Anda di halaman 1dari 2

I.

Pendahuluan :

Maraknya Kepala Daerah dan pejabat negara yang ditetapkan oleh KPK
sebagai tersangka tindak pidana korupsi memunculkan pertanyaan besar mengapa
mereka terjerat dalam perbuatan tersebut. Berdasarkan data KPK jumlah perkara
yang ditangani sejak Lembaga ini berdiri tahun 2004 sampai dengan tahun 2021
perkara korupsi sejumlah 1.291 perkara yang ditangani. Modus yang sering terjadi
meliputi penyuapan hingga mark up harga. Dalam semester pertama tahun 2022,
KPK telah melakukan 66 penyelidikan, 60 penyidikan, 71 penuntutan, 59 perkara
inkracht, dan mengeksekusi putusan 51 perkara. Dari total perkara penyidikan, KPK
telah menetapkan sebanyak 68 orang sebagai tersangka dari total 61 surat perintah
penyidikan (spirindik) yang diterbitkan. Jika dirinci, perkara yang sedang berjalan
pada semester pertama sebanyak 99 kasus yang terdiri dari 63 kasus carry over dan
36 kasus baru dengan 61 sprindik yang diterbitkan (sumber detik.com). Berdasarkan
data tersebut yang cukup menarik perhatian adalah terdapat sejumlah kepala
daerah dan anggota DPR/DPRD yang menjadi tersangka tindak pidana korupsi dan
tidak sedikit ditetapkan sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan KPK.
Kondisi ini sangat memprihatinkan dimana para penyelenggara negara tersebut
diamanahi oleh rakyat Indonesia untuk memimpin, mengelola agar negeri ini menjadi
negara yang kuat, menjadi negara yang makmur. Sumber daya alam yang
melimpah, tanah yang subur sepatutnya dapat memberikan kesejahteraan yang
merata bagi seluruh rakyat Indonesia, diperlukan jiwa kepemimpinan yang
berlandaskan Pancasila untuk dapat mewujudkan itu.
Kepala Daerah dan Anggota DPRD sebenarnya sebelum melaksanakan
tugasnya telah mendapatkan pembekalan pelatihan dari LEMHANAS, seharusnya
bekal bekenaan dengan nilai nilai kepemimpinan Pancasila, wawasan kebangsaan,
cinta tanah air dan materi kepemimpinan lainnya dapat membentengi diri untuk tidak
melakukan tindak pidana korupsi, menarik untuk dibahas mengapa banyak
penyelengara negara yang melakukan tindak pidana korupsi, apakah mereka tidak
menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah bencana yang dapat
menyengsarakan ribuan kepala. Patutlah kita nyatakan bahwa sekarang yang
menjadi musuh bersama bangsa ini adalah KORUPSI.
II. Kurangnya sosok pemimpin yang memiliki wawasan kebangsaan
kepemimpinan Pancasila.

Dengan bergerak cepatnya perubahan zaman dimana situasi dunia yang


dinamis dan berkembang diperlukan penyesuaian dan adaptasi agar dapat
mengikuti perubahan untuk menuju ke arah yang lebih baik. Perubahan zaman
sepatutnya tidak menggiring kita ke pola mental dan prilaku materialistik, di mana
sikap mental dan karekter kita sebagai warga negara Indonesia adalah sikap yang
berlandaskan Pancasila, dibutuhkan wawasan kebangsaan untuk tetap menjaga
segenap kesadaran, pemikiran, sikap, lisan, tindak, dan perilaku kita dalam koridor
keselamatan dan keutuhan bangsa.
Sifat materialistic dan rakus dapat saja melekat pada setiap insan manusia,
oleh sebab itu sangat diperlukan adanya benteng yang kuat agar tidak dapat
merasuk pada diri kita, meninjau Pancasila yang diyakini sebagai ideologi bangsa
merupakan benteng tebal

Anda mungkin juga menyukai