Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

STUDI KASUS KRISIS EKONOMI DAN SOLUSI DARI SISI KEBIJAKAN


MONETER (Negara Amerika, Indonesia, Timur-tengah, dan Malaysia)

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Modal yang di ampu oleh Bapak Fahrurrozi M.E.I.

Oleh :

Hoirun Nisa (20383032017)


Ika Surya Yuliyanti
Imam Quroysi
Neztia Ayunda Pratiwi
Rofli Ainur Roziq

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI MADURA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha kuasa
karena telah memberikan kesempatan pada saya untuk menyelesaikan
makalah ini. Tak lupa sholawat serta salam tercurah limpahkan bagi
junjungan kita, Nabi besar, Nabi Muhammad SAW. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah saya yang
berjudul STUDI KASUS KRISIS EKONOMI DAN SOLUSI DARI SISI
KEBIJAKAN MONETER (Negara Amerika, Indonesia, Timur-tengah,
dan Malaysia).

Makalah STUDI KASUS KRISIS EKONOMI DAN SOLUSI


DARI SISI KEBIJAKAN MONETER (Negara Amerika, Indonesia,
Timur-tengah, dan Malaysia) disusun guna memenuhi tugas dari Ibu
Riskiyatul Khasanah, M.E. selaku pengampu Mata kuliah Ekonomi
Moneter di Institut Agama Islam Negri Madura. Saya juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi teman-teman STUDI KASUS
KRISIS EKONOMI DAN SOLUSI DARI SISI KEBIJAKAN MONETER
(Negara Amerika, Indonesia, Timur-tengah, dan Malaysia). Saya
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Riskiyatul
Khasanah, M.E. selaku pengampu Mata kuliah Ekonomi Moneter. Tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni kami. kami juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Pamekasan, 02 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Resesi ekonomi yang di mulai pada tahun 2008 di Amerika serikat
telah menyebabkan jutaan orang di Amerika Serikat dan di seluruh dunia
kehilangan properti dan pekerjaannya. Krisis yang di mulai di Amerika
Serika tersebut dalam waktu singkat menjadi sebuah krisis ekonomi yang
berskala global. Hal ini tentu saja menjadi suatu pertanyaan besar di
karenakan ilmu ekonomi yang sangat mendukung keberadaan pasar bebas
dan globalisasi yang di asumsikan mampu membawa kemakmuran dan
bukan sebaliknya yakni terjadi sebuah kesulitan1 .Krisis ekonomi ini
kemudian menejadi suatu pembahasan yang menarik untuk bagaimana
krisis ini berawal dan bagaimana hal ini mempengaruhi perekonomian
dunia termasuk Cina2.

Namun bukan hanya Amerika saja. Perkembangan ekonomi suatu


negara pasti mengalami kondisi pasang surut (siklus) yang pada periode
tertentu perekonomian Tumbh pesat dan pada periode lain tumbuh
melambat. untuk mengelola dan mempengaruhi perkembangan
perekonomian agar dapat berlangsung dengan baik dan stabil. Pemerintah
atau otoritas moneter biasanya melakukan langkah-langkah yang di kenal
dengan kebijakan ekonomi makro. Inti dari kebijakan tersebut pada
dasarnya adalah pengelolaan sisi permintaan dan sisi penawaran suatu
perekonomian agar mengarah pada konsisi keseimbangan dengan tingkat
pertumbungan ekonomi yang berkesinambungan3.

Dalam penerapan kebijakan Moneter ini tidak dapat di lakukan


secara terpisah dengan penerapan kebijakan moneter lainnya. seperti
kebijakan fiskal, kebijakan sektor rill, dan lain lain. mengingat keterkaitan
1
Joseph E. Stiglitz. “Freefall”, (New York : W.W. Norton & Companny Inc, 2010) hal. 2
2
ibid
3
Perry Warijoyo dan Solikin, “Kebijakan Moneter di Indonesia” (Jakarta: Pusat Pendidikan dan
studi Kebanksentralan (PPSK) BI 2003). hal. 6.
antara kebijakan moneter dan kebijakan ekonomi makro lain yang sangat
erat. Selain itu pengaruh kebijakan-kebijakan yang di terapkan secara
bersama-sama memungskinkan adanya arah yang bertentangan sehingga
saling memperlemah4.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana studi kasus terjadinya Krisis Ekonomi di Negara Amerika
Serikat?
2. Bagaimana studi kasus terjadinya Krisis Ekonomi di Nrgara
Indonesia?
3. Bagaimana studi kasus terjadinya Krisis Politik-Ekonomi di Negara
Timur tengah?
4. Bagaimana studi kasus terjadinya Krisis Ekonomi di Negara Malaysia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui studi kasus terjadinya Krisi Ekonomi di Negara
Amerika.
2. Untuk mengetahui studi kasus terjadinya Krisi Ekonomi di Negara
Indonesia.
3. Untuk mengetahui studi kasus terjadinya Krisi Politik-Ekonomi di
Negara Timur Tengah.
4. Untuk mengetahui studi kasus terjadinya Krisi Ekonomi di Negara
Malaysia.

BAB II
4
Perry Warijoyo dan Solikin, “Kebijakan Moneter di Indonesia” (Jakarta: Pusat Pendidikan dan
studi Kebanksentralan (PPSK) BI 2003). hal. 6.
PEMBAHASAN

A. Studi Kasus Krisis Ekonomi di Negara Amerika Serikat


1. Studi Kasus terjadinya Krisis Ekonomi di Amerika Serikat
Krisis mempunyai pengertian yang luas, menurut Harberler krisis
diartikan:“Penyimpangan kegiatan ekonomi yang menyolok dan
merupakan titik awal gerak kegiatan ekonomi yang menurun/ down-turn
atau the upper turning point”. sedangkan menurut Mitchell’s krisis
merupakan suatu kondisi ekonomi yang sudah mengalami/agak resesi
(rather than recession)5.
Terintegrasinya dunia, pergeseran nilai yang terjadi di internal suatu
kawasan tampak akan berpengaruh kepada negara-negara lain di dunia
yang melakukan perdagangan internasional. Runtuhnya supremasi
Amerika Serikat yang kini terancam resesi, dimungkinkan akan
berdampak terhadap ekonomi negara-negara lain di dunia. Amerika adalah
negara adi daya (super power ) yang memiliki kekuatan ekonomi terkuat
di dunia, dan memberikan kontribusi sekitar 20 - 30% dari perputaran
ekonomi dunia. Ekonomi Amerika Serikat memiliki PDB (Pendapatan
Domestik Bruto) sebesar US $ 13, 1 triliun, setara 20% dari PDB dunia
pada tahun 2007. PDB Amerika Serikat naik pada kuartal ke tiga sebesar
4,9%, bahkan masih memiliki daya beli konsumen yang tinggi (IKK 90,6),
ternya ta tidak mampu menopang ekonominya akibat krisis kredit pada
pasar mortgage senilai US $ 1,8 triliun. Masa hadapan Amerika Serikat
mengalami penurunan ekonomi dan menghadapi pesaing baru China dan
India, namun tetap saja masih berpengaruh kuat dalam percaturan ekonomi
dunia6.
Sejak awal Maret 2008, telah terjadi lonjakan angka kerugian yang
dialami bank- bank investasi dunia yang ditaksir mencapai US $ 160
miliar, dan diprediksikan masih terus berlanjut dan berpotensi akan
menembus US $ 300 miliar, bahkan perkiraan para ahli moneter angka
kerugian boleh mencapai lebih dari US $1 triliun. Dalam laporan sidang

5
Teguh sihono, “Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Indonesia), Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Vol.5, No.2, Desember 2008, hal 174.
6
ibid hal 174-175
International Monetary Fund (IMF) dan IBRD yang dihadiri menteri
keuangan dan Gubernur Bank Sentral 185 negara pada 12 – 13 April 2008,
serta pertemuan G 7 pada April 2008 di Washington , memastikan
kerugian finansial akibat krisis subprime mortgage Amerika mencapai
hampir US $ 1. Angka yang sangat fantastis, tetapi jika mengacu proyeksi
kalkulasi yang tampak saat ini angka tersebut cukup realistis, wajarlah jika
terjadi kepanikan di sektor keuangan dunia.
Krisis di Amerika Serikat menjalar ke Eropa, merontokkan harga saham
global dan melemahkan dollar Amerika Serikat ke rekor tertinggi US $
1,4967 terhadap Euro, pada waktu ditetapkan tahun 1999 US$1,16675.
Bank-bank yang memiliki networking dalam ikatan investasi perumahan
dengan pelaku bisnis properti ikut kena dampaknya, sehingga membuat
kinerja perbankan mengalami kegoncangan hebat. Pasar saham global
tidak kuasa menanggulangi dampak mortgage, sehingga memukul pasar
saham pada level terpuruk, semakin sulit mendapat kepercayaan pelaku
pasarmodal, baik di pasar di Amerika maupun di kawasan dunia. Para
emiten tidak mampu beradaptasi pada perubahan yang drastis, maka
jatuhnya harga saham nyaris merontokkan portofolio beberapa korporat
ternama di dunia7.
Krisis kredit di Amerika Serikat berakibat kredit bertambah mahal dan
sulit diperoleh, banyak bank enggan member ikan pinjaman kepada
nasabah. Para banker lebih suka mencari aman (safety) dengan pola kredit
ketat, dan tindakan ini logis sebagai langkah preventif meminimalisasi
risiko dari pengaruh mortgage.
Menurut Merrill Lynch dan Goldman Sachs, Amerika Serikat telah
memasuki bahaya resesi, atas dasar: (1) keuangan rapuh, (2) pasar tetap
lemah, (3) ketidakjelasan bank-bank besar terkena da mpak krisis kredit,
(4) tingginya harga minyak, dan (5) lemahnya daya beli konsumen.
The Fed ( The Federal Reserve ) telah berhati-hati dalam mengambil
kebijakan guna menyelamatkan perekonomian. Terakumulasinya dana

7
Teguh sihono, “Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Asia), Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Vol.6, No.1, April 2009, hal 3.
besar di sektor perumahan telah melahirkan stagnasi yang berakibat
melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2007
yang diperkirakan tumbuh 2,3%, padahal tahun 2006 tumbuh 3,3%.
Keadaan ini juga diikuti dengan memburuknya keadaan sosial dengan
tingkat angka pengangguran sebesar 4,9%, sementara pada tahun 2006 3%.
Inflasi pada tahun 2006 sebesar 2,1% dan tahun 2007 meningkat menjadi
4,3%8.
Tidak hanya itu, Subprime mortgage ini juga mengacaukan bursa sejak
pertengahan tahun 2007 memanas, dan satu per satu perusa haan besar
berjatuhan seperti: Bear Stern, Morgan Stanley, Citigroup , bahkan
General Motor pun jatuh. Subprime mortgage penyebab krisis pasar uang
antar bank, menelan korban sampai Eropa dan Jepang. Bank-bank dan
perusahaan sekuriti telah menghapus buku asset, kerugian kredit per 1
April 2008 US $ 232 miliar. Banyak perusahaan menjadikan subprime
mortgage sebagai jaminan (underlying asset ) untuk surat-surat utang9.

2. Upaya untuk menanggulangi Krisis Ekonomi di Amerika Serikat


Untuk menanggulangi krisis, The Fed pada pertengahan Agustus 2007
bersama- sama dengan bank sentral Eropa dan Jepang, mengucurkan
likuiditas ke pasar uang bersama lebih dari US $400 miliar da menurunkan
suku bunga 50 bsp., guna mengatasi kepanikan para investor global. Tetapi
tampaknya moment kurang tepat, karena krisis perumahan sudah
menembus ke sektor real.
Guna membangkitkan gerakan kembali, sejak tanggal 18 September
2007 sampai akhir Desember 2007 The Fed funds rate diturunkan dari
5,25 % menjadi 4,25%, turun lagi menjadi 3,5% pada 22 Januari 2008 dan
3% pada akhir Januari 2008, bahkan menuju ke 2,5%. akan tetapi BOJ
Jepang dan ECB Zona Euro masih menahan laju suku bunga di tengah
tingginya inflasi akibat kenaikan harga energi. yang pada awalnya,
turunnya suku bunga berhasil mendorong laju bursa global (termasuk

8
Teguh sihono, “Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Asia), Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Vol.6, No.1, April 2009, hal 3.
9
Ibid hal.4
IHSG), akan tetapi pada 11 Desember 2007 terjadi penurunan sehingga
bursa global malah terpuruk naas.
Negara Amerika Serikat telah mengumumkan kebijakan stimulus fiskal
sebesar US$ 150 miliar berupa tax rebates US$ 800 per- rumah, pada
pertengahan Februari 2009 stimulus fiskal yang telah disetujui sebesar
US$ 787 miliar. The Fed menurunkan suku bunga, negara memberi
stimulus fiskal, agar daya beli masyarakat meningkat dan konsumsi pun
meningkat.
Menurut Bank Dunia, ekspansi di negara-negara berkembang akan
membantu membatasi dampak perlambatan ekonomi Am erika Serikat.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2008 sebesar 3,3%,
sedangkan tahun 2007 sebesar 3,6%. Prediksi IMF angka pertumbuhan
ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2008 tidak lebih dari 1,5% sedang
tahun 2007 masih 2,2%. The Fed memprediksikan antara 1,3% sampai
2,0%, dan prediksi Departemen Perdagangan Amerika Serikat merosot
tajam dari 4,9% kuartal III/2007 menjadi 0,6% pada kuartal IV/2007.
Buruknya kondisi ekonomi Amerika, menunjukkan lemahnya keuangan,
dan gejolak pasar uang yang meliputi: asuransi, sekuriti, sistem perbankan,
kartu kredit, kredit individu dan korporasi10.

3. Tindakan Pencegahan Krisis


Menyadari dampak yang cukup mencemaskan jika resesi apalagi
depresi benar- benar terjadi, maka Amerika Serikat serius melakukan
usaha pencegahan agar krisis tidak berkepanjangan dengan berbagai
kebijakan yaitu;
a. IMF berusaha merilis decoupling, agar keadaan krisis tidak menjalar
ke seluruh dunia, dengan melakukan mitra kerja dengan negara-negara
lain.

b. The Fed menurunkan suku bunga dari 4,25% menjadi 3,5% (12
Januari 2008), dan 3% (akhir Januari 2008), kemudian 2,5%, bahkan di

10
Teguh sihono, “Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Indonesia), Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Vol.5, No.2, Desember 2008, hal 177
kuartal I tahun 2009 mengarah pada 0% . Kebijakan ini bertujuan
mendongkrak harga sekuritas, dan jaminan rasa aman.

c. awal tahun 2008 pemerintah memberikan stimulus fiskal sebesar


US$150 miliar tax rebates) US$800 setiap rumah, dan pada
bulanFebruari 2009 direncakan stimulus fiskal sebesar US$787 miliar
(peningkatan daya beli).

d. The Fed dan Pemerintah Amerika Serikat melakukan positioning


yang tepat, dan berusaha mengembalikan kepercayaan pasar bisnis
internasional.

e. Menteri Keuangan Henry Paulson, menganjurkan agar sepuluh bank


besar di Amerika Serikat mencari suntikan dana segar yang berasal
dari luar APBN. Kebijakan moneter dan fiskal yang dilakukan ini, baru
mencapai pada tataran emergency menyelamatkan perekonomian11.

11
Teguh sihono, “Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Indonesia), Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Vol.5, No.2, Desember 2008, hal 179

Anda mungkin juga menyukai