Anda di halaman 1dari 3

Jakarta, 3 April 2023

JAWABAN DALAM PERKARA

Hal : Permohonan Pengujian Pasal 15 Ayat (2) huruf h Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Antara :

Dr.Krisna Laksana, S.H., M.H. Selaku Pemohon 1


Dr. Lucy, S.H., M.H. Selaku Pemohon 2

Lawan

Presiden Republik Indonesia Selaku Termohon.

Dengan hormat,
Untuk dan atas nama Termohon dengan ini menyampaikan jawaban sebagai berikut :

I. DALAM EKSEPSI :

1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum


(legal standing), sehingga Permohonan a quo harus dinyatakan tidak
dapat diterima.
2. Menolak Permohonan a quo untuk seluruhnya.
3. Menerima Keterangan DPR secara keseluruhan.
4. Menyatakan Menyatakan frasa “kecuali advokat” dalam Pasal 15 ayat (2) huruf h
UU MK Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.
5. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) huruf h UU MK sah dan memiliki kekuatan hukum
mengikat sepanjang frasa “kecuali advokat” tersebut tidak dihilangkan

II. DALAM POKOK PERKARA :


1. Segala uraian dalam pokok perkara ini secara mutatis mutandis merupakan satu
kesatuan dengan uraian dalam eksepsi di atas.

2. Bahwa selanjutnya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, selanjutnya


disebut “MK”, berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang sifatnya bersifat final, untuk menguji UU terhadap UUD NRI 1945. Hal
ini diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pada Pasal 24C Ayat (1) UUD NRI
1945. Pasal 10 ayat (1) UU MK, Pasal 29 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, selanjutnya disebut
“UU KK”, dan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, selanjutnya disebut
“UUP3” [bukti P-4], yang masing-masing mengatur sebagi berikut :
 Pasal 24C Ayat (1) UUD NRI 1945 :
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
 Pasal 10 ayat (1) huruf a UU MK :
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, ……...”
 Pasal 29 ayat (1) UU KK :
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, ……...”
 Pasal 9 Ayat (1) UU P3 :
“Dalam hal suatu Undang-undang diduga bertentangan dengan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh
Mahkamah Konstitusi”

3. Bahwa sesuai dengan Pasal 4 Ayat (1) dan (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi
Nomor : 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian
Undang-Undang, selanjutnya disebut “PMK 6/2005” [bukti P-6] menjelaskan
permohonan pengujian di MK meliputi pengujian materiil, yang berarti
pengujian yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau
bagian dalam UU yang dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945, yang
dikutip sebagai berikut :
 Pasal 4 Ayat (1) PMK 6/2005 :
“Permohonan pengujian UU meliputi pengujian formil dan/atau pengujian
materiil”
 Pasal 4 Ayat (2) PMK 6/2005 :
“Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan
dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan
UUD 1945.”

4. Bahwa kewenangan MK untuk menguji materikan UU terhadap UUD NRI


1945, sebagaimana disebutkan terdahulu, berlaku sebagai UU yang
diundangkan sebelum atau setelah perubahan pertama UUD NRI 1945 pada
tanggal 19 Oktober 1999. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam pasal 1 angka
(23) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU MK,
selanjutnya disebut “UU MK Perubahan” [bukti P-5], yang menghapus
keberlakuan Pasal 50 UU MK, yang mengatur pembatasan kewenangan MK
untuk mengujimateriilkan UU yang ditertibkan setelah perubahan pertama
UUD NRI 1945. Bahkan, pengesampingan akan keberlakuan Pasal 50 UU MK
telah diafirmasi oleh MK itu sendiri melalui putusannya dalam Putusan MK
Nomor 004/PUU-I/2003 dan Nomor 006/PUU-II/2004. [bukti P-6]
5. Bahwa dengan UU MK yang diundangkan pada tanggal 29 September 2020,
maka UU tersebut merupakan UU yang diundangkan setelah UUD NRI 1945
(Perubahan Pertama) tanggal 19 Oktober 1999. Dengan kata lain UU MK
merupakan salah satu UU yang materi muatannya layak untuk diujimateriilkan
ke MK.

Maka berdasarkan segala alasan yang dikemukakan diatas, Termohon mohon kepada
Majelis Hakim Konstitusi agar berkenan memutuskan sebagai berikut:

DALAM EKSEPSI
1. Menerima Eksepsi Termohon ;
2. Menereima eksepsi Termohon tentang Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum
(legal standing), sehingga Permohonan a quo harus dinyatakan tidak
dapat diterima.

DALAM POKOK PERKARA


1. Menolak gugatan Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
pemohon tidak diterima ;
2. Munghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara ini.

Apabila Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi


berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Demikian, Keterangan dari DPR disampaikan sebagai bahan pertimbangan bagi Yang Mulia
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusan.

Hormat Kami,

Kuasa Hukum Termohon

(Krisna Rya, S.H.,M.H.,)


(Imam Setiohargo, S.H.,M.H.,)
(Endi Sugandi, S.H.,M.H.,)
(Dudi Iskandar, S.E.,M.H.,)

Anda mungkin juga menyukai