Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PAPER

PERDAGANGAN PRODUK PERIKANAN BERDASARKAN


PENDEKATAN BORDER CROSSING ATAU SMUGGLING YANG
TERJADI DI PROVINSI NTT SEBAGAI PROVINSI DI NKRI YANG
BERBATASAN DENGAN TIMOR LESTE DAN AUSTRALIA

NAMA : KRISANTUS KONSAGA TAE

NIM : 2023813022

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS PERIKANAN

JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI

KUPANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan pelagis kecil merupakan kelompok ikan yang sangat beragam, terutama terdiri dari
kelompok ikan planktivores yang memiliki habitat pada lapisan permukaan kolom air di atas
landas kontinen pada kedalaman yang tidak lebih dari 200 meter dan memiliki berat maksimal
kurang dari 500 gram (Dalzell, 1993). Lebih lanjut Doray et al. (2018) menyatakan bahwa ikan
pelagis kecil aktif bergerak dan kelimpahan populasinya berfluktuatif dan berubah sangat cepat
(Merta et al., 1998; Chambers dan Trippel, 2012), selain itu mempunyai laju pertumbuhan cepat
dan mortalitas alami tinggi (Sadhotomo dan Atmaja, 2012) sehingga pengelolaannya menjadi
sangat sulit (Bakun, 1996).
Sumber daya ikan pelagis kecil memegang peranan penting bagi kehidupan nelayan dan
masyarakat di Kabupaten Belu. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi sumber daya ikan pelagis
kecil terhadap total produksi ikan laut kabupaten Belu sekitar 60% (DKP Belu, 2018). Lebih
lanjut data statistik perikanan tangkap Provinsi NTT tahun 2018 menunjukkan bahwa terdapat 13
jenis ikan pelagis kecil yang memberikan kontribusi terhadap total produksi ikan laut di
Kabupaten Belu. Terdapat empat jenis ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap dalam
beberapa tahun terakhir dan memberikan kontribusi sekitar 50% terhadap produksi perikanan
pelagis kecil, yaitu: jenis layang (Decapterus sp.), selar (Selaroides sp.), tembang (Sardinella
sp.), dan terbang
(Hirundichthys sp.). Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini keempat jenis ikan
tersebut dianggap dapat mewakili kondisi sumber daya ikan pelagis kecil di Kabupaten Belu dan
dikaji untuk penerapan pengelolaan EAFM.
Kabupaten Belu adalah wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Negara Timor Leste,
di mana kedua negara berbagi wilayah perairan Selat Ombai (Abidin et al., 2003). Sumber daya
perikanan Selat Ombai dimanfaatkan secara bersama oleh nelayan kedua negara, sehingga secara
pengelolaan termasuk perikanan lintas batas (transboundary fishery). Aktivitas perikanan
termasuk ke dalam skala kecil, yakni sekitar 95% armada tangkapnya terdiri atas perahu tanpa
motor dan perahu motor tempel dan lebih dari 95% alat tangkap pasif untuk perairan dangkal
(DKP Belu, 2018) dan hasil tangkapan berupa ikan pelagis kecil umumnya dipasarkan secara
lokal. Kondisi pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Belu saat ini belum optimal. Isu
utama di wilayah perbatasan adalah potensi konflik daerah penangkapan ikan antara nelayan
Indonesia dan Timor Leste dan juga rawan akan kegiatan illegal fishing. Pemanfaatan potensi
perikanan belum optimal dalam hal kontribusi yang rendah dari sub-sektor perikanan terhadap
pendapatan dan kesejahteraan nelayan serta PAD. Untuk mencapai pengelolaan yang lebih baik
diperlukan berbagai upaya perbaikan melalui interaksi, komunikasi, dan koordinasi antar
pemangku kepentingan (stakeholders). Sehubungan dengan itu, maka penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis performa pengelolaan perikanan pelagis kecil di wilayah ini dengan
pendekatan EAFM, selanjutnya merumuskan keputusan taktis untuk strategi pengelolaan
perikanan di masa mendatang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana jenis perdagangan produk perikanan di provinsi NTT?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui jenis perdagangan produk perikanan di provinsi NTT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Tangkap
 Potensi perikanan tangkap
Potensi perikanan tangkap di provinsi Nusa Tenggara Timur cikup besar, namun yang
dikelola masih rendah, baru sekitar 40 % dari potensi lestari yaitu sebesar 388,7 ton
per tahun dengan tangkapan utama berupa ikan pelagis, yaitu ikan Tuna, Cakalang,
Tenggiri, Selar, Kembung dan ikan domersil yaitu berupa ikan Kerapu, Kakap,
Lobster, Cumi, Kerang dll.
 produksi
Produksi perikanan tangkap dalam lima tahun terakhir (tahun 2012 sampai dengan
tahun 2016) berdsarkan jenis ikan, dan volume produksi adalah sebagai:
 Ikan Tuna
Ikan Tuna termasuk ke dalam famili Scombridae. Ikan Tuna adalah ikan perenang
cepat dan hidup bergerombol sewaktu mencari makan. Produksi Ikan Tuna di
provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2012 mencapai 1.708.89 ton dan tahun
2013 produksi ikan Tuna mencapai 3,613.23 ton, atau mengalami peningkatan
sebesar 52.70%, tahun 2014 produksi Ikan Tuna mencapai 3,901.60 ton atau
mengalami peningkatan sebesar 7.39%, sedangkan pada tahun 2015 produksi ikan
Tuna mencapai 3,901.60 ton, atau tidak mengalami peningkatan, dan pada tahun
2016 produksi mencapai 1.070 ton atau mengalami penurunan sebesar 264.63%.
Berdasarkan tabel 5., diketahui bahwa kontribusi produksi Ikan Tuna tertinggi
dalam lima tahun terakhir berada di kabupaten Alor, Kabupaten Lembata dan
kabupaten Sumba Timur.
 Ikan Tongkol
Ikan Tongkol termasuk dalam famili Scombridae. Ikan Tongkol merupakan salah
satu sumber daya ikan pelagis besar dan produksi ikan ini umumnya lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis ikan pelagis besar lainnya.
2.2 Perikanan Budidaya
 Potensi Perikanan Budidaya
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai provinsi pengahasil rumput
laut terbesar di Indonesia. Komoditas ini mejarai komoditas budidaya di Nusa
Tenggara Timur, meski sampai dengan saat ini pemanfaatanya tergolong masih
rendah apabila dibandingakan dengan luas area yang masih bisa untuk dimanfaatkan
sebagai lokasi untuk pembudidayaan.
 Produksi
 Rumput Laut
Produksi rumput laut di Povinsi Nusa Tenggara Timur dalam kurun waktu lima
tahun terakhir yaitu tahun 2012 sampai dengan tahun 2016. Pada tahun 2012
mencapai 1,185,014.49 ton, pada tahun 2013 produksi mencapai 1,802,090.34 ton
atau mengalami peningkatan sebesar 34.24%, pada tahun 2014 produksi mencapai
1,967,844.69 ton meningkat sebesar 8.42% pada tahun 2015 produksi mencapai
2,056,151.51 ton atau terjadi peningkatan sebesar 4.29%, dan tahun 2016
produksi mencapai 1,836,847.09 ton terjadi penurunan sebesar 11.94%.
 Ikan Mas
Pada tahun 2012 mencapai 476.22 ton, pada tahun 2013 produksi mencapai
394.32 ton atau mengalami penurunan sebesar 20.77%, pada tahun 2014 produksi
mencapai 428.72 ton meningkat sebesar 8.02% pada tahun 2015 produksi
mencapai 439.87 ton atau terjadi peningkatan sebesar 2.53%, dan tahun 2016
produksi mencapai 459.69 ton terjadi peningkatan sebesar 4.31%.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kabupaten Belu adalah wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Negara Timor Leste,
di mana kedua negara berbagi wilayah perairan Selat Ombai (Abidin et al., 2003). Sumber daya
perikanan Selat Ombai dimanfaatkan secara bersama oleh nelayan kedua negara, sehingga secara
pengelolaan termasuk perikanan lintas batas (transboundary fishery). Aktivitas perikanan
termasuk ke dalam skala kecil, yakni sekitar 95% armada tangkapnya terdiri atas perahu tanpa
motor dan perahu motor tempel dan lebih dari 95% alat tangkap pasif untuk perairan dangkal
(DKP Belu, 2018) dan hasil tangkapan berupa ikan pelagis kecil umumnya dipasarkan secara
lokal. Kondisi pengelolaan perikanan tangkap di Kabupaten Belu saat ini belum optimal.

Anda mungkin juga menyukai