Anda di halaman 1dari 7

MEMBUMIKAN PERADILAN AGAMA ERA DIGITAL

Oleh : Alimuddin1

PROLOG

Tulisan Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama MA RI (Tuada

Uldilag) H. Andi Syamsu Alam, yang dirilis website Badilag.net selama dua pekan

patut diapresiasi.2 Betapa tidak, sebagai seorang 'ayah' beliau selalu memberikan

pedoman dan contoh kepada aparatur Peradilan Agama untuk mawas diri, percaya

diri, dan mengukur diri. Sebagai seorang pimpinan, tentunya apa yang beliau

harapkan dalam rangka memajukan dan membumikan Peradilan Agama di tengah-

tengah masyarakat Indonesia.

Istilah 'membumikan' acapkali dikenal ketika Quraish Shihab menulis

bukunya yang berjudul "Membumikan Al-Quran" dan menjadi salah satu buku "best

seller" atau habis terjual.3 Kemudian istilah tersebut seringkali disebut-sebut dalam

setiap acara seminar, simposium, workshop, dan diskusi ilmiah. Membumikan

Peradilan Agama adalah salah satu jalan untuk memperkenalkan Pengadilan

Agama kepada masyarakat. Hemat penulis, pribahasa tak kenal maka tak sayang

masih laku untuk diperdengarkan dalam pergaulan sehari-hari. Bagaimana

mungkin masyarakat bisa mengenal keberadaan Pengadilan Agama, bila aparatur

yang bekerja di dalamnya tidak mau memperkenalkan diri dan keberadaannya.

Sebagai fakta empiris, masih banyak masyarakat yang menganggap Peradilan

Agama berada di bawah Kementerian Agama dan aparatur Peradilan Agama adalah

pegawai Kementerian Agama. Bahkan, ironisnya lagi, Hakim Pengadilan Agama

dianggap masih di bawah Kepala Kantor Kementerian Agama tingkat

Kabupaten/Kota setempat. Sangat memprihatinkan, sejak 2004 Peradilan Agama

1 .Hakim Pengadilan Agama Pandan/ Tim Penulis Buku Biografi H. Andi Syamsu Alam
(Tuada Uldilag).
2 .H. Andi Syamsu Alam, "Doa, Harapan dan Mimpi-mimpiku," www.badilag.net.

3 ."Buku Membumikan Al-Quran Habis Terjual," Surat Kabar Suluh Kalbu, edisi Maret 2010.
sudah berada di bawah Mahkamah Agung (satu atap) dan sejak diamandemen UUD

1945 yang keempat, eksistensi Peradilan Agama sangat kokoh dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia sebagai bagian dari lembaga yudikatif, bukan eksekutif.

Fenomena itu tidak akan didapatkan di kota-kota besar, karena masyarakat di

perkotaan sudah sangat paham dan terpelajar. Akan tetapi, fenomena dan persepsi

yang penulis kemukakan ini, masih dapat didengar pada masyarakat perdesaan

yang jauh dari arus informasi dan kualitas keilmuan yang kurang memadai.

Wartawan Koran Harian Sumatera Imron Supriyadi menulis, ketidak

pahaman masyarakat tentang eksistensi Peradilan Agama dalam sistem ketata

negaraan di Indonesia adalah disebabkan Peradilan Agama sendiri yang cenderung

ekslusif.4 Argumentasi tersebut sejalan dengan pernyataan H. Andi Syamsu Alam

yang menilai aparatur Peradilan Agama ekslusif dan tidak mau bergaul. Hal itu

dinilainya sebagai dampak dari kolonial Belanda yang masih mempengaruhi

masyarakat Islam. Sebelumnya, eksistensi Peradilan Agama di Indonesia jauh dari

pengakuan pemerintah Hindia Belanda. Akibatnya, Peradilan Agama dan aparatur

yang bekerja di dalamnya menjadi kerdil, tertutup, dan tidak percaya diri. 5

Sejalan dengan perkembangan zaman, dimana era digital sudah banyak

dipahami masyarakat. Teknologi informasi menjadi andalan untuk menyelesaikan

tugas dan fungsi, Peradilan Agama mulai dikenal di tengah-tengah masyarakat dan

mendapat tempat di hati mereka. Masyarakat mulai percaya dengan Hakim

Pengadilan Agama dan pemerintah juga sudah memberikan perhatian yang sangat

besar kepada Peradilan Agama.

Hal itu dibuktikan dengan banyaknya unsur pimpinan di Pengadilan Agama

yang menjadi anggota Muspida atau Muspika-plus, para Hakim Pengadilan Agama

banyak diundang dalam setiap acara-acara kenegaraan, dilibatkan dalam kegiatan

keagamaan (MTQ, kepengurusan MUI, ormas Islam), diundang sebagai pembicara

4 ."Sistem Ketatanegaraan Indonesia sejak Amandemen UUD 1945," Harian Sumatera, Januari
2013.
5.Wawancara Khusus H. Andi Syamsu Alam dalam rangka rencana penulisan buku Biografi
H. Andi Syamsu Alam, Ruang Kerja Tuada Uldilag MA RI Jakarta, 7 Februari 2013.
dalam seminar hukum dalam dan luar negeri, menjadi dosen tamu di berbagai

perguruan tinggi ternama untuk mengajar Hukum Acara Peradilan Agama dan

Hukum Ekonomi Syariah dan masih banyak lagi.

Kendatipun demikian, bukan berarti upaya membumikan Peradilan Agama

terhenti dan mati suri. Justru dengan hadirnya teknologi informasi dan era digital,

upaya membumikan Peradilan Agama harus dilakukan secara gradual dan

teroganisir. Salah satu caranya adalah melalui media komunikasi massa berbasis

digital.

Tulisan ini sekedar langkah awal untuk menyatukan persepsi dalam rangka

merumuskan rencana membumikan Peradilan Agama di Indonesia.

PERADILAN AGAMA YANG MEMBUMI

H. Busthanul Arifin menegaskan bahwa membumikan Peradilan Agama

dapat dibangun melalui strategis pemasaran Peradilan Agama itu sendiri.

Pemasaran terhadap Peradilan Agama itu sendiri adalah pemasaran terhadap

Hukum Islam di Indonesia sehingga lebih berarti lagi. Hal itu dikarenakan rekayasa

Belanda dulu yang menjadikan trikotomi antara hukum Islam, hukum Belanda

(civil) dan hukum Adat sehingga menjadikan ketiga hukum itu berbenturan.6

Istilah memasarkan yang disebut Busthanul, pada hakikatnya adalah usaha

menunjukkan kepada pihak-pihak dalam trikotomi itu apa sebenarnya hukum Islam

itu dan apa sebenarnya yang disebut dengan hukum (umum) itu. Dengan demikian,

akan terbentuk kesamaan persepsi tentang hukum Islam, yang berarti pula

kesamaan persepsi tentang Peradilan Agama itu sendiri.

Dengan kata lain, pemasaran Pengadilan Agama adalah penciptaan

conditioning (kondisi) masyarakat terhadap Pengadilan Agama itu. Kondisi itu

6 .Gagasan Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, SH dalam rangka memperkuat peran Peradilan
Agama di Indonesia, selengkapnya lihat buku beliau dalam Transformasi Hukum Islam ke Hukum
Nasional Bertenun dengan benang-benang kusut, Yayasan Al Hikmah, Jakarta, 2001, h. 161.
sangat diperlukan karena pengertian dan eksistensi Pengadilan Agama telah

diobrak-abrik oleh pejajahan Belanda dulu.7

Lebih jauh, Busthanul menyimpulkan, pemasaran Pengadilan Agama dapat

dilakukan dua pihak, intern dan ekstern. Pertama, secara intern adalah Pengadilan

Agama itu sendiri. Harus ada kepercayaan pada diri setiap pejabat Pengadilan

Agama yang dalam susunan ketatanegaraan adalah pelaksana kekuasaan

kehakiman di Indonesia. Sedangkan secara ekstern, harus ditunjukkan bahwa tugas

dan tanggung jawab pejabat di Pengadilan Agama sama beratnya dengan tugas dan

tanggung jawab dengan pejabat di lingkungan peradilan umum (PN, PTUN, Dilmil,

dan MK).

Penguasaan informasi adalah keharusan, edukasi melalui informasi adalah

sebuah terobosan baru dalam rangka pelayanan publik dan peningkatan kinerja

masing-masing aparatur Peradilan Agama di Indonesia. Salah satu upaya

memasarkan Peradilan Agama adalah pelaksanaan media massa di setiap satuan

kerja. Maksudnya, badan peradilan agama yang berpusat di Jakarta perlu

membentuk media center sebagai wadah tunggal pelaksanaan monitoring

berjalannya arus informasi di setiap satuan kerja.

PENTINGNYA MEDIA CENTER

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai 'perantara', yaitu perantara

antara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a receiver). Sementara center

adalah pusat, bagian tengah, atau menempatkan di tengah-tengah.

Media center dapat diartikan sebagai alat atau bahan yang dipakai untuk

mencapai tujuan penyampaian informasi dan program ke-humasan, seperti

televisi, radio, majalah, Koran, internet, buku, dan tele-conference.

Secara lebih luas lagi, pengertian Media Center merupakan wahana

pelayanan informasi dan program kehumasan tentang kebijakan pimpinan Badilag

7. H. Busthanul Arifin, Ibid, h. 173.


yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Tujuan pembangunan Media

Center adalah untuk mendukung pelaksanaan tugas pimpinan Badilag dan satuan

kerja di daerah khususnya dalam penyebarluasan informasi untuk kebutuhan

publik. 8

Media Center dirancang untuk mengembangkan pelayanan informasi kepada

publik dan satuan kerja sebagai bagian dari upaya mendorong masyarakat dalam

mendapatkan informasi yang akurat, cepat, mudah dan terjangkau.

Keberadaan Media Center merupakan satuan gugus tugas yang berada dan

melekat secara operasional pada Media Center pada tingkat PTA dan PA, yaitu

pusat pengelola informasi yang dikelola oleh Tim TI dan pejabat kehumasan dan

keprotokolan yang ada di PA-PA seluruh Indonesia sebagai bagian dari upaya

melaksanakan program pelayanan publik.

Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa Media Center adalah pusat in-

formasi dan kehumasan milik Peradilan Agama baik pada tingkat PTA maupun

pada level PA yang mempunyai jaringan ke tingkat PTA dan PA-PA seluruh

Indonesia. Tujuannya adalah sebagai pusat penyampaian informasi dan kehumasan

dalam menjalankan program kerja Badan Peradilan Agama dan Urusan Peradilan

Agama (Uldilag MA). Informasi itu dapat berupa liputan jurnalistik seputar

kegiatan pimpinan PTA, PA, dan kebijakan yang perlu diketahui publik, serta

pengumpulan data-data (bank data) dari setiap PTA/PA (satker).

Adapun fungsi Media Center, adalah :

1. Pengumpulan, penyaringan, dokumentasi dan penerbitan;

2. Perumusan pembinaan hubungan dengan Badilag dan masyarakat serta

publikasi; dan

3. Perumusan kebijakan fasilitasi pelaksanaan penerangan masyarakat.9

8 . Alimuddin, Bunga Rampai Hakim Progresif, PTA Medan dan Penerbit Limas, Medan, 2012, h.
91
9 .Alimuddin, Ibid, h. 93.
Pada era digital sekarang ini, Media Center perlu memiliki jaringan dengan

beberapa media yang merupakan partner (media partner) sekaligus sebagai mitra

kerja dalam menginformasikan kebijakan pimpinan Peradilan Agama. Media yang

menjadi partner tersebut adalah media cetak, media elektronik, media online,

jejaring sosial, baik dalam negeri maupun luar negeri. Di samping itu, beberapa

penerbitan, baik dalam bentuk buku, maupun majalah menjadi bagian dalam

rangka menunjang terwujudnya program kehumasan dan keprotokolan di

lingkungan Peradilan Agama.

Selain yang penulis paparkan di atas, Media Center juga berfungsi untuk me-

nyerap informasi dari berbagai kalangan dengan mengolah data. Data-data tersebut

dianalisa yang nantinya menjadi sebuah informasi untuk disampaikan kepada unsur

pimpinan di satuan kerjanya masing-masing. Media center menghasilkan produk

informasi berupa naskah (press release) dan berupa rekaman (audio visual) yang ter-

dokumentasikan dengan baik.10

Sumber daya manusia yang mengelola Media Center ini terdiri dari personal

yang mampu/kompeten di bidang Informasi dan komunikasi dengan kegiatan

mengumpulkan, mengolah dan menganalisa serta mengemas informasi, untuk

dijadikan bahan masukan bagi kebijakan pimpinan lebih lanjut. Sumber daya

manusia ini juga harus mampu membuat program, jadwal pemanfaatan dari Media

Center ini.

Spesifikasi pengelola Media Center yang idealnya adalah Hakim sebagai staf

ahli yang memiliki latar belakang jurnalistik, kehumasan, keprotokolan, dan

memahami seluk-beluk komunikasi massa. Sehingga diharapkan mampu meng-

hasilkan produk-produk layanan informasi yang berkualitas, dibantu oleh beberapa

orang pelaksana administrasi maupun teknis (tim TI).

EPILOG

10 .Alimuddin, Ibid, h. 94. Bandingkan dengan Alimuddin, Panduan Menulis Berita Hukum Bagi
Operator Website, PTA Medan dan Penerbit Limas, Medan, 2012, h. 46.
Harus ada perubahan menuju hari esok, perubahan semestinya dimulai sejak

dini karena perubahan adalah awal menjadikan pribadi sukses. Ungkapan tersebut

penulis dengar ketika merencanakan penulisan buku biografi Ary Ginanjar Agustian

pendiri dan CEO ESQ Leadership Center Jakarta.

Sebagai seorang Hakim Pengadilan Agama, penulis tentunya memberikan

apresiasi kepada H. Andi Syamsu Alam dan pimpinan Badilag yang sudah

mengantarkan Peradilan Agama menjadi peradilan yang modern, berwibawa,

kokoh, dan berkualitas.

Meskipun begitu, hal-hal yang tercatat dalam tulisan ini, hendaknya dapat

menjadi masukan yang membangun, antara lain:

1. Pada era yang berbasis digital dewasa ini, aparatur Peradilan Agama harus

membumi dan tidak lagi melangit, caranya dengan membuka diri dan

membangun jaringan semestinya.

2. Teknologi informasi dapat diakses setiap saat, hendaknya menjadi alat untuk

mencapai tujuan. Yaitu mengenalkan Peradilan Agama kepada masyarakat,

baik melalui media informasi seperti internet, jejaring sosial, maupun media

komunikai lainnya berbentuk program kerja, seminar, pelatihan, dan diskusi

ilmiah.

3. Media center adalah solusi alternatif bagi satuan kerja untuk membumikan

Peradilan Agama di tengah-tengah masyarakat. Media center yang dimaksud

adalah pusat informasi yang layak dikonsumsi masyarakat melalui program

kehumasan yang ada di PTA/PA seluruh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai