Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rizky Nugroho Santoso

NIM : 200810301113
Kelas / Matkul : C / Perilaku Organisasi

Ujian Akhir Semester

1. Di dalam kehidupan organisasi, beberapa orang direkrut guna membantu melakukan


aktivitas dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kemudian, mereka akan diberikan
tugas untuk melakukan suatu pekerjaan, lalu mereka akan dikelompokkan antara satu
anggota dengan yang lain agar pekerjaan mereka bisa lebih efektif. Walaupun ketika
seorang karyawan bergabung dengan organisasi tertentu, mereka sudah membekali
dirinya dengan kemampuan dan karakteristik yang pastinya akan berbeda pada setiap
orangnya dan perbedaan ini tidak mudah berubah dalam jangka waktu yang pendek,
dalam menjalankan aktivitasnya mereka perlu berinteraksi dan terkadang bergantung
pada karyawan lain. Dari proses interaksi dan saling kebergantungan inilah yang
membuat terbentuknya kelompok-kelompok dalam organisasi dengan segala peran dan
normanya.
Kehadiran kelompok dalam kehidupan organisasi sering kali mempengaruhi perilaku
individu karyawan. Hal ini dikemukakan “Orlando Behling” yang menyatakan bahwa
secara umum, pengaruh kelompok terhadap perilaku individu karyawan baik pengaruh
positif maupun pengaruh negative dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (a) social
facilitation, (b) social loafting, dan (c) deindividuation. Social facilitation merupakan
pengaruh positif karena dengan kehadiran kelompok seorang karyawan yang secara
individual tidak bisa bekerja dengan baik justru kinerjanya menjadi positif setelah
bergabung dengan kelompok. Social loafting merupakan pengaruh sebaliknya.
Terkadang dengan kehadiran kelompok seorang yang semula profuktif misalnya bisa
menjadi tidak produktif karena pengaruh kelompok, hal ini terjadi terutama karena
orang tersebut menjadi bergantung pada anggota kelompok lainnya kurang
menunjukkan usaha kerasnya. Yang terakhir yaitu deindividuation, merupakan
penghilangan jati diri seseorang karena bergabung dengan kelompok.

2. Umumnya semua kejadian yang berasal dari luar diri seseorang sangat potensial
menimbulkan stress. Secara sistematis semua kejadian tersebut dapat dikelompokkan
menjadi 4 kelompok, yaitu:
a. Stressor yang bersifat individual, yakni semua faktor lingkungan yang
mempengaruhi seseorang secara langsung dalam melakukan pekerjaan.
b. Stressor karena dinamika kelompok, misalnya hubungan atasan bawahan.
c. Stressor yang bersumber pada organisasi dan menyebabkan sebagian besar
karyawan mengalami stress, seperti kebijakan organisai.
d. Stressor yang disebabkan karena kejadian di luar organisasi, misalnya biaya hidup
yang terus meningkat.

Dari keempat yang sudah disebutkan diatas, stressor yang bersumber dari organisasi
merupakan sumber stress yang dapat dikendalikan oleh manajemen. Hal ini karena
sumber stress ini disebabkan karena faktor organisasi.

Untuk mengurangi stress, organisasi dalam hal ini pihak manajemen bisa melakukan
beberapa hal, contohnya saja yaitu menyusun jenjang karier karyawan, membuat
program supaya lingkungan kerja lebih kondusif, , mengurangi tingkat konflik dengan
memperjelas peran masing-masing karyawan, serta membangun kualitas kehidupan
kerja (quality of work life).

3. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa komunikasi informal adalah komunikasi antara
orang yang ada dalam suatu organisasi, akan tetapi tidak direncanakan atau tidak
ditentukan dalam struktur organisasi. Terbentuknya komunikasi informal disebabkan
karena karyawan merasa tidak puas dengan komunikasi formal. Karyawan kadang-
kadang lebih percaya dengan informasi yang beredar di luar jalur resmi. Atau dengan
kata lain, komunikasi formal kadang dianggap tidak cukup dan perlu didukung oleh
komunikasi informal. Sehingga hal ini perlu digaris bawahi bagi para manajer agar
tidak mengabaikan adanya komunikasi informal di dalam kehidupan organisasi.

4. Konflik disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi di antara kelompok yang
merugikan organisasi atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi. Hal tersebut
perlu segera ditanggulangi agar tidak merembet ke arah yang lebih luas lagi dan
merusak kehidupan organisasi. Ada lima cara untuk mengatasi jenis konflik
disfungsional, yaitu integrasi, akomodasi, dominasi, menghindar dan kompromi.
Kelima cara ini didasarkan pada dua pertimbangan utama, yaitu sejauh mana
seseorang mempetimbangkan kepentingan diri sendiri dan sejauh mana dia
mempertimbangkan untuk memenuhi kepentingan orang lain.

Negosiasi sering merupakan proses pengambilan keputusan dengan cara saling


menerima dan memberi antara pihak-pihak yang saling bergantung tetapi masing-
masing pihak memiliki preferensi berbeda. Oleh karena itu, negosiasi sering disebut
sebagai proses tarik ulur atau tawar menawar menuju sebuah kesepakatan. Sedangkan
manajemen konflik merupakan upaya untuk mengelola konflik baik konflik fungsional
maupun disfungsional. Jadi bisa dikatakan bahwa negosiasi lebih luas dari sekedar
resolusi konflik. Negosiasi sendiri dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe distributif
dan integratif. Tipe distributive adalah mekanisme pengambilan keputusan dalam
negosiasi yang tujuannya untuk memenangkan tawar-menawar. Sedangkan pada tipe
integratif, negosiator berusaha secara optimal untuk mencapai kesepakatan.

Anda mungkin juga menyukai