Tugas
Mata Kuliah Hukum Kesehatan Militer
oleh:
Henri Azis
NIM 20140008
Dosen Pembimbing
Kolonel Ckm (Purn) Dr. drg. Vera Dumanda Silitonga, MARS, MH
1
RT Yingling, RW Ginnane - American Journal of International Law, and undefined 1952, “The Geneva Conventions
of 1949,” cambridge.org (n.d.), accessed April 8, 2023, https://www.cambridge.org/core/journals/american-
journal-of-international-law/article/geneva-conventions-of-1949/FCAB984C3AA981F9DE7B8ABF2DC07446.
7. Peran dokter dalam perlindungan kesehatan tawanan perang juga diatur dalam Konvensi
Jenewa Keempat. Pasal 25 Konvensi Jenewa Keempat mengatur bahwa personel medis
harus diberikan akses ke semua tawanan perang dan harus diizinkan untuk memberikan
perawatan medis tanpa gangguan. Mereka juga harus mempertahankan independensi
profesional mereka dan tidak boleh digunakan oleh pihak yang bertikai untuk kepentingan
mereka sendiri.
Protokol Tambahan I dan II juga memberikan panduan lebih lanjut tentang perlindungan
kesehatan bagi tawanan perang. Protokol Tambahan I menekankan pentingnya memberikan
perawatan medis yang tepat dan tidak diskriminatif kepada tawanan perang, serta memberikan hak
kepada mereka untuk memilih apakah akan menerima perawatan atau tidak. Protokol Tambahan I
juga menentukan bahwa perawatan medis yang diberikan harus memenuhi standar medis yang
berlaku.2 Sementara itu, Protokol Tambahan II mengatur tentang perlindungan kesehatan bagi
tawanan perang yang sakit atau terluka selama pertempuran. Protokol ini memastikan bahwa
tawanan perang yang sakit atau terluka harus diberikan perawatan medis yang memadai dan
segera, baik oleh pihak yang menangkap maupun oleh pihak yang memerintah. Protokol ini juga
menekankan pentingnya mengidentifikasi dan merekam kondisi kesehatan tawanan perang secara
akurat dan menyediakan akses yang memadai untuk perawatan medis.3
Dalam keduanya, Protokol Tambahan I dan II juga menegaskan bahwa dokter dan tenaga
kesehatan lainnya yang merawat tawanan perang harus independen dan tidak boleh terlibat dalam
tindakan yang melanggar hukum atau hak asasi manusia. Selain itu, mereka harus menghormati
kerahasiaan medis dan melindungi informasi medis tawanan perang.
2
C Lysaght - Am. UL Rev. and undefined 1983, “The Scope Fo Protocol II and Its Relation to Common Article 3 of
the Geneva Conventions of 1949 and Other Human Rights Instruments,” HeinOnline (n.d.), accessed April 8, 2023,
https://heinonline.org/hol-cgi-bin/get_pdf.cgi?handle=hein.journals/aulr33§ion=9.
3
Isplancius Ismail, “Penerapan Konvensi Jenewa 1949 Dan Protokol Tambahan 1977 Dalam Hukum Nasional
Indonesia (Studi Tentang Urgensi Dan Prosedur Ratifikasi Protokol Tambahan 1977),” Jurnal Dinamika Hukum Vol.
13 No (2008): 367–378.
Beberapa pedoman dan panduan yang mengatur tentang perawatan tawanan perang juga
dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang, antara lain:4
1. International Committee of the Red Cross (ICRC) Health Care in Danger: Respect the
Rules and the People. Ini adalah sebuah kampanye global yang diluncurkan oleh ICRC
untuk mempromosikan perlindungan penuh bagi petugas kesehatan dan pasien selama
konflik bersenjata. Kampanye ini juga menyoroti pentingnya peraturan dokter dalam
menolong tawanan perang.
2. World Medical Association (WMA) Declaration of Malta on Hunger Strikes. Deklarasi ini
dibuat oleh WMA untuk memberikan panduan bagi dokter yang merawat tawanan perang
yang melakukan mogok makan atau mogok minum. Dokumen ini menekankan pentingnya
dokter mematuhi prinsip-prinsip etika medis dan hukum internasional dalam mengatasi
situasi tersebut.
3. Geneva Academy of International Humanitarian Law and Human Rights. Ini adalah sebuah
lembaga pendidikan yang fokus pada hukum internasional kemanusiaan dan hak asasi
manusia. Situs web mereka menyediakan berbagai sumber daya yang dapat membantu
dokter dan profesional kesehatan memahami peraturan dokter dalam merawat tawanan
perang.
4. American Medical Association (AMA) Code of Medical Ethics. Kode Etik Kedokteran ini
diterbitkan oleh AMA dan memberikan panduan tentang etika medis dalam praktik klinis.
Kode ini juga mencakup panduan tentang perawatan medis bagi tawanan perang dan hak
asasi manusia.
4
Rizky Imran et al., “Perlakuan Terhadap Tawanan Perang Menurut Hukum Humaniter Internasional,” Quarterly
Journal of Health Psychology 8, no. 32 (2020): 73–92.
5
Ibid.; Ismail, “Penerapan Konvensi Jenewa 1949 Dan Protokol Tambahan 1977 Dalam Hukum Nasional Indonesia
(Studi Tentang Urgensi Dan Prosedur Ratifikasi Protokol Tambahan 1977).”
orang yang dipenjara atau ditahan oleh negara yang berlawanan dengan negaranya atau
kekuatan yang mengontrol wilayah tempat ia ditahan. Tawanan perang memiliki hak dan
perlindungan khusus berdasarkan hukum internasional.
2. Independensi dokter: Dokter yang merawat tawanan perang harus memastikan bahwa
mereka tetap independen dan tidak terpengaruh oleh interogator atau pihak lain dalam
memberikan perawatan medis. Dokter harus mematuhi prinsip-prinsip etika medis dan
memperlakukan tawanan perang sebagai pasien, bukan sebagai tahanan. Dokter juga harus
menjaga kerahasiaan informasi medis tawanan perang dan tidak terlibat dalam kegiatan
interogasi atau tindakan yang melanggar hak asasi manusia atau hukum internasional.
3. Persetujuan pengobatan: Dalam perawatan medis biasa, pasien biasanya memberikan
persetujuan secara sukarela untuk pengobatan yang diberikan. Sementara itu, tawanan
perang tidak selalu dapat memberikan persetujuan secara sukarela karena mereka mungkin
tidak memiliki kontrol atas situasi mereka. Oleh karena itu, dokter harus memastikan
bahwa perawatan medis yang diberikan sesuai dengan kebutuhan medis tawanan perang
dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik atau militer.
4. Standar perawatan: Perawatan medis tawanan perang harus memenuhi standar perawatan
yang ditetapkan oleh hukum internasional, seperti Konvensi Jenewa dan Protokol
Tambahan. Perawatan medis tawanan perang juga harus memperhitungkan kebutuhan
khusus tawanan perang, seperti kondisi psikologis akibat penahanan, dan perlindungan
terhadap perlakuan yang tidak manusiawi.
Dengan memahami perbedaan ini, dokter dapat memberikan perawatan medis yang sesuai dan
tidak terpengaruh oleh konteks politik atau militer yang mungkin memengaruhi perawatan medis
biasa.
6
Yingling, Law, and 1952, “The Geneva Conventions of 1949”; Ranna Dwi Prastika, “Perlindungan Hukum Terhadap
Tenaga Medis Di Wilayah Perang Menurut Hukum Humaniter Internasional,” LEX ET SOCIETATIS 8, no. 2 (May 18,
2020), accessed April 4, 2023, https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/28488.
1. Mempersiapkan diri dengan baik: Dokter harus mempersiapkan diri dengan baik dan
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam menghadapi situasi perang.
Mereka harus memiliki pelatihan khusus dalam merawat korban perang dan harus
mengikuti protokol medis yang telah ditetapkan.
2. Menjaga keamanan: Dokter harus selalu memastikan keselamatan mereka sendiri, pasien,
dan staf medis. Mereka harus memakai peralatan pelindung diri yang sesuai dan mematuhi
protokol keamanan yang telah ditetapkan.
3. Mengidentifikasi prioritas medis: Dokter harus dapat mengidentifikasi prioritas medis dan
memutuskan perawatan mana yang harus dilakukan terlebih dahulu. Mereka harus dapat
mengakses dan memprioritaskan pasien berdasarkan tingkat keparahan luka dan kebutuhan
medis yang mendesak.
4. Berkomunikasi dengan baik: Dokter harus dapat berkomunikasi dengan pasien, staf medis,
dan otoritas militer dengan baik. Mereka harus dapat menjelaskan kondisi pasien dengan
jelas dan memberikan instruksi medis yang tepat.
5. Menggunakan sumber daya yang ada secara efektif: Dokter harus dapat menggunakan
sumber daya medis yang ada secara efektif, seperti obat-obatan, peralatan medis, dan
tenaga medis yang tersedia. Mereka harus dapat mengidentifikasi sumber daya yang paling
penting dan memprioritaskan penggunaannya.
6. Menjaga integritas dan etika medis: Dokter harus menjaga integritas dan etika medis
selama memberikan perawatan medis kepada pasien. Mereka harus mematuhi standar
medis yang berlaku dan memastikan bahwa semua tindakan medis yang dilakukan aman
dan etis.
Dalam situasi perang yang sulit, dokter harus memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan
yang tepat dan cepat dalam merawat pasien. Mereka juga harus dapat bekerja sama dengan staf
medis lainnya dan memastikan bahwa perawatan medis yang diberikan memenuhi standar medis
yang berlaku.
7
Ismail, “Penerapan Konvensi Jenewa 1949 Dan Protokol Tambahan 1977 Dalam Hukum Nasional Indonesia (Studi
Tentang Urgensi Dan Prosedur Ratifikasi Protokol Tambahan 1977).”
1. Berbicara dengan sopan dan ramah: Dokter harus menghormati tawanan perang dengan
berbicara dengan sopan dan ramah. Mereka harus menghindari bahasa yang merendahkan
atau menyinggung.
2. Mendengarkan dengan teliti: Dokter harus mendengarkan keluhan tawanan perang dengan
teliti dan memperhatikan semua informasi yang diberikan. Mereka juga harus menghargai
hak privasi tawanan perang dan menjaga kerahasiaan informasi medis mereka.
3. Menjelaskan dengan jelas: Dokter harus menjelaskan kondisi medis tawanan perang
dengan jelas dan memberikan informasi tentang perawatan yang akan diberikan. Hal ini
akan membantu tawanan perang merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan tingkat
kepercayaan mereka terhadap dokter.
4. Memberikan perawatan yang adil dan setara: Dokter harus memberikan perawatan medis
yang adil dan setara kepada semua tawanan perang tanpa membedakan latar belakang atau
status mereka.
5. Berbicara dengan wakil dari organisasi internasional atau advokat hukum: Dokter dapat
berbicara dengan wakil dari organisasi internasional atau advokat hukum untuk
memastikan hak-hak tawanan perang dilindungi dan memberikan informasi tentang
kondisi medis tawanan perang.
6. Menjaga profesionalisme: Dokter harus menjaga profesionalisme dan etika medis selama
memberikan perawatan medis kepada tawanan perang. Mereka harus menjaga jarak dan
menghindari konflik kepentingan atau intervensi dari pihak lain.
Dalam situasi perang, membangun hubungan yang baik dan saling percaya dengan tawanan perang
dapat membantu dokter memberikan perawatan medis yang lebih baik dan memastikan bahwa hak
asasi manusia mereka dihormati dan dilindungi.
8
Prastika, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Medis Di Wilayah Perang Menurut Hukum Humaniter
Internasional.”
1. Melakukan evaluasi risiko: Sebelum memasuki daerah konflik, dokter harus melakukan
evaluasi risiko dan mempelajari situasi terkini di daerah tersebut. Mereka juga harus
mengevaluasi kemampuan dan pengalaman mereka sendiri dalam menghadapi situasi
perang.
2. Mengenali bahaya: Dokter harus mengetahui bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di
daerah konflik, seperti serangan udara atau pengeboman. Mereka harus belajar mengenali
tanda-tanda bahaya dan menghindari situasi yang dapat membahayakan diri mereka
sendiri.
3. Menggunakan peralatan pelindung diri: Dokter harus menggunakan peralatan pelindung
diri yang tepat, seperti helm dan rompi anti-peluru, ketika berada di daerah konflik. Mereka
juga harus membawa obat-obatan darurat, seperti obat untuk menghentikan pendarahan
atau antibiotik untuk infeksi.
4. Berteman dengan penduduk setempat: Dokter dapat mencoba membangun hubungan yang
baik dengan penduduk setempat untuk memastikan keamanan mereka. Mereka dapat
meminta saran dari penduduk setempat tentang daerah yang aman dan berbicara dengan
mereka untuk memahami situasi setempat.
5. Mengikuti prosedur keamanan: Dokter harus mengikuti prosedur keamanan yang
ditetapkan oleh organisasi atau pemerintah yang terkait dengan tugas mereka. Mereka juga
harus belajar bagaimana bertindak dalam situasi darurat, seperti serangan bom atau
serangan senjata.
6. Menjaga kesehatan: Dokter harus menjaga kesehatan mereka sendiri agar dapat
memberikan perawatan medis yang baik di daerah konflik. Hal ini termasuk memastikan
bahwa mereka mendapatkan vaksin yang diperlukan, makan makanan yang sehat, dan
minum air yang aman.
Dalam situasi perang yang mungkin berbahaya, dokter harus tetap waspada dan memprioritaskan
keamanan diri mereka sendiri agar dapat memberikan perawatan medis yang baik dan memastikan
kelangsungan hidup mereka sendiri.
Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang Melaksanakan Tugas Merawat Tawanan Perang
Perlindungan hukum bagi dokter yang melaksanakan tugas medis dalam merawat tawanan perang
diatur dalam Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan. Konvensi Jenewa memberikan
perlindungan hukum kepada personel medis yang bertugas dalam penanganan tawanan perang,
termasuk dokter, dengan memberikan status khusus sebagai orang yang dilindungi. Hal ini berarti
bahwa dokter tidak dapat dituntut atau diadili karena tindakan medis yang mereka lakukan dalam
rangka merawat tawanan perang. Selain itu, dokter juga tidak dapat menjadi target serangan dalam
konflik bersenjata, kecuali mereka melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan perannya sebagai
personel medis yang netral.9
Protokol Tambahan I dan II juga memberikan perlindungan hukum kepada dokter yang
melaksanakan tugas medis dalam merawat tawanan perang. Protokol Tambahan I menekankan
pentingnya penghormatan terhadap personel medis, termasuk dokter, dan memberikan
perlindungan khusus kepada mereka dalam melaksanakan tugas medis. Sementara itu, Protokol
Tambahan II mengatur bahwa personel medis yang bertugas di wilayah yang dikepung atau di
bawah pendudukan musuh, termasuk dokter, harus dihormati dan dilindungi oleh semua pihak
yang terlibat dalam konflik.10
Selain itu, dalam situasi di mana dokter dihadapkan pada permintaan untuk melanggar etika medis
atau hukum internasional, dokter memiliki hak untuk menolak permintaan tersebut tanpa rasa takut
akan adanya tindakan hukum atau sanksi lainnya. Hal ini disebut dengan prinsip obyektivitas dan
netralitas dalam tugas medis dokter dalam merawat tawanan perang. Dalam hal terjadi pelanggaran
terhadap dokter atau personel medis yang lain dalam penanganan tawanan perang, Konvensi
Jenewa dan Protokol Tambahan memberikan mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa
yang dilakukan melalui badan-badan internasional seperti Komite Palang Merah Internasional atau
Mahkamah Internasional.
9
Ibid.
10
Imran et al., “Perlakuan Terhadap Tawanan Perang Menurut Hukum Humaniter Internasional.”
11
Yingling, Law, and 1952, “The Geneva Conventions of 1949.”
2. Pelanggaran hukum internasional: Pelanggaran terhadap hukum internasional yang berlaku
untuk perlindungan tawanan perang dapat mengakibatkan tuntutan pidana atau denda.
3. Pelanggaran hak asasi manusia: Melanggar hak asasi manusia tawanan perang dapat
mengakibatkan tuntutan pidana, denda, dan penghentian hak kerja.
4. Tuntutan ganti rugi: Tawanan perang yang dirugikan akibat kelalaian atau tindakan salah
dokter dalam memberikan perawatan medis dapat mengajukan tuntutan ganti rugi.
Dalam situasi perang, dokter yang merawat tawanan perang memiliki tanggung jawab khusus
untuk mematuhi peraturan dan melindungi hak asasi manusia tawanan perang. Jika dokter
melanggar peraturan dalam merawat tawanan perang, mereka dapat menghadapi konsekuensi
hukum yang serius, termasuk sanksi pidana, pencabutan lisensi medis, tuntutan ganti rugi, dan
hilangnya hak kerja. Oleh karena itu, dokter harus mematuhi peraturan dan prinsip etika medis
dalam memberikan perawatan medis terhadap tawanan perang.
Kesimpulan
Berdasarkan makalah "Dokter Sebagai Pelindung Kesehatan Tawanan Perang", dapat disimpulkan
bahwa dokter memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi hak kesehatan dan
kemanusiaan tawanan perang. Dokter harus bertindak secara profesional dan independen, serta
harus memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan tawanan perang di atas kepentingan politik
atau militer. Selain itu, dokter juga harus memastikan bahwa tawanan perang mendapatkan akses
yang sama dan layanan kesehatan yang layak seperti yang diterima oleh orang lain di masyarakat.
Dokter juga harus mematuhi standar etika dan praktek medis, serta melaporkan setiap pelanggaran
hak asasi manusia yang terjadi pada tawanan perang. Dalam situasi konflik, dokter juga dapat
memainkan peran penting dalam mencegah penyiksaan dan kekerasan terhadap tawanan perang.
Mereka dapat memberikan bantuan medis kepada tawanan perang yang mengalami penyiksaan
dan memastikan bahwa tindakan tersebut dilaporkan dan dihentikan. Dalam kesimpulannya,
dokter memiliki peran penting dalam melindungi hak kesehatan dan kemanusiaan tawanan perang.
Mereka harus bertindak secara independen dan profesional, memprioritaskan kesehatan tawanan
perang di atas kepentingan politik atau militer, dan mematuhi standar etika dan praktek medis.
Dokter juga dapat memainkan peran penting dalam mencegah penyiksaan dan kekerasan terhadap
tawanan perang.