yang menjadi kewenangan PA
(Pasal 51 ayat (1) UU-PA).
2. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar-
pengadilan agama di daerah hukumnya (Pasal 51 ayat (2) UU-PA).
3. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi
pemerintah di daerahnya, apabila diminta (Pasal 52 ayat (1) UU-PA).
4. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim, panitera,
sekretaris, dan jurusita di daerah hukumnya (Pasal 52 ayat (1) UU-PA).
5. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat pengadilan agama dan
menjaga peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (Pasal 53 ayat (2)
UU-PA).
6. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut. PTA dapat memberi petunjuk, teguran, dan
peringatan, yang dipandang perlu (Pasal 53 ayat (3) UU-PA).
7. Dalam melakukan pengawasan tersebut, tidak boleh mengurangi kebebasan hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara (Pasal 53 ayat (4) UU-PA).
8. Selain itu, PTA dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-
undang (Pasal 52 ayat (2) UU-PA).
Semua tugas dan kewenangan tersebut tidak lepas dari lima peran pengadilan
sebagai salah satu penyelenggara negara. Dalam pengamatan penulis, semua tugas tersebut
6

dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu tugas yudisial, tugas struktural, dan
tugas konseptual.
1) Tugas yudisial dilakukan dengan memeriksa dan mengadili perkara, baik perkara
banding maupun perkara sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan agama di
daerah hukumnya.
2) Tugas struktural dilakukan dalam bentuk pembinaan dan pengawasan. Sedang
3) Tugas konseptual dilakukan dalam bentuk pengembangan skill dan ilmu pengetahuan
yang meliputi bidang hukum, manajemen pengadilan, pelaksanaan reformasi birokrasi,
sistem pengendalian intern pengadilan, pemanfatan teknologi informasi, dan lain
sebagainya.
Semua tugas-tugas itu ditujukan untuk mewujudkan misi pengadilan dalam
memenuhi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan
hukum dan keadilan, dan membangun Peradilan Agama yang berwibawa melekat di hati
rakyat menuju terwujudnya visi Peradilan Indonesia Yang Agung. Semua tugas tersebut
menjadi tanggung jawab Ketua PTA/MSA. Untuk melaksanakan semua tugas tersebut,
ketua PTA/MSA membagi dan mendelegasikan sebagian tugas-tugas tersebut kepada para
hakim tinggi sebagai organ utama pengadilan dengan dikoordinasikan oleh Wakil Ketua
PTA/MSA. Dengan demikian, maka hakim tinggilah yang pada hakikatnya menjadi pelaku
kawal depan Mahkamah Agung.
Sebagai kawal depan Mahkamah Agung, maka hakim tinggi mempunyai tugas
pokok dan fungsi sebagai pemeriksa perkara, pembina dan pengawas, dan pemikir dan
pelaku pembaruan. Tiga jenis tugas hakim tinggi selaku kawal depan Mahkamah Agung
tersebut dapat diistilahkan dengan “Trilogi Tugas Pokok Dan Fungsi Hakim Tinggi”,
yakni 3 (tiga) tugas pokok dan fungsi hakim tinggi dimana tugas-tugas itu satu sama lain
saling berpaut, saling bergantung dan saling menopang.7 Trilogi tugas pokok dan fungsi
hakim tinggi tersebut adalah: (1) hakim tinggi sebagai pemeriksa perkara, 8 (2) hakim tinggi
sebagai pembina dan pengawas,9 dan (3) hakim tinggi sebagai pemikir dan pelaku
pembaruan.10

7
Trilogi artinya tiga hal yang saling bertaut dan saling bergantung. Tiga jenis tugas pokok dan fungsi hakim
tinggi tersebut merupakan satu kesatuan yang saling bertaut dan saling bergantung satu sama lain.
8
Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 93 UU-PA No.7 Tahun 1989.
9
SK Dirjen Badilag MA Nomor 127/DJA/HK.00.7./SK/VII/2012 Tanggal 26 Juli 2012 Tentang Pedoman
Pemberdayaan Hakim Tinggi Sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung.
10
SE Dirjen Badilag MA Nomor 0289/DJA/H.M.00./II/2012 Tanggal 14 Februari 2012 Tentang Pemberdayaan
Hakim Tinggi sebagai Pemikir Dan Pelaku Pembaharuan.
7

Hakim Tinggi Pemeriksa Perkara


Tugas pertama dan utama Hakim Tinggi adalah memeriksa dan mengadili perkara,
baik perkara banding maupun perkara sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan
agama di daerah hukumnya. Dalam melaksanakan tugas sebagai pengadilan ulangan pada
tingkat banding, hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tugas Hakim Tinggi Pemeriksa perkara sebagai Hakim Tingkat Banding (HTB) adalah
memeriksa, mempertimbangkan dan memutus ulang atas perkara yang telah diperiksa,
dipertimbangkan, dan diputus oleh Hakin Tingkat Pertama (HTP).
2. Sebagai pemeriksa perkara pada tingkat banding, maka Hakim Tinggi juga disebut
Hakim Tingkat Banding (HTB). Tugas Hakim Tinggi sebagai pemeriksa perkara
merupakan tugas yudisial.
3. HTB adalah juga judex factie. Sebagai judex factie, fungsi HTB sama dengan Hakim
Tingkat Pertama (HTP), yakni memeriksa kebenaran fakta obyek perkara melalui
pembuktian.
4. Dalam memeriksa dan mengadili ulang perkara, HTB memeriksa seluruh materi
perkara dari awal sampai akhir ditambah dengan memori dan kotra memori banding.
5. Hasil pemeriksaan ulang HTB bisa saja sama atau berbeda dengan hasil pemeriksaan
HTP. Apabila hasil pemeriksaan HTB sama dengan HTP, maka HTB dapat mengambil
alih pendapat HTP menjadi pendapat HTB. Tetapi apabila HTB berbeda pendapat
dengan HTP, maka HTB akan mempergunakan pendapatnya sendiri dalam memeriksa,
mempertimbangkan dan memutus ulang perkara, dengan meninggalkan atau tidak
mempergunakan pendapat HTP.
6. HTB dan HTP adalah sama-sama judex factie terhadap perkara. Oleh sebab itu, HTB
tidak berwenang menyatakan bahwa HTP telah salah menerapkan hukum, melainkan
hanya menyatakan sependapat atau tidak sependapat dengan HTP.
7. Sebagai judex factie pada tingkat banding, HTB berfungsi sebagai rehabilisator, yakni
menyempurnakan kekurangan dan memperbaiki atas proses pemeriksaan perkara yang
telah dilakukan oleh HTP dan hasil kinerjanya. HTB bertugas memperbaiki kinerja
HTP dan hasil kinerjanya, menurut pendapat HTB untuk kesempurnaan pemeriksaan
dan hasil pemeriksaan agar tidak merugikan pencari keadilan.
8. Yang diperiksa dan diadili ulang pada tingkat banding adalah perkaranya. HTB bukan
mengadili kinerja HTP maupun hasil kinerjanya. HTB bukan mengadili HTP.
9. Kadang dapat saja terjadi HTB terlalu asyik melihat kinerja HTP yang berbeda dengan
pendapat HTB dan HTB pun menilai pendapat HTP sebagai pendapat yang salah
karena tidak sama dengan pendapat HTB. Dengan panjang lebar HTB mengupas dan
menilai kinerja HTP yang dianggapnya salah sehingga menurut HTB harus dibatalkan.
8

Tetapi anehnya, setelah HTB membatalkan putusan HTP, HTB tidak memutus pokok
perkaranya. Hal ini tentu merugikan para pihak yang berperkara.
10. Semua ini dapat terjadi akibat dari persepsi HTB yang tidak tepat karena HTB
berpendapat bahwa HTB bertugas mengadili HTP, padahal tugas yang sebenarnya
adalah mengadili ulang pada tingkat banding atas perkara yang telah diperiksa,
dipertimbangkan dan diadili (diputus) oleh HTP.
Tugas yudisial ini merupakan pelaksanaan misi memberikan pelayanan hukum yang
berkeadilan kepada pencari keadilan dengan tetap menjaga kemandirian badan peradilan
yang merupakan tugas pertama dan utama pengadilan.

Hakim Tinggi Pembina Dan Pengawas


Hakim Tinggi sebagai Pembina Dan Pengawas merupakan tugas struktural sesuai
dengan jenjang pengadilan di Indonesia. Tugas dan fungsi ini didasarkan atas ketentuan UU
Peradilan Agama yang menetapkan bahwa Pengadilan Tinggi Agama bertugas:
1. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim, panitera,
sekretaris, dan jurusita di daerah hukumnya (Pasal 52 ayat (1) UU-PA).
2. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat pengadilan agama dan
menjaga peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya (Pasal 53 ayat (2)
UU-PA).
3. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut. PTA dapat memberi petunjuk, teguran, dan
peringatan, yang dipandang perlu (Pasal 53 ayat (3) UU-PA).
4. Dalam melakukan pengawasan tersebut, tidak boleh mengurangi kebebasan hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara (Pasal 53 ayat (4) UU-PA).
Untuk menjabarkan tugas Hakim Tinggi sebagai pembina dan pengawas terebut
dikeluarkanlah Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
Agung R.I. Nomor 127/DJA/HK.00.7./SK/VII/2012 Tanggal 26 Juli 2012 Tentang
Pedoman Pemberdayaan Hakim Tinggi Sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung. Dalam
SK tersebut, Hakim Tinggi diberikan fungsi sebagai pembina dan pengawas daerah
(HATIBINWASDA) atau pembina dan pengawas bidang (HATIBINWASBID). Selaku
HATIBINWAS. Sebagai bahan dalam pembinaan dan pengawasan, maka HTB pemeriksa
perkara harus menghimpun temuan-temuan dalam setiap perkara yang diperiksanya
tersebut.11 Sebagai kawal depan Mahkamah Agung, HATIBINWAS berwenang menilai
(mengeksaminasi) atas kinerja dan hasil kinerja hakim tingkat pertama serta memberi
pembinaan yang dinilai perlu. Pelaksanaan secara detail dalam pembinaan dan pengawasan,
maka hakim tinggi mengacu pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan

11
SK Dirjen Badilag MA Nomor 1207/DJA/HK.00.7./SK/VII/2012 Tanggal 26 Juli 2012 Tentang Pedoman
Pemberdayaan Hakim Tinggi Sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung.
9

Agama Mahkamah Agung R.I. Nomor 127/DJA/HK.00.7./SK/VII/2012 Tanggal 26 Juli


2012 sebagai pedoman. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
kepemimpinan badan peradilan dan meningkatkan kredebilitas dan transparansi badan
peradilan.12

Hakim Tinggi Pemikir Dan Pelaku Pembaruan


Hakim Tinggi sebagai Pemikir Dan Pelaku Pembaruan merupakan tugas konseptual,
yakni tugas yang berkaitan perumusan konsep hukum dan kebijakan dalam rangka
penyelesaian perkara, pembinaan dan pengawasan, pelaksanaan reformasi birokrasi,
pelaksanaan sistem pengendalian intern pengadilan, dan percepatan perwujudan visi dan
misi Mahkamah Agung di daerahnya. Istilah hakim tinggi sebagai pemikir dan pelaku
pembaharuan ini muncul dari Bapak Wahyu Widiyana, Dirjen Badilag, ketika di mobil
dalam perjalanan pulang dari Merak, menghadiri Rakerda PTA dan PA-PA se Provinsi
Banten, Senin (30/1/2012) malam. Beliau berpikir tentang apa yang telah beliau sampaikan
dalam acara Rakerda itu.13
Tugas hakim tinggi sebagai pemikir dan pelaku pembaruan yang digagas oleh
Bapak Dirjen Badilag ini kiranya didasarkan atas ketentuan undang-undang, antara lain,
adalah:
1. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi
pemerintah di daerahnya, apabila diminta (Pasal 52 ayat (1) UU-PA).
2. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. (Pasal 5 ayat (1) UU No. 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman).
Menindaklanjuti ketentuan undang-undang tserbeut, Direktur Jenderal Badan
Peradilan Agama memberikan petunjuk kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding seluruh
Indonesia melalui Surat Edaran Dirjen Badilag MA Nomor 0289/DJA/H.M.00./II/2012
Tanggal 14 Februari 2012 Tentang Pemberdayaan Hakim Tinggi sebagai Pemikir Dan
Pelaku Pembaharuan. Dalam SE tersebut diperintahkan bahwa berkaitan dengan
pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Pembaruan Peradilan (RBPP) sesuai Cetak Biru
Mahkamah Agung RI, serta dengan memperhatikan hasil Rakernas MA-RI tahun 2011
yang bertema “Peningkatan Peran Pengadilan Tingkat Banding Sebagai Kawal Depan
Mahkamah Agung”, dengan ini kami minta agar dilakukan pemberdayaan para hakim
tinggi, antara lain dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Menyebarkan seluruh informasi berkaitan dengan RBPP kepada para hakim tinggi.

2. Melakukan kajian-kajian di kalangan para hakim tinggi mengenai isu-isu terkini.

12
Mahkamah Agung, Cetak Biru Pembaruan Keadilan 2010 – 2015, Mahkamah Agung, 2010.
13
www.badilag.net tanggal 5 Februari 2012.
10

3. Melakukan upaya peningkatan keterampilan para hakim tinggi di bidang pemanfaatan


teknologi informasi, seperti penggunaan komputer, internet, e-mail, SIADPA dan
SIMPEG.

4. Memberi tugas dan memonitor para hakim tinggi untuk melakukan pembinaan kepada
PA/MS dengan memanfaatkan dana dan teknologi informasi.

5. Memberi kesempatan kepada para hakim tinggi untuk mengembangkan kreativitasnya


dalam melakukan peningkatan kualitas SDM dan pelaksanaan tupoksi.
Surat Edaran Dirjen Badilag tersebut sudah seharusnya ditindaklanjuti oleh para
Ketua Pengadilan Tingkat Banding seluruh Indonesia. Namun demikian, tindaklanjut ini
belum terasa ada gaungnya dan juga belum begitu nampak hasilnya. Oleh sebab itu,
diperlukan dorongan yang kuat agar cita-cita luhur ini dapat segera terwujud. Hal ini sangat
tergantung pada komitmen para pimpinan Pengadilan Tingkat Bnading yang didukung oleh
para hakim tinggi dan Mahkamah gung sebagai penyandang dana dan pemangku kebijakan.
Untuk memperlancar tindak lanjut dimaksud diperlukan penjabaran mengenai tugas
pokok dan fungsi hakim tinggi yang jelas dan terprogram. Penulis berpendapat bahwa
peran hakim sebagai pemikir dan pelaku pembaruan ini pada hakikatnya merupakan kawal
depan Mahkamah Agung dalam menjalankan perannya sebagai salah satu penyelenggara
negara di bidang yudikatif yang meliputi peran ideologis, politis, yuridis, sosiologis, dan
administratif. Dari para hakim tinggi inilah diharapkan muncul pemikiran baru yang
inovatif, responsif dan progrsif. Hakim tinggi adalah mutiara-mutiara peradilan.
Selanjutnya dalam kesempatan ini, penulis hendak mencoba untuk merumuskan rincian
tugas-tugas konseptual ini ke dalam beberapa item pekerjaan HT, yang antara lain, sebagai
berikut:
1. Mengkaji dan menindaklanjuti temuan-temuan yang diperoleh dalam pemeriksaan
perkara maupun dalam pembinaan dan pengawasan sebagai bahan kajian hukum dan
manajemen bagi hakim tinggi.14
2. Melakukan kajian-kajian di kalangan para hakim tinggi mengenai isu-isu terkini yang
ternyata terus berkembang dari waktu ke waktu.
3. Mengembangkan pembaruan konsep-konsep hukum berdasarkan jiwa dan tuntunan
syariah Islam, falsafah Pancasila, dan hukum yang hidup dalam masyarakat, guna
memenuhi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat demi terwujudnya maqasid al-
syariah.

14
SE Dirjen Badilag MA Nomor 0289/DJA/H.M.00./II/2012 Tanggal 14 Februari 2012 Tentang Pemberdayaan
Hakim Tinggi sebagai Pemikir Dan Pelaku Pembaharuan.
11

4. Mempersiapkan materi sebagai bahan dalam memberikan keterangan, pertimbangan,


dan nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya,
apabila diminta (Pasal 52 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989).
5. Siap menjadi nara sumber dalam berbagai kegiatan di daerah hukumnya maupun di
luar daerah hukumnya, apabila diperlukan.
6. Mengembangkan kreativitasnya dalam melakukan peningkatan kualitas SDM dan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.
7. Menyebarluaskan informasi berkaitan dengan Reformasi Birokrasi dan Pembaruan
Peradilan kepada semua pegawai PTA/MSA dan PA/MS di wilayahnya.

8. Merumuskan kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi, sistem pengendalian intern


pengadilan (SPIP), penyusunan program kerja, dan tugas-tugas pengadilan lainnya.
9. Melakukan upaya peningkatan keterampilan para hakim tinggi di bidang pemanfaatan
teknologi informasi, seperti penggunaan komputer, internet, e-mail, SIADPA dan
SIMPEG.

10. Mengembangkan pemanfaatan teknologi informasi untuk peningkatan pelayanan


perkara, pelayanan publik, pelayanan informasi, transparansi pengadilan, dan kemajuan
pengadilan.
11. Menjadi anggota tim redaktur dan tim ahli di media informasi pada PTA setempat, baik
media cetak maupun elektronik.
12. Meningkatkan peran dan fungsi HT sebagai “hakim di mata hukum dan ulama di
mata umat”. Motto ini tidak dapat dilepaskan dari akar sejarah dan hakikat hakim di
Lingkungan Peradilan Agama.

Hasil (out come) Yang Diharapkan


Dengan melaksanakan Trilogi Tugas Pokok Dan Fungsi Hakim Tinggi ini
diharapkan visi dan misi Mahkamah Agung akan segera terwujud, yakni terwujudnya
badan peradilan Indonesia yang agung. Melalui pelaksanaan tugas yang pertama, yakni
hakim tinggi pemeriksa perkara, maka akan dihasilkan pembaharuan hukum melalui
yurisprodensi. Semakin banyak perkara yang diputuskan, maka semakin banyak pula
yuisprodensi baru yang dihasilkan. Yurisprodensi baru inilah yang diharapkan dapat
memenuhi perkembangan kebutuhan hukum dan keadilan bagi masyarakat pencari
keadilan.
Melalui pelaksanaan tugas yang kedua, yakni hakim tinggi pembina dan pengawas,
baik pembinaan dan pengawasan bidang maupun daerah, maka akan dihasilkan:
1) pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan smakin bekualitas;
2) kemandirian badan peradilan terjaga dengan baik;
3) kualitas kepemimpinan badan peradilan yang terus meningkat; dan
12

4) kredebilitas dan transparansi badan peradilan pun terus meningkat.


Melalui pelaksanaan tugas yang ketiga, yakni hakim tinggi pemikir dan pelaku
pembaruan, maka akan dihasilkan:
1. Temuan-temuan yang diperoleh, baik dalam pemeriksaan perkara maupun dalam
pembinaan dan pengawasan, segera mendapat solusi dan tindak lanjut yang tepat
setelah dibahas dalam kajian hukum dan manajemen oleh para hakim tinggi.
2. Isu-isu terkini yang ternyata terus berkembang dari waktu ke waktu segera mendapat
pemecahan hukum yang tepat setelah diadakan kajian-kajian di kalangan para hakim
tinggi.
3. Pembaruan konsep-konsep hukum berdasarkan jiwa dan tuntunan syariah Islam,
falsafah Pancasila, dan hukum yang hidup dalam masyarakat, terus dapat
dikembangkan guna memenuhi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat demi
terwujudnya maqasid al-syariah.
4. Materi hukum Islam sebagai bahan dalam memberikan keterangan, pertimbangan, dan
nasihat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila
diminta, telah dipersiapkan dengan matang (Pasal 52 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989).
5. Para hakim tinggi selalu siap untuk menjadi nara sumber dalam berbagai kegiatan di
daerah hukumnya maupun di luar daerah hukumnya, apabila diperlukan.
6. Kreativitas dalam melakukan peningkatan kualitas SDM dan pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi terus bisa dikembangkan.
7. Informasi berkaitan dengan Reformasi Birokrasi dan Pembaruan Peradilan telah
menyebarluas di kalangan semua pegawai PTA/MSA dan PA/MS di wilayahnya telah
menjadi pola pikir dan budaya kerja setiap unsur aparatur pengadilan.

8. Kebijakan mengenai pelaksanaan reformasi birokrasi, sistem pengendalian intern


pengadilan (SPIP), penyusunan program kerja, dan tugas-tugas pengadilan lainnya
telah dirumuskan denga jelas.
9. Keterampilan para hakim tinggi di bidang pemanfaatan teknologi informasi, seperti
penggunaan komputer, internet, e-mail, SIADPA dan SIMPEG, terus meningkat.

10. Pemanfaatan teknologi informasi untuk peningkatan pelayanan perkara, pelayanan


publik, pelayanan informasi, transparansi pengadilan, dan kemajuan pengadilan. Dapat
terus dikembangkan
11. Hakim tinggi wajib membantu tim redaktur dan tim ahli di media informasi pada PTA
setempat, baik media cetak maupun elektronik, karena mereka juga duduk sebagai
anggota tim dan difungsikan sebagai tim ahli.
12. Peran dan fungsi HT di bidang agama dan dakwah dengan motto “hakim di mata
hukum dan ulama di mata umat” harus terus ditingkatkan sejalan dengan akar
13

sejarah, hakikat dan habitat hakim di Lingkungan Peradilan Agama. Hakim dan
seluruh unsur aparatur peradilan agama tidak boleh meninggalkan masjid dan umat
melainkan harus senantiasa terkait dan terikat dengan masjid dan selalu bersama
membimbing umat. Hal inilah yang dulu dikhawatirkan oleh sebagian tokoh-tokoh
Islam jika peradilan agama harus berpindah ke Mahkamah Agung dengan
meninggalkan Kementerian Agama maka akan jauh dari masjid dan umat, bahkan bisa
menjadi sekuler. Peradilan agama adalah simbol berlakunya hukum negara dan hukum
syariah Islam. Oleh sebab itu, hakim dan aparatur peradilan agama tidak dapat
melepaskan diri dari tugas-tugas negara maupun tugas-tugas agama. Mereka mengabdi
untuk negara dan agama.

Hasil-hasil kajian para hakim tinggi selaku pemikir dan pelaku pembaruan ini
mutiara-mutiara yang sangat bermanfaat, baik dalam menyelesaikan perkara maupun dalam
pembinaan dan pengawasan serta mempercepat terwujudnya cita-cita membentuk Peradilan
Indonesia Yang Agung. Oleh sebab itu di daerah-daerah yang perkanya sedikit, para hakim
tinggi akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan selaku pemikir
dan pelaku pembaruan. Dari mereka inilah akan muncul mutiara ilmu-ilmu hukum dan
peradilan. Fungsi inilah yang harus diperkuat sehingga para hakim tinggi tersebut akan
memiliki andil dan sumbangsih yang signifikan dalam memajukan peradilan agama pada
khususnya dan peradilan di Indonesia pada umumnya.

Pepnutup
Demikian sekedar secuplik pemikiran sebagai sumbangsih kepada dunia peradilan
di Indonesia pada umumnya dan peradilan agama pada khususnya. Semoga Allah SWT
senantiasa membimbing kita semua ke jalan yang benar dan diridloi serta mengangkat
derajat hamba-hamba-Nya yang beriman dan berilmu pengetahuan. Selamat bertugas dan
selamat beramal, semoga sukses selalu. Amin!

‫ْلا َح ْل ُد ِهّلل َح ِّب ْلا َح اَح يَح‬

LAWAMENA HAULALA

(Maju Terus Pantang Mundur)


14

Referensi:

• Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,


Yayasan Al Hikmah, Jakarta, 2000.
• A Mukti Arto, Praktik Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar,
Yogykarta, 2010.
• ____________, Konsepsi Ideal Mahkamah Agung Redefinisi Peran Dan Fungsi Untuk
Membangun Indonesia Baru, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001.
• ____________, Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2012.
• Khalilurrahman, Upaya Hukum Banding Di Lingkungan Peradilan Agama (Setelah UU
No. 7 Tahun 1989), Penerbit PT Hirokure Zafari, Jakarta, 1992.
• Yahya Harahap, Kekuasaan Pengadilan Tinggi Dan Proses Pemeriksaan Perkara
Perdata Dalam Tingkat Banding, Sinar Grafika, Jakarta, Juli 2008.
• __________, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Pembuktian, dan
Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
• Mahkamah Agung, Cetak Biru Pembaruan Keadilan 2010 – 2015, Mahkamah Agung,
2010.
• Mahkamah Agung RI., Pedoman Pelakasanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan
Agama Buku II Edisi Revisi 2010, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Jakarta,
2011.
• UU Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan Agama, UU Peradilan Ulangan, RBg/HIR &
Peraturan-peraturan lain yang terkait.
• SK Dirjen Badilag MA Nomor 127/DJA/HK.00.7./SK/VII/2012 Tanggal 26 Juli 2012
Tentang Pedoman Pemberdayaan Hakim Tinggi Sebagai Kawal Depan Mahkamah
Agung.
• SE Dirjen Badilag MA Nomor 0289/DJA/H.M.00./II/2012 Tanggal 14 Februari 2012
Tentang Pemberdayaan Hakim Tinggi sebagai Pemikir Dan Pelaku Pembaharuan.

Anda mungkin juga menyukai