36-Article Text-152-1-10-20220306 PDF
36-Article Text-152-1-10-20220306 PDF
DI BURSA
Bangkit Cahyono
Widyaiswara Madya Pusdiklat Pajak - BPPK
bangkitchyn@gmial.com
Abstract
Tax collection ideally can meet the principle of tax collection as submitted by Adam Smith is the principle
of equality, certainty principle, the principle of convinience of payment, and the principle of effeciency.
Income tax imposed on income is additional economic capability received or obtained Taxpayer. While the
provisions on the collection of Income Tax on the Sale of Stock Transactions in the Stock Exchange shall
be final and calculated with a certain percentage multiplied by the amount of transactions. It is interesting
to be analyzed on the application of the four tax collection principles according to Adam Smith against the
provision of Income Tax on the sale of shares transaction in Indonesia Stock Exchange (IDX). The results
of the analysis show that the four principles of equality tax collection are not met while the other three
principles are met. Given the tax function (budgetair) provisions on the collection of Income Tax on
transactions on stock sales in the Stock Exchange still needs to be maintained.
Keywords: tax collection principle, income tax, equality principle, certainty principle, convinience of
payment principle, effeciency principle, tax revenue, budgetair function
I. PENDAHULUAN
Pada Tanggal 13 Juli 2017, perdagangan di Bursa Efek Indonesia dibuka secara ramai-
ramai oleh para mantan direksi dan komisaris karena pada hari itu adalah ulang tahun Bursa
Efek Indoensia yang ke 25. Pada tahun 2007 pemerintah menggabungkan Bursa Efek Surabaya
yang memperdagangkan obligasi dan Bursa Efek Jakarta yang memperdagangkan saham
menjadi Bursa Efek Indonesia. Menurut mantan Dirut BEI Erry Firmansyah, ketika pertama kali
digabungkan perdagangan saham sekitar Rp300 miliar per hari. “Lalu 2009 sudah menjadi Rp2,9
triliun per hari,” kata Erry, ketika itu. Hingga awal Juni 2017, rata-rata perdagangan saham
mencapai Rp8,2 triliun per hari (tirto.id 17 Juli 2017). Sedangkan Direktur Utama PT Bursa Efek
Indonesia ( BEI) Tito Sulistio mengatakan, kontribusi industri pasar modal ke penerimaan pajak
2016 mencapai Rp 110 triliun atau sekitar 9,95 persen dari realisasi penerimaan pajak 2016 yang
mencapai Rp 1.105 triliun (kompas.com). Ditahun 2021 perdangan saham di bursa efek sudah
mencapai angka Rp14,270.42 triliun perhari di minggu ke empat bulan April 2021, tentunya
angka ini jauh meningkat dibandingkan pada tahun 2009 yang masih berkisar Rp2,9triliun per
hari (statustik OJK).
Jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia sangat beragam berdasarkan objek pajak
maupun tata cara pengenaannya. Pajak atas transaksi penjualan saham di Bursa Efek
Indonesia (BEI) merupakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Artinya penghasilan
yang dikenakan Pajak Penghasilan final tidak digabung dengan penghasilan lain yang tidak
dikenakan Pajak Penghasilan final di Surat Pemberitahuan pajak tahunan sebagaimana diatur
75
dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja (UU
PPh). Pada saat melaksanakan pemungutan pajak Pemerintah harus sesuai dengan asas-asas
Pemungutan Pajak sebagaimana pendpat Adam Smith melalui bukunya berjudul ‘The Wealth of
Nation’. Asas-asas pemungutan pajak yang dimaksud adalah asas equality (keadilan), certainty
(kepastian hukum), convenience to payment (kesenangan), dan efficiency (efisiensi). Muncul
pertanyaan apakah Pajak Penghasilan atas traksaksi penjualan saham Bursa Efek Indonesia
beserta peraturan terkait sudah sesuai dengan asas Pemungutan Pajak oleh Adam Smith ditinjau
dari asas equality, certainty, convenience of payment, dan effecieny. Dalam tulisan ini akan
dibahas dalam suatu analisis setiap asas pemungutan pajak.
Penulis telah meninjau kesesuaian ketentuan Pajak Penghasilan atas transaski di Bursa
Efek Indonesia dengan asas-asas pemungutan pajak menurut Adam Smith, sehingga tujuan
lebih jelasnya adalah mengetahui kesesuian asas equality, asas certainty, asas convineance of
payment, dan asas effeciency dengan ketentuan PPh atas transaski penjualan saham di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Adapun manfaat dari penulisan ini adalah memberikan gambaran kepada
pembuat kebijakan di bidang perpajakan untuk tetap menjalankan kebijakan yang ada atau
merubah apabila belum sesuai dengan asas pemungutan menurut Adam Smith.
Berdasarkan pasal 4 ayat (2) huruf c UU PPh penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final.
Sebagai aturan pelaksanaan Pasal 4 ayat (2) huruf c UU PPh pengenaan PPh atas
penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek diatur tersendiri dengan Peraturan
Pemerintah Indonesia Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1994
(PP 41/1994), penghasilan dari penjualan saham di bursa merupakan objek Pajak Penghasilan
yang bersifat final. Tarif pemungutan PPh yang bersifat final adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai
transaksi penjualan saham. Khusus untuk transaski penjualan saham pendiri, kecuali saham
pendiri perusahaan pasangan usaha yang dimiliki oleh perusahaan modal ventura, ditambah
dengan 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.
78
transaksi penjualan saham di bursa efek. Pemungutan Pajak Penghasilan tersebut bersifat
finaldan oleh karena itu apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan yang
berasal dari transaksi penjualan saham di bursa efek, penghasilan tersebut tidak digabung
dengan penghasilan lainnya dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang dalam
pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Pengertian Penghasilan di dalam
Pasal 4 ayat 1 UU PPh , yaitu :
“setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun”
Dalam jual beli saham, terkadang untuk menghindari potensi kerugian yang makin besar
akibat penurunan harga saham, maka seorang investor rela menjual saham dengan harga
rendah atau disebut juga dengan istilah penghentian kerugian (cut loss). Harga saham di pasar
sekunder selalu mengalami fluktuasi dikarenakan adanya demand dan supply serta ada beberapa
faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya harga saham seperti tingkat suku bunga, inflasi,
kondisi ekonomi,politik dan lain-lain. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan subjek yang
melakukan transaksi penjualan saham akan mengalami keuntungan atau kerugian. Pengenaan
Pajak Penghasilan final menurut PP Nomor 14 tahun 1997 untuk transaksi saham di bursa adalah
berdasarkan nilai transaksi yaitu sebesar nilai bruto tanpa memperhitungkan biaya yang
dikorbankan investor. Sedangkan menurut penjelasan Pasal 4 UU PPh dikatakan sebuah
penghasilan apabila dia mengalami keuntungan (adanya tambahan kemampuan ekonomis).
79
yang dikeluarkan untuk membeli saham lebih banyak dari pada uang yang didapatkan ketika ia
menjual saham PT ABC setelah dikurangin biaya sehingga tidak dikenakan pajak menurut
ketentuan Pasal 17 UU PPh. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahawa pengenaan
Pajak Penghasilan terhadap transasksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia belum
sepenuhnya memenuhi asas keadilan (equality).
D. Analisis asas Efesiency dalam Pajak Penghasilan atas transaksi penjualan saham
di Bursa Efek Indonesia
Asas efisiensi ini menetapkan bahwa pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-
hematnya; jangan sekali-kali biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya (Santoso
Brotodihardjo, 1987). Melihat bagaimana pemungutan PPh atas transaksi penjualan saham di
BEI berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997, pelaksanaan
pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
yaitu wajib disetorkan kepada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya
tangggal 20 (dua puluh) setiap bulan atas transaksi penjualan saham yang dilakukan
sebelumnya dan wajib dilaporkan oleh penyelenggara bursa efek selambat-lambatnya tanggal 25
(dua puluh lima) pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran. Hal ini sama sekali tidak
melibatkan fiskus dalam melakukan pemungutannya karena dilakukan dengan sistem witholding
tax , tentunya ini sangat membantu fiskus dalam melakukan pemungutan pajak sebagai bagian
tugasnya. Boleh dikatakan biaya pemungutannya dari sisi fiskus sangat minim. Fiskus hanya
menerima laporan dan mengawasi pelaksanaan kewajiban pemungutan oleh penyelenggara
bursa. Penulis berpendapat bahwa asas effeciency sudah tergambarkan pada proses
pemungutan PPh atas transaksi penjualan saham di BEI karena biaya yang dikeluarkan rendah
dan juga perhitungannya sederhana.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek sebagaimana telah diubah Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
1994 Tentang Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997 tentang pelaksanaan pemungutan Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. No.SE -06/PJ.04/1997 tentang Pelaksanaan Pemungutan
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek.
Brotodiharjo, R. Santoso. 1989. Penghantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT Eresco.
Gunadi. 2013. Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan. Jakarta: Bee Media Indonesia.
Ilyas, Wirawan B, dan Richard Burton. Hukum Pajak. 2013. Jakarta: Salemba Empat.
Mansury, R. 2002. Pajak Penghasilan Lanjutan Pasca Reformasi 2000. Jakarta:YP Smith, Adam.
82
2007. Wealth Of Nations. Digital Edition. Metalibri.
Sumyar, 2003. Dasar-dasar Hukum Pajak dan Perpajakan.Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Kiandi, Ferry. 2010.“Perlindungan Hukum terhadap Investor dalam Transaksi Efek melalui
Internet di Pasar Modal Indonesia”. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Dijerja, Gahara. 2017. “Realisasi APBN Per 31 Desember 2016”. Dalam
http://www.djpbn.kemenkeu.go.id/portal/id/berita/lainnya/pengumuman/153-realisasi-
apbn/2599-realisasi-apbn-per-31-desember-2016.html.
Raharjo, Budi. 2016. “Transaksi Perdagangan Saham di Bursa Efek Indonesia Capai Rekor
Tertinggi”. http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/16/10/2 7/ofpn46415-
transaksi-perdagangan-saham-di-bursa-efek-indonesia-capai-rekor-tertinggi.
Candra Yan, 2017. “25 Tahun Pasar Modal Indonesia”. Dalam https://tirto.id/25-tahun-pasar-
modal-indonesia-csNe diakses 7 November 2017
Suryowaty Estu, 2017. “Kontribusi Pajak Pasar Modal Sepanjang 2016 Mencapai Rp 110 Triliun”.
Dalam http://ekonomi.kompas.com/read/2017/03/10/123108626/kontribusi . pajak.pasar.
modal.sepanjang.2016.mencapai.rp.110.triliun diakses 7 November 2017
83