Anda di halaman 1dari 3

Product properties and benefits

Where to buy it
How to use it
How to maintain it
How to dispose of it

Pada eksperimennya, Pavlov memasang sebuah selang pada kelenjar liur seekor anjing untuk
mengukur jumlah produksi air liur anjing tersebut. Ia membunyikan sebuah bel dan setelah
beberapa detik kemudian memberikan makanan kepada anjing tersebut. Pemasangan stimulus
antara membunyikan sebuah bel dan memberikan makanan kepada anjing tersebut dilakukan
berulang kali dan direncanakan dengan sangat hati-hati. Pada awalnya, anjing tersebut akan
mengeluarkan air liur ketika makanan telah dimunculkan. Tidak lama kemudian, anjing tersebut
mengeluarkan air liur ketika mendengar suara bel.Bahkan pada eksperimennya, ketika Pavlov
menghentikan pemberian makanan, anjing tersebut masih mengeluarkan air liur setelah
mendengar suara bel. Anjing tersebut telah mengalami pengondisian klasik dalam mengeluarkan
air liur setelah mendengar suara bel.

Menurut Pavlov, refleks mengeluarkan air liur pada anjing tersebut terdiri dari sebuah stimulus
tidak terkondisi (unconditioned stimulus) berupa makanan, dan sebuah respon yang tidak
terkondisi (unconditioned response) yakni produksi air liur. Stimulus tidak terkondisi adalah
sebuah kejadian atau suatu hal yang menghasilkan sebuah respon secara otomatis atau
menghasilkan refleks yang alami. Sedangkan respon tidak terkondisi adalah respon yang
dihasilkan secara otomatis. Menurut Pavlov, proses pengondisian klasik terjadi ketika sebuah
stimulus netral (stimulus yang tidak atau belum menghasilkan sebuah respon tertentu)
dipasangkan secara teratur dengan sebuah stimulus tidak terkondisi selama beberapa kali.
Stimulus netral ini kemudian akan berubah menjadi stimulus yang terkondisi (conditioned
stimulus) yang menghasilkan sebuah proses pembelajaran atau respon terkondisi (conditioned
response), serupa dengan respon alamiah. Contoh pada eksperimen Pavlov adalah bel yang
dibunyikan. Sebelumnya bel yang dibunyikan tidak menghasilkan air liur pada anjing. Bel ini
kemudian menjadi sebuah stimulus terkondisi yang menghasilkan respons produksi air liur.
Advertising wearout merujuk pada fenomena di mana suatu kampanye periklanan menjadi
kurang efektif dari waktu ke waktu karena paparan yang berulang kepada audiens target. Secara
dasarnya, audiens menjadi bosan atau terganggu dengan pesan atau gambar yang sama,
menyebabkan mereka menjadi tidak peduli atau mengabaikan iklan. Hal ini dapat mengakibatkan
pengembalian investasi iklan yang menurun dan mungkin memerlukan perubahan pendekatan
kreatif atau strategi pesan untuk memulihkan efektivitasnya.

Konsep pengulangan tiga kali dalam periklanan adalah sebuah pendekatan di mana pesan
periklanan atau iklan disiarkan kepada audiens target setidaknya tiga kali untuk mencapai efek
yang lebih efektif dalam mempengaruhi pemirsa. Pendekatan ini didasarkan pada teori bahwa
pengulangan pesan atau iklan dapat membantu mengingatkan audiens tentang merek atau
produk, membangun kepercayaan, dan meningkatkan kesadaran merek.
Dalam praktiknya, pengulangan tiga kali dapat dilakukan melalui berbagai media periklanan,
seperti iklan televisi, iklan radio, iklan cetak, iklan daring, dan sebagainya. Pesan periklanan
yang dikemas dengan baik dan disiarkan secara konsisten dan efektif dapat membantu
menciptakan ingatan merek yang kuat dan menghasilkan hasil yang lebih baik dalam jangka
panjang.
Namun, penting untuk diingat bahwa konsep pengulangan tiga kali ini bukanlah aturan yang
bersifat baku atau paten dalam periklanan. Pengulangan pesan tergantung pada berbagai faktor
seperti jenis produk, target audiens, media periklanan, dan anggaran periklanan. Oleh karena itu,
perusahaan perlu menyesuaikan strategi periklanan mereka berdasarkan tujuan dan situasi
spesifik mereka.

Meskipun konsep pengulangan tiga kali dalam periklanan dapat efektif dalam mencapai tujuan
pemasaran, jika digunakan secara berlebihan dapat mengakibatkan advertising wearout.
Advertising wearout terjadi ketika audiens terlalu sering atau terlalu lama terpapar pesan
periklanan yang sama, sehingga pesan menjadi membosankan atau mengganggu dan audiens
tidak lagi memperhatikan iklan tersebut.
Pengulangan yang berlebihan atau penggunaan pesan periklanan yang sama secara terus-menerus
dapat menyebabkan kejenuhan dan kelelahan pada audiens, sehingga kampanye periklanan yang
seharusnya efektif justru berdampak negatif pada merek atau produk. Untuk menghindari
advertising wearout, perusahaan perlu mempertimbangkan faktor-faktor seperti frekuensi dan
variasi pesan, target audiens, serta media periklanan yang digunakan.
Sebagai alternatif, perusahaan dapat menggunakan pendekatan periklanan yang lebih kreatif,
misalnya dengan menggunakan pesan periklanan yang menarik perhatian audiens, mengubah
pengaturan pesan atau menggabungkan pesan dengan konten yang berkaitan, serta
memvariasikan media periklanan yang digunakan. Dengan demikian, kampanye periklanan dapat
terus efektif dan menarik minat audiens tanpa mengalami advertising wearout.

Anda mungkin juga menyukai