Disusun Oleh :
BHP (berubah nama menjadi BHP Billiton sejak 2001 setelah bergabung dengan
BillIton PLC) didirikan di Australia pada tahun 1885 sebagai perusahaan yang bergerak
dalam penemuan, pengembangan, produksi sumber daya, pemasaran biji besi, baja,
batu bara,tembaga, gas dan minyak, berlian, perak, emas, timah, seng, dan beberapa
sumber daya alam lainnya. Papua Nugini adalah negara yang berbatasan dengan
Indonesia di barat dan Australia di selatan. Pada tahun 1975, Papua Nugini
mendeklarasikan kemerdekaan dari Australia. Papua Nugini merupakan negara yang
kaya akan sumber daya alam, khususnya sumber daya mineral. Namun, terlepas dari
pertumbuhannya yang pesat, Papua Nugini tercatat sebagai salah satu negara termiskin.
Pada tahun 1976, Papua Nugini memilih BHP untuk mengembangkan tambang
untuk mengeksploitasi deposit tembaga besar yang ditemukan pada tahun 1963 di sisi
barat negara itu di dataran tinggi pedalaman. Papua Nugini menempati bagian timur
pulau New Guinea (setengah lainnya milik Indonesia), hanya 150 mil dari ujung paling
utara Australia. Endapan tersebut terletak di kawasan Pegunungan Bintang di tengah
pulau di sepanjang perbatasan dengan Indonesia. Tambang tersebut akan berlokasi di
Gunung Fubilan, terletak sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut di hulu Sungai Ok
Tedi, yang airnya mengalir ke selatan, turun ke Sungai Fly, melalui dataran rendah, dan di
atas delta yang sangat besar hingga akhirnya bermuara ke Teluk Papua di Laut Karang
3.1 Kesimpulan
Hal tersebut menyebabkan masalah pada etika yang ada seperti etika sistemik
yang memiliki dampak positif pada sistem perekonomian pada pemerintah dan
masyarakat Papua Nugini, namun menyebabkan dilema pada sistem pemerintahannya.
Kemudian ada pun masalah pada etika korporasi yang memiliki dampak hilangnya mata
pencaharian dan kerusakan lingkungan. Dan yang terakhir adalah masalah pada etika
individu yang menyebabkan perbedaan pemikiran masyarakat mengenai kasus tersebut,
ada yang mendukung adapun yang menolaknya.
Maupun perusahaan tambang The Ok Tedi Copper Mine ini sudah bertanggung
jawab kepada masyarakat yang terkena imbas dari kegiatan pertambangan dengan
melakukan ganti rugi atas kerusakan yang telah diperbuatnya, tetapi yang dilakukan oleh
perusahaan ini tidak sebanding dengan kerusakan alam dari hasil penembangan limbah
sehingga dampak kerusakan lingkungan tersebut tidak dapat di minimalisir.
Dan saran dari kelompok kami berdasarkan kasus diatas adalah dibutuhkannya
sebuah ketegasan dari pemerintah untuk menerapkan hukum, syarat maupun aturan
terkait kegiatan pertambangan sehingga apabila hukum, syarat maupun aturan tidak
dapat dipenuhi oleh perusahaan penambangan maka pemerintah tidak boleh
memberikan izin untuk kegiatan penambangan. Hal ini dikarenakan apabila pemerintah
telah memberikan izin dan kemudian telah terjadi ketergantungan baik di pemerintahan
maupun di masyarakat serta telah terjadi kerusakan alam. Maka kedepannya akan lebih
sulit bagi pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat untuk melakukan perbaikan atas
masalah yang telah terjadi.