PENDAHULUAN
Terjadinya peningkatan jumlah seseorang dengan usia lanjut (Lansia) tidak lepas dari
hasil pengembangan teknologi serta pembangunan yang telah menciptakan kondisi sosial
masyarakat saat ini menjadi lebih baik, saat ini jumlah lansia di Dunia sebesar 962 juta jiwa,
dan diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat dengan jumlah 2,1 miliar pada tahun 2050
(United Nations, 2017).1 Di Indonesia jumlah lansia saat ini mencapai 23.66 juta jiwa (9,03%)
dari keseluruhan penduduk, dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2035 sebesar 48,19
juta jiwa. Data Dinas Kesehatan Jawa Tengah menunjukkan cakupan pelayanan kesehatan usia
lanjut di Jawa Tengah tahun 2019 sebesar 74,9 persen, mengalami peningkatan dibandingkan
dengan capaian tahun 2018 yaitu 64,98 persen. Kabupaten/kota dengan cakupan 100 persen
atau lebih adalah Kota Semarang, Pati, Kota Pekalongan, Jepara dan Demak. Sementara
kabupaten/kota dengan cakupan terendah adalah Kudus (20,9 persen) diikuti Banjarnegara
(32,5 persen).2 Peningkatan usia pada lansia tentunya dapat menyebabkan berbagai macam
permasalahan kesehatan, hal tersebut tidak lepas dari kondisi fisik lansia yang mulai menurun
karena pertambahan usia, pada tahun 2015 angka kesakitan lansia mencapai angka 28,62%,
artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat sekitar 28 orang diantaranya mengalami
sakit.3
Kemampuan dan performa fisik akan menurun seiring dengan bertambahnya usia,
meningkatkan risiko beberapa masalah kesehatan yang merugikan seperti jatuh, fraktur,
disabilitas, penurunan kualitas hidup, hospitalisasi dan kematian. 4 Kondisi ini ditandai dengan
berkurangnya fungsi dan massa otot skeletal secara progresif, yang disebut Sarkopenia.
menggunakan DXA atau bioelectric impedance analysis (BIA), pengukuran kekuatan otot
dengan mengukur handgrip strength (HS) dan pengukuran performa fisik dengan usual gait
speed test.5
Sarkopenia ini disebabkan berkurangnya jumlah protein dan juga karena berkurangnya
jumlah dan besar serabut-serabut otot. Perubahan otot pada manusia dimulai pada dekade
keempat kehidupan dan menyebabkan kelemahan dan cacat.4 Penurunan massa otot setiap
individu berbeda-beda. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
kekuatan otot. Lemahnya kekuatan otot akan berdampak pada permasalahan keseimbangan
aktivitas sehari-hari.5 Sebesar 28-35% lansia diatas 65 tahun setidaknya jatuh satu kali dalam
satu tahun dan meningkat pada usia diatas 75 tahun sebesar 32-42%.6 Oleh karena itu, sangat
penting bagi lansia untuk menjaga dan memelihara kekuatan otot salah satunya adalah otot
genggam.
Seiring dengan terus bertambahnya usia, maka kekuatan otot pada lansia akan terus
menurun. Penelitian yang dilakukan olah Akmal dkk (2001), pada lansia dengan rentang usia
60 hingga 70 tahun, didapatkan bahwa lansia dengan umur 60-65 tahun memiliki kekuatan
genggam tangan kanan dan kiri yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia yang
lebih tua.7 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2008) terhadap lansia
didapatkan bahwa rerata kekuatan genggam tangan pada lansia berumur 60-69 tahun jauh lebih
berat dibanding dengan lansia berumur ≥70 tahun.8 Disamping itu, lansia yang mengalami
penurunan kapasitas fungsional dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik
Faktor jenis kelamin juga mempengaruhi terjadinya sarkopenia terutama kekuatan otot.
Ditemukan juga bahwa sarkopenia lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan.9 Penurunan kadar hormon testosterone pada laki-laki terjadi lebih cepat
dibandingkan dengan penurunan kadar hormon estrogen seiring bertambahnya usia, yaitu
penurunan kadar hormon testosteron sebesar 1% per tahun pada laki- laki sehat dengan usia 30-
40 tahun atau sumber lain menyebutkan terjadi penurunan sebesar 0,4-2% per tahun setelah
usia 30 tahun dibandingkan dengan penurunan kadar hormon estrogen yang mengalami
penurunan setelah menopause. Sebuah studi pada 1.609 masyarakat di Cina menemukan bahwa
Kondisi kesehatan juga cukup berperan dalam proses kekuatan genggaman seorang
lansia. Status kesehatan lansia adalah kriteria yang penting untuk bisa berfungsi secara efektif
dalam masyarakat. Lansia secara umum memiliki masalah pada kesehatannya, penampilan
penyakit pada usia lanjut merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat
penyakit dan juga proses tubuh yang menua yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
penyakit bawaan pada lansia merupakan tantangan kesehatan global yang dapat menyebabkan
kematian dini di seluruh dunia. Dalam penelitian Wahyunishih, 2015, lansia rentan memiliki
penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes mellitus, gangguan stroke dan penyakit lainnya. 11
Dengan penyakit bawaan tersebut sehingga lansia berkemungkinan memiliki intensitas rendah
Faktor yang ikut mempengaruhi kekuatan otot ialah status gizi. Status gizi merupakan
kondisi tubuh hasil dari asupan, absorpsi, dan penggunaan makanan. Salah satu metode yang
dapat digunakan dalam penilaian status gizi ialah antropometri. Pengukuran antropometri
yang umumnya dilakukan ialah pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) yang terdiri dari
pengukuran tinggi badan dan berat badan, kemudian pengukuran persen lemak pada tubuh yang
dilakukan dengan menimbang responden, selanjutnya adalah visceral fat yaitu pengukuran total
jumalh lema perut. Dengan pengukuran antrometri tersebut diharapkan dapat melihat kekuatan
Melihat data dari Kementerian Kesehatan di Kabupaten Jawa Tengah yang tersebar
peningkatan lansia terdapat di Kota Semarang maka penelitian dilakukan di salah satu
puskesmas di Kota Semarang. Penelitian dilakukan di puskesmas Karangayu dimana
puskesmas ini memiliki peningkatan lansia yang cukup signifikan. Dalam survey yang
dilakukan sebelumnya puskesmas ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai kekuatan
genggaman tangan (Handgrip strength). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
B. Perumusan Masalah
pada lansia?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
dengan kekuatan genggam (handgrip strength) pada kelompok lansia di wilayah kerja
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran tingkat kekuatan otot genggam pada lansia di wilayah kerja
umur, berat badan, tinggi badan, IMT, Viceral Fatdan dan persen lemak tubuh pada
c. memperoleh hubungan antropologi (umur, berat badan, tinggi badan, IMT, Viceral Fatdan
dan persen lemak tubuh) dengan tingkat kekuatan genggaman tangan (Handgrip Strength)
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bacaan, sumbangan ilmiah, dan
2. Praktis
a. Peneliti
b. Masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
2. Antropometri
a. Pengertian Antropometri
c. Indeks Antropometri
1). IMT
Tabel Kategori Status Gizi Lansia Berdasarkan IMT (Depkes RI, 2005)
IMT Status Gizi
<18.5 kg/m2 Gizi kurang
18.5 – 25 kg/m2 Gizi normal
>25 kg/m2 Gizi lebih
Pada lanjut usia akan terjadi peningkatan lemak tubuh (fat mass).
Distribusi lemak pada usia lanjut lebih berupa lemak subkutan yang dideposit
di batang tubuh. Dilaporkan bahwa di area abdominal, jaringan lemak tubuh
meningkat rata-rata 61% pada pria dan 66% pada wanita yang berusia 20-39
tahun dibandingkan usia di atas 60 tahun (Fatmah, 2010).23
visceral fat atau lemak aktif adalah lemak yang terletak pada rongga
perut dan melekat langsung atau menyelubungi organ vital seperti hati, perut,
usus dan tidak jarang ditemukan pada arteri yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah. Visceral fat disinyalir sebagai salah satu
penyebab penyakit degeneratif; jantung, stroke, kencing manis atau diabetes
mellitus (DM) tipe 2 dan lain-lain. Havard Health(2014) mengatakan bahwa
sekitar 10% dari semua lemak tubuh adalah visceral fat.24 Jadi, apabila kita
menghitung total lemak tubuh, maka 10% dari total lemak adalah perkiraan
jumlah visceral fat kita. Cara mudah untuk mengetahui apakah kita berisiko
memiliki visceral fat berlebih adalah dengan mengukur ukuran pinggang. jika
seorang wanita dan ukuran pinggang mencapai 89 cm atau lebih besar dan atau
pria dengan ukuran pinggang 100 cm atau lebih besar maka berisiko
mengalami masalah kesehatan akibat visceral fat.
4). Asupan Kalori
Setiap negara memiliki standar atau baku dalam menentukan kebutuhan
zat gizi. Di Indonesia terdapat Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan
untuk energi dan zat-zat lain yang diperbaharui setiap lima tahun melalui
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG).
12
dan kontraksi isokinetik terjadi bila tegangan otot terbentuk pada
kecepatan konstan yang maksimal di setiap sudut sendi hingga melampaui
ruang gerak maksimalnya.25
Pada lansia seiring dengan bertambahnya usia, massa dan ukuran
otot akan berkurang. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah protein dan
juga karena berkurangnya jumlah dan besar serabut-serabut otot.
Perubahan otot pada manusia dimulai pada dekade keempat kehidupan
dan menyebabkan kelemahan dan cacat. Penurunan massa otot setiap
individu berbeda-beda. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap massa otot.
13
Otot perlu dilatih agar kemampuan otot menjadi maksimal. Otot
sangat responsif terhadap aktivitas fisik yang dilakukan, semakin sering
otot dilatih maka otot akan menjadi lebih besar dan sebaliknya jika
tidak pernah digunakan otot akan mengalami atrofi. Penurunan kekuatan
otot berdampak pada penurunan mobilitas lansia. Hal ini dikarenakan
kekuatan otot merupakan komponen utama dari kemampuan melangkah,
berjalan, dan keseimbangan. Dampak yang sering terlihat pada lansia
adalah berkurangnya kekuatan tungkai, berkurangnya kecepatan gerakan
tungkai dan berkurangnya keseimbangan tubuh. Dapat dilihat dalam
kegiatan sehari-hari misalnya lansia tidak kuat berdiri, mudah jatuh, dan
lamban bila berjalan. Latihan aerobik dan resistensi latihan akan
meningkatkan otot untuk mensintesis protein dan biogenesis mitokondria.
Pada studi terkini, orang tua yang melakukan latihan berat untuk melatih
kekuatan otot bisa mendapatkan kembali porsi kekuatan mereka yang
hilang.28
b. Pengukuran Kekuatan Otot dengan Handgriph Dynamometer
Hand-Grip dynamometer adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengukur kekuatan otot genggam tangan. Tujuan dari tes
genggam tangan ialah untuk mengukur kekuatan maksimal dari tangan
dan otot tengan bawah. Kekuatan genggam tangan penting untuk
setiap aktivitas maupun olahraga dimana tangan digunakan untuk
menangkap, melempar, ataupun mengangkat. Juga secara umum,
apabila seseorang dengan kekuatan tangan yang kuat cenderung
memiliki kekuatan yang kuat juga di tempat atau bagian lain.
Sehingga tes dengan menggunakan hand-grip dynamometer sering
digunakan sebagai tes umum kekuatan otot. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Lauretani (2003) membuktikan bahwa kekuatan
genggam tangan sama baiknya dengan kekuatan otot ekstremitas
bawah dalam medeteksi gangguan mobilitas fungsional. Kelemahan
otot tidak dapat terdeteksi dengan tes Timed Up & Go namun mudah
terdeteksi dengan alat hand-grip dynamometer.29
14
Gambar Hand Grip Dynamometer
15
c. Cara Penggunaan Handgriph Dynamometer
16
Tes Hand-Grip Dynamometer memiliki kelebihan dan
kelemahan.
Berikut adalah kelebihan dan kelemahan dari Tes Hand-Grip
Dynamometer:
17
B. Kerangka Teori
Psikometri
Asupan Kalori
Lansia 60-74
Perempuan
Tahun Dengan penyakit
penyerta
Lansia Tua Laki-Laki
75-90 Tahun
Tanpa penyakit
penyerta
Lansia sangat
Tua >90 Tahun
Handgrip
Strenght
Asupan Gizi, IMT, Persen Lemak Tubuh dan Visceral Fat memiliki hubungan
dengan kekuatan otot genggam (Handgrip Strenght) lansia dari umur 60-90
18
tahun, dengan jenis kelamin yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan serta
C. Kerangka Konsep
Antropometri:
1. Indeks Massa Tubuh Handgrip
2. Persen Lemak Tubuh Strenght
3. Visceral Fat
Variabel Perancu:
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Asupan Kalori
D. Hipotesis
19
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Rancangan Penelitian
Populasi Target
Populasi
Terjangkau
Pengacakan
Karakteristik Individu
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Penyakit Bawaan
Karangayu.
2. Sampel
a. Kriteria inklusi:
b. Kriteria eksklusi:
3). Bungkuk
4) Pikun (dapat menyebutkan salah satu dari tempat dan tanggal lahir
atau alamat rumah atau nomor telepon)
40
n=
(1+ ( 40 x 5 % ) )
2
n = 40/(1+(40x0.0025))
n = 40/(1+0,1)
n = 40/1,1
n = 36,3
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat
2. Variabel Bebas
E. Defenisi Operasional
Wanita 60-99
Tahun:
Lemah: <17,2- <14,7
Normal: 17.2-31.0
Kuat: > 31.0
Responden
Informed Consent
Pengukuran Antropometri
Analisis Statistika
G. Pengumpulan Data
Data penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder.
Sebelum melakukan pengumpulan data primer, responden (lansia) akan
diberikan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan. Kemudian
dilakukan kajian etik untuk memberikan kepastian perlindungan kepada
responden. Responden akan memberikan tanda tangannya dalam informed
consent sebagai bentuk persetujuan dari penelitian yang dilakukan.
1. Data Primer
2. Data Sekunder
H. Analisis Data
1. Pengolahan Data
d. Cleaning Data
2. Analisis Data
a. Analisis Unvariat