Anda di halaman 1dari 189

DR. ASEP ZAENAL AUSOP, M.

Ag

CHARACTER
BUILDING
Buku Panduan
Matakuliah Pendidikan Agama Islam
dalam Mewujudkan Teknokrat dan Saintis
Berkarakter Qur’ani
Di Perguruan Tinggi Umum

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

1
2011

Character Building
mewujudkan mahasiswa berkepribadian Ilahiyah ;
berpikir paradigmatis, bertindak rasional dan mampu
mengembangkan sains, teknologi dan seni
yang bermanfaat bagi orang banyak.

BAYAN:

1. Berkepribadian Ilahiyah : Ialah manusia yang


segala kemauan (willingness), perasaan (feeling)
dan pikiran (thinking) nya, mau diatur, tunduk dan
patuh, kepada aturan Allah, Al-Qur‘an.
2. Berpikir paradigmatis : ialah berpikir yang berpola,
memiliki rujuan, dan menggunakan referensi,
bersifat rasional, komprehensif, kohern, konsisten
(istiqamah) dan mendalam.
3. Bertindak rasional : ialah bertindak dengan
menggunakan rasio, logika, dan nalar yang benar.
4. Melahirkan sainteks : ialah kemampuan rasio yang
dibimbing oleh akal nurani dalam mengembang-
5. kan sainteks sehingga dapat melahirkan sains,
teknologi dan seni yang bermanfaat bagi orang
banyak. Target antara adalah maslahat di dunia,
sedangkan target akhirnya adalah surga.

2
10 KARAKTER
YANG DIBANGUN

1. Meyakini sepenuh hati bahwa Al-Islam sebagai tatanan


hidup yang diwahyukan Allah, berisi nilai-nilai kebenaran
yang absolut.
2. Memiliki izzah atau perasaan bangga menjadi seorang
muslim serta selalu berusaha menjadi muslim yang
taqwa.
3. Memahami makna kemajemukan dalam kehidupan
berbangsa serta memiliki sikap toleransi yang tinggi
terhadap penganut agama lain.
4. Merendah hati dan bersikap hormat terhadap orangtua,
guru, dan kepada setiap orang yang sepatutnya
dihormati.
5. Bersikap jujur dalam segala hal berdasarkan keyakinan
bahwa jujur adalah sebuah keniscayaan.
6. Mampu mengakui kelebihan dan hasil karya orang lain.
7. Siap untuk bersaing secara sportif dalam rangka
mencapai prestasi dan prestige.
8. Merasa terpanggil untuk menjadi pelopor segala
kebaikan.
9. Menjaga akhlak yang mulia, baik dalam hubungannya
dengan Allah, dengan sesama manusia maupun dengan
lingkungan sekitar.
10. Bersikap profesional, komunikatif, transparan, dan
visioner.

3
Apa yang kau cari
di dunia yang fana ini ?

Dunia hanyalah batu loncatan.


Siapapun yang menjadikan dunia sebagai tujuan akhir,
sungguh dia telah tertipu.
Terlalu naif, jika jabatan presiden atau menteri
deposito dan rumah bertingkat,
mobil yang mewah serta pujian makhluk
dijadikan sasaran dari segala perjuangan mu di dunia ini.
Allah mengingatkan mereka yang lupa,
bahwa tujuan akhir hidup manusia adalah rida Allah.

Jika kematian telah datang,


jasad cantikmu akan dimakamkan di pekuburan
lantas membusuk.
asal dari tanah dan kembali menjadi tanah. Selesai.
Tapi ruhmu akan terus berjalan menelusuri lorong panjang,
menuju alam qubur yang ghaib entah di mana
Tiada pendamping, kecuali amal shaleh

Ruh mu akan ditanya dan diminta pertanggung jawaban


atas segala nikmatAllah yang pernah kau terima di dunia ini,
walaupun hanya setetes air, setarik nafas
atau satu kedipan mata.
Apakah kamu yakin bisa mempertanggung jawabkannya.
Pertanggung jawaban itu pasti terjadi
dengan resiko yang pasti pula

4
ilmu Allah
Celupkan jari telunjukmu ke dalam laut,
lalu angkat
air yang menempel pada jarimu, itulah ilmumu
sedangkan air yang tersisa di lautan, itulah ilmu Allah.
Ilmu Allah, jauh lebih luas dari pada itu

Jika kau telah selesai S1, S2, dan S3 dengan yudicium


summa cumlaude,
atau bahkan engkau telah meraih gelar profesor
Apakah engkau sanggup melawan ilmu Allah ?
Adakah ilmuwan ahli gempa yang bisa menolak gempa ?
Adakah ilmuwan ahli sunami
yang sanggup menghalangi sunami ?
Adakah profesor ahli biologi yang bisa membuat
sayap nyamuk walaupun hanya selembar ?
Adakah insinyur teknik kimia yang sanggup
membuat pabrik air liur
adakah jenderal gagah, yang sanggup merebut kembali
makanan yang diambil seekor lalat ?
Manusia memang lemah, bahkan sangat lemah
mengapa harus sombong?

Ya Allah, Engkau adalah Rabb,


pencipta dan pemelihara alam ini.
Engkau adalah al-Malik, pemiliki semua yang ada
Engkau adalah al-Ma‟bud, yang layak untuk diabdi.
Engkau memiliki ilmu yang luas tiada terbatas
Kami bersembah sujud kepada-Mu
Kami takluk kepada-Mu
Kami berjanji akan menaatiMu.
sami‟na wa atha‟na
subhanallah, la ila illallah, Allahu Akbar.

5
Jika.....
 Jika hanya ada 10 menteri yang jujur di seluruh
dunia, akulah salah satunya.

 Jika hanya ada 10 orang yang mati syahid membela


kebenaran, akulah salah satunya.

 Jika hanya ada 10 pelopor pejuang kebaikan,


akulah salah satunya.

 Jika hanya ada 10 orang yang rendah hati, aku


harus termasuk di dalamnya.

 Jika hanya ada 10 orang pekerja yang jujur, akulah


salah satunya.

 Jika hanya ada 10 orang pemimpin yang bersih dan


menyayangi rakyat, akulah salah satunya.

“Ya Rabb, masukkanlah kami ke dalam


kelompok orang yang sedikit”
(Doa Umar Ibn Khattab).

6
TEROPONG
Visi, misi dan tujuan PAI

Hakikat PAI
PAI atau Pendidikan Agama Islam pada hakikatnya, bukanlah sekadar transfer
of knowledges atau transfer of values tetapi merupakan aktivitas character
building. (pembentukan karakter, kepribadian). Kuliah PAI adalah proses
perubahan, mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa (potential
capacity) menjadi kemampuan nyata (actual ability) dan tetap berada dalam
posisi suci bersih (fitrah) dan lurus kepada Allah (hanief). PAI adalah proses
mengubah mahasiswa calon taqwa menjadi orang yang benar-benar bertaqwa
kepada Allah swt.
Ada tiga istilah yang berkaitan dengan pendidikan, yakni tarbiyah, ta‟lim dan
ta‟dib.
 Tarbiyah dari kata rabb yang mengandung arti pemeliharaan sehingga
Allah dikatakan sebagai Rabbul „Alamin (Pemelihara alam).1 Dalam
konteks ini pendidikan adalah upaya memelihara potensi anak didik agar
tetap fitrah (cenderung kepada kebaikan) dan hanief yakni lurus
kepada Allah. Guru atau pembimbingnya disebut murabbi.
 Ta’lim dari kata „allama yakni mengajar sebagaimana kata Allah swt
”wa „allama adama al-asma” yang artinya Allah mnengajari Adam
tentang seluruh nama-nama (QS. 2 : 31-32). Tujuannya adalah agar
manusia memiliki ilmu pengetahuan. Pengajarnya disebut mu’allim.
 Ta’dib dari kata adaba yang artinya mengadabkan, membuat anak didik
beradab. Ini mengacu kepada hadits nabi :”addabani rabbi fa ahsana
ta‟dibi” yang artinya Allah telah mendidikku dengan sebaik-baiknya

1
Lihat QS.Al-Fatihah ayat 2 :”Segala puji bagi Allah, sebagai rabbul „alamin atau
pemelihara segenap alam”. Juga di dalam QS. Al-Isra (17) : 24 “Ya Rabb, sayangilah keduanya
sebagaimana mereka memeliharaku di waktu kecil”.

7
pendidikan. Dalam konteks ini pendidikan adalah proses bimbingan
dalam rangka mengadabkan anak didik agar menjadi manusia yang
beradab. Pembimbingnya disebut muaddib.
Dengan demikian, secara komprehensif hakikat pendidikan adalah proses
pengajaran dan pembimbingan anak didik agar menjadi manusia yang miliki
ilmu pengetahuan, terpelihara fitrah dan kehanifannya sehingga menjadi
manusia yang beradab. Tujuan akhir pendidikan adalah melahirkan peradaban
yang beradab. Kalau outcame pendidikan tidak menghasilkan manusia yang
berilmu dan beradab, dapat dikatakan bahwa pendidikan itu telah gagal
mencapai tujuannya. Manusia beradab di sini adalah adalah manusia yang
sanggup mengatasi persoalan yang dihadapinya secara beradab tidak bergaya
jahiliyah. Selanjutnya, masyarakat yang memiliki peradaban tinggi adalah
masyarakat yang memiliki kemampuan menata kehidupannya dan mengatasi
segala persoalan hidupnya dengan tepat dan beradab.

Eksistensi dan Esensi


Eksistensi Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah matakuliah wajib yang harus
diikuti oleh semua mahasiswa, dan wajib lulus. Jika tidak, ia tidak bisa sidang
sarjana. Matakuliah agama pun harus diikuti oleh mahasiswa yang menganut
agama yang sama. Mengapa ? sebab esensi matakuliah agama bukan sekadar
matakukliah pengetahuan atau wawasan tetapi matakuliah keyakinan, yang
harus diamalkan. Dampak dari keyakinan amat besar, menyangkut kebahagiaan
dunia dan akhirat. Islam yang disampaikan oleh dosen PAI harus benar-benar
Islam ilmu, bukan Islam persepsi, apalagi Islam tahayul, atau ajaran Islam yang
sudah terkooptasi oleh kekuatan politik. Itu sama saja dengan menjual ayat-
ayat Allah. Naudzu billahi min dzalik.

Visi
Matakuliah PAI diharapkan menjadi matakuliah yang sangat diapresasi oleh
mahasiswa sehingga mereka mengikuti matakuliah ini dilandasi motif instrinksik
untuk mendapatkan pencerahan, bukan sekadar mendapat nilai indek prestasi.

8
Misi
Misi matakuliah PAI adalah :
 Melakukan setting otak (mindset) melalui pencerahan tentang Islam
holistik.
 Mengawal perubahan prilaku (behaviour change) yang terjadi selama
studi dan pasca studi.
 Memotivator mahasiswa agar menjadikan nilai Islam sebagai landasan
pengembangan sain, teknologi daan seni sebagai jembatan terwujudnya
peradaban Islami.

Tujuan :
Tujuan matakuliah PAI secara umum adalah :
 Meningkatkan wawasan mahasiswa tentang Islam holistik dengan
paradigma berpikir yang benar (kognitif)
 Meningkatkan keimanan mahasiswa kepada Allah dan RasulNya, antara
lain ditandai dengan semangat melakukan studi keislaman yang lebih
lanjut di luar kampus (afektif).
 Memotivasi mahasiswa untuk melaksanakan nilai-nilai Islam, baik ibadah
individual, ibadah populasi, ibadah komunitas, maupun ibadah
ekosistem, termasuk menggunakan landasan nilai-nilai Islam dalam
pengembangan saintek (psikomotor).
Apabila mahasiswa yang telah mengikuti kuliah PAI, ternyata wawasan
keislamannya tidak bertambah secara signifikan, imannya tidak bertambah
kuat, dan tidak aka peningkatan dalam pelaksanaan ibadah, dapat dikatakan
bahwa kuliah PAI itu gagal. Naudzu billahi min dzalik.

Target
Target matakuliah PAI adalah lahirnya kawasan Rahmatan li al’Alamin di
kampus dan wilayah sekitarnya. Indikator kawasan rahmatan li al-alamin
adalah manakala mahasiwa bersikap menghargai segenap muslim, menghormati
non muslim, mengakui realitas keberagaman/kemajemukan, menebar sikap
toleransi dan perdamaian, memakmurkan mesjid kampus dengan salat

9
berjamaah dan kegiatan dakwah, meyantuni hewan terutama burung-burung di
sekitar kampus, melestarikan pohon dan bunga-bungaan, hemat energi listrik
dan air, menjalin harmoni antara civitas akademika, baik secara internal
maupun ekternal, sehingga kampus dan sekitarnya terasa aman, nyaman,
indah, damai, dan progresif dalam harmoni (progressio in harmonia).

Prosessing
Rahmatan lil „alamin adalah model peradaban ilahiyah sebagai antitesis
peradaban Jahiliyah. Ada tiga langkah dalam proses perwujudan kawasan
rahmatan li al-„alamin yakni sebagai berikut :
1. Mindset : Mahasiswa harus disetting otak dan pikirannya ke arah yang
benar yang disampaikan dengan melibatkan unsur: (a). Rasio, melalui
dialog interaktif dan terarah (closed and landing question) serta dengan
menggunakan ibarat-ibarat. (b). Emosi mahasiswa, tanpa melibatkan
emosi, mindset akan terasa hambar. (c). Keteladanan dari pendidik.
Tanpa keteladanan, target capaian hanyalah mimpi di siang bolong, sia-
sia.
2. Behaviour Change: ialah adanya perubahan perilaku peseorangan dari
buruk menjadi baik melalui latihan dan pembiasaan, ganjaran dan
hukuman (reward and funishment).
3. Civilization Change : Ialah perubahan peradaban, dari peradaban
jahiliyah (permissive) kepada peradaban Ilahiyah. Dalam proses ini
mesti ada lembaga pengontrol yang efektif, yakni pimpinan komunitas,
imam-imam kecil, yang memiliki kewenangan memberikan reward and
funishment.

10
Materi Kuliah
Materi matakuliah PAI dikelompokkan menjadi empat katagori, yakni materi
Pengantar, materi Sumber Ajaran Islam (SAI), materi Etika, dan materi
Pengayaan. Penjelasannya sbb :

Pertama : Materi pengantar memaparkan hubungan hukum al-Qur‟an sebagai


syari‟ah dengan hukum alam atau Sunnatullah. Di dalamnya dibahas pula
tentang hierarki hukum (hukum agama, hukum alam, hukum akal, hukum
wadha‟ dan hukum adat). Materi pengantar ini berisi pula konsep alam dan
manusia.

Kedua : Materi Sumber Ajaran Islam, berisi pemaparan tentang sumber-


sumber ajaran Islam yakni Al-Qur‟an, As-Sunnah dan Ijtihad, sehingga
mahasiswa memahami standing position al-Qur‟an sebagai buku aturan hidup,
berada paling atas melebihi segala aturan yang ada. Aturan al-Qur‟an itu
bersifat global, oleh karena itu harus dijelaskan dengan sunnah Rasul, dalam
hal ini Rasululah saw. berfungsi sebagai whole model (uswah hasanah).
Selanjutnya, dalam hal-hal yang kurang jelas, baik di dalam Al-Qur‟an maupun
hadits, akan ditetapkan melalui Ijtihad, sebuah metode penetapan hukum
sesuatu yang belum jelas, melalui serangkain kerja nalar, dengan menganalisis
dalil-dalil implisit yang berkenaan dengan persoalan yang dicari hukumnya.

Ketiga : Materi Etika atau Akhlak, yang merupakan aplikasi nilai-nilai Islam
dalam kehidupan. Etika dibagi menjadi empat bagian, yakni etika kepada Allah,
etika kepada sesama manusia, etika kepada alam sekitar, serta etika terhadap
diri sendiri. Di dalamnya termasuk etika pengembangan sains teknologi dan
seni.

Keempat : Materi Pengayaan yang berfungsi memperkaya khazanah kleilmuan


mahasiswa, antara lain berisi paparan tentang paham dan aliran Islam, studi
kritis tentang tasawuf dan tarekat, serta pembahasan tentang ilmu supra
rasional.

11
Strategi Pembelajaran
Strategi yang dimaksud adalah upaya-upaya dari mulai persiapan, pelaksanaan
sampai evaluasi pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan. Strategi yang
digunakan adalah memadukan seluruh potensi yang ada; komptensi guru,
potensi mahasiswa, sumber-sumber pembelajaran (perpustakaan, internet,
expert, dll), media pembelajaran (lap top, infocus, email, dll), metode
pembelajaran, serta sistem evaluasi terpadu. Semuanya dipersiapkan dan
dilaksanakan secara transparan, objektif, dan berkeseimbangan. Pembelajaran,
selain melalui tatap muka di kelas juga ada mentoring di mesjid kampus untuk
memantau kemampuan mahasiswa dalam bacaan Alqur‘an, salat dan akhlak
secara keseluruhan. Dengan cara itu, mahasiswa akan memahami besaran nilai
PAI yang diperolehnya, tidak akan ada complain.

12
BAB 1
PENDAHULUAN
Menuju pemahaman tentang din Islam

Hakikat Din.

Di dalam kamus al-Munjid, salah satu arti din adalah aturan, sedangkan di
dalam kamus al-Muhith kata din berarti perjalanan dan peribadatan. Jadi kata
din bermakna aturan atau tatanan hidup atau petunjuk perjalanan hidup
manusia dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam peribadatan atau
ritual. Menurut Emile Durkheim, esensi din (agama) adalah kepercayaan dan
pengalaman yang bersifat sakral, sedangkan menurut John R. Bernet, esensi
agama adalah tata aturan yang memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada
kekuatan yang dimiliki oleh manusia. Kalau begitu esensi agama sebenarnya
adalah aturan yang memiliki kekuatan luar biasa yang bisa mengatasi kekuatan
manusia. Jika dikatakan din al-Islam, maknanya adalah tatanan hidup menurut
Islam yang dibuat oleh Allah swt yang memiliki kekuatan luar biasa di atas
kekuatan manusia.
Islam, berisi tatanan hidup yang lengkap dari mulai cara makan sampai
cara berpolitik, dari urusan dapur hingga urusan tempur, dari urusan pribadi
sampai urusan negeri, dari urusan mengaji sampai urusan bermusik, dari urusan
harta sampai wisata, dari urusan bayi sampai urusan mati, dari urusan memberi
sampai urusan memotong tangan pencuri. Semua ada, lengkap, berdalil,
rasional, sesuai fitrah, pasti benarnya, dan pasti pula balasannya. Islam ajaran
yang holistik, kaffah. Ajaran Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad Saw, jauh
lebih komprehensif daripada ajaran yang diturunkan kepada Nabi Adam, Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, atau nabi-nabi lainnya.
Hal ini sangat wajar dan rasional, sebab syari‟ah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw, yang akan berlaku sampai kiamat, yang diprediksi akan

13
menghadapi ragam permasalahan hidup yang sangat kompleks, baik
menyangkut masalah ideologi, politik, sosial ekonomi, kebudayan, sampai
kepada kemungkinan terjadinya tindak kriminal yang berteknologi tinggi, sudah
diantisipasi dengan syari‟ah nabi Muhammad saw. Syari‟ah yang dibawa oleh
nabi Muhammad saw pada prinsipnya telah perfect. Adapun perkara-perkara
ranting (furu‟iyah), itu pasti akan dapat diatasi oleh para ulama tafaqqquh fi
din yang akan ada pada setiap zaman. Insya Allah.
Syari‟ah Islam yang sengaja diciptakan Allah, spesial untuk mengatur
umat nabi akhir zaman, sudah perfect. Tidak perlu lagi konsideran mengingat,
menimbang, memperhatikan, dan memutuskan hal-hal baru dengan
berlandaskan rasio tanpa menoleh kepada ayat Al-Qur‟an atau hadits, itu
berarti dia telah menggantikan peran Allah sebagai Asy-Syari (pembuat hukum
dan undang-undang), juga telah menggantikan peran Rasulullah Saw sebagai
penjelas dan model terbaik (uswah hasanah), bahkan dia telah menuhankan
akalnya. Itu adalah tindakan zindik (mengotori agama).
Allah Swt dengan segala keluasan ilmunya yang unlimited, dengan
sengaja telah menciptakan syari‟ah Islam untuk dilaksanakan oleh manusia,
bukan hanya untuk dipelajari, apalagi untuk dikutak-katik dan diubah-ubah
sebagaimana dilakukan oleh Musa al-Samiri terhadap ajaran nabi Musa a.s atau
Paulus terhadap ajaran nabi Isa a.s. Muslimin wal muslimat, mukminin wal
mukminat tinggal bersikap sami‟na wa atha‟na (kami dengar dan kami taati).
Para guru besar bidang pemikiran Islam tidak boleh mengutak-atik
ajaran Islam dengan landasan rasio semata-mata, sebab Al-Qur‟an diturunkan
justru untuk mengarahkan cara berpikir manusia, bukan malah sebaliknya, Al-
Qur‟an yang diatur oleh otak manusia. Para Guru besar bidang agama Islam
harus bersikap sebagaimana guru besar bidang sains. Para saintis meneliti
hukum alam dan memanfaatkannya untuk kehidupan manusia, tetapi tidak
pernah terpikir atau berkeinginan untuk mengubah hukum alam.
Mempelajari detail hukum alam yang dilakukan para saintis memakan
waktu yang sangat lama dan tiada berakhir. Demikian juga untuk memahami
hukum syari‟ah memerlukan waktu yang sangat panjang, bahkan pasti tidak
akan pernah berujung. Akan tetapi paling tidak, kita berusaha untuk
memahami dan mengamalkan al-Islam secara benar, menggunakan metodologi

14
yang tepat, yang akurasi dan validasinya dapat dipertanggung jawabkan secara
akademis.

Apakah manusia perlu din ?


Manusia memiliki dua dimensi, yakni dimensi fisik dan dimensi ruhani. Fisik
manusia harus sehat, oleh karena itu manusia memerlukan dokter untuk
menjaga kesehatan dan mengobatinya ketika sakit. Untuk mengetahui penyakit
fisik, dokter harus belajar puluhan tahun. Setelah tamat SMA, dia
menyelesaikan sarjana medis, kemudian masuk spesialis I, kemudian masuk
spesialis II. Itu memakan waktu puluhan tahun, padahal dokter hanya
mempelajari sesuatu yang konkret. Itu pun ujungnya, tidak menjadi dokter
yang serba bisa. Pada umumnya, setiap dokter hanya memiliki satu keahlian
saja; dokter spesialis THT, dokter saraf, dokter kulit, dokter penyakit dalam,
dokter mata, dokter ahli jantung, dokter bedah, dokter kandungan, dokter
anak, dll.
Demikian juga ruhani manusia perlu dirawat oleh dokter ruhani, yakni
nabi dan penerusnya (ulama). Untuk mengetahui penyakit fisik saja, dokter
harus belajar puluhan tahun, apalagi untuk mengetahui penyakit ruhani yang
nonmaterial, calon ulama perlu studi belasan tahun.
Pada kenyataannya, penyakit ruhani jauh lebih sulit diobati daripada
penyakit fisik, akibat penyakit ruhani pun jauh lebih berbahaya daripada
penyakit fisik. Belum lagi masalah-masalah metafisika yang ada di seputar
ruhani; apa arti hidup ini ; kalau manusia telah mati, ruh manusia akan digiring
ke mana; apa itu alam qubur; apa yang harus di bawa oleh manusia untuk bekal
hidup di alam akhirat, dll. Oleh karena itu manusia sangat memerlukan
bimbingan agama.
Seseorang yang memiliki kepakaran sebagai profesor doktor bidang
sains, mungkin elektro, fisika, biologi, dll, tetapi apabila tidak dibarengi
agama, pasti ruhaninya tidak akan lurus menuju Allah Azza wa Jalla di akhirat
kelak. Selama hidup di dunia, ia akan mengalami kesulitan spiritual, baik di
usia muda apalagi di usia senja. Di alam quburnya nanti, pasti akan lebih sulit
lagi, tersiksa.

15
Fungsi Din
Agama bagi manusia bukan sekedar asesoris atau pelengkap, tetapi sebagai
fondamen dan arah hidup. Manusia tidak cukup dengan sains, teknologi dan seni
saja tetapi memerlukan agama. Dengan teknologi hidup menjadi mudah,
dengan seni hidup menjadi indah, dan dengan agama hidup jadi terarah.
Agama memiliki banyak fungsi, baik fungsi representatif (pencegahan)
maupun fungsi kurratif (pengobatan). Uraiannya sbb :
1. Hifzdu al-jasad : menjaga keselamatan jasad. Fungsi prefentifnya antara
lain Allah melarang berkelahi dan membunuh. Adapun fungsi kurratifnya
adalah hukum qisash, yakni hukum fisik sesuai dosanya; hidung bayar hidung,
mata bayar mata, gigi bayar gigi, dan nyawa bayar nyawa. Meskipun selintas
hukum ini amat kejam, memang betul, tetapi dikenakan kepada mereka
yang telah berbuat kekejaman, jadi seimbang dan adil. Dampaknya, masalah
menjadi tuntas dan tidak berbuntut panjang. Menurut Allah, di dalam hukum
qisash terdapat kehidupan, maksudnya jika hukum qisash dilaksanakan maka
nyawa manusia akan sangat dihargai dan terjamin. Sebailiknya, apabila
hukum qisash tidak dilaksanakan, maka agama Islam yang dianut ratusan
tahun dijamin tidak akan berfungsi kurratif dalam mengatasi kejahatan
penganiayaan dan pembunuhan, pasti.
2. Hifzdu an-Nafs : menjaga keselamatan psikhis. Fungsi preventif ajaran
Islam untuk menjaga kestabilan jiwa ini antara lain perintah berdzikir,
tawakkal, sabar, qanaah, dan syukur nikmat, juga larangan menghina,
mencela, memfitnah, dll. Fungsi kurratif ajaran Islam adalah hukuman keras
bagi orang yang mencemarkan nama baik dan atau menyebarkan fitnah.
Siapapun orangnya, termasuk wartawan yang menyebarkan fitnah dan
mencemarkan nama baik seseorang wajib dihukum ta‟zier (penjara) yang
berat. Jika penyebar berita bohong tidak dihukum berat, maka negara akan
dipenuhi dengan fitnah dan dusta.
3. Hifdzu al-Mal : menjaga keselamatan harta. Fungsi prevetifnya antara lain
perintah jual beli yang jujur, larangan riba, larangan mencuri dan berjudi.
Fungsi preventifnya antara lain memotong tangan para pencuri dengan
mempertimbangkan motif dan jumlah barang yang dicuri. Juga
memenjarakan pelaku riba dan rentenir, serta para penjudi.

16
4. Hifdzu al-Nasal : Menjaga keturunan. Fungsi preventifnya antara lain
perintah cepat menikah dan larangan berzina. Fungsi kurratifnya antara lain
hukuman dera 100 kali bagi penzina yang belum pernah menikah, dan
hukuman rajam sampai mati bagi penzina yang pernah menikah. Jika hukum
ini tidak diberlakukan, pasti perzinahan akan menebar ke mana-mana
sampai ke pinggir-pinggir masjid dan pesantren, dan bisa terjadi pada anak-
anak kiyai dan ulama yang dihormati, dijamin.
5. Hufzdu al-Aql : Menjaga akal. Fungsi preventif ajaran Islam antara lain
kewajiban mencari ilmu dan larangan meminum khamr/ arak. Fungsi
kurratifnya antara lain, bagi orang yang menegak arak wajib dihukum dera
minimal 40 kali maksimal 80 kali. Apabila peminum arak tidak dihukum berat
pasti akan melahirkan rangkaian kejahatan. Minuman keras berdekatan
dengan kejahatan lainnya seperti tawuran, penyiksaan, pembataian,
pembunuhan, pemerkosaan, dll. Apalagi jika undang-undang serta peraturan
daerah (PERDA) membuka lebar perdagangan arak, pasti negeri ini tidak
berkah dan sarat kriminal. Agama Islam yang dianut mayoritas penduduk
Indonesia pasti tidak akan berfungsi apabila hukum tentang arak tidak
ditegakkan.
6. Hifdzu al-Din : yakni menjaga keaslian agama. Fungsi preventifnya adalah
kewajiban berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan Sunnah, mengamalkan
ajarannya, mendakwahkannya, serta membelanya dengan segala kekuatan
yang dimiliki. Fungsi kurratifnya adalah menghukum tegas orang-orang yang
menodai Islam, baik melecehkan Alqur‟an, melakukan penafsiran Al-Qur‟an
secara serampangan, menghina nabi Muhammad, nabi palsu, menghancurkan
nama ulama, mendiskreditkan pusat studi Islam seperti pesantren,
mencemari citra masjid, atau mengingkari rukun iman dan rukun Islam.
Perlu dicatat bahwa ajaran Islam sangat menghormati perbedaan pendapat
tetapi mewajiban hukuman berat bagi orang zindik yakni orang-orang yang
menodai agama Islam beserta seluruh atributnya. Jika fungsi ini tidak
dilaksanakan, kemurnian agama Islam tidak akan terpelihara, dan akan terus
menerus lahir dan berkembang ajaran sesat dan menyesatkan.
7. Hifdzu al-ummah, yakni menjaga dan menyelamatkan umat. Fungsi
perventifnya antara lain perintah untuk bersatu memegang tali Allah dan

17
larangan berpecah belah, juga larangan bersikap ashabiyah yakni merasa
kelompoknya lebih baik daripada kelompok yang lain. Sikap demikian bisa
memicu pertengkaran antar kelompok Islam sendiri. Fungsi kurratifnya
adalah menghukum berat pihak-pihak yang menjadi otak atau provokator
keributan antar umat Islam, termasuk tawuran karena perbedaan
pemahaman keagamaan (khilafiyah).
8. Hifdzu al-alam yakni menjaga dan menyelamatkan alam, baik alam mikro
maupun alam makro, baik bumi maupun langit, baik flora maupun fauna,
baik material terbaharui maupun material tak terbaharui. Fungsi
preventifnya antara lain perintah Allah untuk berbuat ihsan terhadap alam,
baik perintah yang tertulis di dalam Alqur‟an maupun yang dijelaskan di
dalam hadits. Fungsi kurratifnya adalah menghukum orang-orang yang
merusak lingkungan, baik penebangan hutan sembarangan, memburu hewan
langka, mengekploitasi sumber kekayaan alam secara berlebihan, atau
mengusai sumber-sumber energi (air, minyak, batu bara, dll) secara egois.
Supaya ajaran Islam benar-benar fungsional bukan sekadar wacana dan
normatif, ada tiga langkah yang harus ditempuh yakni :
1. Mensyari’ahkan, yakni mengupas semua persoalan hidup dari sisi
hukum syar‟i, berdasarkan dalil yang jelas, baik dari Alqur‟an, hadits
maupun ijtihad.
2. Mengilmiahkan, yakni menjelaskan masalah yang dibahas berdasarkan
pendekatan sainteks sehingga nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al-
Qur‟an dan hadits, bukan hanya diyakini oleh hati tetapi dapat dipahami
pula oleh rasio.
3. Men-DPR–kan, yakni membuat undang-undang sebagai turunan dari
nilai-nilai yang ada pada Alqur‟an dan hadits sehingga bisa dijadikan
pijakan hukum termasuk untuk memberi sanksi kepada orang-orang yang
melanggar aturan.

Landasan Berislam
Ilmu Islam diperoleh melalui studi yang panjang sampai akhir hayat, bukan
belajar agama secara instan, dadakan, sesekali atau hanya bersifat
alakadarnya. Beberapa kiat berislam yang benar adalah sebagai berikut :

18
 Harus berdasarkan ilmu : Pengetahuan yang benar adalah ilmu,
sedangkan pengetahuan yang belum tentu benar disebut persepsi atau
opini. Agar opini atau persepsi diakui sebagai ilmu, harus dibuktikan
terlebih dahulu kebenarannya melalui serangkaian uji akademis, dengan
menggunakan metodologi yang telah disepakati para ahli. Bidang sains diuji
antara lain melalui pendekatan empiris-labolatoris. Bidang ajaran Islam
diteliti dengan menggunakan pendekatan istinbath hukum yang melibatkan
beragam ilmu bantu. Sebagai muslim yang baik, kita tidak boleh beramal
berdasarkan persepsi atau opini tetapi harus berdasarkan kepada ilmu. Di
dalam QS. 17 : 36 ditegaskan :

َ َ ‫نمَ ْع َ َونمْ َص‬


ُّ ُ ‫َر َونمْ ُؤ َان َد‬
‫ُك ُأومَ ِئ َك ََك َن َعنْ ُ َع َْ ُئ ًوال‬ ‫َو َال ثَ ْق ُف َما مَيْ َس َ ََل ِت ِو ِع ْ ٌل ّن ان ا‬
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.

 Tidak berdasarkan mayoritas : Berislam tidak boleh atas dasar


kebiasaan atau pendapat mayoritas, sebab mayoritas tidak menjamin
orsinalitas. Perlu menjadi catatan penting bahwa kebenaran hanya ditentukan
oleh kualitas argumentasi bukan oleh kuantitas penganutnya. Kebenaran
yang ditentukan oleh suara terbanyak mungkin bisa terjadi di lembaga dewan
perwakilan rakyat yang menggunakan voting untuk menentukan kebenaran,
tetapi tidak berlaku dalam menentukan syari‘ah Islam.

 Tidak berdasarkan keturunan : Berislam tidak boleh atas dasar


keturunan, kebiasaan nenek moyang, atau warisan leluhur. Semuanya harus
berhulu kepada Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw. Jadi kita harus berani
menolak apa pun tradisi keagamaam nenek moyang kita, apabila jelas-jelas
bertentangan dengan Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah Saw. Ketidak-beranian
menolak nilai-nilai leluhur yang batil, yang sudah menjadi tradisi
masyarakat, adalah cermin lemahnya iman. (QS. 2 :170) :

ُ ‫ َون َذن ِقي َل مَيُ ُم نث ا ِص ُعون َما َأ ْن َز َل ا‬


‫نَّلل قَامُون ت َ ْل نَد ا ِب ُ َما َأمْ َؤ ْينَا عَلَ ْي ِو َء َنَب َءَنَ َأ َومَ ْو ََك َن َء َنَب ُُ ُ ُْ َال‬
)071 ‫ون نمصقرة‬ َ ُ‫ون َشيْئًا َو َال َيَ ْخَد‬ َ ُ‫ي َ ّْع ِقل‬

19
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,"
mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga),
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk (QS. 2 : 170).

 Tidak berdasarkan figure : Dalam satu komunitas masyarakat, figur


atau tokoh panutan yang kharismatik, itu sangat penting, sebab dialah yang
berperan mengendalikan komunitasnya. Akan tetapi bersikap hormat
berlebihan terhadap figur, termasuk kepada ulama, kiyai, ajengan, ustadz,
habib atau apapun namanya, sama saja dengan memberhalakan figur itu.
Efek buruknya sangat banyak antara lain, mandul kritik, bersikap taqlid buta,
dan kultus individu. Itu sama dengan sikap sebahagian Nasharni kepada
para pendetanya. Lihat QS.9 :31 :

)10(َ ‫ُون ن ا َِّلل‬


ِ ‫ا َنَّت ُذون َأ ْح َب َار ُ ُْ َو ُر ْى َصاَنَ ُ ْم َأ ْر ََب ًَب ِم ْن د‬
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai
tuhan selain Allah”. (QS. 6 : 61).

 Jangan terikat fanatisme madzhab : bernadzhab, tidak diperintah


rasulullah saw, juga secara kaidah akademis adalah salah. Studi keislaman
yang terikat kuat kepada madzhab tidak akan berkembang, malah justru
sikap taqlied ini akan membuat hukum menjadi jumud. Coba bandingkan
dengan pengembangan sains. Pengembangan sains tidak pernah terikat
dengan figur, tidak pernah terikat kepada satu teori dari seorang guru besar,
tetapi akan selalu mencari teori-teori yang dinilai lebih tepat.

 Menggunakan Ilmu bantu : Banyak ilmu bantu untuk studi keislaman,


antara lain bahasa Arab dengan segala cabangnya, Ulum al- Qur’an (ilmu-
ilmu bantu yang berkaitan dengan kajian Al-Qur‟an), Ulum al-Hadits (ilmu-
ilmu yang berkaitan dengan penggalian sunnah Rasulullah Saw), Ulum al-
Fiqh (ilmu-ilmu yang berkaitan dengan bagaimana cara menentukan hukum
dan bagaimana cara mengamalkan syari‟ah). Di samping ilmu-ilmu itu,
filsafat (falsafah) bisa juga digunakan sebagai pisau bedah untuk
memahami ajaran Islam. Kaidah-kaidah filsafat bisa membantu
mempermudah pemahaman terhadap Al-Qur‟an dan hadits.

20
Azas filosopis dalam pengajaran
Penyajian ajaran Islam yang sangat filosofis akan sangat membantu
mempercepat pemahaman objek dakwah terhadap ajaran Islam, antara lain :
 Sistimatis : berurutan atau runtun, dari mana memulainya, terus ke
mana dan bermuara di mana. Penjelasan yang loncat-loncat akan
menyulitkan objek dakwah.
 Rasional : yakni mudah dipahami karena jelas hubungan sebab
akibatnya. Supaya rasional, sangat baik jika menggunakan ibarat-ibarat,
merangsang berfikir dan tidak dogmatis.
 Objektif : berdasarkan dalil, jelas referensi dan rujukannya, bukan
sekedar kata orang, kira-kira atau dugaan – dugaan.
 Komprehensif : menganalisis Islam dari berbagai sisi, menggunakan
multi pendekatan, antara lain pendekatan kebahasaan, kesejarahan,
teologis, filosofis, sosiologis, politik, ekonomi, kesehatan, militer, dll.
 Radikal : yakni sampai kepada kesimpulan, tajam, menggigit dan sangat
menyentuh perasaan.
 Kohern, yakni bagian demi bagian al-Islam yang dijelaskan harus saling
menguatkan, jangan sampai terjadi uraian di satu sisi bertentangan
dengan uraian di bagian yang lain.
 Konsisten : yakni taat azas, taat prinsip dan taat kaidah atau disebut
istiqamah. Dalam menjelaskan al-Islam di bagian manapun dan
kapanpun harus tetap begitu, jangan berubah-ubah, apalagi
menjelaskan al-Islam tergantung pesanan demi kepentingan sesaat.

Lima tipologi pemikir Islam


Ketika khutbah wukuf pada haji Wada‟ tahun 10 hijriyah, Rasulullah bersabda :
“Aku tinggalkan padamu dua pusaka. Selama kamu berpegang teguh kepada
keduanya, kamu tidak akan tersesat selama-lamanya; yakni kitabullah (Al-
Qur‟an) dan sunnah Rasul”.
Ini hadits mutawatir (berita yang bersumber dari nabi yang diterima oleh
orang banyak dan disebarkan kepada orang banyak pula). Dengan wasiat ini,
umat Islam, di samping memegang Al-Qur‟an sebagai pedoman utama, juga
harus memegang Al-Sunnah (Al-hadits) sebagai pedoman kedua. Hadits berisi

21
tafsiran terhadap semua ayat Al-Qur‟an, hadits adalah turunan dari aturan Al-
Qur‟an, hadits adalah penjelasan tentang “How to do”. Tanpa hadits, seorang
muslim akan sangat bingung untuk mengetahui tatacara shalat, shaum, zakat,
haji, ekonomi, politik, dll. Umat Islam harus memegang teguh Al-Qur‟an dan
hadits sekaligus.
Akan tetapi pada kenyataannya – sebagaimana akan diterangkan nanti –
banyak bermunculan paham dan aliran yang pada dasarkan menolak hadits
sebagai sumber hukum setelah Alqur‟an. Kelompok ini disebut sebagai Inkar al-
Sunnah. Alasan yang paling utama adalah mereka merasa pesimis dengan ribuan
hadits yang ternyata dhaif. Menurut mereka hanya ada 4 hadits yang shahih dari
sekian puluh ribu hadits yang tertera dalam sejumlah kitab hadits. Daripada
sulit-sulit meneliti hadits yang belum tentu berhasil, lebih baik mencukupkan
diri dengan Al-Qur‟an.
Padahal itu justru sikap yang tidak rasional, bagaimana mungkin dapat
melaksanakan ibadah shalat, shaum dan sebagainya tanpa melihat al-hadits,
sebab di dalam hadits itulah terdapat penjelasannya. Al-Qur‟an berisi perintah
sedangkan al-hadits adalah juklak, petunjuk pelaksanaannya. Pada
perkembangan berikutnya Inkar al-Sunnah mengalami metaformosis menjadi
paham-paham yang beragam.
Nanti akan dapat diketahui, bahwa dalam memahami Al-Qur‟an sebagai
sumber hukum pertama dan al-hadits sebagai sumber hukum kedua, beragam
tipologi ulama lahir. Paling tidak ada lima tiplologi ulama, yakni ulama Sufistik,
Sinkretik, Tekstualis, Kontekstualis, dan Liberal.
 Tokoh Sufistik adalah ulama yang menggali isi kandungan Al-Qur‟an dan
hadits dari sisi kesufian. Dalam batas-batas tertentu, mereka hanya
mengambil nilai-nilai Al-Qur‟an dan hadits dari sisi akhlak yang luhur. Akan
tetapi pada perkembangan berikutnya, ketika memasuki wilayah tarekat,
mereka akan menggunakan semua hadits termasuk hadits dhaif, alasannya
karena menggunakan hadits dhaif untuk keutaman beramal (li fadlai al-
amal) dinilai halal. Bahkan para ahli tarekat menggunakan semacam
wangsit hasil yaqadzah wa musyafahah tokoh sentral sufi mereka untuk
dijadikan pelengkap dalam bersyari‟ah setelah wafatnya Rasulullah Saw,

22
terutama dalam amal wirid dan shaum. Di sini seakan-akan ada lagi sumber
hukum lain setelah al-Qur‟an hadits, yakni wangsit.
 Tokoh Sinkretik : Sinkretik adalah percampuran antara budaya lokal
dengan agama. Tokoh ini sering tidak peduli kepada dalil naqli maupun dalil
aqli / ratio. Pemikiran mereka lebih didominasi oleh sikap sosiologis, yakni
bersikap akomodatif terhadap tradisi keagamaan di daerah setempat. Bagi
kelompok ini, apapun bisa menjadi boleh termasuk upacara sesajen untuk
acara ruwatan rumah, sajian untuk dewi Nyi Roro Kidul, upacara adat
pernikahan yang menyerempet syirik, upacara tolak bala buta ijo, dll. Apabila
percampurannya sangat kuat, dapat melahirkan agama baru, sebagaimana
agama Sikh di India, yang merupakan sinkretik antara Islam Tarekat dengan
nilai dan tradisi Hindu.
 Tokoh Tekstualis : atau disebut tokoh scripturalis adalah tokoh Islam yang
telah berusaha menyeleksi hadits sesuai kaidah ulum al-hadits, tetapi dalam
penafsirannya sangat terikat dengan teks, kurang memperhatikan konteks.
Para tokoh scripturalis bukan tidak menggunakan ratio tetapi lebih terikat
dengan teks Al-qur‘an dan hadits apa adanya. Aplikasi di lapangan antara
lain, mereka makan dengan tiga jari, menjilati jari-jari sehabis makan,
memelihara jenggot, dan memakai celana ngatung.
 Tokoh Rasional Kontekstual : Ialah tokoh-tokoh Islam yang dalam
mengistinbath hukum selalu memperhatikan dua aspek yakni teks dan
konteks. Tokoh ini banyak menggunakan argumentasi rasio di samping
melihat teks Al-Qur‘an dan hadits. Contoh : hadits menyatakan bahwa nabi
saw. makan dengan tiga jari. Mereka bertanya, makan apa ketika itu ?
makan kurma, ya benar, tetapi kalau makan nasi tentu memakai lima jari
sedangkan makan bubur memakai sendok. Demikian juga soal memelihara
jenggot dan persoalan isbal yakni memakai sarung, kain, serban, atau
celana panjang yang melewati mata kaki.
 Tokoh Rasional Liberal : Ialah tokoh-tokoh Islam yang didominasi oleh
rasio ketika melakukan istinbath hukum. Mereka bukan hanya menolak hadits
Ahad yang bertentangan dengan rasio, tetapi sering mengabaikan hadits
Ahad dalam menetapkan hukum yang telah dipersiapkannya, bahkan
menolak teks Al-Qur‘an yang dianggapnya irrasional. Beberapa metode

23
pendekatan yang digunakan oleh kelompok pemikir Islam rasional liberal
adalah tafsir Metaforis, tafsir Hermeunetika dan pendekatan sosial
kesejarahan. (Lihat : uraian tentang Islam Liberal).

Empat tingkatan ilmu


Dilihat dari sisi bagaimana cara memperoleh ilmu, ilmu bisa dibagi menjadi tiga
yakni ilmu Irfani, ilmu Burhani dan ilmu Laduni.
Ilmu Irfani : Ialah ilmu yang diperoleh melalui studi, baik di sekolah, pesantren
maupun di lingkungan rumah dan masyarakat.
Ilmu Burhani : ialah ilmu yang diperoleh melalui pemberian dari Allah secara
langsung sebagaimana diperoleh nabi-nabi.
Ilmu Laduni : ialah ilmu yang diperoleh secara langsung dari Allah tetapi
penerimanya bukan nabi.
Dilihat dari sisi rasionalitas, ilmu terbagi empat katagori yakni, Empirical
science, Rational science, Suprarational, dan metarational.
1. Empirical Science, yakni ukuran benar tidaknya adalah dibuktikan
secara empirik melalui eksperimen. Sumbernya adalah pancaindera,
terutama mata. Mata itu bahasa Arabnya adalah ain, maka disebutlah
ainul yaqin . Ilmu yang termasuk ke dalam empirical science antara lain
kedokteran, fisika, kimia, bilogi, goelogi.
2. Rational Science , ialah ilmu yang kebenarannya ditentukan oleh
hubungan sebab – akibat. Kalau ada hubungan yang logis disebutlah
rational. Sumbernya adalah ratio, maka disebutlah ilmul yaqin. termasuk
ke dalam katagori ilmu ini antara lain bahasa, filsafat, matematika.
3. Suprarational Science , ialah manakala kebenarannya ditentukan oleh
hal-hal di luar ratio yang berkembang pada zaman itu. Sumbernya
adalah hati (qalbu), maka disebutlah Haqqul Yaqin. Yang termasuk ke
dalam ilmu ini antara lain tentang Isra Mi'raj, doa, dan mukjizat.
4. Metarational Science adalah Ilmu Ghaib, semacam siksa dan nikmat
qubur, surga neraka, dll. Sumbernya adalah Ruh.

Memahami al-Islam dengan hanya menggunakan katagori Empirical science


dan Rational Science akan mengalami kesulitan, banyak ilmu yang akan

24
tereduksi. Akibatnya ayat-ayat Al-Qur'an yang dianggap kurang rasional
dipaksakan harus rasional, maka terjadilah rasionalisasi al-Qur'an. Itu keliru.

Pendekatan dalam Studi Islam


Untuk mempelajari Al-Islam bisa ditempuh dengan dua cara yakni pendekatan
holisitik dan pendekatan parsial. Penjelasannya sbb :
Pertama, Pendekatan holistik ialah mempelajari Islam yang dimulai
dari keseluruhan, secara global atau garis besar, kemudian mengarah kepada
pendalaman bagian perbagian. Islam dilihat dari keseluruhan yang terbagi
menjadi dua bagian besar yakni akidah dan syari‟ah. Setelah mengetahui akidah
secara global kemudian diperdalam bagian demi bagian; tentang Allah,
malaikat, rasul, hari akhir, taqdir, jin, setan, alam qubur, kebangkitan di hari
kiamat, hisab amal, sampai kepada surga – neraka.
Adapun syari‟ah dibagi dua yakni ibadah mahdhah dan ibadah ghair
mahdhah. Ibadah mahdhah meliputi tatacara shalat, shaum, zakat, haji dan
pengurusan jenazah, sedangkan Ibadah ghair mahdhah meliputi pernikahan,
ekonomi, sosial budaya, hukum qishash, hudud dan ta‟zier. Setelah
mempelajari Ibadah secara global, langkah berikutnya adalah menganalisis satu
persatu bagian secara mendetail. Jadi dimulai dari yang global mengarah
kepada yang detail.

Kedua, Pendekatan Parsial ialah mempelajari al-Islam secara parsial,


bagian demi bagian, didalami satu persatu. Dari satu bab atau topik terus ke
bab atau topik berikutnya hingga selesai, misalnya mempelajari akidah yang
dimulai dari iman kepada Allah sampai qadha qadar, masalah hidup, kematian,
alam qubur, sampai pembahasan syurga – neraka. Setelah selesai bab akidah
lalu menginjak kepada bab syari‟ah ibadah yang dimulai dari syahadat, shalat,
shaum, zakat, haji, jenazah, sampai masalah ekonomi, waris, dll. Jadi, dimulai
dari bagian-bagian lalu mengarah kepada Islam keseluruhan.
Mana yang lebih baik ? sebaiknya menggunakan prinsip SAS, struktural,
analisis dan sintesis. Mempelajari sesuatu itu sebaiknya dimulai secara global
dan pemetaan (mapping), setelah itu barulah menganalisis bagian demi bagian
secara detail.

25
Pendekatan dalam mengamalkan ajaran Islam
Dalam mengamalkan al-Islam, bisa didekati dengan dua cara, yakni pendekatan
hukum (law approach, taklifi), dan pendekatan cinta (love approach,
mahabbah)
 Law Approach yakni pengamalan Islam sebatas pendekatan hukum
haram – halal, yang penting sah, yang penting tidak haram. Cara begini
kurang memotivasi amalan sunnat.
 Love Aproach yakni pengamalan Islam bukan sebatas asal sah tetapi
ingin beribadah kepada Allah berdasarkan perasan cinta, ingin
mempersembahkan sesuatu yang paling sempurna, perfect.
Mana yang lebih baik ? Selama sempat dan memungkinkan, lakukanlah ibadah
sebaik mungkin, mencapai nilai lulus, mabrur, sempurna, perfect, summa
cumlaude, Contoh : Ketika seseorang bermaksud melaksanakan shalat Dhuhur,
maka :
 Jauh sebelum adzan, kita sudah berwudhu.
 Berwudhu dengan apik, bersih.
 Memakai pakaian yang suci, dan yang terbaik yang kita miliki.
 Melakukan shalat syukur Wudhu.
 Masuk mesjid, lalu melaksanakan shalat tahiyyatul mesjid dan shalat
qabliyah dhuhur.
 Shalat dhuhur dengan berjamaah, sejak imam takbir pertama.
 Selesai shalat dhuhur tidak langsung pergi tetapi menyelesaikan wiridan
dan doa-doa.
 Diteruskan dengan shalat sunnat ba‟diyah.
Dengan pendekatan mahabbah, nilai ibadah akan meroket, sedangkan ibadah
yang asal sah, asal gugur kewajiban, pasti tanpa disertai amal-amal nafilah
(tambahan), akibatnya tabungan pahalanya sulit bertambah.

26
Kita harus menjadi mukmin yang selalu mempersembahkan untuk
kekasih pujaan hati, Allah Swt, yang terbaik, the best, perfect, summa
cumlaude.
SIFAT DAN FUNGSI
AJARAN ISLAM

SIFAT AJARAN AZAS BERISLAM FUNGSI ISLAM :


ISLAM : Bi al-‘ilm, ialah  Hifdzu al-Aql
 Sesuai fitrah. berdasarkan ilmu  Hifdzu al-Jasad
 La haraj (tidak bukan berdasarkan  Hifdzu al-nasal
memberatkan) mayoritas, figur,  Hifdzu al-Maal
 Syumul atau tradisi nenek  Hifdzu al-din
(lengkap) moyang

PENDEKATAN
TIPOLOGI PENDEKATAN DALAM
TOKOH ISLAM : DALAM STUDI MENGAMALKAN
 Sufistik ISLAM : ISLAM :
 Sinkretis  Holistik  Law approach
 Tekstualis  Parsial  Love approach
 Kontekstual
 Liberal

27
BAB 2
KONSEP ALAM :
Relasi hukum alam dengan hukum syari’ah

Hakikat Alam
Kita sering mengucapkan lafadz : Al-hamdu li Allah rabb al-‘alamin ( Segala
puji bagi Allah, Tuhan Pengurus sekalian alam). Allah adalah rabb yakni
sebagai pencipta, pemelihara, dan pengatur alam, sedangkan selain Allah
adalah alam, jadi hakikat alam adalah segala ciptaan Allah swt. Alam disebut
makhluk (yang diciptakan) sedangkan Allah disebut khalik (pencipta). Alam
sebagai hasil karya Zat Maha Sempurna memiliki karaskteristik sbb :
 Baik dan Indah : Semua ciptaan Allah pasti baik dan indah. Perhatikan
ribuan species ikan, ulat, kupu-kupu, burung, dan cacing. Perhatikan
pula ribuan species tumbuhan, baik pohon-pohon kayu, bunga-bungaan,
buah-buahan, maupun sayur-sayuran. Semuanya baik, indah, cantik,
menarik, mempesona, dan mengagumkan. Sungguh Allah Maha Cantik,
subhanallah. Kumpulkan ribuan profesor biologi, lalu suruh mereka
untuk bekerjasama membuat seekor cacing saja, berikan waktu
secukupnya, pasti tidak mampu.
 Memiliki sistem sendiri-sendiri : Semua ciptaan Allah memiliki sifat
dan sistem sendiri-sendiri yang melekat pada dirinya. Hewan,
tumbuhan, air, batu, tanah dan lain-lain memiliki sistem sendiri-sendiri.
Perhatikan bagaimana seokor singa bisa secara efektif membunuh
mangsanya yang besar, bagaimana ular mencari mangsa di malam hari
dengan menggunakan sensor pencari panas, bagaimana sistem
kehidupan tawon dan semut dalam membina kerajaannya termasuk
memenej bahan pangan, bagaimana tanah menjadi filter racun yang ada
pada air, dan banyak lagi hal lainnya, yang apabila kita perhatikan
secara cermat, kita akan berdecak kagum tanpa henti kepada Allah Azza

28
wajalla sebagai Pencipta yang maha kreatif dan maha cerdas, Allahu
Akbar.
 Dapat dipelajari : sifat atau sistem yang ada pada alam, baik pada
manusia, hewan, tumbuhan, maupun pada benda-benda tidak hidup,
bersifat tetap, pasti dan objektif sehingga dapat dipelajari. Dari hasil
penelitian itu, dibuatlah rumus, prinsip, kaidah atau teori. Alqur‟an
mendorong mukminin untuk melakukan penelitian :”Dan perhatikanlah,
baghaimana manusia diciptakan, .....Para peneliti, ilmunya lebih
mendalam daripada orang-orang yang hanya mengutif informasi tentang
sains dari orang lain.
 Bermanfaat, misalnya, dulu buah mengkudu yang bau dan pahit itu
tidak dilihat sebelah mata karena dianggap tidak bermanfaat sama
sekali, tetapi sekarang orang mengetahui bahwa buah mengkudu itu
banyak manfaatnya terutama untuk obat. Dulu orang merasa jijik
dengan lintah, hewan air ini dianggap tidak bermanfaat sama sekali,
tetapi sekarang lintah dipelihara dan dicari orang antara lain untuk
pengobatan, lintah sengaja ditempelkan di bagian tubuh tertentu untuk
menyedot limbah darah atau oksidan, bahkan ditempelkan di lidah
untuk menyedot limbah darah yang menggumpal pada saluran darah ke
jantung. Coba perhatikan lagi tentang manfat sidik jari, DNA, dan
golongan darah. “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan segala
sesuatu ini sia-sia “ (QS. 3 :....). Semakin diteliti akan semakin terbukti
betapa hebatnya Allah subhana wa ta‟ala.
 Patuh kepada hukum Allah : Matahari dan benda angkasa lainnya
taat kepada Allah antara lain beredar pada porosnya. Lihat pula hewan,
tumbuhan, air, dan udara, juga sangat taat kepada hukum Allah, baik
terpaksa maupun sukarela. Allah menegaskan : (QS. 28 : 83).
 Berpasang-pasangan, misalnya malam dan siang, pria dan wanita,
sedih dan gembira, berani dan takut, antara penyakit dengan obatnya,
dll.
 Tawazun (berkesimbangan), seimbang antar jumlah manusia dengan
bahan makanan yang disediakan oleh Allah, jadi jika terjadi kepalapan,
itu karena ketidakadilan sebahagian manusia terhadap manusia lainnya.

29
Terjadi juga keseimbangan antara bakteri baik dan bakteri buruk di
dalam perut, kolesterol baik dan buruk, sel darah putih dengan sel
darah merah, hewan pemangsa dan yang dimangsa, dan lain-lain. Kalau
kemudian terjadi ketidak seimbangan pada alam, itu karena ulah
manusia yang sok tahu, atau tahu tetapi menghianati ilmunya. Orang
yang merusak alam disebut fasid (destroyer).Naudzu billahi min dzalik.
 Integratif, sistemik, hierarkis dan centralistik. Disebut integratif,
karena alam merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Sistemik, karena antara satu dengan yang lainnya saling keterkaitan,
berhubungan, inter connect sebagai sebuah sistem. Hierarkis, yakni
bertingkat, tingkatan yang paling tinggi adalah manusia. Centralistik,
yakni semua berpusat kepada kekuasaan Allah. Dalam pengertian lain,
apapun yang Allah ciptakan adalah untuk manusia.
 Fana : alam itu terkena rusak dan akhirnya punah (QS. 28 : 88). Tidak
ada alam yang bersifat abadi (baqa); muda menjadi tua, kulit kencang
menjadi keriput, segar menjadi busuk, dan lain-lain. Bagaimana dengan
surga, neraka dan ruh bukankah semuanya abadi, tiada berakhir ?. Ya
betul, tetapi surga, neraka dan ruh adalah makhluk yang berawal
walaupun tiada akhir, atau bersifat baqa aradhi, sedangkan Allah swt
sebagai pencipta alam bersifat baqa hakiki, yakni tiada awal dan tiada
akhir.
Allah telah menciptakan alam yang sangat beragam dan dalam jumlah jenis dan
items yang sangat spektakuler, dalam tempo enam hari.2 Enam hari di bumi
adalah 6 x 24 jam, berbeda dengan 6 hari di langit “Sesungguhnya satu hari di
sisi Allah sama dengan seribu tahun dalam hitunganmu”. Di langit ketujuh,
lebih lama lagi, takarannya satu hari sama dengan 50.000 tahun. Ini ditegaskan
di dalam Alqur‟an : ”Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada
Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun. (QS. Al-Ma‟arij : 4).
Kata Einstein, waktu itu relatif. Dari sisi besarannya, alam terbagi dua yakni

2
Dan Dialah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari. (QS. 11 : 7). Di
dalam surat al-Hajj, satu hari menurut Allah sama dengan 1000 tahun hitungan manusia.
Sedangkann di dalam QS. Al-Ma‟arij, satu hari sama dengan 50.000 tahun. Menurut ahli geofisika
(yang mendasarkan hidungannya kepada pemnbentukkan batu dan sungai), satu periode sama
dengan 600 tahun, sedangkan menurut ahli astronomi (berdasarkan pergerakan bintang, comet),
satu periode bisa mencapai 6 milyar tahun.

30
alam makro dan alam mikro. Dari sisi ekistensinya alam terbagi dua menjadi
alam syahadah dan alam ghaib. Dari sisi fungsinya, alam terbagi dua yakni alam
fisik dan alam spirit.

Alam mikro dan alam Makro:


Alam mikro adalah makhluk kecil seperti sel; baksil, bakteri, virus, dan sel
sperma. Kecilnya sperma adalah 600 milimicron setara dengan satu centimeter
dibagi 600, sedangkan virus HIV kecilnya 1000 milimicron setara dengan satu
centimeter dibagi 1000. Jadi kalau ada iklan menyarakan : “Jauhi HIV
gunakanlah kondom” itu iklan yang menyesatkan, karena kondom itu efektif
untuk menyaring sperma tetapi tidak akan mampu menyaring virus HIV.
Alam makro adalah alam besar, yakni bumi dan langit (termasuk planet,
galaksi, dan cluster). Di langit terdapat triliunan bintang. Bintang yang paling
dekat ke bumi adalah bintang kuning, disebut al-Syamsu atau matahari,
besarnya lk 120 kali bumi. Jadi matahari itu sebenarnya bintang, kalau begitu
matahari bukan satu tetapi amat banyak. 100 sampai 300 milyar bintang dalam
satu gugusan disebut galaksi. Ada galaksi Milky Way atau Bima Sakti,
Andromeda, Messier, dll. Gugusan galaksi disebut Cluster. Satu Cluster berisi
100 sampai 300 milyar galaksi. Apabila seseorang mau menempuh perjalanan
dari sebuah galaksi ke galaksi ujung, diperlukan waktu 100 milyar tahun
cahaya. Kecepatan cahaya adalah 300.000 km / detik. Kalau begitu, apabila
seseorang mau ke ujung galaksi, ia harus mempunyai umur minimal 100 milyar
tahun dan menggunakan kendaraan berkecepatan cahaya.
Langit itu ada tujuh (sab’a samawat) yang berlapis. Akan tetapi,
kata tujuh bisa bermakna hakiki atau harfiyah, bisa juga bermakna majazi
(kiasan) saking banyaknya, saking lamanya, seperti kata-kata berikut ini : Ini
harta tidak akan habis oleh tujuh turunan, ini pesta tujuh hari tujuh malam,
aku akan membela cintaku meskipun harus menyeberangi tujuh samudera,
putriku harus mandi dengan tujuh bunga dan air di tujuh sumur, pusing tujuh
keliling, eta aki-aki tujuh mulud (bahasa Sunda). Setelah langit ke tujuh, area
berikutnya adalah Sidratul Muntaha yakni ujung yang paling ujung atau ujung
absolut, yakni Arasy. Di dekat Arasy inilah ada surga.

31
‫َومَقَدْ َر َءن ُه نَ ْز َ ًل أُخ َْرى ِعندَ ِسدْ َر ِة نمْ ُع ْنَتَ َى ِعندَ ىَا َجن ا ُة نمْ َعبِ َوى‬
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada
waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal”

Jadi luasnya surga itu seluas langit dan bumi. Arasy sebagai bagian terluar
dari alam ini pasti luasnya meliputi segenap langit dan bumi, bahkan luasnya
luas absolut tanpa batas (Wallahu a‟lam). Di Arasy inilah Allah bersemayam. Al
rahman „ala arsy istawa (.....). Allah mengatur alam semesta tanpa kecuali.
Dalam hal ini, jangan sekali-kali mempersamakan Allah dengan seorang raja
manusia yang duduk di sebuah titik yang terikat dengan tempat dan waktu
sebab Allah itu immaterail. Subhanallah.
Bumi hanyalah satu noktah kecil di antara triliunan bintang dan benda
angkasa lainnya di dalam sistem alam raya yang amat luas, bumi tak ubahnya
debu. Sudah sekecil debu terbagi-bagi pula menjadi lima benua. Kita kebagian
benua Asia, itupun hanya Asia Tenggara bahkan hanya Indonesia. Selanjutnya
Indonesia dibagi-bagi menjadi provisi, kota kabupaten, kecamatan, kelurahan,
RW dan RT, akhirnya kita hanya kebagian satu rumah. Jadi kalau bumi ibarat
debu, rumah kita adalah debunya debu. Masya Allah. Pantaskah kalau manusia
menyombongkan diri ?

Alam syahadah dan alam gaib :


Alam syahadah (alam konkret, alam empiris), adalah alam yang dapat dijangkau
dengan pancaindera dengan segala alat bantunya. Alam syahadah ada yang
hidup ada yang tidak hidup. Alam syahadah yang hidup antra lain manusia,
hewan, tumbuhan, sedangkan alam syahadah yang tidak hidup antara lain air,
api, udara, batu, dan tanah.
Alam gaib adalah alam yang tidak dapat dijangkau dengan panca indera
walaupun menggunakan alat bantu. Alam gaib terbagi dua yakni gaib nisbi dan
gaib mutlak.
Gaib nisbi (relatif) adalah sesuatu itu gaib bagi sebahagian orang tetapi tidak
gaib bagi yang lainnya. Controh : malaikat dan jin. Kedua makhluk ini bagi
manusia pada umumnya adalah gaib, tetapi bagi nabi Sulaiman a.s tidak. Ia
justru bisa menaklukan jin. Adapun alam gaib mutlak ialah apa yang akan

32
terjadi di masa yang akan datang, apa yang akan terjadi besok. Dalam hal ini,
tidak ada satu makhluk pun, termasuk nabi dan para malaikat yang dapat meng
etahui hari esok. Subhanallah.
Hari esok, atau apa yang akan terjadi di masa depan adalah gaib mutlak,
yang hanya diketahui oleh Allah. “Dan kepunyaan Allah apa yang gaib di langit
dan di bumi. Hanya kepada-Nyalah semua urusan dikembalikan”.(QS. Hud 11 :
23). Nabi Muhammad misalnya tidak mengetahui sebelumnya bahwa ia akan
terluka di dalam perang Uhud. Malaikat pun tidak mengetahui kapan kiamat
akan terjadi, bagaimana nasib si Fulan di masa depan, dll. Hanya Allah yang
mengetahui alam gaib mutlak. Jika ada orang datang ke tukang ramal,
paranormal, dukun, orang “pintar”, kiyai “ahli hikmah” dll untuk mengetahui
masa depan seseorang, baik melalui garis tangan, zodiak-zodiak atau bintang
kelahiran, atau lewat meditasi, itu adalah perbuatan syirik. Kenapa dianggap
syirik ? sebab telah mempersamakan dukun dengan Allah dalam hal dapat
mengetahui masa depan, wilayah gaib mutlak.

Alam Fisik dan alam Ruh :


Dari perspektif yang lain, alam terbagi dua, yakni alam fisik dan alam spirit
atau alam ruh. Manusia memiliki dua dimensi alam, yakni jasad /fisik dan alam
ruh/ spirit (nonfisik). Ruh berbeda dengan nyawa. Nyawa berhubungan dengan
hayat (hidup) dan al-maut (kematian), sedangkan ruh, selain berhubungan
dengan hidup dan mati, juga berhubungan dengan kesadaran manusia. Dalam
hal ini, hewan mempunyai nyawa tetapi hewan tidak mempunyai ruh.

Bayi dalam kandungan ibu, baru mendapatkan ruh pada usia 4 bulan, tetapi
sebelum itu, bayi sudah hidup. Menurut ahli biologi, kehidupan itu ada 9 level,
yakni kehidupan tingkat sel, jaringan, sistem jaringan, organ, sistem organ,
individu, polulasi, komunitas, dan ekosistem. Jadi sperma itu hidup, hidup level
sel. Demikian pula bayi sebelum usia 4 bulan sudah hidup, hidup dalam level
sel, jaringan, sistem jaringan, organ dan sistem organ. Ketika berusia 4 bulan,
Allah Swt meniupkan ruh ke dalam bayi itu, maka bayi itu pun hidup, hidup
dalam level individu.

33
Hukum Allah untuk Mengatur Alam
Supaya alam tertib dan teratur, Allah Swt membuat seperangkat aturan (laws). 3
Aturan atau hukum Allah pada dasarnya ada dua macam, yakni hukum alam
atau sunnatullah dan hukum din atau hukum agama.
1. Sunnatullah
Semua alam fisik seperti langit, bumi, gunung, laut, tumbuhan, api, udara, dan
tubuh manusia diatur oleh hukum alam (sunnatulah). Contoh : Sifat air antara
lain permukaannya selalu rata, air selalu mengalir ke tempat yang lebih
rendah, dan air mendidih pada suhu 100 derajat celcius. Sifat-sifat air seperti
itu disebut sunnatullah. Demikian juga sifat-sifat udara, sifat batu, dll.
Sunnatullah atau hukum alam melekat pada alam itu sendiri dan tidak terdapat
pada ayat-ayat Al-Qur‟an, oleh karena itu, hukum alam disebut hukum
Kauniyah (penciptaan), atau hukum Ghair Mathluwi (hukum tidak tertulis),
2. Syari’atullah
Hukum alam mengatur alam fisik, sedangkan syari‟ah mengatur alam ruhani
(spirit). Contoh hukum syari‟ah adalah perintah berdzikir, shalat, shaum,
zakat, haji, larangan berzina, membunuh, minum alkohol, dll. Hukum syari‟ah
disebut juga hukum Quraniyah, hukum Mathluwwi (yang artinya tertulis di
dalam Al-Qur‟an).
Hukum syari‟ah ini berlaku bagi semua makhluk yang memiliki ruh
dengan unsur-unsurnya yakni kemauan (al-syahawat, willingnes ), perasaan (al-
dzauq, feeling) dan pemikiran (al-fikr, thinking). Makhluk yang memiliki ketiga
unsur ini diatur oleh hukum syari‟ah, sedangkan malaikat yang tidak memiliki
kemauan, tidak terkena aturan syarii‟ah.
Menaati syari‟ah akan mendapatkan balasan syurga, sedangkan
melanggar syari‟ah, resikonya adalah neraka. Manusia dan jin yang terkena
syari‟ah mempunyai kebebasan memilih, untuk menaati atau melanggarnya.
Kebebasan memilih membawa resiko, baik atu buruk, syurga atau neraka.
Adapun hewan, tidak terkena syari‟ah karena dia hanya memiliki nafsu dan
naluri, tidak memiliki fikir dan akal. Al-din al-aql (agama itu bagi orang

3
Salah satu aturan Allah tentang alam adalah terjadinya siang dan malam. Allah
menegaskan :”Sesungguhnuya dalam kejadian langit dan bumi, serta pergantian malam dan
siang, terdapat tanda-tanda (bahan pemikiran) bagi orang yang beriman (QS. 3 : 190).

34
berakal), oleh karena itu hewan tidak ditur oleh syari‟ah. Hewan tidak
mempunyai hak pilih, tetapi dipaksa. Karena perilaku hewan bukan atas pilihan
akalnya, maka apapun yang dilakukan hewan, tidak mengandung resiko neraka
atau pahala.

HUKUM ALLAH ADA 2 :

1. Hukum Alam, atau Sunnatullah, atau hukum Kauniyah, atau hukum ghair
matluwwi (tidak tertulis), berfungsi mengatur alam fisik.
2. Hukum agama, atau syari‟ah atau hukum Qur‟aniyah atau hukum Kitabi
atau hukum Mathluwwi (tertulis), berfungs mengatur alam ruhani.

Sifat Hukum Allah


Semua hukum Allah, baik hukum Kauniyah maupun Qur'aniyah bersifat absolut
dan memiliki sifat yang sama yakni pasti, tetap dan objektif.
 Pasti (exact). Allah menjelaskan : "Sesungguhnya Aku menciptakan
sesuatu menurut ketentuan yang pasti (QS. 54 : 49). (2).
 Objektif , yaitu berlaku kepada apa dan siapa saja (QS. 15:21).
 Tetap, yakni tidak berubah sepanjang waktu (QS. 48 : 23). Karena hukum
Allah bersifat pasti, objektif dan tetap, maka bisa dibuat rumus-rumus
sehingga lahirlah sains.
Perbedaan antara hukum alam dengan hukum syari‟ah adalah terletak tempo
akibatnya. Pelanggaran terhadap hukum alam, sangat cepat akibatnya,
sedangkan pelanggaran terhadap hukum syari‟ah lebih lambat akibatnya.
Karena akibat pelanggaran terhadap hukum alam dapat cepat dibuktikan
melalui pengamatan panca indera (bersifat empirik) maka orang mudah
percaya (iman) atas kebenaran hukum alam. Sikap percaya ini kemudian
melahirkan sikap hati-hati menghadapi hukum alam. Sikap hati-hati itu disebut
taqwa.
Berbeda sekali dengan hukum Al-Qur‟an, reaksi waktu akibat
pelanggaran terhadap hukum Al-Qur‟an tidak secepat hukum alam, bahkan ada
yang baru bisa dibuktikan di akhirat nanti. Karena akibatnya lambat maka
manusia kurang percaya (kurang iman) terhadap hukum Al-Qur‟an. Akibat lebih
jauh adalah manusia kurang berhati-hati (tidak taqwa) ketika berhadapan
dengan hukum Al-Qur‟an. Dalam keseharian terbukti bahwa orang lebih takut

35
meminum racun daripada memakan uang riba. Padahal minum racun dengan
makan uang riba sama – sama berbahaya, bedanya adalah, akibat minum
racun sangat cepat sedangkan akibat makan uang riba sangat lambat, karena
itu orang kurang hati-hati terhadap uang riba.
Seorang muslim yang sudah menyatakan aslama (berislam) harus rela
diatur oleh hukum Allah, baik hukum alam maupun hukum Alqur‘an Segenap
kegiatan manusia, baik prilaku ritual maupun prilaku mu‟amalah (ekonomi,
politik, dan sosial budaya) harus menggunakan hukum absolute yakni din al-
Islam bukan menggunakan hukum relatif produk pemikiran filosofis manusia.

Azas Tawhidullah dalam Hukum


Hukum alam adalah ciptaan Allah, hukum Al-Qur‟an pun ciptaan Allah. kalau
begitu, secara logika tidak mungkin kedua hukum itu bertentangan. Apa-apa
yang danggap baik oleh hukum Al-Qur‟an pasti bagus menurut hukum Alam.
Sebaliknya apa-apa yang dilarang oleh Al-Qur‟an pasti buruk menurut hukum
Alam. Apa – apa yang bisa membahayakan pasti akan diharamkan oleh Al-Qur'an
dan dilarang oleh hukum Alam. Inilah azas kesatuan atau disebut azas
tawhidullah. Berdasarkan azas ini, maka segala aktivitas manusia harus selaras
dengan kedua hukum tersebut.
Sungguh banyak manusia di dunia ini yang membuat aturan menurut
ratio yang dipandu oleh nafsu syaithaniyah, akibatnya banyak produk hukum/
aturan yang berbahaya bagi kehidupan manusia, misalnya kebolehan aborsi,
membiarkan praktik riba, PERDA yang melonggarkan penjualan minuman keras,
wacana tentan larangan poligami, dll. Dalam hal ini, seorang mukmin wajib
memiliki keyakinan tanpa sedikit pun ragu, bahwa hukum Al-Qur'an berisi
aturan yang paling baik, selaras dengan hukum Alam, dan paling cocok dengan
sifat tabi'at manusia yang fitrah dan hanief (lurus).

Manusia diatur oleh hukum yang mana ?


Manusia memiliki dua unsur. Pertama, unsur jasad, material, atau fisik. Kedua :
unsur ruh, ruhani, atau spirit. Secara fisik, manusia diatur hukum alam,

36
sedangkan dari sisi ruh, ruhani, atau spirit, manusia diatur oleh syari‘ah. Jika
ingin selamat, maka seorang mukmin wajib menaati dua hukum ini sekaligus,
yakni menaati hukum Al-Qur‘an sekaligus menaati hukum alam. Secara fisik,
semua manusia sudah aslama, islam, taat kepada sunnatullah, baik disadari
maupun tidak, baik diridai maupun dibenci, baik secara sukarela maupun
terpaksa, thaw‘an karhan (QS. 3 : 83).
Seorang muslim yang sudah menyatakan aslama (berislam) harus rela
diatur oleh hukum Allah, baik hukum alam maupun hukum Alqur‘an Segenap
kegiatan manusia, baik prilaku ritual maupun prilaku mu‟amalah (ekonomi,
politik, dan sosial budaya) harus menggunakan hukum absolute yakni din al-
Islam bukan menggunakan hukum relatif produk pemikiran filosofis manusia.

Kelahiran Ilmu
Hukum alam dan hukum agama bersifat sama yakni pasti, tetap dan objektif.
Karena sifatnya itulah, kedua hukum ini bisa dipelajari dan diamati. Hasil
kajiannya bisa menghasilkan rumus dan formula. Selanjutnya lahirlah sains
seperti kimia, biologi, fisika, astronomi, farmasi, oceanografi, dll. Hukum syari‘ah
pun dipelajari sehingga menghasilkan kaidah-kaidah, prinsip dan rumus-rumus,
lahirlah ilmu dirasah Islamiyah seperti Ulum al-Aqur‘an, Ulum al-hadits, Ulum al-
Fiqh, dll.

Dikhotomis
Dikhotomis artinya berdekatan tetapi bertentangan. Apakah mungkin terjadi
dikhotomis antara sains dengan Al-Qur‟an, antara sains dengan syari‟ah Islam?
Jawabannya adalah mustahil terjadi dikhotomis antara keduanya, karena
kedua-duanya dilahirkan dari hukum Allah. Jika haram menurut syari‟ah, pasti
jelek pula menurut ilmu kedokteran atau farmasi. Jika baik menurut ilmu
syari‟ah, pasti baik pula menurut ilmu ekonomi, psikologi, dll. Coba anda cari
beberapa contoh yang membuktikan kecocokan antara syari‟ah dengan sains,
misalnya tentang keharam babi, zina, riba, judi, arak, menikahi muhrim, dan
larangan banyak marah. Juga tentang manfaat salat, saum, dzikir, sikap syukur,
dan tatacara makan Islam ditinjau dari perspektif sains. Pasti tidak akan
ditemukan dikhotomis, justru saling menunjang.

37
Hierarki Hukum
Di muka sudah dijelaskan bahwa ada dua macam hukum Allah, yakni
syari‟ah dan sunnatullah. Sebenarnya, jika dilihat secara komprehensif tanpa
melihat siapa pembuatnya, terdapat lima macam hukum yang bertingkat, yakni
hukum syari‟ah, hukum alam, hukum akal, hukum wadha‟ dan hukum „uruf.
Penjelasannya sbb :
1. Syari’ah adalah hukum/aturan yang terdapat dalam Al-Qur‟an.
2. Sunnatullah atau hukum alam, yakni hukum yang melekat pada alam itu
sendiri.
3. Hukum akal ialah hukum yang dihasilkan oleh rasio atau nalar.
4. Hukum Wadha’ ialah hukum buatan manusia seperti keputusan MPR,
DPR, presiden, menteri, peraturan daerah, peraturan rektor, peraturan
pengurus mesjid, dll.
5. Hukum ‘Uruf ialah hukum adat, misalnya keharusan antri jika makan
prasmanan. Atau pola pembagian warisan yang didominasi oleh wanita
dalam adat masyarakat Padang.

Apakah semua hukum itu harus ditaati ?


Mukmin harus menaati kelima hukum itu secara bersamaan. Contoh : Jika
seseorang bemaksud membuat rumah, maka :
 Taatilah hukum syari‟ah, antara lain jangan memasang closet WC
menghadap ke qiblat.
 Taatilah hukum alam, misalnya jika rumahnya bertingkat maka harus
dipasang penangkal petir.
 Taatilah hukum akal, misalnya memilih warna cat yang tepat dan
pengaturan ruangan (ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dll).
 Taatilah hukum Wadha, antara lain membuat izin mendirikan bangunan (IMB)
dari Pemerintah daerah setempat.
 Taatilah hukum „uruf/ adat, antara lain memberi tahu dan memohon izin
kepada tetangga kiri kanan, karena sangat mungkin selama proses
pembangunan, banyak tetangga yang merasa terganggu dengan suara tukang
ketika memaku, memotong atau mengelas. Jika pemberitahuan dan

38
permohonan maaf itu tidak dilakukan, sangat mungkin akan dikomentari oleh
para tetangga.

Hukum adat yang menyalahi hukum syari’ah


Hukum adat yang bertentangan dengan hukum alam, ikutilah hukum alam.
Hukum adat yang bertentangan dengan hukum akal, ikutilah hukum akal.
Hukum adat bertentangan dengan hukum wadla‟ misalnya PERDA ikutilah
PERDA itu. Jika hukum adat bertentangan dengan syari‟ah, ikutilah hukum
syari‟ah. Jika memaksakan diri mengambil hukum adat dengan
mengesampingkan hukum syari‟ah, berarti pengkhianatan terhadap risalah nabi
Muhammad Saw.
Kasus : Sebelum ayah wafat, ia sempat berwasiat agar harta pusaka
dibagi rata antara anak wanita dengan anak pria. Haruskah diikuti ? Hukum
waris adat masyarakat Padang didominasi oleh wanita, sedangkan hukum waris
adat masyarakat Batak didominasi oleh anak pria. Haruskah diikuti ? Itu semua
bertentangan dengan syari‟ah Islam. Mukminin wajib mengambil hukum waris
menurut syri‟ah Islam, bukan mengikuti wasiat ayah, bukan pula mengambil
hukum adat. Prinsipnya, aturan atau hukum manapun yang jelas-jelas
bertentangan dengan syari‟ah, wajib ditolak. Juga tidak boleh mengoplos
hukum syari‟ah dengan hukum adat.

Mukjizat dan sunnatullah


Sunnatullah atau hukum alam itu bersifat tetap tidak berubah. Contoh :
tentang AIR. Salah satu sifat air adalah permukaannya selalu rata, tetap begitu
selamanya, tidak akan berubah. Tetapi mengapa terjadi, ketika nabi Musa a.s
memukulkan tongkatnya kepada laut Merah, air laut tiba-tiba beriak, berdiri
tegak, sehingga terbentanglah jalan di tengah laut. Mengapa bisa ? apakah itu
mustahil ? apakah itu hanya dongengan seperti lampu Aladin ? Tidak ! itu fakta.
Mengapa bisa demikian ? karena ada intervensi hukum syari‟ah terhadap hukum
air. Tetapi setelah kejadian itu, hukum air kembali ke hukum semula.
Contoh lain : tentang API . Api itu panas, pasti dan tetap panas, tidak
akan berubah sampai kapan pun, itu adalah ketetapan Allah, sunnatullah,
hukum alam. Tetapi mengapa terjadi, ketika nabi Ibrahim as dibakar oleh raja

39
Namrud, nabi Ibrahim as selamat, sebabnya karena api yang digunakan
membakar Ibrahim berubah menjadi dingin. Kenapa bisa ? karena ada intervensi
dari hukum syari‟ah. Tetapi setelah kejadian itu, api kembali menjadi panas
sebagaimana sifatnya semula.

40
RELASI HUKUM ALAM DAN HUKUM SYARI’AH

HUKUM ALLAH

SUNATULLAH SYARI‟AH
(Hukum Alam) Kesamaan : (Hukum Alqur‟an)
1. Pasti
2. Tetap
Mengatur Alam 3. Objektif Mengatur Alam
Fisik Perbedaan : Ruh
Hukum Alam
cepat akibatnya
sedangkan Hukum Shalat
Hukum Gravitasi Hukum Puasa
hukum syari‟ah
Hukum Rotasi Hukum Zina
relatif lebih
Hukum Pertumbuhan Hukum Riba, dll
lambat
Hukum daur, dll

Melahirkan Sains : Melahirkan Dirasah Islamiyah :


Geologi, Oceanografi, Astronomi, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Fiqih,
Biologi, Vulkanologi, Farmasi, dll Ilmu Aqidah, Ilmu Syari’ah, ilmu
Akhlaq, dll

Tidak mungkin terjadi dikhotomis (berdekatan tetapi bertentangan) antara Sains dan Dirasah
Islamiyah. Jika haram menurut ilmu Fiqih, pasti jelek pula menurut ilmu kedokteran atau
farmasi. Jika baik menurut ilmu akidah, syari’ah dan akhlak, pasti baik pula menurut ilmu
ekonomi, psikologi, dll.

41
BAB 3

KONSEP MANUSIA
Dari mana, sedang di mana dan mau ke mana ?

Hakikat manusia
Hakikat manusia adalah makhluk individu yang diciptakan oleh Allah SWT
dengan bahan dasar tanah.4 Secara arsitektur, tampilan bentuk tubuh dan
wajah manusia menempati urutan pertama dibandingkan dengan segenap
makhkluk ciptaan Allah.5 Dia adalah makhluk dua dimensi, yakni dimensi lahir
atau jasad, dan dimensi batin atau ruh.
Ada empat kosakata di dalam Al-Qur‟an, yang mengarah kepada makna
manusia yakni Bani Adam, Al-basyar, al-insan dan al-nas. Disebut Bani Adam,
karena manusia adalah anak cucu nabi Adam a.s. Istilah basyar diarahkan
kepada manusia sebagai makhluk biologis atau sekedar berada (being),
sedangkan istilah insan diarahkan kepada manusia yang dihubungkan dengan
sifat psikologis spiritual manusia, seperti berfikir, diberi ilmu dan memikul
amanah. Adapun istilah al-nas diarahkan kepada segenap manusia dalam
kedudukanya sebagai makhluk sosial atau secara kolektif.6 Dengan demikian
keempat istilah di atas menunjukkan bahwa manusia sekarang ini adalah
keturunan Nabi Adam as. yang memiliki eksistensi sebagai makhluk biologis,
spiritual dan sosial.
Dari sisi dimensi fisik, perbedaan manusia dengan hewan hanyalah
perbedaan gradual, tetapi dari sisi ruhiyah, perbedaan manusia dengan hewan

4
5
66
Tim Penyusun, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tingg
Umum, Direktorat Perguruan Tinggi AgamaIislam Dep. Agama RI, Jakarta, 2004, hal.32.
Istilah Basyar disebutkan oleh Al-Qur‟an sebanyak 37 kali, antara lain di dalam surat al-
Kahfi 110., Al-hijr : 33, al-Rum : 20, Al-Mukminun : 33. Istilah Insan disebutkan oleh Al-Quran
sebanyak 65 kakli, antara lain di dalam surat al-Alaq : 5 dan Al-Ahzab 72. Sedangkan istilah al-
nas disebutkan sebanyak 24 kali seperti surat al-Zumar 27.

42
bersifat prinsipil. Dimensi ruhani manusia yang sering disebut juga al-qalb
(qalbu, heart), memiliki tiga unsur yakni (1). Willing (al-syahawat, kemauan)
sehingga manusia disebut homo volens (manusia berkeinginan). (2). Feeling
(Al-dzauq, perasaan). (3). Thingking (al-fikr, pemikiran) sehingga manusia
disebut homo sapiens (manusia berpikir). Al-Qalb berasal dari kata qalaba yang
artinya berubah. Dengan demikian willing, feeling dan thinking itu selalu beribah.

Sejarah Penciptaan Manusia


Dahulu kala, dunia ini dihuni beragam makhluk, baik makhluk berakal maupun
tidak berakal. Dalam tata bahasa Arab, makhluk berakal dilambangkan dengan
“man” sedangkan makhluk tidak berakal dilambangkan dengan “ma”. Makhkuk
berakal ada tiga, yakni malaikat, jin dan manusia, sedangkan selain yang tiga
itu termasuk katagori makhluk tidak berakal seperti hewan, pohon, batu,
tanah, air, dan udara.
Hasil penelitian para arkeolog menyebutkan bahwa di masa purbakala,
bumi ini telah dihuni makhluk yang telah memiliki otak dan kemampuan
berpikir meskipun dalam level yang sederhana, buktinya, mereka sudah
menggunakan alat-alat untuk keperluan hidupnya. Beberapa makhluk berakal
yang ditemukan fosilnya oleh para arkeolog adalah (1). Makhluk berakal
bernama Australopithecus yang hidup kira-kira 4 juta sampai 600.000 tahun
yang lalu. Tingginya 1,25 sampai 1,5 meter dengan volume otak antara 500 –
550 cc. (2). Pithecantropus yang hidup kira-kira 500.000 tahun yang lalu.
Tingginya antara 1,50 – 1,78 meter, dengan volume otak kira-kira 900 cc. (3).
Neanthertalensis kira-kira 1000 – 500 tahun yang lalu. Volume otaknya lebih
besar daripada makhluk berakal sebelumnya, kira-kira 1300 – 1600 cc. Sangat
mungkin juga, merekalah yang telah menguasai bumi untuk waktu yang sangat
lama. Akan tetapi perilaku mereka sering bertengkar, baik berebut makanan,
betina/wanita maupun wilayah kekuasaan hingga mereka hancur, punah,
selesai (wallahu a‟lam).
Setelah bumi sepi penguasa, Allah bermaksud membuat makhluk berakal
model baru untuk penggganti penguasa yang telah punah. Alqur‟an menyebut
makhluk berakal sebagai pengganti itu dengan lafadz “man” bukan lafadz
“ma”. Perhatikan QS. 2 : 30 :

43
Alqur‟an menerangkan :”Dan ketika Tuhanmu berkata sesungguhnya aku
berniat menciptakan khalifah di atas bumi”. Allah berniat membuat “man”
yang baru. Mendengar informasi itu, malaikat merasa keberatan lantas
bertanya :” Apakah engkau hendak menjadikan man di atas bumi yang akan
berbuat kerusakan di dalamnya dan mengalirkan darah, padahal kami semua
senantiasa bertasbih dan mensucikanMu”.7
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa Allah hendak membuat “man”
yang baru. Akan tetapi malaikat berkeberatan karena khawatir “man” species
baru yang akan dibuat ini berperilaku merusak seperti “man” sebelumnya.
Dalam hal ini, hampir mustahil malaikat menebak atau memprediksi karena
akal malaikat adalah akal pasif. Allah lantas menjawab kekhawatiran malaikat
itu dengan mengatakan “ Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak
ketahui”. Hingga akhirnya Allah menciptakan”man” species baru yang memiliki
otak jauh lebih besar daripada “man” yang pernah ada. “Man” yang baru ini
kemudian diberi nama Adam sebagai spicies manusia.
Adam terbuat dari tanah, bahan baku yang ada di bumi sekarang ini.8
Allah swt sengaja menciptakan Adam sebagai “man” yang baru ini untuk
ditempatkan di muka bumi “inna makannakum fi al-ardh”. Adam ditempatkan
di dunia bukan gara-gara makan buah khuldi sebagaimana akan diterangkan
nanti.
Setelah Adam diciptakan, lalu Allah mengajari Adam tentang seluruh al-
Asma. Lafadz asma bukan sekadar bermakna nama tetapi terkandung juga
sifat. Perhatikkan lafadz asma’ul husna, yakni al-rahman, al-rahim, dst.
Lafadz al-Rahman adalah asma tetapi juga sifat pengasih. Lafadz al-rahim
adalah nama juga berisi sifat penyayang. Jadi ketika Allah mengajarkan seluruh
al-asma, itu artinya Adam diajari tentang air, api, tanah, batu, udara,
tumbuhan, hewan, bulan, bintang, matahari, langit, beserta segenap sifat-
sifatnya. Luar biasa. Ternyata Adam pandai menguasai apa yang Allah ajarkan.
Setelah Adam selasai diajari, Allah memaggil para malaikat. Berikutnya
Allah menguji para malaikat dengan mengatakan “ Kabarkan kepadaKu tentang

7
8

44
nama-nama semua ini, jika kamu makhluk yang hebat.....!”. Malaikat segera
menjawab dengan merendah hati :”Tidak ada ilmu pada kami, kecuali apa-apa
yang telah Kau ajarkan kepada kami”.9 Pendek kata, malaikat merasa kagum
kepada kehebatan Adam, mereka pasrah-kalah. Setelah terbukti malaikat
kalah, maka Allah segera memerintahkan malaikat untuk bersujud,
menundukkan kepala kepada Adam sebagai tanda hormat dan salut. Lantas
malaikat bersujud.
Ketika itu, ada makhluk yang masih dikelompokkan malaikat yang tidak
mau bersujud. Allah segera bertanya kepadanya ”Apakah yang menghalangimu
sehingga kamu tidak mau sujud kepada Adam ?”. Makhluk ini berkata ”Aku
diiciptakan dari api sedangkan dia (Adam) diciptakan dari tanah ...!”.10 Oh
rupanya dia bukan malaikat yang diciptakan dari cahaya tetapi jin yang
diciptakan dari api. Sangat mungkin ketika itu, jin ini masih saleh sehingga
disebut malak (makhluk yang lurus).
Mendengar jawaban yang amat sombong ini, Allah murka dan memvonis
dengan putusan yang tidak diduga. Allah berfirman :”Ihbit ! ” , turun kamu.
Vonis teramat berat ini sangat mengagetkan jin ini sehingga ia berputus asa,
frustrasi. Dalam bahasa Arab furtrasi itu adalah ablasa, maka jin itu disebutlah
iblis, sang frustrasi. Jika demikian, siapa itu Iblis ? Iblis adalah species jin,
makhluk yang diciptakan dari api, kemudian frustrasi gara-gara diusir dari surga
oleh Allah Swt.
Divonis usir demikian, jin iblis ini bukannya menyesal dan bertaubat,
malah ia mengajukan dua permohonan kepada Allah, yakni agar dipanjangkan
umur dan diizinkan untuk menggoda Adam dan anak isterinya terus kepada
cucu-cucunya sampai hari kiamat. Ternyata Allah mengabulkan permintaan ini.
Jadi, jin iblis itu panjang usianya. Tetapi tidak semua jin berumur panjang
sampai kiamat.11
Allah swt mempersilakan Adam dan Hawa untuk menempati al-jannah
dan menikmati segala buah-buahan yang ada di dalamnya. Tapi Allah juga

9
10
11

45
memberi perhatian agar Adam dan Hawa tidak mendekati sebuah pohon
tetentu12. Mengapa dilarang ? Allah tidak menjelaskannya.
Adam adalah manusia atau insan. Kata dasar insan adalah nasia yang
artinya lupa. Memang Adam lupa kepada peringatan Allah ini, ia mendekati
pohon itu, padahal di sana sudah ada jin Iblis yang siap menggoda. Di saat yang
sudah dianggap tepat, jin iblis mulai melakukan siasatnya untuk
menjerumuskan Adam. Dia menggoda Adam untuk memakan buah khuldi.13
Menggoda itu bahasa Arabnya adalah syatana, maka disebutlah syaitan (sang
penggoda). Jadi disebut Iblis karena dia frustrasi, sedangkan disebut setan
karena suka menggoda.
Adam dan Hawa berkeyakinan bahwa buah itu memiliki kekuatan gaib
untuk membawa Adam dan Hawa kepada keabadian di surga. Itu berarti syirik.
Allah sangat murka kepada mereka, lantas Allah menyatakan “ Ihbitu !”,
turunlah kamu semua wahai Iblis, Adam dan Hawa. Kamu akan saling
bermusuhan. Setan adalah musuh manusian yang paling nyata.
Itulah sepenggal kisah Al-Qur‟an tentang Nabi Adam a.s dan istrinya,
Hawa. Kisah selanjutnya, Adam dan hawa menjalani kehidupan yang panjang
dan dikarunia 42 orang anak dengan 21 kali melahirkan, setiap kelahiran
kembar dua. Semua manusia yang hidup dewasa ini adalah anak cucu nabi
Adam dan Hawa sehingga disebut Bani Adam.

Potensi yang dimiliki manusia


Dari kisah Alqur‟an tentang Adam dan Hawa, serta ayat-ayat Alqur‟an lainnya
yang membahas tentang manusia, dapat diketahui apa dan siapa manusia itu.
Dari sisi fisik, manusia adalah makhluk yang paling baik arsitekturnya,
penampilannya atau performence-nya sangat menawan.14 Dengan posisi beridi,
manusia berjalan indah sekali, bayangkan jika manusia harus berjalan dengan
merangkak apalagi menjalar, pasti tidak indah dan lincah. Manusia pun
memiliki otak yang lebih besar dari pada hewan, sehingga lebih memiliki
peluang untuk menyimpan memori lebih banyak.

12
13
14

46
Adapun dari sisi Ruhani, manusia memiliki potensi yang baik dan potensi yang
buruk, yakni sebagai berikut :
 Al-syahawat15 : Kemauan (willingness). Syahwat bukan hanya nafsu birahi
atau nafsu seks, tetapi meliputi segala kemauan, baik kemauan kepada
lawan jenis, anak maupun harta dan tahta (QS. 3 : 14). Kemauan inilah yang
mendorong manusia melahirkan banyak produk, baik produk material
maupun nonmaterial sehingga dunia menjadi ramai.
 Al-Dzauq : perasaan, emosi (feeling) sehingga manusia bisa merasa
gembira, sedih, suka, benci, dll. Perasaan benci harus ada dalam hati kita
tetapi benci kepada hal-hal yang sepatutnya dibenci, misalnya benci
kemaksiatan.
 Al-Fikr16 : pemikiran (thinking) sehingga manusia dapat melahirkan sains dan
teknologi. Istilah logis, rasional, bernalar adalah istilah-istilah yang
berhubungan dengan berpikir (al-fikr). Akan tetapi tidak semua yang rasional
itu benar, kadang ada sesuatu yang benar namun seakan-akan tidak rasional.
 Al-Aql : akal adalah cahaya di dalam hati yang dapat memisahkan mana
benar, mana salah. Karena cahaya (nur, nurani) maka kata akal kadang
disebut akal nurani. Perlu dibedakan antara berpikir dan berakal. Berpikir
adalah proses mencari jawaban. Jawabannya benar atau salah, itu soal lain.
Setiap orang pasti berpikir termasuk para perampok sebelum beraksi.
Adapun berakal adalah berpikir mencari jawaban, serta memilah haq dan
batil. Semua orang bisa berpikir tetapi tidak semua orang bisa menggunakan
akalnya. Orang cerdik pandai tetapi tidak menggunakan akal nuraninya
dikatakan “afala ta‟qilun (apakah kamu tidak menggunakan akal?).
 Fitrah17 : Kata fitrah berasal dari fathara yang artinya, ciptaan, suci dan
seimbang. Menurut Al-Maraghi (1974 : 200), fitrah adalah menghadap kepada
kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan pikirannya.18 Jadi, meskipun
manusia memiliki potensi buruk, tetapi ia lebih cenderung kepada kebaikan.

15
16
17
18

47
 Hanief19 : ialah lurus kepada Allah. Jika tidak terpengaruh oleh setan yang
menggodanya, manusia pasti akan terus lurus menuju Allah, rida Allah,
syorga.
20
 Dhaluman : ialah potensi untuk menzalimi diri sendiri. Walaupun ia sudah
mengetahui bahwa sesuatu itu buruk bagi dirinya, tetapi toh ia kerjakan
juga.
 Jahula21 : Suka bertindak bodoh. Misalnya seseorang mengetahui bahwa
menikah itu baik sedangkan berzina sangat buruk, anehnya banyak orang
yang memilih berzina dari pada menikah.
 Halua22 : Berkeluh kesah. Apapun yang terjadi pada dirinya, direspon
dengan keluh kesah. Jangankan ketika mendapat mushibah, bahkan ketika
diberi nikmat pun tetap keluh kesah. Contoh : Seorang mahasiswa mendapat
nilai AB (3,5) dalam matakuliah Pendidikan Agama Islam. Ia berkeluh kesah
karena khawatir nilai indek prestasi kumulatifnya tidak mencapai 3,6
 padahal ia mengejar yudicium cumlaude. Apa yang ia lakukan ? mungkin ia
akan mengejar nilai yang lebih baik dalam matakuliah yang lain. Itu baik.
 Manua23 : bersikap aral. Di manapun manusia berada dan dalam kondisi
apapun, dia sering aral.
 Jazu’a24 : Khawatir. Sifat ini bisa diarahkan kepada hal-hal yang baik.
Contoh : Seseorang merasa khawatir jika meninggalkan anak cucunya yang
lemah iman, lemah ilmu dan lemah harta. Karena kekhawatiran ini, ia
berusaha mendidik anak cucunya secara optimal.
 „Azula.25 Sifat-sifat dasar ini pun bisa diubah menjadi positif.
Potensi yang baik harus dikembangkan sedangkan potensi yang buruk harus
ditekan agar tidak berkembang. Lebih baik lagi, apabila potensi buruk diubah
menjadi baik.

19
20
21
22
23
24
25

48
Perjalanan Hidup Manusia dari Alam ke Alam
Sejak diciptakan sampai masuk alam akhirat, manusia mengalami lima
alam, yakni (1). alam arwah atau alam lauh mahfudz (2). alam rahim (3). alam
dunia (4). alam qubur, dan (5). alam akhirat. Penjelasannya sebagai berikut di
bawah ini.

1. Alam arwah
Sebelum lahir ke dunia, manusia berada di alam ruh dan masih berupa ruh
belum memiliki fisik. Manusia dari alam ruh ini akan diturunkan ke dunia. Akan
tetapi jika turun dalam keadaan tidak berfisik, maka di dunia ini hanya akan
penuh dengan ruh-ruh saja tanpa fisik. Jika manusia tidak berfisik, pasti dunia
tidak akan ramai; tidak akan ada mobil sebab ruh tidak perlu mobil; tidak ada
pabrik karpet sebab ruh tak perlu karpet; juga tidak akan berdiri pabrik
pakaian, obat nyamuk, dan kosmetik, karena semua itu tidak diperlukan oleh
ruh. Supaya bumi ini ramai maka manusia harus dibekali dengan fisik sebagai
pembungkus ruh.
Ruh dari alam arwah ini nanti akan dihembuskan oleh Allah Swt untuk
masuk ke dalam janin yang berusia 4 bulan dalam kandungan26. Sebelum ruh
masuk ke dalam janin, Allah SWT bertanya ulang kepada ruh : "Alastu
birabbikum ?" (Apakah Aku ini Tuhanmu). Ruh menjawab :"Bala syahidna" (Ya
Engkau Tuhan kami).27 Dalam hal ini ruh berjanji kepada Allah, bahwa kalau ia
hidup sampai baligh, ia akan mengabdi kepada Allah.
Amanah ini sebenarnya telah ditawarkan oleh Allah kepada langit, bumi
dan gunung-gunung tetapi mereka semua menolaknya. Kemudian amanah ini
diambil oleh manusia (QS. Al-Ahzab 72).28

26
Hadits ....
27
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka
menjawab : Betul (engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan : sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan ) al-A‟raf : 172.
28

49
2. Alam rahim
Fungsi alam rahim adalah menyiapkan tubuh tempat berdiamnya ruh29.
Selanjutnya, tubuh berfungsi untuk membantu ruh dalam merealisasikan tugas-
tugas kekhalifahan. Kalau demikian, sebenarnya yang menjadi eksistensi
manusia adalah ruh bukan tubuh; berkulit hitam atau putih bukanlah hal pokok,
cantik atau buruk rupa tidaklah utama, yang paling pokok adalah kualitas
ruhani. Akan Tetapi pada tataran realita, banyak manusia yang memberikan
penilaian berlebihan kepada jasad daripada ruhani.
Di dalam rahim, proses kejadian manusia mengalami beberapa level
kehidupan, yakni kehidupan level sel, jaringan, sistem jaringan, organ, sistem
organ, dan individu. Pada level individu, janin sudah ber-ruh, sedangkan pada
level sebelumnya baru bernyawa.30
Kehidupan di alam rahim paling singkat, hanya 9 bulan 10 hari. Ketika
lahir ke dunia manusia membawa sifat fitrah31, semua potensi yang dibawa bayi
sejak lahir, baik potensi fisik maupun potensi ruhaniah, seluruhnya bersifat
fitrah yakni cenderung kepada kebaikan dan menghadap kepada kebenaran,
tidak ada seorang bayi pun yang mengarah kepada kejahatan.

3. Alam dunia
Pada saat lahir, potensi manusia belum berkembang, bahkan panca
inderanya pun belum berfungsi. Pada periode ini anak manusia belum
mengetahui apa-apa32 (QS. An-Nahl 78).
Potensi yang dibawa bayi sejak lahir harus dikembangkan melalui
pendidikan sehingga potensinya menjadi kemampuan nyata (actual ability) dan
tetap mengahadap kepada kebenaran. Salah satu bentuk pendidikan yang harus
dibiasakan adalah melakukan penelitian empirik. Allah SWT memerintahkan
agar manusia melakukan penelitian (QS Al-Ghasyiah : 17-20 ), bagaimana unta
diciptakan (biologi), bagaimana langit ditinggikan (astronomi), bagaimana
gunung-gunung ditekakkan (geologi, vulkanologi), dan bagaimana bumi

29
Para ahli biologi menyebutkan ada 9 level kehidupan manusia yakni kehudupan tingkat sel,
jaringan, sistem jaringan, organ, sistem organ, individu, populasi, komunitas, dan ekosistem.
30
31
32

50
dihamparkan (geologi). Di dalam QS.2 : 1674 dan QS. 3 : 190-191 Allah
menegaskan bahwa penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan
siang (hukum rotasi) adalah objek penelitian bagi orang-orang yang beriman
sehingga mereka bisa menjadi Ulul Albab yakni orang yang bisa menemukan
inti (al-lub) masalah atau hakikat sesuatu.
Selain dilatih kecerdasan berfikirnya (IQ), juga harus dilatih kecerdasan
spiritualnya yakni melalui dzikir, baik ketika berdiri, duduk, atau berbaring.
Manusia yang sering merenung tentang penciptaan Allah, insya Allah akan
sampai kepada kesadaran spiritualnya yang ditandai antara lain dengan
menyatakan :"Rabbana ma khalaqta hadza bathilaa " (Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia…").
Sebelum mencapai baligh, manusia belum dibebani untuk melaksanakan
perjanjian yang "ditanda tangani" di alam ruh. Nanti, apabila sudah mencapai
baligh, manusia diberi taklief (beban) untuk melaksanakan tugas kekhalifahan.
Kewajiban orang tua kepada anak usia 1-15 tahun adalah melatihnya untuk
beramal saleh agar kelak siap menjadi khalifah fi al-ardl. Para orang tua
mempersiapkan fisik anak antara lain dengan makanan yang halal dan bergizi
(halalan thayyiba), sedangkan untuk mempersiapkan kedewasaan ruhani
dilakukan dengan aqiqah, khitan, penanaman akidah, pembiasaan salat, latihan
bersikap jujur, dll. Dengan demikian pendidikan yang dilaksanakan harus
bersifat terpadu.
Setelah baligh, manusia wajib melaksanakan ibadah sebagaimana Allah
tegaskan : "Dan tidak semata-mata Aku menciptakan jin dan manusia kecuali
untuk beribadah". (QS. 51 : 56). Realisasinya, bisa ibadah individu seperti
shalat, bisa juga berupa pengelolaan bumi sebagai tugas kekhalifahan.
Pokoknya, apapun yang dikerjakan manusia, seluruhnya harus dalam kerangka
beribadah kepada Allah yang meliputi :
 Hablum minallah seperti salat, saum, zakat, haji, berdoa, berdzikir,
bersikap tawakkal, tadharru' (merendah hati kepada Allah) dan lain-lain.
 Hablum minannas seperti toleransi (tasammuh), kerjasama (takaful), tolong
menolong (taawun).

51
 Hablum minal 'alam yakni bersikap ihsan terhadap seluruh sumber daya
alam, baik sumber daya alam hewani, nabati maupun energi, termasuk
menaati hukum Alam (hukum Kauniyah).
Targetnya misi kekhalifahan adalah terkelolanya bumi secara baik untuk
bekal manusia dalam kerangka ibadah kepada Allah. Dalam hal ini jin tidak
diberi SPK (Surat Perintah Kerja) untuk menjadi khalifah fi al-ardl. Inilah salah
satu kelebihan manusia dibandingkan jin.
Masa kerja manusia dibatasi oleh usia. Usia manusia di dunia rata-rata 70
tahun. Itu kalau menggunakan perhitungan tahun Masehi. Kalau menggunakan
tahun hijriyah kira-kira 74 tahun. Lain lagi kalau menggunakan perhitungan
tahun Neptunus atau Pluto. Apalagi tahun dalam perhitungan Allah. Di dalam
Alqur'an dijelaskan bahwa sesungguhnya satu hari di sisi Allah sama dengan
seribu tahun hitungan di bumi. Bahkan pada surat Al-Ma'arij ayat 4 ditegaskan
satu hari di langit ke tujuh setara dengan 50.000 tahun di bumi. Dengan
demikian kalau manusia hidup di dunia selama 70 tahun, itu sama saja dengan
1, 9 menit, pendek sekali. Waktu yang sangat singkat ini harus benar-benar
dimanfaatkan untuk ibadah.
Allah menyatakan "Carilah olehmu karunia Allah berupa kampung Akhirat.
Dan Janganlah lupa bagianmu di dunia". (QS….). Untuk akhirat menggunakan
kata perintah (fiil amar) carilah ! sedangkan untuk dunia menggunakan kata
larangan (fiil nahyi), "Jangan lupa !". Kalau demikian sebenarnya dunia itu
hanya media untuk mencapai akhirat atau sebagai batu loncatan untuk
mencapai kebahagiaan surga. Apapun yang kita kerjakan di dunia, baik yang
menyangkut sosial politik, sosial budaya, sosial ekonomi, seluruhnya harus
dengan niat ibadah kepada Allah, dan harus dalam kerangka mencapai surga.
Menyangkut masalah kebahagiaan dunia dan kekhalifahan ada dua hal yang
tidak boleh dilupakan yakni (1). Kebahagiaan di dunia tidak bisa lepas dari
materi, tetapi tidak selalu sejajar dengan materi. Kebahagiaan sangat
tergantung kepada sikap penerimaan hati (qana'ah, syukur nikmat ).
Seandainya kenikmatan tergantung kepada materi berarti Allah tidak adil. (2).
Allah memberikan dua pilihan kepada manusia yakni jalan yang baik dan jalan
yang buruk (wahadainahu najdain). Jalan mana yang mau ditempuhnya,
diserahkan sepenuhnya kepada manusia. Jadi, manusia memiliki hak memilih

52
(free choise, free will, ree action). Pilihan mana pun pasti mengandung resiko
(QS. 52 : 21).

4. Alam qubur
Pada usia tertentu manusia harus mati. Kematian ada empat level yakni
kematian sel seperti matinya sel darah (2). Kematian jaringan seperti kulit yang
mati dan melepuh (3). Kematian organ seperti stroke, dan (4). Kematian
individu, yakni ruh berpisah dari tubuh. Tubuh yang berasal dari tanah harus
kembali kepada tanah, sedangkan ruh yang berasal dari Allah kembali kepada
Allah. Inna lillahi wa inna ilaihoi rajiun. Anehnya tubuh yang akan kembali
kepada tanah terus menerus di make up sehingga menghabiskan dana jutaan
rupiah, sedangkan ruh yang akan kembali kepada Allah tidak di make up
dengan serius. Padahal Allah swt menegaskan :"Pada hari Akhirat nanti, semua
manusia tidak dapat diterima oleh Allah kecuali orang yang datang dengan
qalbun salim (selamat, bersih, suci sebagaimana dulu di alam arwah)”.33
Manusia yang mati, tubuhnya masuk ke kuburan, sedangkan ruhnya
masuk ke alam qubur. Setiap orang mati pasti masuk ke alam Qubur tetapi
tidak semua orang yang mati masuk kuburan. Ruh itu mengalir terus, maju
terus pantang mundur, yakni dari alam arwah, maju ke alam rahim, maju ke
alam dunia, maju ke alam qubur dan nanti maju ke alam akhirat. Ruh tidak
akan pernah mundur. Jika ada isu ada arwah penasaran, bertemu dengan orang
yang sudah wafat, dll. Itu semua bukan ruh gentayangan tetapi itu hanyalah jin
Qarin yang menggoda sebagaimana akan diterangkan nanti.
Kualitas ruh orang mati terbagi tiga, yakni (1). Nafsu Amarah yakni
hidupnya didominasi oleh kemauan dan perasaan buruk (2). Nafsu Lawwamah
yakni manakala nafsunya kadang baik kadang buruk. (3) Nafsu Muthmainnah
yakni manakala hidupnya didominasi oleh kemauan dan perasaan yang baik.
Ketika orang yang memiliki nafsu muthmainnah mau meninggal dunia, Allah
mengundang nafsu tersebut dengan mengatakan :”Wahai nafsu yang tenang,
kembalilah kepada Tuhanmu yang rida dan meridai, masuklah ke dalam
hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu”.34 Wajar kalau ruh itu keluarnya

33
34

53
dari tubuh seperti rambut yang ditarik dari gundukan tepung, halus sekali
hingga tepung pun tidak longssor. Berbeda dengan kematian orang yang
memiliki nafsu amarah, kematiannya sangat menyakitkan ibarat menarik karung
kasar dari tumpukan duri.
Bagaimana pun kualitasnya, semua ruh orang mati memasuki alam qubur.
Inilah alam keempat bagi manusia. Ruh yang saleh ditempatkan di Iliyin
(tempat tinggi) sedangkan ruh yang inkar ditempatkan di Sijin (penjara). Di
Iliyin, ruh mendapatkan kenikmatan ruhaniyah, sedangkan di Sijin ruh
mendapatkan siksaan ruhaniyah/ bathiniyah. Ruh tidak bisa kemana-mana.
Tidak mungkin ruh bisa gentayangan. Ruh itu maju terus dari alam ke alam
mustahil mundur.
Di alam qubur, malaikat Munkar dan Nakir memeriksa amal manusia dengan
sangat cepat sebab Allah itu Maha Cepat Menghitung (innallaha sari'ul hisab)35.
Amal yang paling pertama diperiksa adalah salat. Dalam hal ini kematian
mengakhiri semua aktivitas amal manusia. Hadits menyatakan : "Apabila anak
Adam meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga, yakni (1).
Sidkah Jariyah. Pahala sidkah akan terus menambah amal orang mati. (2). Anak
shaleh yang mendoakan orangtuanya. Sedangkan doa anak yang inkar sama
sekali tidak bisa berpengaruh. (3). Ilmu yang dimanfaatkan / diajarkan, seperti
mengajar Al-Qur'an, matematika, mengepel, memasak, dll, pokok semua ilmu
yang bermanfaat.36
Ruh yang berada di Sijin dapat saja mutasi ke Iliyin apabila mendapat
pasokan pahala yang memadai dari ketiga amal di atas. Manusia di alam Qubur
sangat lama menunggu Kiamat. Jadi alam Qubur adalah alam pemisah (barzah)
antara alam dunia dengan alam Akhirat.

5. Alam akhirat
Alam akhirat diawali oleh peristiwa kiamat, yakni hancurnya alam jagad
raya secara dahsyat. Pada hari kiamat ini, malaikat, jin, manusia dan mkhkuk
lainnya, semuanya mati, lalu Allah mengganti bumi dan langit yang telah
hancur dengan bumi dan langit yang baru (QS. ). Penciptaan bumi dan langit

35
36

54
yang baru ini sangat mungkin sama dengan periode awal penciptaan alam.
Kalau demikian, pasti suhu bumi panas luar biasa. Semua manusia benar-benar
dijemur dalam teriknya matahari dengan jarak yang sangat dekat (karena
matahari belum banyak berekspansi). Tetapi ada tujuh golongan orang-orang
yang mendapatkan tempat teduh.37
Pada waktu itu, manusia dibariskan di alam terbuka, itulah hari Mahsyar. Di
alam Mahsyar ini seluruh manusia berusia sama yakni jejaka (abkara). Di sini
sekecil apapun amal baik dan perbuatan dosa akan dibuka transparan, tak ada
yang luput sedikitpun. (QS ). Selanjutnya adalah penimbangan amal (mizan).
Amal yang baik bisa menghapus amal yang buruk. Apabila neraca amalnya
ternyata saldo zero, manusia sudah cukup aman. Kedudukannya seperti anak
kecil atau orang gila yang dinilai tidak memiliki amal saleh tetapi juga tidak
mempunyai dosa, hanya saja balasan surga minimal.
Berdasarkan hasil mizan di atas, manusia dikelompokkan menjadi dua, yakni
barisan kanan (ashab al-yamin) yang nampak berwajah cerah ceria, dan barisan
kiri (ashab asy-Syimal) yang nampak bermuram durja, tunduk malu, terhina.38
Untuk menyelamatkan diri, manusia berusaha susah payah meminta bantuan
agar ia bisa masuk kepada ashab al-yamin. Maka datanglah nabi Muhammad
SAW memberikan bantuan. Inilah yang disebut syafa't al-kubra (bantuan besar)
kepada orang-orang yang layak dibantu.39
Setelah perhitungan final, maka ashab al-yamin memasuki surga, secara
berombongan, bukan orang perorang (QS. Al-Zumar 71), baik surga Firdaus,
Adnin, Naim, dll tergantung kepada jumlah amal shaleh yang dimilikinya.
Khusus bagi orangf mukmin pembela janda sepuh dan anak yatim piatu
mendapat surga Firdaus bersama nabi Muhammad saw. Gambaran surga adalah
(1) Ada tempat tinggak yang tinggi (2). Ada sungai madu, arak, dan susu (3).
Buah-buahan beragam rasa (4). Wanita yang catik, kulitnya seperti kulit telur,
tidak pernah dilahirkan (ketemu gede), umurnya remaja selalu, ucapannya
medamaikan hati (5) minum pada gelas mas (6) Pakaiannya sutera asli (6). Tak
ada pembatasan seperti kenyang atau puas, unlimited. Tetapi kebahagiaan
yangh paling tinggi adalah melihat Allah. Bisakah ? Di akhirat nanti kita akan

37
38
39

55
menggunakan mata ekcellent, bukan mata dunia, mata yang sekarang sangat
lemah, jagankan melihat malaikat, melihat jin pun tidak bisa, apalagi melihat
Allah. Namun di akhirat nanti, semuanya akan berubah. Bukankah Allah itu
immaterial ? ya benar, tetapi material dan nonmaterial itu hanya menurut
definisi dunia, di akhirat semuanya akan beda, beda dan beda.
Ketika orang saleh memasuki surga, para malaikat berparade menonton
orang saleh memasuki surga seraya terus menerus bertasbih memuji Allah,
bahkan para malaikat mengucapkan kalimat :Alhamdu lillahi rabbil alamin” Al-
Zumar ayat terakhir.
Adapun ashab asy-Syimal memasuki neraka, baik neraka wail, saqar, jahim,
Jahannam, dll tergantung kepada jumlah dosa yang dilakukannya. Itupun
berombongan-rombongan bukan orang perorang. Dalam hal ini orang yang yang
mengaku muslim tetapi tidak melaksanakan salat dimasukkan ke dalam neraka
Saqar, sedangkan orang muslim yang salatnya tidak memiliki efek perbaikan
akhlak, dimasukkan ke dalam neraka Wail. Lamanya orang di neraka tergantung
seberapa banyak dosa yang dilakukannya. Walaupun demikian, sebagaimana
hitungan hari dan tahun menurut Allah, sangat mungkin kalau orang memasuki
neraka selama satu hari itu bisa sama dengan 1000 tahun hitungan dunia
bahkan bisa sampai 50.000 tahun. Na'udzu billahi min dzalik. Semua mukminin,
meskipun banyak dosa, tetapi selama di dalam hatinya terpatri la ilaha
illallah sampai matinya, ia ada harapan masuk surga. Jadi pengakuan Allah
sebagai Tuhan Yang Maha Esa adalah perkara ayang paling penting di antara
seluuru perkara beragama.
Sampai episode ini, sebenarnya hidiup manusia di dunia, baru
memasuki alam yang ke tiga, masih ada dua alam lagi yang harus dilalui yakni
alam Qubur dan alam Akhirat. Di alam Qubur, manusia menunggu kiamat ribuan
tahun, sedangkan di alam akhirat manusia bahagia atau sengsara selama
milyaran tahun. Oleh karena itu hidup alam dunia yang hanya 70 tahun harus
benar-benar dimanfaatkan. Percuma lulus S3, kaya, dan terkenal kalau di akhirat
masuk neraka. Manusia yang baik adalah manusia yang bisa mencapai surga
melalui kebahagiaan saleh di dunia. Itu bisa terealisasi, apabila manusia menaati
hukum Alam (hukum Kauniyah) dan hukum Qur'aniyah secara bersamaan.

56
Peran, Visi, Misi, dan Tujuan Hidup manusia
 Kedudukan manusia : Kedudukan atau standing position manusia ada dua
yakni sebagai center makhluk dan sebagai „abid (hamba). Manusia menjadi
centre makhkluk karena segala makhluk ciptaan Allah, seperti hewan,
tumbuhan, batu, tanah, planet, galaksi, cluster, bahkan surga dan neraka,
semuanya diciptakan untuk kebahagiaan manusia, jadi manusialah yang
menjadi titik central segenap makhluk. Wajar dan pantas, manusia dijadikan
sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan berbagai kelebihan dan posisi
sentralnya di antara makhluk-makhluk itu. Jika manusia tidak ada di bumi
ini, dapat dipastikan bumi akan stagnan. Selain sebagai central alam,
kedudukan kedua manusia adalah sebagai ‘abid yakni hamba Allah. Sebagai
hamba Allah, manusia harus selalu siap melayani Allah, siap mengabdi
kepada Allah saja, tidak mengabdi kepada selain Allah. Untuk apa mengabdi
kepada selain Allah, sebab tidak ada satu pun makhluk yang bisa
memberikan madarat atau manfaat. Itu rasional.
 Peran Manusia : Peran manusia adalah khalifah fi aldhi, yakni pelaku,
penguasa, dalam mengelola bumi. Amanah ini sebenarnya telah ditawarkan
oleh Allah kepada langit, bumi dan gunung-gunung tetapi mereka semua
menolaknya. Kemudian amanah ini diambil oleh manusia (QS. Al-Ahzab 72).
Sebagai khalifah, keberadaan seseorang harus dirasakan manfaatnya bagi
orang lain, karena sebaik-baiknya manusia ialah orang yang paling banyak
manfaatnya bagi orang lain. Semakin banyak memberikan menfaat, semakin
tinggi nilai kemanusiaannya. Semakin tidak memberikan manfaat, semakin
jatuhlah eksistensinya, persis sampah. Walaupun profesor doktor gelarnya,
atau jenderal pangkatnya, menteri atau bahkan presiden jabatannya, tetapi
jika hanya membuat rakyat menderita, ia adalah manusia sampah,....
sampah....sampah. Naudzubillahi min dzalik. Ciri utama bahwa seseorang
sebagai khalifah ialah Apakah sesorang itu bermanfaat bagi orang lain ? Jika
bermanfaat, itulah khalifah. Jika tidak manfaatnya, itulah sampah. Jadilah
orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain, bukan hanya menjadi orang
yang hanya mementingkan diri dan keluarga sendiri. Apabila seseorang
panjang umurnya dan baik amalnya, itu lebih baik. Hadits Riwayat Tirmidzi
dari Abu Sofwan Abdullah ibn Basyar al-Aslamy : Rasulullah bersabda : “

57
Sebaik-baiknya orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik
amalnya”.40
 Visi Manusia : Visi adalah gambaran besar tentang cita-cita masa depan
yang harus diraih. Semua muslim harus memiliki visi fi dunya hasanah wa fil
akhirati hasanah. Di dunia sukses di akhirat pun masuk surga. Akan tetapi
ukuran sukses bukan material tetapi ukurannya sejauh mana dia berusaha
menegakkan nilai-nilai Alquran di muka bumi. Capaian di dunia berupa gelar
akademik, jabatan, dan harta hanyalah batu loncatan, bukan tujuan akhir.
Sungguh sangat rugi jika capaian yang bersifat duniawi itu tidak berubah
menjadi pahala-pahala.
 Misi manusia : Misi manusia adalah beribadah kepada Allah swt. :”Dan

kami tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”.
(al-Dzariyat : 56). Beribadah artinya melakukan aktivitas lahir batin yang
sesuai dengan kehendak Allah, antara lain memakmurkan bumi. Manusia
dengan segala potensinya, baik potensi fisik maupun potensi ruhaniah harus
dihimpun untuk beribadah kepada allah termasuk mengelola potensi alam,
baik sumber daya insani maupun sumber daya alam untuk kesejahteraan
umat manusia. Jika manusia tidak mampu mengelola bumi untuk kebaikan,
malah ia berbuat fasad (kerusakan) baik di darat, laut maupun di udara,
dapat dikatakan manusia itu telah gagal melaksanakan misinya. Kelak ia
akan berhadapan dengan “meja hijau” di pengadilan akhirat. Tak ada yang
bisa menolongnya.
 Tujuan Hidup Manusia : Mardhatillah atau mencapai rida Allah. Apabila
seseorang bergelar profesor doktor, berpangkat jenderal, berkedudukan
tinggi dan dihormati orang banyak, rumah mewah, mobil mahal, deposito
melimpah, bahkan masuk ke dalam deretan orang-orang hebat, tetapi jika
tidak mendapat rida Allah swt, pasti dia celaka. Semua usaha dan harta
kekayaannya tidak akan dapat menolongnya. Di akhirat kelak menjadi ahli
neraka yang siksanya amat pedih.
 Target Hidup : Menjadi manusia taqwa (muttaqin). Taqwa dari kata waqa,
yaqi, wiqayatan yang artinya hati-hati. Ialah manusia yang senantiasa

40
Muh. Ibn Isya Abu Isa Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (penerbit , Dar al-Ihya Turasy
al-„Araby, Bairut, t.t), Juz IV, bab al-Umr li almukmin, no. Hadits 2329, hlm. 565

58
berhati-hati dalam segala hal, baik dalam melakukan aktivitas ibadah
mahdhah maupun mu‟amalah. Aktivitas yang termasuk ibadah mu‟amalah
adalah kegiatan politik (siyasah), ekonomi (iqtishadiyah), kebudayaan (al-
Tsaqafah), Pidana (hudud wa al-qishash), serta pertahanan (al-Dhifa‟). Jika
semua itu dilakukan dengan hati-hati, disebutlah manusia taqwa. Orang
yang bertaqwa bukanlah orang yang tidak pernah berbuat salah, tetapi jika
dia berbuat salah pun bukan karena kecerobohan, tetapi setelah berhati-
hati. Dan setelah itu ia langsung bertaubat, tidak menangguhkannya.
 Standard Operasional Prosedure (SOP). Supaya manusia bisa mencapai
visi, mampu laksanakan misi, serta sanggup mencapai tujuan dan target
perjuangan perlu memiliki SOP atau manhaj yang tiada lain adalah Alqur‟an
dan Sunnah Rasulullah saw. “Katakan, jika kamu mencintai Allah, maka
ikutilah aku (nabi). Nabi bersabda :”Aku tinggalkan dua pusaka padamu,
jika kamu berpegang teguh kepada keduanya, sampai kapanpun kamu tidak
akan tersesat, yakni kitab Allah, Alqur‟an serta sunnah rasulullah saw”.
Menanggalkan SOP pasti akan banyak menuai kesulitan. Neraca amalnya di
akhirat kelak, pasti kacau dan tak dapat dipertanggung jawabkan meskipun
selama di dunia, ia mendapat puluhan bintang jasa dan sederet
penghargaan, namun tetap saja ia masuk neraka yang panasnya tiada
terukur. Naudzubillahi min dzalik.
 Strategi Hidup : Setiap muslim harus menjadikan semua aktivitas hidupnya
sebagai ibadah. Olah raga harus dalam rangka ibadah, menikah harus
didasari niat ibadah, demikian juga berpolitik, berekonomi, bahkan
menonton dan bermain musik pun harus dalam kerangka ibadah kepada
Allah swt. Jangan sekali-kali berkedip jika tidak jadi ibadah. Jangan
tersenyum jika tidak jadi ibadah. Jangan berbuat apapun jika tidak jadi
ibadah, sebab segala aktivitas itu memerlukan energi, padahal pada setiap
pengeluaran energi, betatapun kecilnya pasti akan dipertanggung jawabkan
di hadapan Allah Swt.
 Musuh manusia : musuh manusia adalah setan, baik setan jin maupun
setan manusia. Permusuhan antara manusia dengan setan telah diketahui
dari panggung sejarah pementasan kisah Adam, Hawa, setan Iblis dan buah

59
khuldi, seharusnya tidak dilupakan tetapi harus terus diingat dan dijadikan
pelajaran berharga.

Strategi setan dalam menjerat manusia


Jin dari kata janna yang artinya bersembunyi, satu spicies makhluk
berjasad halus yang diciptakan Allah dari api yang menyala, sedangkan Iblis
dari kata ablasa yang artinya frustrasi. Jadi Iblis adalah jin yang frustrasi gara-
gara diusir oleh Allah dari surga. Adapun setan berasal dari kata syatana yang
artinya mengoda, menjauhkan. Mudahnya, setan adalah makhluk yang suka
mengoda manusia agar melalukan maksiat. Di dalam QS. Al-Nas dinyatakan
“yuwaswisu fi shudur al-nas (membisik-bisikan ke dalam hati manusia). Jadi
jika ada pendapat yang menyatakan bahwa setan itu menakutkan, itu persepsi
yang salah, justru setan adalah makhluk yang menggairahkan dan menggoda.
Jika setan manakutkan, manusia tidak akan tergoda. Manusia bisa dibujuk
karena setan itu menggairahkan.
Salah kalau berkeyakinan bahwa setan keluar setiap malam jum‟at
kliwon, yang benar adalah setan keluar setiap saat. Salah kalau berkeyakinan
bahwa setan keluar di kuburan, yang benar adalah setan keluar di mana-mana,
bisa di jalan, kantor, mall, markas militer, pesantren bahkan masjid. Ada setan
yang berdasi, ada setan yang mengenakan seragam kantor, ada setan yang
mengenakan serban, dll. Pokoknya setan ada di mana-mana dan dalam wujud
yang sangat beragam.
Jika dikatakan setan iblis, maksudnya adalah setan pertama. Salah satu
aktivitas setan iblis adalah melakukan rekruitmen anggota melalui berbagai
macam cara. Hasilnya, lahirlah setan-setan baru, baik dari golongan jin maupun
dari golongan manusia.

Target tipu daya setan


Target setan dalam menggoda manusia adalah agar manusia lupa
kepada Allah. Kalaun pun manusia beribadah kepada-Nya, setan akan berusaha
sekuat tenaga agar nilai akhir amal tersebut adalah nol. Setan akan berusaha
agar semua manusia berakhir dengan kekufuran. Caranya antara lain, ulama
diseret supaya ujub, ilmuwan diseret agar bersikap arogan, pejabat diseret agar

60
mengelabui rakyatnya, orang kaya diseret agar bersifat tamak, orang dermawan
diseret agar riya, orang ahli salat diseret agar setelah selesai salat diteruskan
dengan maksiat, orang miskin diseret agar bersikap aral, orang yang
mempelajari ilmu kedigjayaan atau kanuragan diseret agar mengarah kepada
syirik, dll. Jika manusia bersikap ikhlas dari A sampai M, setan akan berusaha
agar Z nya tidak ikhlas, agar ujung semua amal kebaikan adalah nol.
Strategi setan untuk menjerumuskan manusia dilakukan dengan berbagai
macam cara, antara lain :
1. Tadlil, penyesatan. Sesat adalah merasa benar padahal salah. Banyak sekali
orang yang berbuat demikian, misalnya merasa menjadi muslim modern
karena meninggalkan hadits Ahad, mendewakan akal dengan
mengesampingkan teks Alqur‘an, melakukan amalan sunnah padahal amalan
itu termasuk ke dalam bid‘ah, menolak al-Qur‘an karena merasa ada nilai lain
yang dianggap lebih mulia, dll. Masuk ke dalam tadlil ini antara lain :
 Tazyin41 : yakni menganggap baik perbuatan yang buruk. Ketika seorang
pria tampan berduaan mojok dengan wanita yang wajahnya biasa-biasa,
setan akan menyulap keadaan seakan-akan wanita itu cantik luar biasa
sehingga keduanya tertarik, lalu berbuat zina. Setelah zina, barulah pria
 itu sadar bahwa perempuan tadi tidak cantik. Atau uang korupsi
dianggap uang komisi, sogokan dianggap uang administrasi tambahan,
mengumpat orang tanpa perasaan dosa karena yang dianggap fakta
bukan dusta. Orang yang melakukan tazyin tidak merasa bersalah atas
perbuatannya sehingga sangat mungkin tidak meminta maaf kepada
siapapun.
 Kaydun :42 yakni tipu daya. Setan akan melakukan tipu daya kepada
manusia, sementara manusia yang terkena tipu setan sering tidak
menyadarinya.

41
Tazyin : Surat al Anfal : ` Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik
pekerjaan mereka dan mengatakan : Tidak ada seorang manusia yang dapat menang terhadap
kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu`. Maka tatkala kedua
pasukan itu telah dapat saling melihat berhadapan, syaitan itu balik ke hadapan saya seraya
berkata : ` Sesungguhnya saya berlepas diri dari kamu, sesungguhnya saya dapat melihat dari apa
yang kamu sekalian tidak dapat melihat, sesungguhnya saya takut kepada Allah` dan
sesungguhnya Allah sangat keras siksaNya. `

61
 Shaddun43 : ialah memalingkan manusia dari jalan yang benar ke jalan
yang salah, sebagai contoh : setiap supir angkutan kota mau
melaksanakan salat pasti banyak penumpang. Setiap pemilik warung
mau salat, pasti banyak pembeli, dll yang pada pokoknya memalingkan
manusia dari jalan yang benar.
44
 „Adawah : yakni permusuhan. Setan akan senantiasa mengadu domba,
menanamkan kebencian dan sikap saling memusuhi di mana semua pihak
merasa dirinya benar, sedangkan lawannya adalah salah.
2. Takhwif, menakut-nakuti. Contoh : banyak bawahan yang tidak berani
meluruskan perilaku menyimpang atasannya karena takut dipecat, banyak
mertua yang tidak berani menegur mantunya yang tidak salat karena khawatir
uang kiriman bulanan dihentikan, banyak wanita yang tidak berani menolak
ajakan maksiat pacarnya karena takut diputuskan, banyak kiyai yang
berceramah mengikuti pesan sponsor karena takut tidak diundang lagi, dll.
3. Talbis : Mencampuradukkan, misalnya bersidkah yang diiringi sikap riya,
ibadah salat dan haji yang dicampuri bid‘ah, dll.
4. Amr Munkar nahyi Maruf, yakni memerintah kepada keburukan tetapi
menyuruh kepada kemaksiatan. Misalnya, perempuan berjilbab dicurigai
tetapmiss universe yang senang berbuka aurat di depan umum diberi
hadiah.Orang yang berada di negara kecil yang sedang membela haknya
dianggap teroris, tetapi negara adidaya yang mencaplok negara lain dianggap
penegak HAM dan demokrasi.

42
Kaidun: Surat An Nisa 76 : Orang orang yang beriman adalah orang orang yang
berperang dijalan Allah, dan orang orang yang kafir berperang dijalan thagut, sebab perangilah
kawan kawan syeitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan it adalah lemah.
43
Surat An Naml 24 :25 ` Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain
Allah dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan mereja lalu
menghalangi mereka dari jalan Allah. Sehingga mereka tidak mendapat petunjuk, agar mereka
tidak menyembah Allah, Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan bumi dan yang
mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu katakan.
44
Adawah : surat Al Anam 112 : ` Dan demikianlah kami jadikan bagi tiap tiap nabi itu
musuh, yaitu syaitan dan syaitan manusia dan jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebagian yang lain perkataan dan perkataan yang indah untuk menipu. Jikalau Tuhanmu
menghendaki : niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah apa yang mereka yang
ada adakan`.

62
Apabila kita digoda oleh setan, sebaiknya segera tinggalkan tempat itu
dan mengucapkan taudz, atau membaca “Ya rabb, aku berlindung
kepadaMu dari godaan setan, dan kami berlindung dari kehadiran setan”.
(QS. al-Mukminun 97-98).

63
BAB 4
ISLAM HOLISTIK
Keterpaduan akidah, syari’ah dan akhlak

Hakikat Din al-Islam :


Din berasal dari kata dana- yadinu- dinan yang salah satu artinya adalah
peraturan (kamus al-Munjid), bisa juga berarti perjalanan (kamus al-Muhith).
Jadi din adalah aturan yang mengatur perjalanan hidup manusia di alam
dunia ini. Jika dirangkaikan dengan kata Islam sehingga menjadi din al-Islam
berarti tatacara hidup ala Islam yang berfungsi mengatur perjalanan hidup
manusia sesuai petunjuk Allah. Tidak tepat apabila din diterjemahkan sebatas
agama, sebab istilah agama (religion, religie) hanyalah merupakan alih bahasa
saja yang tidak mengandung makna substantif dan essensil. Lebih dari itu
apabila din diterjemahkan sebagai agama, maknanya menjadi sempit, sebab
agama adalah tata keyakinan dan tata beramal yang memiliki tiga unsur, yakni
adanya nabi, kitab suci dan cara ibadah. Definisi demikian, mereduksi isme-
isme yang ada menjadi bukan agama. Agama yang diakui di Indonesia misalnya,
hanya ada enam , yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Fu Tse,
padahal di Indonesia terdapat ratusan bahkan mungkin ribuan tatacara hidup.
Ribuan isme dan ideologi yang menjadi pegangan hidup, misalnya komunisme,
materalisme, liberalisme, hedonisme, yang pada hakikatnya termasuk din
(tatan hidup).
Dengan memaknai din sebagai tatan hidup, maka yang dimaksud dengan
istilah muslim adalah orang yang ber-din al-Islám, sedangkan istilah kafir
adalah orang-orang yang ber-din selain Islam. Din al-Islam sebagai tatanan
hidup meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan, dari mulai masalah ritual
sampai kepada masalah pergaulan antar manusia, termasuk masalah sosial
budaya, sosial ekonomi, sosial politik, bahkan sampai kepada masalah
kenegaraan. Seseorang yang mengaku muslim atau menganut din al-Islám
harus mengikuti tatanan hidup Islam secara káffah ; integratif dan

64
komprehensif apapun resikonya. Apabila ia menolaknya, maka ia pasti akan
terpental di akhirat sebagaimana diterangkan di dalam QS. 3 : 19 dan ayat 85 :

ِ ِ ‫ َو َم ْن يَبْذَغ ِ ؼَ ْ َْي ْنال ْس َال ِم ِدينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِمنْ ُو َوى َُو ِِف ْنل ٓ ِخ َر ِة ِم َن نمْخ‬# ‫نَّلل ْنال ْس َالم‬
‫َاِسين‬ ِ ‫ن ان ّ ِنل َين ِع ْندَ ا‬
ّ ّ ّ
Sesungguhnya din di sisi Allah hanyalah Islam (QS. 3 : 19 ) Barangsiapa
mencari tatanan hidup selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (din
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.(QS. 3 : 85).

Din terbagi dua yang sangat jelas bedanya, yakni din al-haq dan din al-
Bathil . Pengertian din al-haq ialah din yang berisi aturan Allah yang telah
didesain sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fitrah manusia. Aturan ini
kemudian dituangkan di dalam kitab undang-undang Allah, yakni Al-Qur‟an,
sedangkan di luar din al-Islam adalah din yang berisi aturan manusia paling
tidak banyak dicampuri aturan manusia.
Berdasarkan pengelompokkan din ini, maka manusia sebagai pemilih
din, otomatis hanya terbagi menjadi dua kelompok yang jelas-jelas berbeda
yakni kelompok Huda (mendapat petunjuk) dan kelompok Dhallin (kelompok
sesat). Kelompok Hudá adalah kelompok yang memilih din Islam sebagai
tatanan hidupnya. Ini berarti bahwa mereka telah mengikuti jalan yang haq
sehingga Allah akan menghapuskan segala kesalahannya, sedangkan kelompok
Dhalalah adalah orang-orang yang memilih din selain Islam. Ini berarti mereka
telah mengikuti aturan yang salah dan telah menjadikan setan sebagai
pimpinan mereka. Mereka itulah orang-orang yang sesat sebagaimana
ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Qur‟an surat 7 : 30 dan surat 47 : 1,2,3
ِ ‫ُون ا‬
َ ‫نَّلل َو َ ْي ََ ُص‬
‫ون َأَنا ُ ْم ُم ْيخَدُ ون‬ ِ ‫نمش َيا ِط َني َأ ْو ِم َيا َء ِم ْن د‬ َ ‫فَ ِريقًا ىَدَ ى َوفَ ِريقًا َح اق عَلَْيْ ِ ُم نمضا َال َ ُل نَنا ُ ُم ا‬
‫نَّت ُذون ا‬
ّ
“Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka.
Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan
mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk”.

‫الَّذ نذيَ َ كف كرذ َاََوذ نََاََذ َا ذهن نأَالَّذ نذعََكَلذ َّذأََ ِكَذذذَ ك اََالَّذ نذيَ َوااصوذحاَََ نذَّوذحاَال َّذذَ ن َ ن ََو َااصوذح ن‬
َ ‫اَاذكذََلوذ ك‬ ‫ك كك ك‬ ‫ك ك وِ ك ك ك ك ك ك‬ ‫ك و ك ك كِ ك‬
َ‫ذََبنذنك َّ َالَّ نذيَ ك َ كف كرذ وَاَا ذَّهكذ وذحاَالِهكَ ن كذأ‬ ‫ن‬
‫كوذَّك ك َبكذَ كوَِا كذل ك‬
‫ىَُم َّذ ٍَََهحَا ِ نق نَا َرِّبناَ كف َّر ََِصذها نن‬
ِ َََ‫َاذ َكَه ِا ك‬
‫كََّك وك ك و ك ك ِ ك ِ ك ك و ِ ك‬
‫بَالَّعوَلنَّص ن‬
َ ‫ََّسََ ِكاثكَ كوَِا‬ ‫ضن و‬ ِ ‫َََك‬
‫ن‬ ‫ن‬
‫كََك َّ َالَّيَ ك َوك كااصوحاَا ذَّهكذ وحاَا ِك َّق نَا ِ كَرِّبن ِاَ كف كيل ك‬

65
Orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah,
Allah menghapus perbuatan-perbuatan mereka. Dan orang-orang yang beriman
(kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada
apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka,
Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan
mereka. Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti
yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari
Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-
perbandingan bagi mereka. QS. 47 : 1,2,3.

Dalam pandangan Alqur‟an, din al-Islám adalah satu-satunya din


ciptaan Allah, din yang satu ini adalah aturan untuk seluruh umat manusia
tanpa kecuali. Namun pada tataran realita sekarang ini Din al-Islam menjadi
banyak ragam dan versinya. Semua ini sebagai akibat kesalahan manusia
sendiri. Sementara itu, din-din hasil ciptaan manusia berdasarkan akal,
imajinasi dan falsafah sebagaimana telah dikemukakan di atas telah
melahirkan banyak isme-isme yang pada dasarnya sebagai din, antara lain
Materalisme, Kapitalisme, Liberalisme, Markisme, Komunisme, Nasionalisme,
dan Kolonialisme.
Segala macam aturan hasil manusia tersebut yang termasuk katagori
din al-bathil telah terbukti gagal dalam mengatur umat manusia. Materealisme
yang bertitik tolak dari dan berorientasi kepada materi telah melahirkan
orang-orang yang serakah; Kapitalisme yang menitikberatkan kepada
penguasaan kapital (modal) telah melahirkan terjadinya monopoli; Liberalisme
yang menitikberatkan kebebasan dan menonjolkan hak individu telah
melahirkan terjadinya jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin,
serta melahirkan kecemburuan sosial dan dekadensi moral; Komunisme telah
melahirkan manusia yang tidak mengenal Tuhan dan tidak mengenal hak milik
individu sehingga melahirkan ketidakpuasan. Oleh karena tatanan hidup produk
falsafah manusia itu telah terbukti tidak membawa keselamatan, maka manusia
harus segera hijrah kepada din al-Islám.

Pilar-pilar Islam
Muhammad Syaltout menegaskan bahwa Islam terdiri dari aqidah dan
syari‟ah.

66
Aqidah
Pilar pertama Islam adalah aqidah. Secara bahasa aqidah adalah ”al-
aqidatu hiya ma „aqada „alaiha al-qolb45, aqidah adalah ikatan yang terpatri di
dalam hati. Hasan al-Bana di dalam bukunya Al-Aqáid menyatakan bahwa
akidah adalah “sesuatu yang harus diyakini oleh hati dan dipercaya oleh jiwa,
sehingga menjadi keyakinan yang tak ada sedikitpun keraguan dan
kebimbangan”.46 Jadi akidah itu bukan berisi konsep sistem teologi semata
tetapi berisi segala macam persoalan yang berkaitan dengan kepercayaan.
Akidah merupakan sejumlah nilai yang diyakini, dengan kekuatan pokok
terletak pada tawhid atau dalam istilah lain disebut teologi.47
Dilihat dari sisi kedudukan dan esensinya, akidah merupakan fundamen
agama yang sangat berperan sebagai motivator dan panentu nilai aktivitas,
baik aktivitas lahir maupun aktivitas batin. Akidah sangat mempengaruhi sikap
(attitude) seseorang baik cara berbicara, cara bertindak, cara hidup dan cara
mati. Akidah menjadi kekuatan dalam kehidupan di bumi ini. Ia mempunyai
fungsi praktis untuk melahirkan perilaku dan keyakinan yang kuat untuk
mentransformasikan kehidupan sehari-hari dan sistem sosialnya.48 Oleh karena
itu, dalam pandangan Hasan Hanafi, ajaran Islam yang paling inti adalah
tawhid. Tawhid adalah basis Islam. Untuk bisa membangun kembali peradaban
49
Islam tak bisa tidak harus dengan membangun kembali semangat Tauhid itu.
Karena begitu pentingnya kedudukan dan fungsi tawhid, Harun Nasution
menegaskan bahwa setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk suatu agama

45
Luis Ma„ruf, Al-Munjid, (Beirut, , 1952), Cetakan 13, hal. 543.
46
Al-Aqá„id li al-Imám Asy-Syahâd |asan al-Bana, Dár Asy-Syihab, t,t, hal. 17‟ Lihat al-
Majmu„, hal. 292.
47
Harun Nasution, Teologi Islam, hal. ix. Menurut Harun Nasution, Ilmu Tauhid yang
diajarkan di kalangan Islam biasanya kurang mendalam dalam pembahasannya dan kurang
filosofis. Selanjutnya ilmu Tauhid bisanya memberi pembahasan sepihak dan tidak mengemuka-
kan pendapat dari aliran-aliran atau golongan-golongan lain yang ada dalam teologi Islam. Ilmu
Tauhid yang diajarkan dan dikenal di Indonesia umumnya ialah Ilmu Tauhid menurut aliran
Asy‟ariyah, sehingga timbullah kesan di kalangan sementara umat Islam Indonesia, bahwa inilah
satu-satunya teologi yang ada dalam Islam.
48
Kazuo, Shimogaki, Kiri Islam, Telaah Kritis antara Modernisme dan Postmodernisme,
, (Yogyakarta : LKiS 1994), hal 72.
49
Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, hal. 10.

67
secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang
dianutnya.50
Akidah merupakan sesuatu yang fundamental dalam din al-Islám,
sebagai titik dasar awal seseorang menjadi muslim. Akidah sebagai landasan din
al-Islám merupakan ajaran yang universal yang abadi, tidak mengalami
perubahan sepanjang masa, sejak adanya misi risálah nabi Allah Adam a.s
hingga kerasulan Muhammad saw, yakni membawa misi akidah yang sama yaitu
monotheisme atau tauhid (QS. 7 ayat 65, 73 dan 85, surat 11 ayat 26,50,61,
48 surat 21 ayat 25 dan surat 16 ayat 36). Makna tawhid adalah mengesakan
Tuhan dalam segala hal, suatu tuntutan keyakinan bahwa Allah adalah ilah
(Tuhan) yang mutlak.
Untuk mengetahui taksonomi tawhid bisa dilihat pada nisbah atau
hubungan antara surat al-Fatihah dan surat An-Nas. Surat Al-Fátihah adalah
pendahuluan sedangkan surat al-Nas adalah penutup. Al-qur‟an sebagai sebuah
“maha karya” Allah Swt pasti sangat cermat, termasuk meletakkan surat di
awal dan surat penutup. Pada kedua surat tersebut ada pernyataan yang maha
penting, terutama pada kalimat Rabbul „álamin, Máliki yaum ad-din dan
iyyáka na„budu. Demikian juga pada surat terakhir yakni surat an-Nás ada
kalimat rabb an-nás, málik an-nás dan iláh an-nás.
Kedua surat itu mengandung konklusi pengesaan Allah yang luar biasa,
mengandung konsep tauhid yang lengkap dan kokoh. Dengan demikian Al-
Qur‟an dibingkai oleh dua surat (awal dan akhir) yang memuat pesan tauhid
51
yang sangat kuat. Munásabah (interrelasi) kedua surat itu menggambarkan
secara jelas adanya tiga macam refleksi ketauhidan, yakni tawhid rubbubiyah,
tawhid mulkiyah dan tawhid uluhiyah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
table di bawah ini.

50
Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta :
Universitas Indonesia Press, 1986), hal. ix.
51
Munásabah adalah salah satu istilah dalam Ulum al-Qur‟an yakni hubungan atau
interrelasi antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat. Dengan memahami munásabah ini
akan sangat membantu memahami Al-Qur‟an secara integral dan komprehensif. Apalagi karena
Al-Qur‟an itu bersifat yufassir ba„Üuhu ba„Üá, yakni antar bagian Al-Qur‟an saling terkait dan
saling menafsirkan.

68
KONSEP TAUHID
DALAM MUNASABAH SURAT AL-FATIHAH DAN AN-NAS
Surat Al-Fáti\ah Surat Al-Nás Munásabah surat dan ayat
1 2 3
Rabb al-„alamin: Rabb an-nas Melahirkan tawhid rubbubiyah, yakni

‫رب العالمين‬ ‫رب الناس‬ menyakini bahwa hanya Allahlah satu-satu


nya Rabb bagi alam termasuk manusia.
Máliki yaum ad- Málik an-nás Melahirkan tawhid mulkiyah, yakni

dân meyakini bahwa hanya Allah-lah satu-

‫مالك يوم الدين‬ ‫مالك الناس‬ satunya Raja alam ini termasuk raja
manusia.
Iyyáka na‟budu Iláh an-nás Melahirkan tawhid uluiyah yakni meyakini
bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan

‫اياك نعبد‬ ‫اله الناس‬ manusia, tuhan yang wajib disembah.

Rabb mengandung dua pengertian, yakni sebagai Pencipta dan sebagai


Pemilik. Sebagai Pencipta, mengandung maksud bahwa Allah adalah Pencipta
alam semesta dengan segala isinya termasuk manusia. Dia adalah Maha
Pengatur segala urusan, Maha Pemelihara, Maha Pemberi rizki, Maha Pendidik,
dan Maha Penjamin stabilitas keamanan. ( QS. 96 : 1 -5 , QS. 10 : 3,31,32.
QS. 2 :21,22 . QS. 42 : 11-12, QS. 106 : 3 -4). Sedangkan Rabb sebagai Pemilik
mengandung maksud bahwa Allah adalah pemilik alam, pemilik hukum, dan
pembuat undang-undang. (QS. 42 :10 QS. 7 :2,3. QS. 6 : 144, QS. 32: 2,3 QS.
10:37, QS 12 : 40).
Dengan demikian yang dimaksud dengan tauhid rubbubiyah adalah
meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Rabb, yang menciptakan, memelihara,
memberi rizki, dan mengatur manusia. Oleh karena itu, di tangan Allah-lah
kewenangan secara absolut untuk membuat undang-undang atau hukum.
Apabila manusia mencoba membuat atau memproduksi hukum di luar hukum
Al-Qur‟an yang bertentangan dengan Alqur‟an, maka sama saja dengan
memproklamasikan diri sebagai Rabb, itu termasuk syirik fi al-hukmi
Allah dengan predikat sebagai Rabb al-‘álamin telah menata alam
semesta ini dengan hukum sunnatullah, sedangkan Allah dengan predikat Rabb

69
an-nás berarti Allah-lah yang telah menata kehidupan manusia dengan wahyu
Al-Qur‟an (Rubbubiyah Allah). Seluruh aturan dan perundang-undangan yang
merupakan produk akal manusia, yang bertentangan dengan hukum syari‟ah
harus dinyatakan gugur karena dinilai batil, sesat, termasuk hukum jahiliyah
yang tak lain merupakan hukum hawa nafsu. Orang yang berpegang teguh
kepada aturan produk akal dan mengingkari hukum Allah dihukum zalim, fasik,
dan musyrik.
Selanjutnya, manusia yang mengaku Allah sebagai Rabb an-Nás berarti
hanya mengakui bahwa hanya syari‟ah Allah-lah yang paling tepat mengatur
manusia. Manusia wajib melaksanakan undang-undang Allah di muka bumi, jika
tidak, maka pengakuan terhadap Allah sebagai rabb an-nás adalah dusta dan
oleh karena itu ia dinyatakan “… sedikitpun mereka tidak beriman hingga
menegakkan hukum wahyu‟. (QS. 4 : 52).
Tauhid mulkiyah adalah pengakuan seorang hamba bahwa hanya Allah-
lah satu-satu málik (Raja) yang memiliki kerajaan langit dan bumi, sehingga
manusia wajib menaati Allah melebihi segalanya. Ini berdasarkan firman Allah
di dalam surat 25 : 2 dan surat 17 : 111 :

‫َش ٍء فَقَد َار ُه ثَ ْق ِد ًيرن‬ ِ ْ ‫يك ِِف نمْ ُع‬


‫ْل َو َخلَ َق ُ ا‬
ْ َ ‫ُك‬ ِ َ ‫نمَ َع َو ِنت َو ْ َنل ْر ِض َوم َ ْم يَخا ِخ ْذ َو َ ًلن َوم َ ْم يَ ُك ْن َ َُل‬
ٌ ‫َش‬ ‫ْل ا‬ُ ْ ‫ا ِنَّلي َ َُل ُم‬
"(Allah) yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai
anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS. 25 :
2).
‫ْل َوم َ ْم يَ ُك ْن َ َُل َو ِ ٌِّل ِم َن ن َُّّل ِ ّل َو َل ِ ّ ِّْ ُه حَ ْكب ًِْين‬
ِ ْ ‫يك ِِف نمْ ُع‬ِ َ ‫َوقُلِ نمْ َح ْعدُ ِ ا َِّلل ا ِنَّلي م َ ْم يَخا ِخ ْذ َو َ ًلن َوم َ ْم يَ ُك ْن َ َُل‬
ٌ ‫َش‬
Dan katakanlah : Segala puji bagi Allah yang tiada mempunyai anak dan tidak
mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-
Nya) dari kehinaan. Dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-
besarnya”.(QS. 17 : 111).

Lebih menaati, lebih takut dan lebih cinta kepada makhluk daripada
Allah swt dianggap syrik mulkiyah.
Selain tawhid rubbubiyah, mulkiyah dan uluhiyah sebagaimana
dijelaskan di atas, masih ada tauhud lainnya. Di dalam kitab “ Fath al-Majid,
syarah kitab Tawhid Muhammad Ibn „Abd al-Wahhab, yang disusun oleh
„Abdurrahman ibn Hasan „Ali asy-Syaikh dan ditahqiq oleh „Abd al-„Azâz ibn
„Abdillah ibn Báz, dengan mengutip pendapat Ibn al-Qayyim, dinyatakan bahwa

70
tawhid dibagi ke dalam dua macam, yakni : (1). Tawhid fi al-ma„rifah wa al-
itsbat yang meliputi tawhid rubbubiyah dan tawhid asmá‟ al-shifát. (2). Tawhid
fi al- Thalib wa al-qaid yang meliputi tawhid uluhiyah dan ubudiyah52 Dengan
demikian tawhid terbagi empat bagian yakni tauhid rububiyah, tauhid asmá‟
wa as-Shifát, tauhid uluhiyah dan tauhid ubudiyah namun bisa diringkaskan
menjadi dua saja yakni tauhid Rubbubiyah dan Uluhiyah sebab yang dua lagi
hanyalah sub saja. Penjelasan masing-masing tauhid itu adalah sebagai berikut
di bawah ini.
Tauhid rubbubiyah adalah: ”huwa I„tiqádu anna Alláh wahdah khalaqa
al-„álam” ialah meyakini bahwa sesungguhnya Allah yang Maha Esa-lah yang
telah menciptakan segenap alam. Jadi tauhid rubbubiyah adalah mengesakan
Allah sebagai Rabb (Pencipta, Pengurus dan Pengatur) alam ini. Dalam ma„rifah
kepada Allah sebagai Rabb, manusia harus memahami nama-nama dan sifat
Allah, termasuk pekerjaan-Nya, qadha dan qadar-Nya beserta hikmah-
hikmahnya, sebagaimana termaktub antara lain pada awal surat al-Hadid,
Thahá, al-Hasyr, awal surat àli „Imrán, dan surat al-Ikhlásh.
Tauhid uluhiyah adalah pengesaan Allah sebagai tuhan yang harus
disembah. Tauhid ini melahirkan pengabdian hanya kepada Allah sebagai simbol
monoloyalitas. Seseorang yang memiliki tauhid uluhiyah dan ubudiyah meyakini
bahwa tiada tuhan selain Allah, tidak beribadah kecuali kepada-Nya, tidak
bertawakkal kecuali kepada-Nya, tiada memilih wali (pelindung) kecuali Dia,
tidak beramal kecuali untuk keagungan-Nya, sebagaimana termaktub antara
lain dalam surat al-Káfirun, surat al-Mu„min, awal surat al-A‟ráf, dan surat al-
An„ám. Walaupun sebenarnya semua ayat Alqur‟an memuat ajaran tauhid.
Demikian juga Abu Bakar al-Jaziry membagi tauhid kepada empat
macam yakni (1). tawhid rubbubiyah, (2). tawhid uluhiyah (3). tawhid asmá‟
wa ash-shifat dan (4). tawhid „ubudiyah yang penjelasannya kurang lebih sama
dengan penjelasan di atas.53
Pembagian tauhid yang dikemukakan oleh dua nara sumber di atas tidak
mencantumkan adanya tawhid mulkiyyah , hal itu sebenarnya tak jadi masalah

52
„Abdurrahman ibn |asan „Ali Asy-Syaikh, Fat\ al-Majâd Mu\ammad Ibn „Abd al-
Wahháb, (Mekah al-Mukarramah: Maktabah Bazar Mu[tafa al-Báz, al-Mamlukah al-„Arabiyyah
as-Su‟udiyyah), 1417 H/1996 M, hal. 18.
53
Abu Bakar Jabir al-Jazairy, Manhaj al-Muslim, Dár al‟Ulãm wa al-Hakam, (Madinah
al-Munawwarah, 1421 Hijriyah), hal. 19, 22, 29, 72.

71
sebab sebenarnya taksonomi tauhid bukanlah teks Al-Qur‟an atau hadits tetapi
merupakan kesimpulan hasil analisis para ulama. Dalam hal ini, rujukan
tentang tawhid mulkiyah yang dikemukakan di atas, memiliki rujukan ayat-ayat
Alqur‟an yang sangat banyak jumlahnya sebagaimana telah diterangkan. Bahkan
bisa penulis tambahkan di sini, bahwa di dalam Al-Qur‟an terdapat tidak
kurang dari 50 kata málik, mulkiyyah atau malakut yang menunjukkan bahwa
Allah adalah Raja.54

SYARI’AH
Pilar kedua Islam adalah syari’ah. Secara umum, syari'ah didefinisikan
sebagai “khitab al-Syari‟ almuta‟alliq bi af‟al al-mutakallafin bi al-iqtisha aw al-takhyir
aw al-wadl‟i aw al-mani”55 yakni ketentuan Allah yang berkaitan dengan
perbuatan subjek hukum berupa melakukan suatu perbuatan, memilih atau
menentukan sesuatu (sebagai syarat, sebab atau penghalang).56 Adapun
57
definisi ibadah nenurut al-'Imad Ibn Ka`ir adalah “Hiya al-tha‟at bi faili al-
makmur wa tark al-mahdzur” yang artinya, ibadah adalah menaati atas segala
perintah Allah serta meninggalkan yang dilarangNya. Definisi lain yang lebih
luas adalah 58 : “Ism jami‟ likulli ma yuhibbuhu wa yardlahu min al-aqwal wa al-„amal,
al-dhahirah wa al-bathinah”. Ibadah adalah isim jami‟ yang ditujukan kepada
segala aktivitas yang disukai dan diridai Allah, baik berupa perkataan maupun
perbuatan, baik yang tampak maupun tidak tampak. Bisa juga dibuat definsi
yang lebih simpel, yakni hidup sesuai dengan aturan Alqur'an dan Sunnah Rasul.

54
Muhammasd Fu‟ad Abdul Baqy, Al-Mu„jam al-Mufa\rasy li al-faÜli al-Qur‟án al-
Karâm, (Beirut : Dár al-Ma‟rifah, 1414 Hijriyah), hal. 847-848.
55

‫خطاب نمشارع نملخعلق تبٔفعال نملخلكؤني َب ٕال قذضاء نو نمخخيْي نو نموض نو نملان‬
56
Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Beirut : Dar al-Fikr al-„Arabi, 1958) , hlm.
26.
57
Abd Rahman ibn Hasan Ali Syaikh, Fath al-Majid, Jilid I, (Riyadl : Nazar Mutafá al-
Báz, 1996), hlm. 22.
58
„Abd Rahman, Fath al-Majid, Jilid I, hal. 21.

72
Adapun tujuan ibadah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawy,
adalah untuk mencapai keridaan Allah swt.59 Kalau digabungkan menjadi
syari„ah ibadah, maka maksudnya adalah segala macam aturan, baik wajib,
sunat atau haram yang menyangkut tatacara mengabdi kepada Allah dalam
rangka mencari keridaan-Nya.
Baik akidah maupun syari„ah kedua-duanya adalah aturan Allah,
bedanya akidah merupakan aturan tentang keyakinan (sistema credo)
sedangkan syari„ah ibadah merupakan aturan tentang tata beramal (sistema
ritus). Dari sisi fungsi, akidah sebagai fondasi sedangkan syari'ah adalah
bangunannya60 Supaya bangunan syari„ah ibadah bisa tegak berdiri, maka
fondasi akidah harus benar-benar kokoh. Sangat mustahil seseorang mau
melaksanakan ibadah dengan sepenuh hati kalau fondasi akidahnya lemah.
Dengan demikian hubungan antara akidah dengan syari‟ah sangat erat.
Supaya ibadah seorang hamba dapat diterima oleh al-Ma„bud (Yang
disembah), ada salah satu syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu yakni
memahami siapa itu al-ma„bud. Ini artinya seorang hamba harus terlebih
dahulu mengenal Allah, baik sebagai Rabb, sebagai Málik maupun sebagai Iláh.
Selanjutnya, secara garis besar, aktivitas ibadah ini terbagi dua
katagori yakni ibadah mahdhah dan ibadah ghair mahdhah. Ibadah mahdhah
(mihadh = bersih), adalah rangkaian ibadah yang bersih tidak bercampur
dengan aturan dari luar. Termasuk ke dalam ibadah mahdloh ini adalah salat,
saum, zakat dan haji.
Perbedaan antara ibadah Mahdloh dan ghair mahdloh :
Ibadah Mahdhah Ibadah Ghair Mahdhah

1. Asal ibadah mahdhah Asal ibadah ghair mahdhah adalah halal


adalah haram, kecuali kecuali kalau ada dalil yang
kalau ada dalil yang mengharamkannya.
memerintahkan untuk
mengerjakannya.

59
Imam Muslim, Shahih Muslim (Syarah Nawawi), (Beirut : Dar al-Ikhiya‟ al-Arabi, dan
Maktabah al-Mu`anna, t.t.) , Juz I, hal. 157.
60
Hadis menyatakan bahwa Islam dibangun dengan lima hal, yakni syahadat, salat, saum,
zakat dan haji. Jadi kalau akidah merupakan fondasi sedangkan syari„ah ibadah merupakan
bangunannya.

73
2. Aturannya khusus, tidak Pada umurnya tidak diatur dengan detail,
boleh tercampur dengan yang ditetapkan hanya prinsip-prinsipnya
aturan dari luar, misalnya saja, misalnya tentang cara berpakaian
mengucapkan alaihis salam atau pernikahan.
ketika mendengar nama
nabi . Itu adalah aturan
umum tetapi tidak boleh
diterapkan dalam shalat.
3. Tidak berlaku qiyas, Qiyas berlaku dalam menetapan hokum
misalnya mengqiyaskan ibadah ghair mahdhah.
zakat profesi kepada zakat
pertanian atau zakat mas.
4. Bahasa dalam ibadah Dalam ibadah ghair mahdhah boleh
mahdhah harus asli (bukan menggunakan bahasa terjemahan,
terjemahan), misalnya misalnya doa ketika mau makan, dan
bacaan shalat dan doa-doa ucapan ijab qabul, yang redaksinya tidak
haji. harus persis yang penting esensinya.
5. Kadang-kadang sulit Pada umumnya tujuan dan hikmah ibadah
dipahami akal, misalnya ghair mahdhah mudah dipahami akal.
mengapa harus mencium
hajar aswad.
6. Akal tidak boleh ikut Akal boleh ikut campur dalam
campur, tidak ada pengembangan ibadah ghair mahdoh,
kreativitas akal. Kreasi karena setiap zaman memerlukan
baru dalam ibadah mahdloh tatacara yang sesuai dengan zamannya.
dianggap bid‟ah dhalalah Misalnya cara ijab qabul dalam jual beli
(berlebihan yang sesat). di zaman dahulu dengan di zaman
modern, yang penting adalah
siubstansinya.

Dimana posisi AKHLAK ?


Apabila seseorang memiliki akidah yang benar dan kokoh, akan mudah
melaksanakan syari‟ah secara konsisten, yang selanjutnya dapat membuahkan
akhlaq. Jika diibaratkan pohon, akidah adalah akar, syari‟ah adalah batang dan
cabang-cabangnya, sedangkan akhlak adalah buah.
Akhlak meliputi perilaku manusia yang nampak maupun yang tidak
nampak seperti kegiatan hati. Akhlak bukanlah sebatas sopan santun kepada
sesama manusia tetapi lebih luas lagi, yakni meliputi hubungan dengan Allah
(Hablum minallah), hubungan dengan sesama manusia (Hablum minannas), dan
hubungan dengan alam sekitar (Hablum minal „alam). Contoh akhlak hablum
minallah adalah salat, haji, doa, dzikir, syukur nikmat dll. Contoh akhlak
hablum minannas adalah menjenguk orang yang sakit, saling tolong menolong,
mengikis dendam dan saling memaafkan. Sedangkan contoh hablum minal

74
„alam seperti tidak membuang sampah sembarangan, menyantuni hewan,
bersikap hemat energi, memanfaatkan sumber daya alam sebaik mungkin, dll.

Titik singgung syari’ah dengan akhlak


Objek bahasan akhlak dengan syari‟ah adalah sama, yang berbeda
hanyalah sudut pandangnya. Contoh, salat dari perspektif syari‟ah fiqih
dipandang sebagai kegiatan ibadah mahdloh dengan tatacara tertentu, dari
mulai takbiratul ihram sampai salam, sedangkan salat dalam perspektif akhlak
adalah taqarrub kepada Allah, melalui jalan mahabbah (perasaam cinta) bukan
sekadar karena suatu kewajiban. Dalam arti yang lain, akhlak sama dengan
syari‟ah. Syari‟ah atau aturan tentang tata keyakinan disebut akidah,
sasarannya adalah qalbu dalam hubungannya dengan kepercayaan. Syari‟ah
tentang tata cara beribadah, disebut syari‟ah ibadah, sasarannya lebih kepada
anggota badan. Syari‟ah yang mengatur bagaimana menjalin hubungan baik
dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitar, atau disebut
akhlaq. Uraian lebih rinci seputar akhlak akan dibahas pada bab tersendiri,
yakni bab Etika.
Persaman antara akidah dan akhlak adalah dalam objek dan ruang
lingkup pembahasannya, sedangkan perbedaan antara keduanya hanya dari
sudut pandangnya; syari‟ah melihat dari sudut pandang haram dan halal,
sedangkan akhlak melihatnya dari sudut pantas dan tidak pantas. Contoh : Bagi
laki-laki, shalat dengan hanya mengenakan celana tanggung, asal menutupi
pusar sampai lutut, sudah dinilai sah, tetapi dilihat dari sisi akhlak, itu tidak
sopan, kecuali jika darurat.

75
76
DIN AL-ISLAM

AQIDAH (sangat Luas) SYARI‟AH IBADAH

6 RUKUN IMAN

IB.MAHDHAH IB.GHAIR MAHDHAH


TAUHID
Shalat Atau Mu‟amalah :
Shaum Siyasah
Zakat Iqtishadiyah
Rubbubiyah Mulkiyah Uluhiyah Haji Al-Tsaqafah
Pengurusan- Munakahat
Jenazah Jinayat dan soal
kenegaraan lainnya

LANDASAN : AL-QURAN, SUNAH RASUL DAN IJTIHAD

77
BAB 5
ALQUR’AN
Sumber hukum pertama ajaran Islam

Tiga Sumber Ajaran Islam


Ajaran Islam itu sangat luas, meliputi segala aspek hidup dan kehidupan.
Islam yang sangat luas ini memiliki tiga sumber ajaran (sumber nilai dan
hukum), dua sumber pokok yakni Alqur‟an dan Hadits, dan satu sumber
tambahan, yakni ijtihad. Landasan penetapan ini adalah hadits di bawah ini.
Ketika Nabi saw mengutus Mu’adz ibn Jabal ke Yaman, beliau bertanya
kepada Mu’adz : “Dengan apa engkau menghukumi”. Muadz menjawab :
“Dengan kitab Allah”. Nabi bertanya lagi :”Jika kamu tidak menemukannya di
sana ?”. Mu’adz menjawab :”Dengan sunnah rasul !”. Nabi saw bertanya lagi :
“Jika engkau tidak mendapatkannya di sana ?”. Mu’adz menjawab :”Saya akan
berijtihad dengan ra’yu saya dan saya tidak akan putus asa”. Nabi saw bersabda
:”Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan rasul-
Nya yang direstui-Nya (HR. Abu Dawud).61

Berdasarkan hadits di atas, sumber ajaran (hukum dan nilai) Islam ada
tiga yakni Alqur‟an, Assunnah dan Ijtihad.

Hakikat Alqur’an
Hakikat Alquran adalah firman Allah swt yang diwahyukan kepada nabi
Muhammad saw sebagai pedoman hidup untuk segenap manusia guna mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Firman Allah ada dua macam yakni kalam
maknawy dan kalam lafdzy. Kalam maknawy ialah firman Allah yang bersifat
makna-makna atau simbol-simbol yang bisa beragam bentuk, kadang-kadang

61
Sunan abu Dawud, 23 ; 11).

78
seperti suara gemerincing lonceng, sedangkan Alqur‟an sebagai kalam lafdzy
adalah Akqur‟an yang berbahasa Arab.
Betulkah Alqur’an itu wahyu ?
Ini adalah pertanyaan yang harus pertama dijawab sebelum membahas
persoalan lainnya seputar Alqur‟an. Untuk membuktikan bahwa Alqur‟an
sebagai wahyu Allah, ada beberapa sisi yang bisa diteliti antara lain :
1. Ketepatan ramalannya.
Di dalam QS. Al-Rum ayat 1-4 dijelaskan bahwa Rumawi telah dikalahkan oleh
Persia, Alqur‟an lantas meramalkan bahwa kelak Rumawi akan bangkit dan
mengalahkan Persia, dalam tempo fi bidl‟i sinin.

‫} ِِف ِتضْ ِ ِس ِن َني ِ ا َِّلل ْن َل ْم ُر‬1{ ‫ون‬


َ ‫} ِِف َأد ََْن ْن َل ْر ِض َو ُُ ِ ّمن ت َ ْع ِد ؼَلَِبِ ِ ْم َس َي ْؽ ِل ُص‬2{ ‫} ؼُ ِل َص ِت ُّنمرو ُم‬0{ ‫نمل‬
َ ُ‫ِمن قَ ْب ُل َو ِمن ت َ ْعدُ َوي َ ْو َم ِئ ٍذ ي َ ْؤ َر ُح نمْ ُع ْا ِمن‬
}4{ ‫ون‬
Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah
dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan
sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi)
itu bergembi-ralah orang-orang yang beriman. QS Rum : 1-4

Setelah berjalan sembilan bulan sejak kekalahannya, Rumawi tidak


menampakkan ciri-ciri akan bangkit apalagi mengalahkan Persia. Orang-orang
Jahiliyah lantas mendatangi Abu Bakar Siddik seakan mendakwa bahwa ramalan
Alquran tidak tepat. Abu Bakar lantas menanyakan pembuktian ayat di atas
kepada Rasulullah saw, Rasulullah pun menjelaskan bahwa fi bidh‟i sinin itu
berarti kurang dari satu tahun, jadi tunggu saja. Mendengar penjelasan itu Abu
Bakar lalu mendatangi kaum Jahiliyah untuk memastikan bahwa ayat di atas
akan terbukti benar. Ia pun menyerahkan lima ekor untanya sebagai jaminan.
Ketika menginjak bulan ke sebelas setelah kekalahan Rumawi, negeri itu
bangkit dan mengalahkan Persia. Ramalan Alqur‟an ternyata benar, unta Abu
Bakar pun diambil lagi. Seandainya Alqur‟an bukan wahyu pasti banyak
ramalannya yang salah. Jika ada satu saja ramalan alqur‟an yang tidak benar,
Alqur‟an sangat boleh dikatakan bukan wahyu.
2. Mampu menceritakan peristiwa masa silam
Antara lain cerita tentang tenggelamnya Fir‟aun di laut merah ketika mengejar
nabi Musa alaihis salam :

َ ‫َون ْذ فَ َر ْقنَا ِب ُ ُُك نمْ َص ْح َر فَبَ َجن ْينَ ُ ْاُك َو َأ ْػ َر ْقنَا َءن َل ِف ْر َع ْو َن َو َأ ُ ْنُت ث َُنظ ُر‬
‫ون‬
ّ

79
Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan
Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri
menyaksikan.

3. Keindahan bahasanya

Allah menegaskan ―Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur‟an dalam


bahasa Arab”. Ini penegasan dari Allah SWT, bahwa Al-Qur‘an adalah bahasa
Arab, bahasa yang dipakai oleh nabi Muhammad dan oleh masyarakat Arab.
Tujuannya sudah pasti agar Alqur‘an mudah difahami. Bahasa Arab Alqur‟an ini
sangat indah, jauh lebih indah dari pada syair-syair bangsa Arab yang ada ketika
itu, bahkan sampai hari ini keindaahan bahasa Alqur‟an tidak dapat ditandingi.

‫ُقل ام ِ ِِئ ن ْجذَ َععَ ِت ْنال ُنس َون ْمجِ ُّن ع َ ََل َأن ي َ ِبثُون ت ِِعث ِْل ى ََذن ن ْم ُق ْرءَ ِنن َالي َ ِبثُو َن ت ِِعث ِ ِِْل َو َم ْو ََك َن ت َ ْعضُ يُ ْم ِمص َ ْع ٍض‬
‫َظي ًِْين‬ ّ

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat


yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang
serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi
sebagian yang lain". QS. 17 : 88

Pendapat Isa Bugis tentang bahasa Al-Qur’an :


Menurut Isa Bugis (tokoh paham Isa Bugis), Alqur‘an bukan bahasa Arab tetapi
bahasa wahyu. Alasannya adalah karena Muhammad adalah keturunan nabi
Ismail dari jurhum kedua, sehingga Muhammad berdarah Babylon, bukan
berdarah Arab asli. Dengan demikian, bahasa Nabi Muhammad bukan bahasa
Arab tetapi serumpun dengan bahasa Arab, itulah yang disebut "bilisáni qaumih"
(berbicara dengan bahasa kaumnya).
Pendapat Isa Bugis ini tidak tepat. Alasan pertama, sebagaimana
dijelaskan oleh Ismail al-Faruqi, suku Arab asli (al-„Aribah) ialah suku Qanaan,
Ya‗rub, Yasyjub dan Saba'. Kemudian datanglah suku Arab Musta„ribah I
(Pendatang I), yakni suku ‗Adnan, Ma‘ad dan Nizar. Lantas datang pula suku
Arab Musta„ribah II (Pendatang II) yakni suku Fihr atau Quresy. Jadi suku Quresy

80
adalah bagian dari Suku Arab, bukan suku lain.62 Suku-suku pendatang lantas
berbaur dan mempelajari bahasa yang ada yakni bahasa Arab, bukan
mempelajari bahasa Babylon atau selain bahasa Arab.
Alasan kedua, Bangsa Arab termasuk bangsa Semit. Dewasa ini yang
dikatagorikan bahasa Semit adalah setengah kawasan bagian Utara, bagian
Timurnya berbahasa Akkad atau Babylon dan Assyiria, sedangkan bagian Utara
adalah bahasa Aram, Mandaera, Nabatea, Aram Yahudi dan Palmyra. Kemudian
di bagian Baratnya adalah Foenisia, Ibrani Injil. Di belahan Selatan, yakni di
bagian utaranya berbahasa Arab sedangkan sebelah selatan berbahasa Sabe
atau Hymyari, dan Geez atau Etiopik. Hampir semua bahasa di atas telah punah
hanya bahasa Arablah yang masih hidup".63
Apakah ada bahasa selain Arab yang serumpun dengan bahasa arab?
dapat dilihat antara lain dari bentuk hurufnya. Huruf Arab berbeda sekali dengan
dengan huruf bahasa Fonesia, Aramaea, Ibrani, Syiria Kuno, Syiria Umum,
Kaldea dan Arab. Para pembaca bisa melihat perbedaan huruf-huruf tersebut
pada buku "Atlas Budaya" karya Ismail Al-Faruqi bersama isterinya.64
Alqur'an menggunakan huruf Arab bukan huruf lainnya, dengan demikian
maka bahasa dan tulisan Alqur'an memang mutlak bahasa Arab bukan bahasa
yang serumpun bahasa Arab. Kalau mau dikatakan serumpun, harus dikatakan
serumpun dengan bahasa Semit bukan serumpun bahasa Arab. Menurut Ismail
Al-Faruqi, bahasa Semit yang masih hidup sampai saat ini adalah bahasa Arab.
Dengan demikian maka bahasa Al-Qur'an adalah bahasa Arab, bahasanya orang
Arab bukan serumpun dengan bahasa Arab.
Hujjah lain dari kelompok Isa Bugis adalah bahwa jika Al-Qur‘an
berbahasa Arab, pasti semua orang Arab mengerti Al-Qur‘an, tetapi pada
kenyataannya tidak semua orang Arab mengerti Al-Qur‘an, kalau begitu Al-
Qur‘an bukanlah bahasa Arab.
Hujjah inipun lemah. Mengapa demikian? Keadaan ini sama saja dengan
orang Indonesia. Tidak semua orang Indonesia mampu memahami karya sastera

62
Isma'il R. Al-Faruqi, Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah
Perdaban Gemilang, judul asli : The Cultural Atlas of Islam), terjemahan Ilyas Hasan (Bandung;
Mizan, 2001), hal. 45 -47
63
Isma'il Al-Faruqi, Atlas Budaya, hal. 58
64
Isma'il Al-Faruqi, Atlas Budaya, hal. 63.

81
berbahasa Indonesia, ini karena buku-buku sastera itu menggunakan bahasa
Indonesia kelas tinggi.
Pada umumnya orang-orang Arab dalam percakapan mereka sehari-hari
menggunakan bahasa Arab Yaumiyah sedangkan Al-Qur‘an menggunakan
bahasa Arab Fushá. Di samping itu untuk dapat memahami suatu teks tidak
cukup dengan mengetahui kosa kata (mufradat) tetapi harus berbekal ilmu
pengetahuan tentang isi teks. Sarjana sastera Indonesia misalnya, tidak otomatis
dapat memahami teks buku-buku Ilmu Kimia. Begitu pun sarjana Kimia tidak
otomatis memahami teks tentang filsafat. Untuk mampu memahami teks ilmu
pengetahuan, harus memiliki syarat-syarat, antara lain memahami substansi
materi, memiliki frame of reference yang teratur, serta memiliki paradigma berfikir
yang menunjang. Ketidakmengertian sebahagian orang Arab terhadap teks-teks
Al-Qur‘an tidak menunjukkan bukti bahwa Al-Qur‘an bukan bahasa Arab.
Hujjah ketiga Isa Bugis adalah bahwa kata ‗Arabiyyan dengan doble ya
merupakan ya nisbat yang menunjukkan serumpun dengan bahasa Arab tetapi
bukan bahasa Arab. Wahbah Zuhayly, ketika menafsirkan ayat tersebut
menyatakan bahwa kata „arabiyyan bermakna ―nuzila bilisánin „arabiyyin mubân,
65
yaqra-u bi lugah al-„arabi”, yang artinya al-Qur‘an diturunkan dengan lisan
orang Arab, di baca dengan bahasa Arab. Senada dengan itu, Muhammad Ibn
Muhammad Abu Syahbah dalam bukunya: ‖Al-Madkhal li Dirásah Al-Qur‟án al-
Karâm‖ menjelaskan bahwa Al-Qur‘an itu adalah kitab ‗arabiyyah al-akbar atau
kitab berbahasa Arab yang maha besar.66
Kelompok Isa Bugis pun lantas beralih dengan mengatakan bahwa Al-
Qur‘an bahasa Quresy bukan bahasa Arab. Pendapat demikian ditentang oleh
Ahmad Satori sebagai doktor dalam sastra Arab. Ia menegaskan bahwa bahasa
orang Arab adalah bahasa Arab. Perbedaan bahasa Quresy dengan bahasa
suku Tamim dan lain-lainnya hanyalah dalam dialek bukan dalam makna.67
Dengan demikian hujjah Isa Bugis yang menyatakan al-Qur'an bukan bahasa
Arab, seluruhnya tertolak.

65
Wahbah Zuhayly, al-Tafsâr al-Munâr, fâ al-„Aqâdah wa asy-Syarâ„ah wa al-Manhaj,
(Beirut : Dar al-Ma‟shir, 1998 M/ 1418 H), Juz 11, hal. 202.
66
Muhammad Ibn Mu\ammad Abã Syahbah dalam bukunya :”Al-Madkhal li Dirásah Al-
Qur‟án al-Karâm” 1992 M/ 1412 H.,(Mesir: Maktabah as-Sunnah, 1992 M/1412 H ), hal 9.
67
Koran Pelita :”Seminar Tafsir Alqur’an di IKIP Jakarta,” Selasa, 29 Maret 1994/16
Syawwal 1414 H. Lihat pula M. Amin Djamaluddin, Penyimpangan dan Kesesatan Ma‘had al-
Zaytun, hal. 34, LPPI, Jakarta, 2001

82
Alqur’an dituduh dhu’fu ta’lif . Benarkah ?
Keindahan bahasa Arab di dalam Alqur‟an telah membuat kagum para
penyair di zaman itu. Al-Qur‟an telah membuat melek otak mereka bahwa ada
karya sastra yang jauh lebih agung dari pada dengan syarir-syair yang mereka
anggap baik di zaman itu.
Kalau ada para profesor bahasa Arab yang mengkritik kebahasaan Al-
Qur‟an, boleh tunjukkan di bagian mana ada bahasa Al-Qur‟an yang salah atau
kurang tepat. Penulis berani menjamin, mereka tidak mampu
menunjukkannnya. Jika mereka menunjukkannya dengan segenap hujjahnya,
itu pasti akan menampakkan kebodohannya semata-mata. Contoh : Mereka
menyatakan “kun fayakun” . Menurut mereka, ini adalah kalimat yang salah,
seharusnya “kun fakan”. Betulkah pendapat mereka ini ? Tidak !, yang benar
justru “kun fayakun” artinya jadilah kamu, maka berproseslah jadi, bukan jadi
secara tiba-tiba, sedangkan kun fakan berarti jadi secara tiba-riba tanpa
proses. Misalnya, ketika Maryam diberi tahu bahwa dia akan mempunyai anak
laki-laki bernama Isa al-masih, Maryam kaget dan mengadukan informasi ini
kepada Allah, bahwa dia bukan pelacur bahkan tidak pernah disentuh oleh pria
manapun. Lantas Allah menjawab “ kun fayakun” Sejak itu Maryam pun
mengalami PROSES HAMIL. Bukan tiba-tiba hamil besar lalu melahirkan. Jadi
mana yang benar, Alqur‟an atau orang pengeritik ?
Kasus : Iyyaka na’budu. Menurut mereka, kalimat itu lemah
susunannya (dhu‟fu ta‟lif). Masih menurut mereka, seharusnya iyya na‟buduka.
Justru yang baik dan tajam adalah iyyaka na‟budu yang mengandung makna
bahwa kami menyembah lanagsung padamu (tanpa perantara). Siapa yang lebih
baik, Al-Qur‟an atau pendapat mereka ?

4. Sign tentang sains modern


Cara lain untuk menguji Alquran adalah menguji sisi “keilmiahan” Al-
Qur‟an. Kita sama-sama mengetahui bahwa Al-Qur‟an bukan kitab SCIENCE
(ilmu pengetahuan empirik) tetapi Al-Qur‟an adalah kitab SIGN (tanda-tanda
yang Allah berikan kepada manusia). Siapapun boleh menguji sign yang ada

83
pada Alqur‟an dengan science modern yang baru ditemukan setelah beradab-
abad Alqu‟an turun.
Anda boleh mengambil sampel ayat yang berisi SIGN yang menerangkan
alam semesta, atau bahkan menguji semua ayat Al-Qur‟an yang bersinggungan
dengan sains modern, dari mulai surat Al-Fatihah ayat satu sampai surat An-
Nas ayat terakhir. Silahkan ! apa maunya, dari mana mulainya, mau menguji
sebahagian ayat atau semua ayat. Allah swt sudah menantangnya sejak dahulu.
Anda boleh ambil contoh tentang gunung (geologi, vulkanologi) kejadian
manusia di alam rahim (kedokteran, kandungan), atau soal makanan (teknik
kimia, ilmu gizi, dll) . Semua persoalan itu sudah diteliti ratusan kali, dan
sudah dibahas ribuan kali dalam berbagai forum. Bisakah membuktikan bahwa
ada ayat Al-Qur‟an yang salah tentang gunung . Adakah ayat Al-Qur‟an yang
membingungkan dalam soal makanan. Adakah ayat Al-Qur‟an yang tidak
terbukti benar dalam soal kejadian manusia di alam rahim. Tidak, tidak pernah
ada. Hasil penelitian ilmuwan justeru semuanya menguatkan pernyatan
Alqur‟an.
 Tentang awal kejadian langit dan bumi. Di dalam QS. 21 : 30 Allah
menegaskan : “Apakah orang-orang lafir tidak mengetahui, sesungguhnya langit
dan bumi dahulunya adalah satu yang padu, maka kemudian kami lontarkan. Dan
Kami jadikan semua makhluk hidup dari air, apakah mereka tidak mau beriman”.
 Tentang pergerakan gunung dan lempengan bumi. QS :”Dan kamu melihat
gunung, kamu menyangka gunung itu diam. Tidak gunung itu bergerak
sebagaimana geraknya awan”.
 Tentang laut : Allah menyatakan

ِ ‫ َوا ْل َبحْ ِر ا ْل َمسْ ج‬dan laut yang di dalam tanahnya ada api, QS. 52 : 6
‫ُور‬
ّ ‫ون م َ ْح ًعا َط ِر‬ َ ُُ ُ ِ‫ُك ثَب‬
ٍّ ُ ‫َشنتُ ُو َوى ََذن ِملْ ٌح ُأ َج ٌاج َو ِمن‬ َ َ ‫نت َسبٓئِ ٌغ‬ ٌ ‫َو َماي ََْ خَ ِوى نمْ َص ْح َر ِنن َى َذن عَ ْذ ٌب فُ َر‬
َ َ ‫ْل ِفي ِو َم َون ِخ َر ِمخَبْذَ ُؽون ِمن فَضْ ِ ِِل َوم‬
َ ْ ‫ون ِحلْ َي ًة ثَلْبَ َُوَنَ َا َوحَ َرى نمْ ُؤ‬
َ ‫َوج َ َْ َخ ْخ ِر ُج‬
‫م ا ُ ُْك ج َ ْش ُك ُرون‬
Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang
lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging
yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya,
dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya
kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.

84
 Tentang planet : “Nabi Yusuf berkata : Ya ayahku ada sebelas planet yang
bersujud kepadaku”. Allah sebagai pencipta alam ini menegaskan di dalam
Alqur‟an bahwa planet itu ada sebelas. Padahal para ahli astronomi
berpendapat hanya ada sembilan planet. Mana yang benar ? Alquran adalah
sign, sebaiknya ditindaklajuti dengan penelitian empirik agar menjadi sains.
Seandainya Alqur‟an bukan karya Allah, mana mungkin Alqur‟an mampu
memberi informasi tentang alam yang menjadi ilmu pengetahuan modern.
Ayat-ayat di atas membuktikan bahwa dilihat dari perspektif sains, Alqur‟an
pasti karya Allah, firman Tuhan bukan karya nabi Muhammad SAW.

Faktor penyebab orang menolak Alqur’an


Penolakan sebagian orang terhadap Alqur‟an pada hakikatnya karena
kesombongan. Mereka sebenarnya paham dan mengakui kebenaran Alqur‟an,
tetapi hati mereka keras melebihi batu untuk bisa menerima Alquran sebagai
kitab suci. Sekali lagi, itu semua kesombongan mereka semata-mata. Mereka
mengetahui, memahami, meyakini kebenarannya, tetapi hati mereka telah
terkunci mati. Orang-orang yang tetap dalam kekufuran setelah mengetahui
kebenaran Alqur‟an, sangat mungkin merasa gengsi karena sudah terlanjur
bangga dengan agama dan kebudayaannya, takut kehilangan kehormatan dari
para sahabatnya, takut kehilangan penghasilan dan fasilitas sebagai tokoh
agama yang selama ini diterimanya, merasa berat mengamalkannya terutama
melaksanakan salat lima waktu, serta faktor-faktor lainnya.

Karakteristik Alqur’an
Al-Qur‟an sebagai sumber hukum Islam pertama memiliki karakteristik sebagai
berikut :
 Mujmal atau bersifat global sehingga memerlukan perincian. Misalnya
perintah shalat, shaum maupun haji hanyalah menggunakan kalimat
yang singkat : aqimis shalat, (dirikanlah shalat), kutiba „alaikum as-
shiam (diwajibkan atas kamu berpuasa) wa atimmu alhajj
(sempurnakanlah ibadah hajimu), sedangkan tentang tatacara
mengerjakannya tidak dijelaskan. Untuk praktiknya, Rasulullah-lah yang

85
memberikan penjelasan, dari mulai tatacara shalat, berumah tangga,
berekonomi sampai urusan bernegara. Penjelasan rasul itu disebut
Sunnah Rasul.
 Sistemik : Alquran merupakan sebuah sistem di mana setiap ayat
merupakan subsistem yang saling berkaitan, oleh karena itu tidak boleh
menafsirkan ayat Alqur‟an sepotong sepotong karena kana melahirkan
kesimpulan yang salah. Selain itu, ketika dalam menafsirkan satu ayat
harus melihat kaitannya dengan ayat yang lain. “Alqur‟an yufassiru
ba‟dhulu ba‟dha” (Alqur‟an itu saling menafsirkan antara sebahagian
dengan sebahagian lainnya), jadi tidak boleh melakukan penafsiran
Alqur‟an secara parsial.

FUNGSI AL-QUR’AN
Paling tidak, ada lima fungsi Alqur‟an yakni sebagai huda, bayyinat, furqan,
muhaimina dan al-syifa. Penjelasannya sbb :
1. Huda (Petunjuk)
Al-Qur‟an berfungsi sebagai petunjuk jalan, mana jalan yang benar dan
mana jalan yang salah. Petunjuk itu bukan sekadar harus dibaca dan diketahui
tetapi harus diikuti, ibarat petunjuk di jalan tol. Seandainya tidak ada petunjuk
arah di jalan tol, pasti semua sopir mengalami kesulitan. Semua sopir pasti
akan bingung apabila tidak ada petunjuk jalan; harus masuk jalur mana dan
harus belok di mana. Papan petunjuk arah di jalan tol biasanya menggunakan
font tulisan yang besar-besar berwarna putih dengan dasar berwarna hijau,
agar enak ke mata dan jelas dibacanya. Papan itu dipasang di tiang yang tinggi
agar bisa dilihat dari jarak jauh.
Ketika kendaraan mendekati papan petunjuk, sopir menjalan mobil agak
perlahan agar bisa membaca papan petunjuk arah dengan benar. Setelah
membacanya dengan cermat, sopir tidak bingung lagi, lantas ia segera mamacu
mobil ke arah yang sesuai dengan petunjuk itu. Bayangkan, jika seharusnya
mobil keluar ke kanan tetapi sopir membawa mobil melaju lurus. Pastikah
salah ? Oh ya pasti salah, keliru dan akan sesat. Sopir itu seolah-olah tidak
mempunyai otak, sudah jelas harus keluar, malah terus lurus, itu menyalahi
petunjuk. Tindakan apa yang akan anda lakukan terhadap sopir yang bersikap

86
mengabaikan petunjuk ? minimal sopir itu dimarahi, maksimal dipecat. Kini
banyak muslim yang “tidak berotak”, sudah tahu bahwa perbuatan itu haram
tetapi dikerjakan juga. Sudah tahu bahwa berbuka aurat itu haram mutlak
hukumnya, tetapi ini malah pamer aurat. Afala ta‟qilun ?
Al-Quran sebagai huda/hidayah merupakan aturan yang harus diikuti
tanpa tawar menawar. Mengabaikan petunjuk Al-Qur‟an pasti tersesat ( QS. 13:
37). Petunjuk yang ada pada Al-Qur‟an benar-benar sebagai ciptaan Allah
bukan cerita yang dibuat-buat (QS. 12:111), jadi tidak perlu ragu-ragu, apalagi
lebih suka menggunakan aturan yang lain daripada Alqur‟an. Naudzu billahi min
dzalik. Semua ayat Al-Qur‟an harus menjadi rujukan (bukan hanya reference)
dalam semua sisi kehidupan, tanpa kecuali.

‫َ َأَيُّ َا ا ِنَّل َين َءن َمنُون ُل ِخ َة عَلَ ْي ُ ُُك نمْ ِق َص ُاص ِِف نمْقَ ْذ ََل نمْ ُح ُّر َِبمْ ُح ّ ِر َونمْ َع ْصدُ َِبمْ َع ْص ِد َو ْن ُل َنى ِ َْب ُل َنى فَ َع ْن ُع ِؤ َي‬
‫وف َو َأدَن ٌء نم َ ْي ِو َِب ْح ََ ٍان َذ ِ ََل َ َّْت ِؤ ُيف ُُ ِ ّمن ا ِبرّ ُ ُْك َو َر ْ َح ٌة فَ َع ِن ن ْعخَدَ ى‬ ِ ‫َش ُء ُُ فَا ِث ّ َصا ُع َِبمْ َع ْع ُر‬
ْ َ ‫َ َُل ِم ْن َأ ِخي ِو‬
ّ ّ
ٌ ‫ت َ ْعدَ َذ ِ ََل فَ َ ُِل عَ َذ‬
ُُ ‫نب َأ ِم ُمي‬

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat
suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat)
kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu
adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih . Surat Al
Baqarah: 178.

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam syariat Islam, hukuman mati
diperbolehkan terutama bila dijatuhkan kepada para pelaku kriminal dan
penjahat yang sudah menyengsarakan rakyat banyak (Al-Maidah : 32-33)

2. Bayyinat (Penjelasan)
Alqur‟an berfungsi memberikan penjelasan tentang apa-apa yang
dipertanyakan oleh manusia. Dalam fungsinya sebagai bayyinát, Al-Qur'an
harus dijadikan rujukan semua peraturan yang dibuat oleh manusia, jadi

87
manusia tidak boleh membuat aturan sendiri sebab sistem aturan produk akal
manusia sering hanya bersifat trial and error. Salah satu contoh fungsi
bayyinat antara lain penjelasan seputar posisi nabi Ibrahim as. Banyak orang
beranggapan bahwa nabi Ibrahim as adalah kekeknya semua agama, sehingga
agama Yahudi, Nashrani dan Islam, semuanya diakui sebagai rujukan. Nabi
bersabda :

ِ ْ ‫ََرن ِن ايا َومَ ِكن ََك َن َح ِني ًؤا ُّم َْ ِل ًعا َو َم َاَك َن ِم َن نمْ ُع‬
‫ْش ِل َني‬ َ ْ ‫َم َاَك َن ن ْب َرن ِى ُمي َيَ ُو ِد ا َو َال ن‬
ّ
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk golongan orang-orang musyrik.“ QS. 3 : 67

Ayat ini menjelaskan bahwa nabi Ibrahim as adalah bertauhid, bertuhan Maha
Esa, Allah saja.

3. Furqan
Fungsi ketiga Al-Qur‟an adalah sebagai furqán atau pembeda antara yang haq
dan yang bátil, antara muslim dan luar muslim, antara nilai yang diyakini
benar oleh mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-orang kufur.
Dengan menggunakan kedua macam hukum secara beriringan yakni hukum
alam dan hukum Alqur‟an, ditujukan antara lain untuk menampakkan
kejayaan Islam dan mengalahkan segenap tata aturan ciptaan manusia
(liyudlhirah „aláddini kullih). Supaya tujuan itu bisa dicapai, maka hukum
Allah (Al-Qur‟an) harus benar-benar dijadikan undang-undang oleh para
khalifah fil ardl dalam mengelola bumi.
Untuk bisa memahami dan menggali fungsi-fungsi Al-Qur‟an, baik sebagai
hudá, bayyinát maupun furqán secara mendalam, maka Al-Qur‟an perlu
dipelajari bagian demi bagian secara cermat dan tidak tergesa-gesa (QS. 75 :
16-17, QS. 17 : 105-106), memahami munásabah atau hubungan ayat yang satu
dengan yang lain, surat yang satu dengan surat yang lain.
4. Muhaimina : Alqur’an sebagai batu ujian (muhaimina) : Jika ada
temuan sains yang bentrok secara konten dengan Alqur‟an, silakan ulangi
penelitian itu yang dimulai dari sign Alqur‟an. Alqur‟an bisa dijadikan batu

88
ujian untuk semua data ilmiah seputar sosiologi, psikologi, politik, ekonomi,
biologi, kelautan, astronomi, dll.
5. Al-Syifa (obat, resep)
Alqur‟an adalah al-Syifa (obat, resep). Di dalam Alqur‟an terdapat resep
bagi orang yang frustrasi, resep bagi orang yang terkena mushibah, resep
tentang ekonomi, resep tentang makanan, dll. Coba perhatikan ibarat di bawah
ini.
Seorang pasien datang kepada dokter untuk berobat. Terjadilah dialog
kecil.
Dokter : “Sakit apa ibu ?”
Pasien : “Tidak tahu dok. Tubuh saya menggigil, tangan sangat gemetar dan
kepala pusing-pusing !”
Dokter: “Baik bu, kita periksa dulu, silahkan ibu masuk kamar periksa, dan
tidur !”, kata dokter dengan suara datang, nyaris tanpa emosi.
Diperintah begitu, pasien langsung taat. Ia masuk ke ruang periksa.
Gardengnya ditutupkan. Ia berada di kamar itu berduaan dengan dokter
padahal dia dokter pria yang bukan muhrim. Pertanyaannya mengapa pasien
begitu menaati dokter ? Jawabannya karena percaya. Mengapa suami yang
mengantarnya pun tidak curiga ? Karena, dia pun percaya kepada dokter. Jadi
modal penting yang paling awal adalah modal percaya (dalam istilah agama
disebut iman)
Dokter lalu menyuruh pasien membuka baju, perintah ini pun ditaatinya
tanpa banyak komentar. Bukan hanya itu tetapi dokter memegang-megang
tubuh pasien. Anehnya, pasien tetap pasrah.
Dokter berkata lagi :” Ibu harus disuntik”
Dengan suara tak berdaya, pasien mengatakan :”Terserah dokter”. Mengapa
ia begitu pasrah ? karena percaya kepada dokter.
Dokter :”Ibu disuntik di bagian pantat ya”
Pasien :” Baik dok ! “. Walaupun sebenarnya pasien malu berbuka aurat,
tetapi demi kesembuhan, dia siap berbuat apapun.
Ketika dokter menyedot cairan obat dengan alat suntik, terlihat cairan obat
itu berwarna agak kuning. Pasien diam saja, tidak banyak tanya. Tidak sedikit

89
pun curiga bahwa mungkin saja cairan itu hana air jeruk. Mengapa tidak
banyak bertanya, karena pasien sangat mempercayai dokter.
Ketka disuntik, pasien merasa sakit, meskipun demikian, ia tidak menjerit
atau meminta tolong kepada suaminya. Mengapa demikian ? karena percaya
bahwa rasa sakit adalah sebuah resiko dari keinginan sembuh. Selesai disuntik,
persoalan belum beres, tapi pasien harus membayar dengan sejumlah uang
yang relatif besar. Herannya, pasien tidak pernah menawar walaupun satu
rupiah. Ia dengan rela membayar walaupun sebenarnya ia tidak memiliki
banyak uang. Mengapa demikian besar pengorbanan pasien ? karena ia ingin
sembuh.
Setelah pasien membayar biaya pengobagtan. Dokter membuat resep.
Resep hanya ditulis tangan pada kertas buram, tidak pernah ada resep yang
diprint out pada kertas lux dengan menggunakan tinta warna. Ketika pasien
membaca resep dokter, dia bingung karena tulisannya jelek sekali, lebih jelek
dari tulisan murid kelas empat SD. Resep tidak dapat dibaca apalagi dipahami.
Anehnya, tidak ada seorang pasien pun yang berani merobek resep itu.
Mengapa demikian ? sebab dia percaya kepada dokter, walaupun tulisannya tak
dapat dipahami, tapi resep adalah penting, dokter tidak mungkin berdusta
Resep dokter dibawa ke apotek, ternyata harga obatnya malal, namun
karena percaya dan perlu, harga mahal tak jadi masalah. Bukan hanya mahal,
tetapi obat itu hanya sedikit, rasanya pahit, dan tidak dipahami benar apa
manfaatnya. Meskipun begitu pasien tidak mempermasalahkannya, yang
penting obat itu telah dibeli dan siap dimakan.
Itulah sikap sami‟na wa atha‟na pasien kepada dokter. Sikap taat total ini
diawali oleh sikap percaya kepada dokter. Seharunya, sikap mukmin terhadap
Alqur‟an seperti sikap pasien terhadap dokter. Jika ingin menjadi muslim yang
baik harus diawali dengan sikap percaya bahwa Allah pasti benar, resep Allah
pasti mujarab, Alqur‟an adalah aturan yang paling tinggi, jauh mengalahkan
semua aturan dan undang-undang yang dibuat oleh akal manusia termasuk para
profesor hukum. Seorang muslim tidak boleh bersikap rewel, terlalu banyak
bertanya tentang persoalan yang tidak semestinya ditanyakan, tetapi harus
bersikap samina wa atha’na. Jika ada aturan Alqur‟an yang masih kurang

90
dipahami, maka kerjakanlah jangan menunggu sampai paham, sebab bisa
keburu mati.
Selanjutnya penulis dapat menjelaskan bahwa sifat obat ada lima yakni
mahal, sedikit, pahit, berdosis dan dimakan sampai habis, demkikian pula sifat
Al-Qur‟an.
1. Mahal :
Obat itu mahal, juga Al-Qur‟an. Untuk mengamalkan hukum-hukum Al-
Qur‟an di muka bumi, di antara sejumlah hukum yang telah ada, di antara
ribuan pemikiran yang berkembang, di antara sekian banyak draft keputusan
badan legislatif, di antara sekian juta kepentingan, kita harus membayar mahal
untuk mengamalkannya, kita memerlukan perjuangan keras (jihad) dengan
mengorbankan apa yang kita miliki. Muslim yang mengaku beriman, wajib
berkorban, dengan menempatkan kemauan, perasaan, dan pemikiran di bawah
Al-Qur‟an. Siapapun yang siap berkorban itulah orang beriman, tetapi apabila
ragu-ragu untuk berkorban, itulah orang fasik, jika menolak berkorban, itulah
sikap kufur, kemudian apabila pura-pura berkorban padahal memiliki niat-niat
lain yang busuk, itu adalah sikap munafik. Anda mau menjadi kelompok mana ?
terserah, itu pilihan.
2. Sedikit :
Obat itu sedikit, hanya beberapa butir, tidak pernah ada pasien diberi
obat dokter sampai dua kilogram, tetapi cukup sedikit. Demikian pula dengan
Alqur‟an yang hanya 30 juz, 114 surat, atau 6666 ayat. Akan tetapi isinya
meliputi semua aspek hidup dan kehidupan, dan meliputi penjelasan persoalan
fisika metafisika, menerangkan alam syahadah dan alam gaib.
Coba anda bandingkan : Ada 1000 buku hasil disertasi dan penelitian tim
profesor tentang nilai dan hukum, masing masing 400 halaman. Di sampingnya
ada satu Al-Qur‟an 30 Juz, mana yang paling benar isinya ? karya profesor atau
karya Allah. Yang paling benar pasti Al-Qur‟an.
Buku-buku yang menjelaskan norma, nilai, dan hukum, seharusnya berisi
penjabaran norma, nilai dan hukum Al-Qur‟an bukan mengkritik Al-Qur‟an.
Tidak pantas, Al-Qur‟an ciptaan Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu,
dikritik oleh profesor yang hanya memiliki sedikit ilmu. Profesor adalah guru
besar, sangat pintar dibandingkan dengan mahasiswa, tetapi profesor tidak ada

91
apa-apanya jika dibandingkan dengan ilmu Allah. Seorang mukmin yang
mengesampingkan Al-Qur‟an karena terpukau oleh hasil pemikiran filsafat
hukum seorang guru besar, yang substansinya bertentangan dengan hukum Al-
Qur‟an, adalah Jahiliyah, bertindak sangat bodoh.
Boleh saja profesor (muslim atau nonmuslim) melakukan kritik tajam
terhadap Al-Qur‟an tetapi dengan syarat : (1). Niatnya harus lurus sebagai
ilmuwan, bukan bermaksud deislamisasi (2). Metodologinya teruji sehingga
validasi dan akurasinya dapat dipertanggung jawabkan (3). Bersikap terbuka,
tidak ada data yang disembunyikan, sebagaimana pernah dilakukan oleh
sebagian kaum Yahudi di masa Rasulullah (4). Jika Al-Qur‟an ternyata benar,
mereka harus secara terbuka menyatakan bahwa pendapatnya selama ini
adalah salah, batil. Sebaliknya, jika Alqur‟an rontok diuji oleh sains, ambruk
diuji oleh hasil penelitian, sayalah orang yang pertama keluar dari Islam.
3.Pahit : mengamalkan Alqur‟an itu pahit, misalnya wanitya yang
menerima harta warisan yang jumlahnya setengah dari bagian pria, inginnya
sama rata. Membayar zakat juga berat, inginnya bebas zakat. Apalagi
menyangkut persoalan poligini, perempuan ingin ya menghapus ayat Alqur‟an
yang melegalkan poligini.
4.Berdosis
Mengamalkan ajaran Islam harus mengikuti dosis yang ditetapkan,
misalnya shalat wajib harus lima kali, shaum wajib harus sepenuh bulan
Ramadhan, berhaji harus dilaksanakan pada tanggal 8 sampai 13 Dzulhijjah, dll.
Apabila dosisnya tepat, pahalanya adalah surga, tetapi jika kurang dosis atau
over dosis, ia akan celaka.
5. Dimakan sampai habis :
Obat dari dokter harus dimakan sampai habis. Demikian pula dengan Al-
Quran. Sebagai obat, isi Al-Qur‟an tidak selalu sejalan dengan perasaan
(feeling) kemauan (willing) dan ratio (thinking). Mengapa begitu ? Karena otak,
rasio atau nalar manusia sangat dipengaruhi oleh banyak faktor; keterbatasan
kemampuan berpikir, pengaruh pengalaman hidup, masukan dari buku yang
dibaca, dorongan nafsu, dan kandungan niat di dalam hati.
Allah swt sebagai “dokter dan pembuat resep” menghendaki agar seorang
mukmin mengamalkan seluruh ayat Al-Qur‟an tanpa terkecuali, dari mulai ayat

92
satu al-Fatihah sampai ayat terakhir surat al-Nas. Al-Qur‟an jangan dipilih dan
dipilah, tetapi harus diamalkan secara kaffah, menyeluruh. Memilih dan
memilah ayat Al-Qur‟an adalah sikap kufur.
Apabila ada seorang ulama atau sekelompok orang melaksanakan Islam
oplosan, hidupnya di dunia akan sengsara di akhirat pun masuk neraka, itu
pasti. Misalnya melaksanakan shalat seperti rasul tetapi berpakaian ala jahiliah;
shaum mengikuti kaifiyat Rasulullah tetapi makan bergaya Abu Jahal; berhaji
mengikuti manasik nabi tetapi ekonomi dan perbankannya sarat dengan riba;
Berdoa dan berdzikir mengikuti Rasulullah, tetapi dalam politik berpola Yahudi.
berislam oplosan seperti itu, bukan menyembuhkan tetapi malah menjadi
mabuk. Dokter saja akan marah, jika pasien mengoplos obat resep dengan obat
yang lain. Apalagi Allah Swt, pasti sangat murka jika seorang muslim mengoplos
tatanan hidup Al-Qur‟an dengan tatanan hidup Jahiliyah. Sikap demikian adalah
kufur (Nu‟minu biba;dlin wa nakfuru biba‟dlin).
Siapapun yang mau kufur, tolaklah semua aturan Al-Qur‟an, bukan menolak
sebahagiannya saja, tanggung, lantas gunakanlah tatanan hidup yang lain.
Akibatnya sudah pasti, yakni di dunia bisa sukses tetapi di akhirat tinggal
merasakan adzab neraka. Akan tetapi jika setengah-setengah, berislam
tanggung, menerima sebagian ayat Al-Qur‟an tetapi menolak sebagian ayat
lainnya, sangat mungkin di dunia tidak mendapat apa-apa, di akhirat pun masuk
neraka, Rugi..,. rugi....,rugi sekali. Naudzu billahi min dzalik.

Kedudukan dan posisi Alqur’an


 Alqur’an kitab wahyu : Alqur‟an bukan karya nabi Muhammad saw.
Pembuktian Alqur‟an sebagai wahyu dapat dilakukan melalui penelitian
akademis rasional, baik dari sisi kebahasaan, kisah-kisah masa silam
yang dipaparkannya, dari sisi kebenaran ramalannya, dan dari sisi sains
modern. Untuk mahasiswa PTU sangat efektif apabila pembuktian
dilakukan dari sisi sains.
 Alqur’an sebagai kitab suci : Kitab suci harus suci dari kesalahan,
kehilafan, dan kekeliruan sekecil apapun kekeliruan tersebut. Satu saja
ada kesalahan di dalam kitab itu, maka gugurlah sebutan sebagai kitab
suci, tetapi menjadi kitab tidak suci. Untuk mengetahui benar salahnya

93
suatu agama jangan melihat kepada perilaku penganutnya tetapi
lihatlah kitab sucinya.
 Alqur‟an bukan kitab science tetapi kitab sign. Di dalamnya berisi
ayat, tanda, sign tentang banyak hal tetapi belum merupakan sebuah
sains. Kewajiban muslim adalah menelusuri sign di dalam Alqur‟an
melalui penelitian empirik sehingga menjadi sains.
 Alqur’an kitab hukum: Seluruh hukum yang bertentangaan dengan
hukum Allah dinggap hukum Jahiliyah, batil dan wajib ditinggalkan,
tidak peduli hukum itu karya siapa. Allah berfirman “Demi Allah,
mereka belum dianggap beriman sehingga mereka berhukum dengan
hukummu (Muhammad).
 Alqur’an bukan kitab wacana tetapi kitab perintah dan larangan
untuk realisasikan. Semua perintah dan larangan yang ada di dalam
Alqur‟an telah melalui proses “mengingat, memperhatikan,
mempertimbangkan, dan memutuskan” dalam pandangan Allah swt, jadi
musthil ada kesalahan walaupun sebesar debu dan mustahil memerlukan
revisi. Oleh karena itu para ahli agama, jangan sekali menjadikan
Alqur‟an sebagai wacana, dan tidak perlu mengubah-ubah hukum
Alqur‟an.
 Kebenaran Alqur‟an adalah kebenaran subjektif bukan kebenaran
objektif. Kebenaran subjektif adalah kebenaran yang tidak perlu
pengakuan segenap makhluk, diakui benar atau tidak, tidak berpengaruh
kepada kebenaran Alqur‟an. Setuju atau tidak, Allah tidak akan meralat
isi Alqur‟an. Contoh soal poligini atau beristri lebih dari satu, meskipun
ada seribu profesor ahli hukum dan HAM yang menyatakan ketidak
setujuannya kepada konsep poligami, toh Allah tidak akan
mengubahnya. Allah lebih mengetahui dari pada seribu profesor itu,
baik tentang HAM, tentang perasan wanita, tentang sifat-sifat manusia
bahkan tentang masa depan dunia. Kalapun ada orang berpoligini tetapi
melahirkan derita keluarga, itu karena kesalahan dalam aplikasi bukan
dalam teori.
 Alqur’an bukan berisi persepsi tetapi berisi ilmu. Persepsi adalah
pengetahuan yang belum pasti benar sedangkan Ilmu adalah

94
pengetahuan yang pasti benar. Ilmu sama dengan al-haq (kebenaran).
Belum semua ayat Alqur‟an dapat dibuktikan kebenarannya melalui
penelitian empirik, tetapi Allah berjanji akan mengungkap kebenaran
Alqur‟an dari seluruh penjuru bumi. “Akan kami perlihatkan kepada
mereka tanda-tanda Kami di seluruh penjuru dan dari dalam diri
mereka sendiri hingga nyata bagi mereka bahwa Allah yang benar
(QS.41 : 53). Dal hal-hal sisi kebenaran Alqur‟an yang belum dapat
dibuktikan kebenarannya secara empirik, tetap harus diyakini
kebenarannya oleh semua mukminin, kebenaran Allah melalui Alquran
bersifat sekaligus sedangkan kebenaran sains sifatnya bertahap.
 Alqur’an sebagai batu ujian (muhaimina) : Jika ada temuan sains yang
bentrok secara konten dengan Alqur‟an, silakan ulangi penelitian itu
yang dimulai dari sign Alqur‟an. Alqur‟an bisa dijadikan batu ujian
untuk semua data ilmiah seputar sosiologi, psikologi, politik, ekonomi,
biologi, kelautan, astronomi, dll.
 Alqur’an berisi hukum final. Hukum Alquran berlaku sejak
diturunkannya sampai hari kiamat. Sejuta orang mengatakan bahwa
potong tangan bagi pencuri adalah melanggar HAM, pasti lebih benar
perintah Allah. Hampir semua perempuan tidak setuju dengan poligini,
tetapi Allah tidak akan pernah mengubahnya, sebab Allah menetapkan
poligini bukan berdasarkan uji coba, trial and error, tetapi merupakan
keputuan final. Allah adalah Tuhan Yang Maha Mengetahui sifat
manusia, sifat pria dan sifat wanita, Allah pun mengetahui apa yang
akan terjadi pada bumi ini. Allah tidak mungkin salah menetapkan
sesuatu, dan Allah mustahil meralat keputusannya, Allah tidak mungkin
merevisi karya-Nya. Maha Suci Allah dari kesalahan.
 Alquran adalah kitab panduan pembangunan peradaban. Nabi saw
telah membuktikan ini. Nabi saw mengubah bangsa Arab Jahiliyah
dengan Alqur‟an, 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Medinah, total 23
tahun. Nabi Muhammad saw berhasil mengubah bangsa Arab yang
Jahiliyah menjadi masyarakat Ilahiyah, mengubah masyarakat biadab
menjadi masyarakat beradab hanya dalam tempo 23 tahun, kurang dari
lima pelita. Lebih khusus lagi, nabi Muhammad saw telah benar-benar

95
berhasil melalukan reformasi total masyarakat Madinah hanya dalam
tempo 10 tahun, setara dengan dua kali pilkada, subhanallah. Apabila
para pemegang kekuasaan negara lebih mempercayai para profesor di
bidang hukum dan HAM daripada aturan Alqur‟an, maka masyarakat
akan tetap seperti Jahiliyah. Kalau ingin fair, sebaiknya ada masa uji
coba terhadap efektifitas hukum. Jika hukum model A telah
dilaksanakan selama 25 tahun dan ternyata sangat tidak berhasil, maka
seharusnya diganti dan beralih kepada hukum model B.
Kalau ada satu juta profesor ahli hukum dan HAM menyelenggarakan
lokakarya sehingga menghasilkan hukum pernikahan, perbankan,
perdata dan pidana, tetapi hasilnya bertentangan dengan Alqur‟an,
maka semua hasil lokakarya itu dianggap salah, batil, gugur, dan
ditolak. Semua orang yang terlibat di dalamnya, baik sebagai penggagas
idea, pembuat draftnya, penyebarnya, dan pendukungnya, adalah
termasuk orang-orang yang zalim.

Cara menafsirkan Al-Qur’an :


Untuk memahami isi atau pesan Al-Qur‘an yang terkandung dalam seluruh ayat
Alqur‘an tidak cukup dengan terjemah, sebab terjemah hanyalah alih bahasa,
tetapi perlu melakukan penafsiran terhadap ayat Al-Qur‘an. Dilihat dari caranya,
dikenal dua macam penafsiran yakni tafsir tahlili dan tafsir maudhui.
 Tafsir tahlili ialah menafsirkan Al-Qur‘an secara runtut, ayat perayat, dari
mulai surat Al-Fátihah ayat pertama sampai surat An-Nás ayat terakhir,
tanpa terikat oleh tema, judul atau pokok bahasan.
 Tafsir maudlu‘i ialah penafsiran berdasarkan tema-tema yang dipilih
sebelumnya. Caranya semua ayat yang berkaitan dengan tema (maudlu‟i)
yang dibahas diinventarisir tanpa terikat oleh urutan surat, kemudian
disistimatisir dan ditafsirkan sehingga antara ayat yang satu dengan ayat
yang lain saling melengkapi pembahasan tema. Misalnya pembahasan
tentang Riba, maka seluruh ayat yang berkaitan langsung atau tidak
langsung dengan masalah riba, diinventarisir kemudian dibahas menurut
sub-sub tema sehingga sampai kepada kesimpulan.

96
Dilihat dari pendekatannya, tafsir terbagi dua, yakni Tafsir bi al-Ma‟`tsur
dan Tafsirr bi al-Ma„qul. Yang dimaksud Tafsir bi al-Ma‟`tsur ialah menafsirkan
ayat dengan ayat atau dengan hadits. Sedangkan Tafsir bi al-ma„qul adalah
penafsirkan al-Qur‘an dengan logika. Tafsir kedua ini sering juga disebut tafsâr bi
ar-Ra‟yi. Jadi yang dimaksud dengan tafsir bi ar-Ra‟yi adalah menafsirkan Al-
Qur‘an dengan menggunakan dalil-dalil logika.
Dari sisi perspektifnya, tafsir Al-Qur‘an juga beragam corak Apabila
penafsiran Al-Qur‘an dilihat dari persepektif cabang ilmu pengetahuan tertentu
seperti psikologi, sosiologi, Biologi, dll, maka disebutlah tafsir „lmi. Sedangkan
apabila didekati dari perspektif tasawuf disebutlah tafsir Tasawuf .

Penafsiran Al-Qur’an ala Tokoh Rasional Liberal :


Kini muncul kelompok orang yang menafsirkan Al-Qur‟an dengan dominasi rasio
yang biasa dikenal dengan sebutan kelompok rasional liberal. Mereka
menggunakan tiga pendekatan yakni tafsir metaforis, tafsir hermeunetika dan
pendekatan sosial kesejarahan.

1. Tafsir metaforis :
Tafsir metaforis ialah mengambil makna kiasan dengan mengesampingkan
makna hakiki. Contoh : Ada kalimat “tikus-tikus dipenjara.” Pernyataan ini
tidak rasional, maka kata tikus dimaknai koruptor. Demikian pula pernyataan
bahwa tongkat (asha) nabi Musa menjadi ular dianggap tidak rasional, karena
kalau tongkat bisa menjadi ular berarti telah mengubah sunnatullah padahal
sunnatullah tidak akan pernah berubah. Supaya rasional, maka diambillah
makna kedua dari kata „asha yakni pegangan. Dengan demikian maka
pernyataan menjadi :” Musa melemparkan pegangan (baca: agama Islam) ke
tengah-tengah masyarakat, ternyata sanggup mengalahkan isme-isme atau
agama buatan ahli sihir, sehingga agama Musa as, menang lantas menyebar
cepat sekali, menjalar-jalar bagaikan ular (bukan ular sebenarnya).
Demikian seputar nabi Ibrahim a.s yang tidak mempan dibakar api,
adalah pernyataan tidak rasional, sebab tidak mungkin api yang panas menjadi
dingin. Karena kalau demikian berarti sunnatullah api berubah. Supaya

97
rasional, maka pernyataan tersebut harus diitafsirkan sbb : “ Ibrahim dibakar
oleh suasana masyarakat yang sangat panas bagaikan api”.
Selintas upaya rasionalisasi Alqur‟an ini bagus sekali tetapi ketika
ditanya, “Bagaimana tafsir bahwa nabi Isa lahir dari rahim Maryam yang
perawan. Apakah rasional ?”. Pati kelompok ini sangat sulit menjawab secara
tepat dan rasional.
2. Tafsir hermeunetika :
Ialah menafsirkan ayat al-Qur‟an dari sisi batini. Contoh : Tidak ada satu ayat
pun bahkan satu hadits pun yang melarang perbudakan. Akan tetapi banyak
sekali ayat Al-Qur‟an dan hadits yang menjelaskan bahwa apabila seorang
muslim melakukan pelanggaran atas aturan tertentu, misalnya mendhihar
isterinya, bersebadan di siang hari di bulan ramadhan, dll. Ia terkena finalti,
yakni harus memerdekakan seorang hamba sahaya (budak belian). Kalau begitu
pada hakikatnya, pada sisi batininya Al-Qur‟an melarang perbudakan. Sampai di
sini dapat dipahami. Kemudian bergeser kepada persoalan poligami.
Menurut kelompok Rasional Liberal, Allah memang memerintahkan
seorang pria muslim untuk menikah dengan perempuan yang baik akhlaqnya
sampai batas maksimal empat orang istri\ (QS. 4 : 3). Akan tetapi pada ayat itu
juga Allah swt langsung menjelaskan bahwa apabila kamu khawatir berbuat
tidak adil, lebih baik satu isteri saja. Pada ayat yang lain Allah menegsakan
bahwa hai Muhammad engkau tidak akan bisa berbuat adil walaupun
memaksanakan diri. Kalau begitu – demikian kelompok rasional Liberal – pada
prinsipnya pernikahan dalam Islam adalah monogamy dan mengharamkan
poligami.
Betulkah begitu ? Padahal poligami dilaksanakan oleh nabi dan banyak
para sahabat nabi, bagaimana mungkin para sahabat tidak memahami pesan
batini Al-Qur‟an.

3. Pendekatan Sosial Kesejarahan :


Menurut kelompok Rasional Liberal, hukum itu berkembang sesuai dengan
perkembangan sosial. Contoh : Pada zaman jahiliyah, kaum wanita tidak
mendapatkan harta pusaka (warisan). Datanglah Islam. Islam memandang cara
demikian sangat tidak adil, maka Islam mengatur bahwa wanita mendapatkan

98
warisan tetapi setengah dari bagian pria. Diatur demikian, karena apabila
wanita yang semula tidak memperoleh warisan, tiba-tiba mendapat bagian yang
sama dengan pria, besar kemungkinan akan mengakibatkan heboh nasional. Itu
dulu, empat belas abad yang silam. Sekarang zaman sudah berubah, oleh
karena itu perlu ada reinterpretasi terhadap konsep adil, apalagi wanita zaman
sekarang bukan lagi pihak yang tertanggung tetapi banyak perempuan menjadi
pihak yang menanggung. Oleh karena itu, akan sangat memenuhi prinsip
keadilan apabila bagian perempuan sama besar dengan bagian laki-laki.
Muncullah pertanyaan bagi kelompok Rasional Liberal :” Apakah adil itu
adalah sama rata atau proporsional ?”. Apakah warisan bagi perempuan sebesar
setengah dari bagian laki-laki yang Allah tetapkan dinilai tidak adil sehingga
perlu direvisi ? Bukankah aturan Islam itu telah sempurna ?”. Kalau aturan Allah
masih perlu revisi, mengapa Allah tidak menurunkan nabi yang baru ?”.
Tokoh-tokoh Islam Liberal memberikan pandangan bahwa, rentang
waktu dari zaman nabi Isa sampai ke zaman nabi Muhmmad adalah 600 tahun,
sudah ada perubahan dari sayri‟ah Isa ke syari‟ah nabi Muhammad, padahal
rentang waktu dari nabi Muhammad sampai sekarang sudah lima belas abad,
jadi sangat wajar dan rasional jika ada reinterpretasi terhadap syari‟ah yang
dibawa oleh nabi Muhammad guna menghasilkan syari‟ah yang sama sekali
baru.
Kelompok ulama nonliberal menyanggah, bahwa syari‟ah yang pokok
tidak perlu diubah karena nabi Muhmmad adalah nabi terakhir, dan ajaran
Islam telah sempurna (QS. 5 : 3). Ijtihad hanya berlaku dalam hal-hal yang
detail yang belum dijelaskan oleh Alqur‟an maupun hadits. Pendapat-pendapat
kelompok rasional liberal yang lebih didominasi oleh akal/ ratio ini telah
mendapatkan penentangan hebat dari para pemikir Islam lain yang tafaqquh
fiddin.

Kritik terhadap penafsiran ala tokoh Islam Liberal


Sebenarnya upaya rasionalisasi tafsir Al-Qur‟an bukanlah hal baru, misalnya
penafsiran Muhammad Abduh tentang surat al-Fil yang berbeda dengan tafsiran
terdahulu. Menurut tafsir Ibn Abbas dan lain-lain, burung Abábil itu melempar
pasukan gajah dengan batu dari neraka (sijjil), Setiap burung membawa tiga

99
butir batu, dua butir di kedua kakinya dan satu butir di paruhnya. Batu tersebut
adalah batu kecil dari tanah yang membara.68 Tetapi Muhammad Abduh dengan
tafsir metaforis rasionalnya berpendapat lain, menurutnya sijjil bukanlah batu
dari neraka tetapi berupa virus. Dengan serangan virus itulah tentara Abrahah
menjadi sakit parah dan akhirnya mati.
Upaya rasionalisasi ayat Al-Qur‟an dalam batas-batas tertentu sah-sah
saja karena Islam memang rasional sehingga Islam itu diperuntukkan bagi
orang-orang yang berakal (al-din al-aql). Namun batasan rasional atau
tidaknya, logis atau tidaknya sesuatu kejadian sangat tergantung kepada
kemajuan berpikir dan kebudayaan termasuk perkembangan sains teknologi
yang berkembang saat itu.
Dalam hal ini Richard Thamas (1993) dalam bukunya berjudul “:The
Passion of Western Mind” menulis sebuah judul “The Crisiss of Modern
Science” menyatakan bahwa ilmu Barat yang spektakuler itu ternyata
menghadapi krisis antara lain setelah sekian ratus tahun meyakini “certainty
principle”, salah satu basic sains tentang kepastian hubungan sebab – akibat
atau “if X, then Y” tetapi pada perkembangan berikutnya ternyata ada juga
“Uncertainty principle”. Kausality ternyata terlalu simplistik. Kini ditemukan
bahwa partikel-partikel saling mempengaruhi tanpa dihayati bagaimana
hubungan kausality di antara mereka.69 Bahkan menurut Thomas Kuhn, dalam
sains terdapat akumulasi data yang bertentangan yang akhirnya menimbulkan
krisis paradigma dan setelah itu timbullah suatu sintesis yang imajinatif, yang
akhirnya memperoleh rekognisi ilmiah, sedangkan yang terjadi ke arah itu
bersifat non-rasional. Karena itu ilmu pengetahuan yang sekarang dianggap
sebagai sesuatu yang relatif.
Di samping itu perlu difahami bahwa ada perbedaan antara pengetahuan
(knowledge) dan ilmu (science). Pengetahuan itu bisa benar bisa salah.
Pengetahuan yang benar disebut al-„ilmu atau haq, sedangkan pengetahuan
yang salah disebut persepsi atau opini. Pendek kata, pada hakikatnya,
kebenaran (al-haq, al-„ilmu) adalah mutlak, absolut, sedangkan yang berbeda-
beda adalah persepsi orang tentang kebenaran.

68
Wahbah Zuhayly, Tafsir Al-Munir, (Beirut , 1991) Juz 30, hal.408.
69
Herman Soewardi, Nalar, hal. 3.

100
Manusia dengan rasionya berusaha mencari kebenaran (ilmu). Caranya,
setiap data yang masuk ke otak akan diolah dengan paradigma berpikirnya
sehingga menjadi sebuah pengetahuan (kesimpulan), tetapi apakah kesimpulan
itu sebagai ilmu atau hanya persepsi belumlah pasti. Karena itu wajar kalau
kesimpulan seseorang tentang sesuatu suka berubah-ubah. Teori yang hari ini
dianggap benar tetapi beberapa tahun kemudian direvisi bahkan dibuang.
Dalam proses menemukan kebenaran itu, manusia sering harus menempuh
kesalahan-kesalahan yang banyak tiada terhingga, atau bersifat trial and
error.
Untunglah turun wahyu. Fungsi wahyu adalah untuk membantu manusia
agar jangan terlalu lama atau jangan terlalu sulit menemukan kebenaran,
terutama dalam persoalan-persolan metafisika atau tentang hakikat sesuatu.
Dan sangat mungkin kalau hanya mengandalkan kekuatan nalar semata, terlalu
banyak hal yang tak dapat ditemukannya padahal ilmu sangat penting dimiliki
untuk bekal di dunia ini, misalnya apa arti hidup, apa itu mati, bagaimana
setelah mati, apa itu setan dan bagaimana sikap manusia terhadap setan.
Datangkah wahyu memberikan informasi seputar masalah-masalah di atas yang
tidak mungkin dapat ditemukan melalui penelitian empirik.
Manusia dengan rasionya yang berpikir berlandaskan kausality, tidak
dinilai serba mampu untuk mencapai segenap ilmu, karena rasio memiliki daya
deteksi yang terbatas. Oleh karena itu, apabila rasio dijadikan sebagai ukuran
segenap kebenaran agaknya terlalu riskan.
Dengan hubungan kausality sebagaimana dijelaskan di atas, di Barat
hanya dikenal dua katagori ilmu, yakni Empirical Science (ilmu Empirik) dan
Rational Science (ilmu rasional) Empirical science adalah manakala
kebenarannya yang bersumber kepada indera terutama mata, dengan kata lain
dapat dilihat, diobservasi atau dibuktikan melalui eksperimen, misalnya ilmu
kedokteran, Fisika, Kimia, Biologi, dll. Jika dalam uji coba tersebut tidak
terbukti berarti teori itu salah.
Sedangkan Rational science ialah kebenaran yang bersumber kepada
rasio (akal). Benar tidaknya sesuatu diukur oleh signifikansi hubungan antara
sebab dan akibat. Apabila terjadi hubungan sebab dan akibat yang jelas, maka

101
itu dikatakan logis, rasional dan dianggap benar. Tetapi jika hubungan antara
sebab dan akibat itu tidak nampak jelas maka dinilai tidak rasional dan salah.
Di luar Empirical science dan Rational science adalah belief
(kepercayaan) semata-mata dan bukan ilmu. Jadi berita tentang bangkit dari
kubur, jin, malaikat, termasuk cerita tentang mukjizat, karena persoalan
tersebut tak dapat dibuktikan dengan indera maupun dengan rasio, maka
dinyatakan bukan ilmu melainkan sekadar kepercayaan.
Apakah paradigma demikian bisa digunakan dalam memahami Islam?. Ini
nampaknya agak sulit. Kalau kita menganalisis dengan teliti ilmu-ilmu atau
aturan yang terdapat dalam Alqur‟an, akan banyak ditemukan ilmu-ilmu yang
mungkin dinilai tidak rasional karena antara sebab dan akibat hukum, sering
tidak terdeteksi. Di dalam Alqur‟an banyak sekali ayat-ayat yang agak sulit
dipahami, agak sulit mencari hubungan sebab – akibat. Sebagai contoh, Allah
mengharamkan babi. Pertanyaannya adalah mengapa babi itu diharamkan, apa
sebabnya. Ini sangat sulit dijawab. Paling-paling jawabannya adalah karena
memang Allah telah menetapkan demikian, titik.
Keharaman babi berbeda dengan keharaman arak (khamr). Haramnya
arak mudah dipahami oleh akal karena arak dapat mengakibatkan mabuk dan
merusak otak. Penetapan hukum haram atas arak sangat logis – rasional.
Demikian juga sebab-sebab haramnya zina, berjudi, membunuh – walaupun
Alqur‟an tidak menjelaskan sebab akibatnya – tetapi akal/ rasio sudah bisa
memahaminya. Lain lagi perihal air liur anjing. Hadits ini menyatakan :

ّ ‫صَل هللا عليو و‬


‫ طيور نَٕنء ٔأحدُك نٕذن ومغ‬: ‫سل‬ ّ ‫ قال رسول هللا‬: ‫عن ٔأىب ىريرة ريض هللا عنو قال‬
‫فيو نملكة نٕن يؽَِل س ص مرنت نوال ىن َبمرتنب‬
Dari Abâ Hurairah r.a ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, bersih-kanlah bejana
salah seorang di antaramu, apabila dijilat anjing dengan membersihkan sebanyak tujuh
kali, salah satunya dengan tanah (HR. Muslim).70

70
Shahâh Muslim, Bab Çaharah, hadi` nomor 420. Sanad Hadi` berasal dari Juhair ibn
|arb, dari „Ismail ibn Ibrahim, dari Hisyám ibn Hasan, dari Mu\ammad ibn Sirin, dari Abâ
Hurairah. Hadi` yang sama terdapat pada hadits nomor 422 dan 84, Sunan Nasái, hadits nomor
335,336,337,65,66,67. Sunan Ibn Májah, hadits nomor 359. Sunan A\mad hadits nomor
9146,10190, 16190, 19657. Sunan Ad-Darâmy, hadits nomor 730. Penjelasannya dapat dilihat
pada : Al-Imam Muhyiddin Abâ Zakariya ibn Syarâf al-Nawáwy, Shahâh Muslim bi Syarh al-
Nawáwy, jilid II, Juz 3, Asy-Syirkah ad-Dauliyah al-Çibá‟ah, 2001, al-Qahirah, halaman 186.

102
Hadits serupa berasal dari ‗Ali ibn Hujr al-Sa‗dy, dari ‗Ali ibn Mushâr, dari
A‗masy, dari Abi Razain dan Abi Shálih dari Abi Hurairah. Juga dari Muhammad
ibn Rafi‘, dari Abd Razaq, dari Ma‗mar, dari Hamam ibn Munabbah, dari Abi
Hurairah. Menurut hadits di atas, kalau bejana dijilat anjing maka wajib
dibasuh tujuh kali, satu kali menggunakan tanah. Pertanyaannya adalah
mengapa harus dengan tanah bukan dengan sabun. Apakah hal itu karena di
zaman nabi belum mengenal sabun? Tentu tidak sesederhana itu jawabannya.
Namun untuk dapat memahami mengapa harus dicuci dengan tanah memang
sangat sulit. Hal ini besar kemungkinan berkaitan dengan unsur-unsur karbon
yang sangat beragam dalam tanah. Multi karbon sangat efektif dalam
menghilangkan racun termasuk virus rabies, sedangkan sabun hanya
mengandung beberapa karbon saja yang mustahil dapat membunuh virus rabies.
Muncul lagi pertanyaan, mengapa kalau anjing menjilat bejana, bejana
itu harus dibasuh tujuh kali di antaranya satu kali dengan memakai tanah.
Tetapi ketika berburu kelinci menggunakan anjing terlatih (mu„allam), terus
anjing ini menggigit kelinci, tidak ada satu hadits pun yang mengharuskan
mencuci leher kelinci bekas gigitan anjing itu dengan tanah. Mengapa
demikian?”
Dengan mengetengahkan contoh-contoh di atas, penulis bermaksud
meminta perhatian bahwa apa-apa yang dilakukan nabi yang menyangkut
diniyah walaupun untuk sementara waktu dinilai kurang rasional namun jangan
tergesa-gesa menolaknya. Sebab ukuran rasional dan tidaknya sesuatu sangat
tergantung kepada ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Dengan
demikian, tidak boleh hanya karena akal manusia belum bisa menemukan
hubungan sebab akibatnya, lantas dengan serta merta ayat Al-Qur‟an yang
dianggap tidak rasional (untuk sementara waktu) itu ditafsirkan sesuai dengan
selera penafsir.
Kejadian yang lebih sulit lagi manakala kita ingin mengetahui logis
tidaknya mukjizat. Misalnya Nabi Ibrahim a.s dibakar tidak merasa panas, 71
Tongkat Nabi Musa a.s menjadi ular, serta Nabi Muhammad SAW ber-Isra Mi‟raj.
Apabila kejadian ini diukur dengan ilmu dalam batasan rasional, maka pasti
akan dianggap irrasional dan kemudian ditolak. Tidak heran kalau kelompok
71
Sya‟raq, al , Muhammad al-Mutawalli, al-Qa[a[ al-Anbiyá, Juz I, (Kairo: Maktabah al-
Tura` al-Islamy, 1416 H / 1996 M).

103
pemikir Rasional menyatakan mukjizat seperti itu hanyalah mitos doktrinal,
tidak ubah dongeng Lampu Aladin (fiktif).72 Dan karena anggapannya itu,
mereka lebih suka melakukan reinterpretasi dengan pendekatan rasional
metaforis.
Seandainya semua hal harus rasional, lantas bagaimana dengan Isa
(Yesus) yang lahir dari rahim Maryam yang masih perawan, tanpa suami dan
tanpa berbuat zina. Apakah ada tafsiran yang lain?
Kejadian yang aneh di luar kebiasaan yang sulit difahami seperti
mukjizat bukanlah ilmu Empirik karena tidak dapat diulang-ulang melalui
kegiatan eksperimen, Bukan pula Ilmu Rasional karena interrelasi sebab –
akibatnya sulit ditemukan, tetapi termasuk dalam katagori ilmu Suprarasional
atau kejadian Supranatural. Kebenarannya hanya dicapai dengan hati (qalbu)
yang percaya, atau bisa disebut haqq al-yaqân.
Apalagi kalau menyangkut persoalan siksa kubur, alam mahsyar, surga
dan neraka yang sama sekali tidak bisa dijangkau akal, bahkan tak dapat
dibayangkan. Kebenaran ilmu tersebut hanya dibuktikan dengan ruh yakni
setelah manusia mati. Ilmu yang demikian disebut dengan Metarasional. Dalam
terminologi Alqur‟an disebut Ilmu Gaib.
Berdasarkan kajian-kajian yang penulis lakukan, penulis berkesimpulan
bahwa sebenarnya ilmu itu ada empat macam bukan dua sebagaimana dalam
pemikiran di Barat. Keempat macam ilmu itu adalah ilmu Empirik („Ain al-
yaqin), Ilmu Rasional („Ilmu al-yaqin), Suprarasional (Haqq al-yaqin) dan
Metarasional („ilmu al-Ghaib). Dalam terminologi lain, Ilmu Empirik dan ilmu
Rasional dikatagorikan Ilmu Bayány. Ilmu Suprarasional merupakan ilmu
Burhány, sedangkan metarasional disebut ilmu „Irfány.
Di luar yang empat itu ada yang disebut irrasional, yakni manakala
kejadian tersebut sangat mustahil menurut akal, misalnya dikatakan bahwa
benda itu diam dan pada saat yang sama benda itu bergerak. Ini irrasional.
Termasuk ke dalam irrasional adalah tahayyul. Irrasional bukanlah ilmu tetapi
tahayyul (hayalan) atau kepercayaan tak berdasar. Di dalam ajaran Islam,
banyak sekali perintah dan larangan nabi yang seakan tidak masuk akal

72
Hartono Ahmad, Aliran dan Faham Sesat Indonesia, hal. 34.

104
sehingga beberapa ulama melakukan rasionalisasi melalui penafsiran
metaforis.
Lantas apakah sesuatu yang tidak dimengerti harus ditaati juga?
Sebenarnya manusia banyak melakukan perbuatan bukan karena mengerti
tetapi karena percaya. Sebagai contoh, seorang professor doktor di bidang
agama akan tetap menggunakan resep dari dokter meskipun tulisan pada resep
itu tidak dapat dibaca dengan matanya dan tidak dapat difahami dengan otaknya.
Ia menaati resep dokter bukan karena mengerti tetapi karena percaya. Begitupun
dengan Alqur‘an yang berfungsi sebagai resep, obat (syifá), maka kalau
sementara ini akal belum mampu menerima apa yang dikandung oleh Al-Qur‘an,
sebaiknya diterima saja dahulu, nanti di saat kemudian, apa-apa yang dianggap
tidak rasional sangat mungkin menjadi rasional juga. Jadi pada dasarnya baik
suprarasional maupun metarasional seluruhnya masih dalam koridor rasional.
Apakah tafsir Alqur‘an yang dilakukan oleh NII KW IX termasuk kepada
tafsir bi ar-Ra‟yi yang diancam neraka?. Untuk mengetahuinya sangat perlu
terlebih dahulu memahami kriteria tafsir bi ar-ra‟yi yang diperbolehkan. Menurut
Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiji di dalam buku : ―At-Tafsir fi Qawá„id „ilmi at-
Tafsir”, dijelaskan bahwa para sahabat biasa menafsirkan Al-Qur‘an dengan
ra‟yu, hal ini dilakukan apabila mereka tidak menemukan tafsirnya dalam hadis
73
mutawátir, juga tidak terdapat dalam Ijma„ ulama‖. Adapun tafsir bi ar-ra‟yi
yang dilarang adalah min ghair „ilm (tanpa imu) tetapi sekadar mengikuti selera.
Tafsir ra‟yu tidak boleh kalau meninggalkan pemahaman yang sudah biasa
dipahami dari lafadz-lafadz Alqur‘an 74 .

73
Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiji di dalam buku : “At-Taysir fâ Qawá„id „ilmi at-
Tafsâr”, ( Damsyiq : Dar-Al-Qalam,1990 M/1410 H), hal. 135
74
Muhammad ibn Sulaiman: “At-Taysi
r fâ Qawá„id „ilmi at-Tafsâr”, hal.136.

105
BAB 6

SUNNAH RASUL
Sumber kedua ajaran Islam

Hakikat Sunnah Rasul

Isi Alqur‟an bersifat global yang memerlukan banyak penjelasan. Untuk itu,
datanglah Rasulullah SAW menjelaskan pesan-pesan Alqur‟an secara detail,
baik tentang tatacara ritual maupun mu‟amalah, dari mulai tatacara shalat,
sampai kepada cara berumah tangga dan bernegara. Segala penjelasan
Rasulullah, baik berupa perkataan (qauliyah), perbuatan (Fi‟liyah) maupun
sikap diam (taqririyah) disebutlah Sunnah Rasul75. Jadi hakikat sunnah rasul
adalah segala perkataan, perbuatan dan sikap diam nabi dalam kerangka
menjelaskan Alqur‟an

Hakikat Hadits
Pada kenyataannya, tidak semua sahabat bisa mendengar langsung ucapan
nabi dan tidak bisa melihat langsung perbuatan nabi, mereka hanya mendengar
beritanya saja. Berita tentang sunnah rasul ini disebut hadits.76 Jadi, hakikat
hadits adalah berita tentang ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi. Kalau
begitu, sunnah rasul adalah fakta sedangkan hadits hanyalah berita. Oleh

75
Sunnah ada enam macam yakni (1). Sunnah qauliyah, atau ucapan nabi (b). Sunnah
fi‟liyah yakni perbuatan nabi (c). Sunnah taqririyah, yakni sikap diam nabi (d). Sunnah hammiyah
yakni cita-cita nabi yang belum dilaksanakan (e). Sunnah tarkiyah yakni sunnah yang ditinggalkan
seperti bacaan qunut pada shalat wajib termasuk qunut Subuh.
76
Secara etimologis hadits berarti baru (new) atau berita (news). Secara istilah hadits
adalah berita tentang ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi saw. Atau qauliyah, fi‟liyah dan
taqririyah yang disandarkan kepada nabi saw.

106
karena itu pula, sunnah rasul pasti benar, sedangkan hadits belum pasti benar,
hadits disebut dhanni (praduga).
Semua mukmin diwajibkan mengikuti sunnah rasul bukan diwajibkan mengikuti
hadits. Akan tetapi bagaimana mungkin seseorang dapat mengetahui sunnah
rasul kalau tidak mempelajari haditsnya.

Standing Position Rasul


Posisi Rasulullah dalam kerangka ajaran Islam secara holistik adalah (a).
Sebagai pemberi penjelasan atau bayin tentang segala macam hal yang
berkaitan dengan Alqur‟an. Jika ada kelompok yang mengingkari hadits berarti
mereka telah mengabaikan penjelasan Rasulullah saw (b). Uswah hasanah yakni
contoh atau model terbaik yang meliputi seluruh aspek kehidupan (whole
model) yang ma‟shum (terjaga dari kesalahan). Dengan demikian, semua umat
Islam hanya berkiblat kepada Rasulullah saw bukan berkiblat kepada Imam-
imam yang pendapatnya tidak seragam. Alqur‟an dan sunnah rasul adalah
rujukan (maraji‟), sedangkan pendapat para ulama, baik ulama salafi maupun
ulama khalafi adalah reference saja, bukan rujukan.

Fungsi Hadits
Ada empat fungsi sunnah/hadits terhadap Alqur‟an yakni :
1. Bayan taukid (taukid = penguat), yakni menguatkan pernyataan
Alqur‟an, misalnya Alqur‟an menyatakan bahwa berbohong itu adalah
sebuah dosa, kemudian dikuatkan oleh hadits.
2. Bayan tafshil (tafshil = merinci), yakni merinci apa yang masih global
di dalam al-Qur‟an, misalnya Al-Qur‟an menegaskan aqimish shalat
(tegakkanlah shalat) sedangkan tata cara shalat diuraikan oleh hadits.
3. Bayan itsbat (itsbat = pengecualian). Misalnya Al-Qur‟an surat 5 ayat 3
menegaskan bahwa bangkai dan darah haram dimakan. Kemudian
datanglah hadits riwayat Ahmad, Ibn Majah, Baihaki dan Daruquthni,
bahwa ada bangkai yang dihalalkan yakni ikan dan belalang. Juga ada
darah yang dihalalkan yakni hati dan limpa.
4. Bayan Taudhih : ialah menerangkan latar belakang penetapan hukum,
misalnya hadits nabi yang menerangkan bahwa Allah tidak mewajibkan

107
zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang telah
dizakati. Ini hadits sebagai penjelasan tentang perintah mengeluarkan
zakat mas yang dirasakan berat oleh sebagian kaum muslimin (QS.9 :
34). Bayan Taudhih ini bisa dimasukkan kepada bayan tafshil.

Jadi fungsi hadits terhadap Al-Qur‟an sangat signifikan. Kelompok pemikir


muslim yang hanya menggunakan Al-Qur‟an tetapi mengabaikan hadits, pasti
tidak akan benar dalam menafsirkan Al-Qur‟an, terutama ayat-ayat yang
menyangkut ibadah, pasti acak-acakan. Mengingkari sunnah Rasulullaah adalah
tindakan irrasional karena berarti menghilangkan satu fakta akademis lantas
mencari penafsiran yang sifatnya akal-akalan. Meyakini bahwa hadits adalah
sebuah informasi yang tidak akurat, susah dipertanggung jawabkan
kebenarannya, lalu dibuang seluruhnya, itu adalah tindakan orang yang
frustrasi. Secara akademis, sikap seperti itu adalah sangat salah, keliru, dan
sesat.

Anatomi Hadits
Sebagai sebuah berita, anatomi hadits terdiri dari tiga bagian : (1). Sanad
yakni rangkaian sumber pembawa berita dari hilir sampai ke hulu. Jika suatu
hadits ditelusuri, akan dapat diketahui sampai kemana sumber hadits ini. Jika
ternyata sampai kepada nabi disebutlah hadits marfu‟ (terangkat), tetapi jika
hanya sampai kepada sabahat disebut hadits mauquf, apalagi jika hanya sampai
kepada tabi‟in disebut hadits maqthu‟ (terputus). (2). Rawy ialah kualitas
personality orang-orang yang terlibat dalam pemberitaan itu. Apakah orangnya
cerdas, bagus dalam menyimak, bagus dalam menyimpulkan, tidak pernah
salah dengar, bersikap jujur dan dapat dipercaya, dll. (3). Matan ialah isi
materi atau konten berita, apakah masuk akal, tidak rancu, dan tidak
bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Jadi anatomi hadits ada tiga
yakni Sanad, Rawy dan Matan. Ketiga anatomi ini harus sehat (sah, akurat,
valid). Jika sakit, buruk atau lemah, maka beritanya akan dipertanyakan dan
dikomentari sehingga hadits tersebut dianggap hadits dhaif (lemah), bahkan
maudhu‟ (palsu). Hadits dhaif akan dibuang dan dikelompokkan sebagai
sampah.

108
Cara menyeleksi Hadits
Hadits adalah berita, tidak semua berita dapat dipercaya, perlu ada upaya yang
cermat untuk menguji validasi dan akurasi hadits. Pengujian hadits diarahkan
kepada tiga unsur anatomi hadits, yakni uji sanad, uji rawy dan uji matan.
Dari sisi kuantitas atau banyaknya jalur periwayatan, hadits terbagi kepada
empat, yakni hadits mutawatir, Masyhur, Aziz dan Gharib. Penjelasannya
sebagai berikut :
 Hadits Mutawatir, ialah hadits yang diterima oleh orang banyak
kemudian disampaikan lagi kepada orang banyak, demikian seterusnya.
Jadi hadits ini diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang secara
adat, tidak mungkin orang banyak sepakat untuk berdusta. Oleh karena
itu kedudukan hadits mutawatir sangat tinggi.
 Hadits Masyhur ialah hadits yang diriwatkan oleh orang banyak tetapi
tidak sebanyak mutawatir.
 Hadits Aziz, ialah hadits yang diriwyatkan melalui tiga jalur.
 Hadits Ahad ialah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang, dua orang,
tiga orang atau lebih tetapi tidak mencapai derajat masyhur.
Dari sisi kualitasnya hadits terbagi tiga yakni hadits Shahih, hadits hasan dan
hadits Dhaif. Hadits dinilai sahih apabila ketiga unsur hadits itu sah, yakni :
 Dari sisi Sanad, antara pembawa berita dan penerima berita harus
bersambung (muttasil sanad) dan sampai kepada nabi.
 Dari sisi kredibilitas Rawi, harus kuat ingatan (dhabit) dan jujur
(„adalah). Kalau ia memiliki sifat dhabith dan „adalah maka rawi
tersebut dianggap kuat (tsiqah).
 Dari sisi Matan (isi berita), tidak ada cacat (ghair mu‟allal ) dan tidak
janggal (ghair syadz).

Apabila sebuah hadits memenuhi ketiga syarat di atas disebutlah hadits shahih.
Apabila ada salah seorang perawinya yang kurang kuat ingatannya, hadits ini
masih bisa diterima, kualitasnya adalah hasan (baik), sedangkan apabila gugur

109
salah satu unsurnya secara telak dan meyakinkan, baik gugur pada sanad, rawi
maupun matannya, hadits ini dikatagorikan dhaif (lemah).

Ihtiyat atau bersikap hati-hati


Tidak semua hadits itu berkualitas sahih, oleh karena itu, jangan tergesa-gesa
meyakini keabsahan suatu hadits lantas mengamalkannya, sebelum meneliti
kualitas hadits tersebut, paling tidak bertanya kepada ahlinya. Amal ibadah yang
bid’ah yang dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya disebabkan oleh
kecerobohan meneliti akurasi dan validasi hadits apalagi kalau memiliki persepsi
bahwa hadits dhaif boleh dijadikan landasan penambahan amal ibadah, itu
sangat keliru dan menyesatkan. Padahal di tengah masyarakat sangat banyak
amal ibadah yang berdasarkan hadits dhaif, misalnya shaum nisfu sya‘ban dan
shalat Tasbih.
Selain itu, kesalahan pun sering terjadi akibat misinterpretasi dalam
memahami teks hadits yang sahih, misalnya hadits yang menyatakan bahwa
nabi makan dengan tiga jari. Apabila hanya melihat teks hadits tanpa melihat
konteksnya, akan lahir kesimpulan bahwa makan dengan tiga jari adalah sunnah
rasul, padahal konteks hadits tersebut adalah makan kurma, bukan makan nasi.

Penafsiran hadits secara tekstual dan kontekstual


Sebuah hadits yang jelas kesahihannya belum tentu melahirkan penafsiran yang
sama, bisa terjadi penafsirannya berbeda-beda. Contoh :
1. Makan dengan tiga jari
2. Perintah berjenggot
3. Larangan menyemir rambut dengan warna hitam
4. Larangan memakai handuk setelah mandi junub.

Sunnah Syar’i dan Ghair Syar’i


Tidak semua sunnah nabi itu merupakan syari‟ah yang harus dijalani tetapi ada
sunnah yang ghair syar‟i atau kultur Arab yang tidak perlu diikuti, jadi kita
harus cerdas memilih mana sunnah yang syar‟i mana sunnah yang ghair syar‟i.
Contoh :

110
 Nabi tidur di atas pelepah kurma. Sebelum tidur beliau membaca doa
:”Bismika Allahumma ahya wa bika amut” Doanya adalah syar‟i yang
harus diikuti sedangkan tidur di atas pelepah kurma adalah ghair syar‟i,
hanya kultur Arab yang tidak perlu diikuti.
 Nabi saw naik unta, sebelum naik unta beliau berdoa :”Subhanalladzi
sakhkhara lana hadza wama kunna lahu muqrinin”. Naik untanya adalah
kultur atau ghair syatr‟i sedangkan membaca doanya adalah syar‟i.
 Nabi selalu menutup aurat dengan memakai gamis dan serban. Menutup
auratnya adalah syari‟i sedangkan memakai gamis dan serban adalah
ghair syar‟i.

Bagaimana jika ada dua hadits shahih yang bertentangan ?


Ada empat cara menyikapi dua hadits sahih yang bertentangan, yakni melalui
thariqatul jam‟i, memilih salah satu, mentarjih dan tawakkuf. Penjelasannya
sbb :
1. Thariqatul jam’i ialah mengkompromikan dua hadits yang
bertentangan itu. Contoh : Suatu ketika nabi ditanya soal pria yang
menyentuh kemaluannya setelah berwudhu. Rasulullah saw menjawab
”fal yatawadla” hendaklah ia berwudhu lagi. Tetapi di lain waktu, nabi
ditanya dengan soal yang sama tetapi jawabannya berbeda, nabi
mengatakan “innahu bidl‟atum minka” , bahwa kemaluan itu hanyalah
sepotong daging dari tubuhmu, maksudnya memegang kemaluan tak
ubahnya memegang hidung, jadi tidak batal. Bagaimana ini, batal atau
tidak ? mana yang benar ? Dengan cara dijamak maka konklusinya adalah
bahwa memegang kemaluan setelahberwulu tidaklah membatalkan
wudlu akan tetapi jika berwudlu lagi, itu lebih baik. Cara ini ditempuh
karena kedua hadits yang bertentangan itu adalah hadits qauliyah.
2. Memilih salah satu. Contoh : Menurut hadits dari Wail ibn Hujr, Rasulullah
saw ketika berisyarah dalam tahiyat shalat, beliau menggerak-gerakkan
telunjuknya. Sementara hadits dari Ibn Mas‘ud menyatakan bahwa
Rasulullah saw tidak mengerak-gerakkan telunjuknya. Baik Wail maupun
ibn Mas‘ud adalah elit hadits tetapi menyampaikan data yang
bertentangan, mana yang benar ? Caranya : Pilih salah satu, digerakkan

111
atau tidak, kedua-duanya benar. Mengapa menempuh cara ini, karena
kedua-duanya hadits fi‘liyah yang sama-sama sahih.
3. Tarjih : yakni memilih hadits yang lebih kuat. Contoh : menurut hadits dari
Ibn Abbas, Rasulullah saw menikahi Maemunah ketika rasul dalam
keadaan ihram, padahal menikah dalam keadaan ihram itu tidak boleh.
Sementara hadits dari Maemunah sendiri menyatakan bahwa dia
menikah dengan nabi di luar Ihram. Mana yang lebih kuat, data dari Ibn
Abbas atau dari Maemunah ? Tentu hadits dari Maemunah. Apa
alasannya ? karena Maemunah adalah pelakunya sendiri sedangkan ibn
Abbas hanya mendengar beritanya.
4. Tawakkuf : yakni memfending kedua hadits sahih yang bertentangan itu.
Contoh : Hadits dari Ibn Umar menyatakan bahwa tidak boleh seseorang
melakukan salat sunnat di tempat melaksanakan salat wajib, tetapi
hadits-hadits di seputar masalah ini sangat banyak, kualitasnya sahih,
tetapi isinya sangat beragam. Karena sulit menggunakan cara pertama
sampai cara ketiga, maka dilakukanlah cara tawakkuf, yakni tidak ada
keputusan, didiamkan saja. Jadi mau salat sunnat di tempat asal atau
bergeser ke tempat lain, ya terserah, tak ada larangan dan tak ada yang
lebih utama.

112
BAB 7

IJTIHAD
Sumber ketiga ajaran Islam

Hakikat Ijtihad
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan intelektual untuk
menetapkan hukum sesuatu yang belum dijelaskan secara detail-ekplisit di
dalam Al-Qur‟an dan hadits, melalui serangkaian kegiatan menganalisis semua
dalil yang memiliki hubungan tak langsung (implisit) dengan persoalan yang
dibahas. Dalil-dalil tersebut dikumpulkan kemudian dianalisis dengan
menggunakan teknik pendekatan tertentu, kemudian disimpulkan sehingga
sampai kepada penetapan hukum yang dicari.
Jadi ijtihad harus melalui analisis terhadap seluruh ayat Al-Qur‟an dan
hadits, yang mempunyai hubungan tak langsung (implisit) dengan persoalan
yang dibahas, bukan berijtihad dengan menggunakan rasio semata-mata tanpa
menoleh kepada teks Al-Qur‟an dan hadits. Ijtihad demikian berarti mengada-
ada, secara akademis sangat tertolak.

Mengapa perlu Ijtihad ?


Nabi Muhammad saw wafat pada tahun 10 hijriyah, dalam usia 63 tahun,
setelah beliau memperjuangkan tegaknya tawhid dan syari‟ah Islam selama 23
tahun, yakni 13 tahun di Mekah, dan 10 tahun di Medinah. Pada tahun 10
hijriyah itu, tepatnya 80 hari sebelum nabi saw wafat, turunah ayat Alqur‟an
yang kemudian dicantumkan dalam surat al-Maidah ayat 3 sebagai berikut :
Surat al-Maidah ayat 3 ini, berisi pernyataan final dari Allah Swt bahwa :
 Islam adalah agama yang diridai Allah, Islam adalah kenikmatan terbesar
dari Allah Swt

113
 Prinsip-prinsip hukum dan nilai-nilai Islam telah sempurna, bahkan
dalam beberapa perkara detailnya, telah dianggap selesai oleh Allah
sebagai penciptanya. Islam adalah agama yang sempurna, perfect. Kalau
dalam bahasa sekarang adalah, hal-hal yang belum diatur secara jelas
dalam peraturan ini, akan diatur kemudian dalam peraturan lainnya
yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Al-Qur‟an dan hadits.
Aturan yang dimaksud adalah Ijtihad.
Setelah nabi Muhammad saw wafat, persoalan syar‟i terus bermunculan, baik
dalam kaitannya dengan ibadah mahdloh maupun ibadah ghair mahdloh, di
dalam semua lapangan kehidupan, baik ekonomi, politik, kesehatan, rumah
tangga, dll. Akan tetapi AL-Qur‟an dan hadits belum menjelaskan secara detail-
eksplisit hukum tersebut, padahal tetap memerlukan solusi, agar segenap
perilaku manusia tidak keluar dari syari‟at Islam. Jalan keluar adalah ijtihad.
Jadi ijtihad sangat perlu sebagai langkah penetapan hukum yang masih belum
jelas.

Objek Ijtihad
Objek kajian ijtihad adalah seluruh permasalahan umat yang belum jelas
hukum dan nilainya, baik dalam tinjauan al-Qura‘n maupun hadits. Tidak ada
tempat untuk berijtihad dalam persoalan hukum yang telah dijelaskan secara
eklplisit oleh Al-Qur‘an dan hadits. “La masagha lil ijtihadi fi mauridin nash”.
Perhatikan contoh di bawah ini :
1. Keharaman arak, babi, zina, riba, judi, dan menikah dengan nonmuslim,
semuanya telah ditegaskan di dalam Al-Qur‘an. Tafsirannya pun jelas, para
ulama terdahulu pun tidak berbeda pendapat atas keharamannya. Adapun
soal-soal rinciannya, misalnya bagaimana bunga bank, apakah riba atau
bukan. Itulah yang menjadi objek kajian ijtihad.
2. Agama Allah hanya satu, Islam, tawhid, agama para nabi. Adapun agama,
ajaran, isme yang menduakan Tuhan adalah batil, Allah tidak akan
menerimanya. Ini telah diterangkan di dalam QS. 3 : 19 dan 85. Ditafsirkan
oleh para ulama dengan seragam. Adapun persoalan, tentang seseorang
yang mati ketika berbuat maksiat, apakah ke neraka atau ke syurga, itulah
objek ijtihad.

114
Metodologi Ijtihad

Ijtihad bisa dilakukan melalui beberapa teknik pendekatan istihsan,


qiyas, mashalaihul mursalah maupun ijmak. Metode pendekatan ini
dirumuskan oleh para imam Mujtahidin yang sampai saat ini diakui akurasinya.
Penjelasannya sbb :
1. Qiyas (analogi) adalah menentukan hukum sesuatu yang belum jelas
dengan cara membandingkan hukum sesuatu yang telah ada dengan hukum
yang akan dicari dengan melihat ciri-ciri persamaamnya („illat). Contoh :
bagaimana hukumnya apabila seorang anak mengatakan ― gila luh‖ kepada
orangtuanya. Apakah ia berdosa ? Perbuatan yang diharamkan dilakukan
seorang anak kepada orangtua yang secara ekplisit disebutkan di dalam Al-
Qur‘an surat 17 ayat 23 yakni mengatakan ―ah‖ (wala taqul lahuma uff = ―
Dan janganlah kami mengatakan ah kepada kedua orangtuamu !” ).
Larangan mengatajan ah kepada orang tua, karena kata-kata itu
menyakitkan hati, itulah illatnya. Kata-kata ―gila luh‖ lebih menyakitkan lagi,
maka hukumnya sama-sama haram.
2. Istihasan (stihsan = minta yang terbaik) ialah menetapkan hukum sesuatu
yang belum jelas dengan cara memilih satu di antara alternatif yang ada
dengan pertimbangan mana yang paling ringan keburukannya. Contoh :
Seorang anak perempuan dipaksa menikah dengan pria pilihan ibunya yang
sama sekali tidak dicintainya, padahal ia sudah mempunyai calon suami
pilihannya sendiri. Ibunya mengancam :‖Kalau kamu tidak mau ikut pilihan
mamah, jangan panggil aku mamah. Jika aku mati, aku tak sudi kamu
mengantarkan jenazahku !‖. Anak perempuan itu, bisa meminta hasil ijtihad
seorang ulama. Melalui analisis terhadap sejumlah ayat Al-Qir‘an dan hadits,
serta dengan mengingat, menimbang, memperhatikan, dan memutuskan.
Semuanya dievaluasi mana baiknya dan apa buruknya. Mana yang paling
sedikit buruknya itulah yang akan dipilih sebagai keputusan akhir.
3. Mashalihul mursalah : ialah menetapkan hukum sesuatu yang belum jelas,
dengan dasar penetapannya adalah dampak baik dan buruk bagi orang
banyak, akibat perbuatannya itu. Misalnya : Larangan mendirikan bangunan
/ rumah di kawasan hutan serapan air. Pihak Pemrintah Daerah berhak
melarang pembuatan rumah tersebut, dengan pertimbangan bahwa, kalau

115
wilayah itu dijadikan lahan pembangunan, maka akan mengakibatkan
kekeringan ke wilayah kota yang datar.
4. Ijmak, yaitu menetapkan hukum yang belum jelas melalui kesepakatan
pemikiran para ulama. Misalnya, dengan melihat eksistensi PBB yang
didominasi oleh Amerika Serikat, apakah negara kita masih perlu menjadi
anggota PBB atau lebih baik keluar ? Keputusannya segenap ulama ini
dinamakan ijmak. Jadi Ijmak merupakan ijtihad kolektif.
Ada dua macam ijmak, yakni keputusannya dihasilkan melalui adu pendapat
dan penjelasan-penjelasan (bayan) para ulama dalam suatu forum musyawarah
terbuka. Inilah yang disebut dengan Ijmak Bayany . Bisa jadi kesepakatan ini
hanya bersikap no coment terhadap lontaran ide, gagasan, hukum yang
diketengahkan oleh seorang ulama. Dalam hal ini para ulama tidak menerima
dan tidak menolak dengan jelas melainkan hanya diam (sukut). Ini disebut Ijmak
Sukuti (bersikap diam dianggap setuju). Akan tetapi diamnya seseorang bisa
saja bukan sebagai tanda setuju melainkan karena rasa takut bicara. Jika
demikian, diam sebagai tanda setuju dianggap kebenaran relatif atau ijmak nisbi.

Ijtihad ala Islam Liberal


Kini, para tokoh Islam liberal berijtihad dengan mengabaikan ayat-ayat Al-
Qur‟an yang secera tekstual tidak mendukung ide-idenya, bahkan kelompok
Islam liberal benar-benar mengabaikan 100 % hadits Ahad. Karena mereka
mendewakan akal, maka akal manusia dianggap lebih baik daripada hadits
Ahad. Mereka hanya mau menerima hadits Ahad apabila tidak bertentangan
dengan kesimpulan rasionya. Kelompok ini dikatagorikan sebagai kelompok
Inkar al-Sunnah.
Cara seperti ini oleh mereka dianggap Islam modern, reformis, Islam
rasional, Islam Masa Depan, atau Islam futuristik. Bagaimana mungkin sunnah
nabi dinilai lebih rendah daripada nalar manusia. Padahal apa yang benar-benar
dikatakan dan dilakukan nabi adalah bimbingan wahyu.
Seluruh haduts tanpa kecuali, dan bukan uji petik, telah melalui
serangkaian uji sanad (uji sumber berita) , uji rawy (uji personality) dan uji
matan (uji material) sehingga validasi dan akurasinya benar-benar dapat
dipertanggung jawabkan.

116
Pada hakikatnya uji hadits adalah uji sejarah, padahal tidak ada satu sisi
sejarah di mana pun di belahan dunia ini, tentang sejarah apapun, yang
diterima keabsahannya setelah melalui serangkaian uji seperti uji hadits. Tidak
pernah ada ahli yang spesial menguji kecerdasan dan kejujuran penulis sejarah.
Siapakah yang menguji kebenaran sejarah secara komprehensif ? Tidak
ada, paling-paling hanya uji material. Sejarah dunia, misalnya, tidak pernah
melalui serangkain uji sumber berita, uji kecerdasaran dan kejujuran
penulisnya. Justeru, sejarahlah yang paling banyak kemungkinan salah dari
pada hadits. Warna sejarah sangat tergantung kepada siapa penulisnya, apa
niatnya, di bawah tekanan siapa ketika dia menulis, siapa yang berkuasa
waktu itu, menulis untuk kepentingan siapa, siapa yang mengontrolnya, bahkan
mungkin siapa pula yang membayarnya.
Setiap muslim seharusnya, jauh lebih percaya kepada ulama ahli hadits
yang sudah teruji kesalehannya, teruji kecerdasannya, teruji kejujurannya, teruji
kehati-hatiannya, bahkan teruji keikhlasannya dalam membela agama Allah, dari
pada orang-orang yang sekadar mengaku reformis tetapi tidak teruji
sebagaimana terujinya ahli hadits. Belum lagi jika meneropong niat yang
terkandung di balik ide-ide yang dibawanya.

Menyikapi hasil ijtihad


Hasil ijtihad antara ulama yang satu dengan yang ulama lain bisa
berbeda. Ini disebakan oleh banyak faktor antara lain (1). Perbedaan
kecerdasan dan kehati-hatian, terutama dalam menarik konkusi (2). Perbedaan
latar belakang kehidupan yang mewarnai cara berpikir (3). Perbedaan Jumlah
referensi yang digunakan. (4). Perbedaan situasi dan konsisi negara tempat
berijtihad. Ada negara yang menekan kebebasan berpikir, ada pula negara yang
mendorong kebebasan berpikir. (5). Perbedaan tempat tinggal dan periode
kehidupan.
Menyikapi hasil ijtihad:
 Hasil ijtihad pribadi seorang ulama bisa dibantah oleh hasil ijtihad ulama
lain.
 Hasil ijtihad pribadi seorang ulama mengikat sikap hukum ulama itu, tetapi
tidak mengikat sikap hukum ulama lainnya.

117
 Hasil Ijtihad terikat dengan waktu dan keadaan setempat. bisa jadi dengan
pergantian waktu, hukumnya pun berubah.
 Hasil ijtihad bisa mengubah hukum yang telah establish tetapi hanya dalam
hukum yang bersifat furu‟iyah (ranting) bukan hukum dasar.
 Hasil ijtihad ulama secara kolektif, komprehensif, yang mengakomodir
semua unsur, selayaknya mengikat semua umat Islam yang diwakili oleh
ulama di wilayah itu, bahkan umat dalam wilayah yang lebih luas.

Wajibkah bermadzhab ?
Para ulama mujtahidin, semuanya tanpa kecuali memiliki ketawadluan
intelektual. Mengapresiasi perbedaan hasil ijtihad, mereka semua berpesan,
agar apabila ia keliru, hendaklah pendapatnya itu dibuang jauh-jauh. Lebih
tegas lagi, mereka semua sepakat mengharamkan umat Islam bersikap taqlid
kepadanya. Namun sayangnya, umat Islam banyak sekali yang taklid buta
sehingga fanatik madzhab.
Bermadzhab tidak wajib, tidak ada satu ayat pun atau satu hadits pun
bahkan tak ada satu fatwa pun dari ulama manapun, yang menghukum wajib
untuk memilih salah satu madzhab. Kita bandingkan dengan dunia sains di
perguruan tinggi umum, adakah keharusan memilih salah satu madzhab dari
profesornya ? Tidak ada. Semua mahasiswa dianjurkan mempelajari semua teori
dari banyak profesor untuk selanjutnya dipilih teori mana yang paling tepat.
Jika ada pendapat profesor senior yang ternyata salah, mahasiswa harus
meningggalkan pendapat tersebut. Tak ada masalah, itulah objektivitas ilmu.
Demikian pula dalam berislam, carilah ilmu dengan bebas, ambillah hukum
yang paling kuat argumentasinya tanpa harus terikat figur. Nabi menegaskan
:”Undhur ma qala wala tandhur man qala “ yang artinya lihatlah apa yang
diucapkannya dan jangan melihat siapa yang mengucapkannya.
Jika ragu-ragu untuk memilih pendapat imam mana yang paling tepat,
sebaiknya digunakan rumus di bawah ini.
 Wajib atau sunnat ? anggaplah wajib seperti mandi sebelum jum‘atan.
 Bid‘ah atau sunnat ? anggaplah bid‘ah seperti bacaan dalam qunut Subuh
 Sunnat atau haram ? anggaplah haram seperti kue yang mengandung
rum.

118
 Haram atau makruh ? Pilihlah haram, seperti hukum merokok.
 Haram atau halal ? Pilihlah haram seperti menikahkan perempuan yang
hamil karena berzina..

119
BAB 8
KONSEP TUHAN
Implementasi la ilaha illallah

Tuhan .... ? Apa itu Tuhan ?


Secara bahasa, Tuhan sinonim dengan kata God, The Lord God, Almighty God,
Deity (bahasa Inggris), Got (Belanda), Golt (Jerman), Gudd (Swedia, Norwegia),
Allon (Phoenicians), Ado (Canaanites), Adonai, Yahuwa, Elohim, Elah, Eli
(Yahudi).
Secara istilah Tuhan adalah segala sesuatu yang paling dicintai, paling
ditakuti dan paling didambakan kehadirannya. Apabila seseorang lebih
mencintai mobil barunya daripada segalanya maka mobil itu menjadi Tuhan
baginya. Apabila jabatan lebih dicintai melebihi segalanya maka jabatan itu
adalah tuhannya. Dengan demikian ada orang yang menuhankan harta, tahta,
wanita, dll. Pendek kata banyak manusia yang telah menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhan. Allah menegaskan : "Maka pernahkah kamu melihat
orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya ?" (QS. 45 : 23).
Atasan yang menjadi tuhan bagi bawahannya biasa disebut sebagai thagut.
Manusia tinggal memilih, mau beriman kepada Allah atau mau beriman kepada
thagut, mau menaati Allah atau menaati thagut.
Dalam pandangan Al-Qur'an, semua manusia pasti bertuhan, tidak ada
seorang pun yang atheis. Jika ada manusia yang tidak bertuhan sebenarnya dia
hanya mengingkari Allah sebagai tuhan yang haq, lalu bertuhan kepada tuhan
yang palsu, yakni hawa nafsunya. Manusia tipe ini disebut Mulhid bukan atheis.

120
Adakah Tuhan pencipta alam ?
Penganut paham Nihilisme menyatakan bahwa tidak ada bukti-bukti signifikan
yang dapat meyakinkan hati dan dapat diterima oleh rasio, bahwa alam ini ada
penciptanya. Dengan menggunakan teori dialektika, mereka berkeyakinan
bahwa alam terjadi dengan sendirinya, dengan demikian, Tuhan pencipta alam
itu tidak ada. Keberadaan tuhan sebagai pencipta alam hanyalah kesimpulan
imaginatif.
Sebenarnya penganut Nihilisme, telah membohongi intuisinya sendiri,
telah mengesampingkan bisikan nuraninya yang paling dalam. Paling tidak,
mereka pasti meyakini ada kekuatan supranatural yang berada jauh melebihi
kekuasaan dirinya terutama ketika sedang mengalami kesulitan yang tertamat
dahsyat. Misalnya, pesawat terbang yang ia tumpangi, menukik keras dan akan
jatuh menghantam bumi, pasti hatinya menjerit meminta tolong kepada
“sesuatu” yang dianggapnya memiliki kekuatan gaib, walaupun permintaan
tolong itu tidak diucapkan.
Coba ingat, bagaimana dulu ketika Karl Marx sebagai tokoh komunis
sakratul maut, atau ketika Fir‟aun tengelam di laut Merah. Ketika Fir‟aun
merasa bahwa tidak seorang pun anak buah setianya yang dapat menolongnya,
ketika dia berpikir bahwa semua pengikut setianya meningalkannya, ketika dia
merasa pasti mati, dia berucap “amanna ila rabbi Musa” aku beriman kepada
Tuhannya Musa.
Sebenarnya untuk membuktikan adanya Tuhan pencipta langit dan bumi
tidaklah susah. Paling tidak, ada empat teori untuk membuktikan adanya Tuhan
yakni teori kejadian, teori keteraturan, teori gerak dan teori kausalitas.
Penjelasannya sebagai berikut :
1. Teori Kejadian : Menurut hukum akal, suatu kejadian bisa terjadi atau
bisa ada (wujud) apabila ada pembuatnya, mustahil sesuatu itu ada
(wujud) dengan sendirinya. Alam yang maha luas ini pasti ada
penciptanya mustahil ada dengan sendirinya. Terus tanya, siapa yang
merasa telah menciptakan alam ini ? Akal menyatakan pasti harus
sesuatu yang Maha Luasa Biasa yang jauh lebih hebat daripada alam ini.
Juga naluri/intuisi akan menyatakan Tuhan itu ada.

121
2. Teori Keteraturan : Jika kita melihat keteraturan alam ini sungguh
luar biasa, menakjubkan. Perhatikan hewan yang sangat beragam
dengan karakter masing-masing. Lihat pula pohon buah-buahan yang
bermacam-macam yang tumbuh pada sebidang tanah tetapi
menghasilkan buah yang berbeda bentuk, warna dan rasa. Ini membawa
kita kepada keyakinan bahwa ini tidak mungkin teratur sedemikian apik
jika tidak ada Tuhan yang mengaturnya.
3. Teori gerak : Perhatikan bagaimana gerakan bumi dan planet lainnya,
bagaimana gerakan sperma mengelilingi ovum, bagaimana atom
mengelilingi inti atom, bagaimana ribuan planet yang bergerak tidak
tabrakan. Itu semua adalah gerak yang teratur, bukan suatu kebetulan.
Itu, membuktikan bahwa alam ini ada yang menggerakan. Penggeraknya
pasti bukan alam itu sendiri tetapi dzat yang Maha Tinggi, yakni Tuhan.
4. Teori Kausality : A muncul karena ada B, B muncul karena ada C, dan
terus begitu. Ujungnya pasti ada suatu Dzat yang ada tanpa didahului
oleh sesuatu yang lain, karena jika begitu tidak ada ujungnya. Sebab
pertama ini disebut Causa Prima yakni Tuhan.
Adanya Tuhan sebagai pencipta alam bisa dipahami melalui berbagai macam
teori, walaupun demikian, akan tetap saja ada orang-orang yang tidak meyakini
adanya Tuhan pencipta alam. Anehnya mereka tidak percaya adanya tuhan
tetapi percaya adanya jin padahal jin juga tidak bisa dibuktikan secara empirik
atau rasio.
Orang-orang yang kufur berkata...... (al-Jatsiyah 45 : 24).

Mengapa Tuhan harus satu ?


Menurut rasio atau akal manusia, apabila tuhan sebagai Ultimate Reality
lebih dari satu, rasio akan menolaknya. Mengapa ? bagaimana mungkin
pemegang kekuasaan tertinggi lebih dari satu. Ini bisa berbahaya, niscara akan
terjadi pertengkaran. Kesimpulan rasio ini didukung oleh dalil naqli. Menurut
Al-Qur'an, kalau Tuhan ada dua niscaya Tuhan dengan ciptaannya masing-
masing akan blok-blokkan dan berusaha saling mengalahkan (QS. 23 : 91).
Dalam hal ini Allah menegaskan : "Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak tuhan
selain Allah". (QS. Muhammad / 47 : 19).

122
Siapakah Tuhan yang satu itu?
Akal manusia bisa sampai kepada kesimpulan bahwa tuhan itu harus
satu, tetapi akal manusia tidak dapat mengetahui siapakah tuhan yang satu itu.
Di dunia ini ada manusia yang bertuhan satu (monotheisme) tetapi belum tentu
tuhan yang mereka maksud adalah Allah swt. Ketika seseorang memanggil
tuhannya dengan lafadz Tuhan yang di atas, atau Sang Hyang Widi Wase, atau
Gusti kawula, atau Pengeranku, atau apapun namanya belum tentu
dimaksudkan kepada Allah subhana wa ta‟ala.
Allah lewat nabinya memberi tahu bahwa Tuhan yang satu itu adalah
tuhan pencipta alam, Tuhan yang maha sempurna, yakni Allah swt. Siapakah
Allah itu ? Allah menerangkan tentang siapa dirinya dengan menegaskan : "Dan
Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tiada tuhan melainkan Dia. Yang Maha
Pemurah lagi Maha penyayang". QS. 2 : 163). Tuhan yang tak dapat digapai
dengan panca indera tetapi Dia maha melihat segalanya (QS.6 : 103). Tuhan
yang telah menciptakan segala sesuatu (khaliqu kulla syaiin) QS. 6 : 102.
Tuhan yang menurunkan hujan (Al-Fathir / 35 : 27) Tuhan yang menumbuhkan
biji-bijian (QS. 6 : 95). Tuhan yang menjadikan malam dan siang (Qs. 6 : 96).

Pemahaman La ilaha illallah


Keyakinan bahwa tiada tuhan selain Allah (la ilaha ilallah) adalah sikap
Tawhid. Tawhid berasal dari kata wahhada - yuwahhidu – tawhidan yang
artinya pengesaan Allah. Pengesaan Allah yang di dalam Al-Qur‟an
dilambangkan dengan kalimat La ilaha illah perlu dijabarkan. Penjabarannya
harus berlandaskan ayat Al-Qur'an juga bukan dikira-kira.
Untuk itu, kita bisa melihat relasi (nisbah) antara surat al-Fatiihah
sebagai bab pendahuluan dengan surat An-Nas sebagai bab penutup Alqur'an,
karena pada lazimnya, setiap karya tulis terutama karya-karya ilmiah pasti
terdapat hubungan yang erat antara bab pendahuluan dengan bab penutup.
Di dalam Al-Fatihah terdapat kalimat yang relevan dengan beberapa
kalimat yang terdapat pada surat An-Nas yaitu sbb : (1). Rabbul 'alamin -
Rabbun nas (2). Maliki Yaumiddin – Malikin nas (3). Iyyaka na'budu -

123
Ilahinnas. Ini melahirkan taksonomi tauhid yakni Tauhid Rubbubiyah, Tauhid
Mulkiyyah dan tauhid Uluhiyah.
Tawhid Rubbubiyah ialah meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya
Rabb ( Pencipta dan Pengatur) manusia. Allah-lah yang paling mengetahui
karakter manusia dan hanya Allah-lah yang paling mengetahui bagaimana cara
mengatur manusia. Manusia wajib meyakini bahwa hanya Allah dengan Al-
Qur'an-nyalah yang pantas mengatur hidup manusia. Dengan demikian, segenap
aturan hasil karya manusia yang bertentangan dengan Al-Qur'an dianggap batil.
Oleh karena itu, manusia harus memilih Al-Qur' an sebagai buku panduan
hidupnya. Memilih dan menaati aturan selain Al-Qur'an, atau aturan yang
bertentangan dengan Al-Qur‟an, termasuk syirik Rubbubiyah.
Tawhid Mulkiyyah ialah meyakini bahwa hanya Allahlah satu-satunya
raja (malik) bagi manusia. Allah menegaskan :"Maha duci Allah yang di tangan-
Nyalah segala kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 67 : 1).
Karena Allah adalah raja maka Allahlah yang harus paling ditaati, paling
dicintai dan paling ditakuti. Apabila manusia lebih menaati makhluk daripada
Allah, maka ia telah melakukan syirik Mulkiyyah.
Tawhid Uluhiyah ialah meyakini bahwa hanya Allah lah satu-satunya llah
atau Tuhan yang wajib disembah. Manusia hanya mengabdi kepada Allah,
manifsetasinya antara lain melakukan segala sesuatu semata-mata dengan niat
beribadah kepada Allah. Mengabdi kepada selain Allah adalah syirik Uluhiyah.

TAWHID versus SYIRIK


Syirik artinya menyekutukan Alah, orangnya disebut musyrik. Syirik tidak
mungkin bisa berdampingan dengan sikap tawhid, karena tidak mungkin
menomor-satukan Allah bersamaan dengan sikap lebih mencintai makhluk
daripada-Nya.
Dari sisi klasifikasinya, syirik ada tiga macam, yakni:
 Syirik Rubbubiyah antara lain : (a). Meyakini ada aturan yang lebih baik
daripada aturan Allah. (b). Memilih dan menaati peraturan hasil karya
manusia yang bertentangan dengan aturan Allah (c). Meminta-minta secara
gaib kepada selain Allah (d). Meyakini adanya makhluk yang mengetahui hal-
hal gaib mutlak (apa yang akan terjadi esok) selain Allah. Termasuk ke

124
dalam syirik Rubbubbiyah adalah syirik Asma al-Shifat yakni
mempersamakan sifat makhluk dengan sifat Allah, misalnya Maha pengasih,
maha Tahu, maha Perkasa, dll,
 Syirik Mulkiyah antara lain (a). Lebih menaati makhluk daripada menati
Allah. (b). Lebih takut kepada makhluk daripada kepada Allah (c). Lebih
mencintai makhluk daripada mencintai Allah. Mencintai Allah setara dengan
mencintai makhluk pun, itu sudah syirik. (d). Menjadikan makhluk sebagai
tempat bergantung dalam soal nasib.
 Syirik Uluhiyah antara lain (a). Mengabdi kepada selain Allah (b).
Beribadah karena motivasi pujian manusia atau motive-motive duniawi. (c).
Melakukan aktivitas sehari-hari bukan karena Allah. (d). Melakukan
penyembelihan hewan untuk mengabdi kepada selain Allah. Jika anda kuliah
tidak diniatkan dalam kerangka ibadah kepada Allah, pasti anda akan rugi.
Dari sisi besarannya, syirik terbagi tiga, yakni syirik akbar, syirik wustha dan
syirik ashgar :
1. Syirik akbar (terbesar), ialah menduakan Allah, seperti orang yahudi
yang meyakini bahwa nabi Uzair anak Allah, atau sebahagian Nashrani
yang meyakini bahwa Isa (Yesus) sebagai anak Allah. Apabila syirik ini
terbawa sampai mati, tidak bisa dibersihkan dengan api neraka.
Nasibnya adalah di neraka selama-lamanya (QS. Al-bayyinah : 7-8)
2. Syirik wustha (menengah) : ialah syirik tidak langsung menduakan
Allah tetapi mempersekutukan af‟al (perbuatan) dan sifat-sifat Allah,
misalnya : (1). bertanya kepada paranormal, orang “pintar”, tukang
nujum, dukun, paranormal, atau bahkan “ahli hikmah” tentang masa
depan padahal Allah menegaskan bahwa masa depan merupakan
persoalan gaib absolut yang hanya diketahui oleh Allah swt (b).
Mempercayai ta‟wil mimpi, karena ta‟wil mimpi hanya milik Nabi Yusuf
a.s sebagai mukjizatnya. (c). Animisme ialah mempercayai bahwa ruh-
ruh tertentu bisa memberikan manfaat atau madarat (d). Dinamisme
ialah keyakinan bahwa benda-benda tertentu seperti keris, batu ali,
taring babi, bambu kuning, memiliki kekuatan gaib, baik sebagai azimat
keberuntungan maupun sebagai penangkal marabahaya. (e). Khurafat
ialah mempercayai dongeng-dongeng bohong yang merusak akidah

125
seperti dongeng Nyi Roro kidul, Sangkuriang dan Dayang Sumbi, Lutung
Kasarung, sasakala Situ Bagendit, dll. Kalau itu hanya dianggap sebagai
dongeng saja tidak dipercaya sebagai kisah nyata, tidak termasuk syirik
tetapi termasuk cerita yang irrasional saja. (f).Nujum Ialah
mempercayai ramalan nasib berdasarkan bintang kelahiran. Hadits
menyatakan bahwa dengan hanya bertanya saja tentang ramalan nasib,
akan ditolak salatnya selama 40 hari, jika sampai mempercayainya,
maka kufurlah dia. (h). Sihir seperti menghilangkan patung Liberti
padahal sebenarnya patung itu tidak hilang, hanya saja mata penonton
dihijab (dihalangi) oleh jin. White magic seperti debus, kuda lumping
yang kesurupan, dan pelet-pelet yang menggunakan mantera-mantera
miripm Alqur‟an dan doa dari hadits. Dalam hal ini perlu diperhatikan,
bahwa membaca ayat-ayat al-Qur‟an untuk tujuan tertentu seperti
untuk memperoleh kekayaan, memperoleh ilmu yang tinggo, atau
mempunyai anak yang tampan, harus menggunakan ayat al-Qur‟an yang
relevan, antara teks bacaan, terjemah dan tujuan berdoa. Jika itu
relevan disebutlah doa, tetapi jika tidak ada hubungan sama sekali,
disebutlah mantera yang bisa jatuh kepada syirik. Al-Qur‟an menegaskan
“Sesungguhnya syirik itu kegelapan yang besar”. (QS.Luqman). Syirik
bisa membuat orang berpikir dan bertindak irrasional. Seorang doktor
dan jenderal bintang empat sekalipun, jika sudah syirik, maka ia akan
seperti orang bodoh, dan kehidupannya terus menerus terkena beban
karena kepercayaannya itu. Nabi bersabda :”Barang siapa yang
mempercayai sesuatu, ia akan terkena beban karena kepercayaannya
itu”. Umar ibn Khattab menyatakan :”: Dosa syirik itu ibarat semut
hitam yang berjalan di atas batu hitam, pada malam yang gelap gulita”.
Besar dosanya, amat buruk akibatnya tetapi tidak terasa.
3. Syirik kecil : yakni ingin memperoleh pujian dan sanjungan dari
manusia sebagai imbalan ibadah kepada Allah, di dalamnya termasuk :
(a) Riya ialah ingin dipuji orang (b). Ujub ialah merasa bahwa aku lebih
hebat daripada orang lain (c). Sum‟ah ialah beramal tetapi ingin selalu
didengar orang lain. Bahaya syirik kecil ini adalah menghanguskan amal-
amal yang kita lakukan sehingga tidak berpahala.

126
Sifat dan Nama Allah Tiada Terbatas ?
Allah memiliki sifat, antara lain wujud yang artinya ada (QS. 39 : 62-63),
qidam artinya dahulu (QS. 57 : 3), baqa artinya abadi (QS. 55 : 26-27),
mukhalafah li alhawadits artinya berbeda dengan makhluk (QS. 42 : 11),
dan lain-lain. Menurut Abu Hasan al-„Asy‟ari (wafat 330 H), Allah memiliki
13 sifat wajib, 13 sifat mustahil dan 1 sifat mumkin. Sedangkan menurut
Abu Mansur al-Maturidi sifat wajib bagi Allah ada 20. Betulkah hanya 20,
jika hanya 20 berarti sifat Allah itu terbatas, jika ada pembatasan berarti
bukan Tuhan, Tuhan itu tidak dibatasi oleh apa-apa.
Tuhan itu tidak terbatas (unlimited). Akan tetapi kita tidak boleh
menyipati Allah dengan sifat-sifat yang tidak dijelaskan sendiri oleh Allah,
karena hal itu bisa salah sehingga akhirnya agama yang kita pegangi bukan
ilmu melainkan sekadar persepsi.
Perdebatan seputar, apakah sifat Allah itu berada pada dzatNya atau di
luar dzatNya, apakah sifat itu bersamaan dengan Dzat-Nya atau belakangan,
itu semua kurang bermanfaat. Bisa saja dibahas untuk mengasah otak tetapi
untuk penguatan keimanan kepada Allah, hampir tak ada manfaatnya.Cukup
meyakini bahwa Allah memiliki sifat-sifat sebagai indikator kesempurnaan-
Nya, tetapi sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat makhluk.
Demikian juga nama-nama Allah. Allah mempunyai banyak nama. Nama-
nama tersebut dikenal dengan sebutan asma alhusna, di dalam hadits
Shahih Bukhari, asma al-husna ada 99, antara lain Al-Rahman (Pengasih),
al-Rahim (Penyayang), Al-Muhaimin (pemelihara), Al-Jabbar (Maha
Pemaksa), dll. Asamul husna bukan sekadar nama tetapi di dalamnya ada
sifat yang dikandung. Nama Allah itu tidak sebatas 99 nama sebab
pembatasan seperti itu berarti mengurangi makna Tuhan, tuhan itu tidak
boleh terbatas (unlimited).
Kita boleh memanggil Allah dengan nama yang ada pada asma al-husna.
Atau boleh saja memanggil Allah dengan nama di luar asma al-Husna,
misalnya Ya Rabb, Ya ilahi, Ya Kekasihku, Ya Muqallib al-Qulub (dzat yang
membulak balikkan hati) dan nama lainnya, dengan syarat harus nama yang
layak bagi Allah, tuhan yang Maha sempurna.

127
Maaf, sekali lagi maaf, jika ada mahasiswa menyebut nama Allah swt
dengan lafadz :”Anjinghu akbar”, pasti salah, baik dalam perspektif Al-
Qur‟an, maupun menurut aturan berbahasa yang baik, bahkan menurut
kelaziman. Lafadz anjing sebagai nama binatang, sangat tidak pantas
ditujukan kepada orang tua kita, apalagi ditujukan untuk Allah yang Maha
Agung dan Maha Sempurna. Kata anjing yang diarahkan untuk Allah bisa
masuk katagori zindik, mengotori agama. Naudzu billahi min dzalik.
Ucapkanlah Allahu akbar (Allah Maha Besar), subhanallah (Allah maha Suci),
atau lafadz lain yang sangat banyak jumlahnya yang tertuang di dalam al-
Qur‟an al-Karim.

128
BAB 9

AKHLAK KEPADA ALLAH


Tauhid versus Syirik

Hakikat Akhlak
Akhlaq berasal dari kata khalaqa dengan akar kata khuluqan berarti perangai,
tabiat atau adat. Perangai yang baik disebut akhlak al-karimah sedangkan
perangai yang buruk disebut aklaq al-madzmumah, sedangkan yang dimaksud
dengan ilmu akhlak adalah ajaran tentang bagaimana caranya mewujudkan
manusia yang berakhlak baik.

Objek bahasan Akhlak


Objek bahasan Akhlak meliputi tiga dimensi yakni :
1. Hubungan dengan Allah (hablum minallah), termasuk ke dalam hablum
minanllah adalah ketaatan kepada Alqur‟an dengan sunnah rasul sebagai
penjelasannya.
2. Hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas ), termasuk ke
dalam hablum minanas antara lain etika kepada sesama muslim, etika
kepada non muslim, etika kepada orang sakit, etika kepada ayah dan
ibu, etika kepada lawan jenis, dll.
3. Hubungan dengan alam sekitar (hablum minal „alam), termasuk di
dalamnya etika kepada flora, fauna, air, laut, hutan, gunung, udara,
dan sumber daya alam lainnya.

129
Esensi Akhlak
 Essensi Hablum Minallah ialah bersikap tauhid kepada Allah, yakni
menaati Allah dan Rasul-Nya secara kaffah (total submittion), dengan
cara melaksanakan seluruh ayat-ayat Alqur‟an tanpa kecuali, dengan
segala penjelasannya yang terdapat di dalam sunnah rasul. Pengamalan
Alqur‟an dengan cara memilah dan memilih ayat Alqur‟an adalah sikap
tidak sopan kepada Allah. Beberapa contoh berakhlak baik kepada Allah
adalah menegakkan shalat, menunaikan shaum, mengeluarkan zakat,
berhaji, berdoa, dan bersyukur. Juga meniatkan segala pekerjaan karena
Allah adalah salah satu bentuk etika kepada Allah.

 Essensi Hablum Minannas ialah ukhuwah (persaudaraan). Perintah Allah


untuk saling tolong menolong, bertoleransi (tasammuh), menjunjung
tinggi nilai persamaan di antara sesama manusia (al-musawwah,
equality), dll, seluruhnya untuk menunjang ukhuwah. Demikian juga
larangan saling menghina, medzalimi, dll adalah pada dasarnya untuk
mensukseskan ukhuwah.

 Essensi Hablum minal ‘alam : ialah Ihsan (baik), yakni berusaha sebaik-
baiknya mengelola bumi untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia
secara umum sesuai dengan petunjuk Al-Qur‟an dan hadits. Sungguh luar
biasa pahalanya bagi mereka yang telah mampu melahirkan tekonologi
yang sangat bermanfaat bagi umat manusia, sebaliknya sungguh terhina
seseorang yang berbuat kerusakan di atas bumi sehingga mengakibatkan
kesengsaraan.

130
BAB 10

ETIKA PERNIKAHAN
DAN PEMBINAAN RUMAH TANGGA

Hakikat Pernikahan
Pernikahan pada hakikatnya adalah Mitsaqan ghalidza yakni “akad perjanjian
yang sangat kuat” antara seorang pria dan wanita yang bukan Muhrim untuk
melaksanakan ikatan rumah tangga dengan penuh tanggung jawab baik di dunia
maupun di akhirat.
Akad nikah berbeda dengan akad jual beli. Di dalam akad jual beli
terjadi ijab qabul dan disaksikan oleh beberapa saksi bahkan ditantangani di
depan notaris di atas kertas bermaterai cukup. Di dalam akad nikah pun ada
pengantin, wali, saksi, maskawin dan ijab qabul. Di mana bedanya ? Akad jual
beli tidak wajib diumumkan sedangkan akad nikah wajib diumumkan. Membeli
tiga mobil tidak harus diketahui tetangga, tetapi memiliki isteri walaupun
hanya satu, harus diketahui publik, minimal tetangganya. Apabila wali, dua
orang pengantin dan dua orang saksi sepakat untuk tidak membocorkan rahasia
pernikahannya, ini bisa menjadi fitnah dan jatuh kepada pernikahan yang
haram.
Landasan Alqur‟an pernikahan antara lain di dalam surat an-Nisa ayat 3
“Wahai orang-orang yang beriman, nikahilah perempuan – perempuan shaleh di antara
kamu” Landasan hadits, antara lain hadits nabi menyatakan :” Nikah itu adalah
sunnahku, barang siapa yang menolak sunnahku, maka ia bukan dari golonganku”.
Ayat Al-Qur‟an dan hadits di atas merupakan landasan hukum pelaksanaan
pernikahan. Dilihat dari sisi hukum, asal hukum pernikahan adalah sunnat
(nadzab), jadi jika ada orang yang sampai akhir hayatnya tidak menikah
tidaklah berdosa. Berbeda sekali jika dengan sengaja menolak untuk menikah,
maka orang itu dianggap menolak syari‟at Islam dan itu dosa.

131
Asal hukum nikah yakni sunnat bisa bergeser kepada makruh, atau
kepada wajib bahkan bisa bergeser kepada haram. Apabila seseorang belum
mampu menikah dan bisa menjaga diri, lalu ia memaksanak diri menikah,
pernikahannya adalah makruh, yakni dibenci orang. Apabila pernikahan
dianggap jalan satu-satunya untuk menghindari zina, maka pernikahannya
menjadi wajib. Sebaliknya apabila pernikahannya dimaksudkan untuk menyakiti
pasangannya atau dilandasi niat-niat buruk, maka pernikahannya bisa menjadi
haram.

Visi Pernikahan :
Nabi bersabda “Baiti Jannati “ Rumahku adalah syorgaku. Visi pernikahan
adalah rumah tangga yang memperoleh kebahagiaan relatif dan temporal atau
surga dunia, dalam rangka mencapai kebahagiaan absolut yakni surga di
akhirat.
Pernikahan visoner bukan hanya untuk mencapai kebahagiaan satu dimensi
seperti seksual, atau kebahagiaan financial atau kebahagiaan material saja
tetapi harus mampu mencapai kebahagiaan yang multi diemensi, kebahagiaan
komprehensif di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat.

Misi Pernikahan

Allah menegaskan di dalam surat Al-Rum : “Dan dari tanda-tanda kekuasaan-Nya


adalah Allah telah menciptakan bagi mu dari jenismu pasangan-pasangan. Agar kamu
menjadi tenang (sakinah), penuh cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah).
Sesungguhnya dalam kejadian yang demikian, merupakan tanda-tanda bagi orang-orang
yang berpikir”. Berdasarkan ayat tersebut, misi pernikahan ada tiga yakni
meujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
 Sakinah (tenteram, tenang). Indikator rumah tangga sakinah antara
lain manakala suami isteri dan anggota keluarga benar –benar betah di
rumah, saling pengertian dan jika ada masalah cepat ada solusi.
 Mawaddah (penuh cinta). Indokatornya antara lain makanala suami
isteri dan anggota keluarga senang berkorban dengan prinsip give and
give bukan give and take atau take and give. Kedua manakala suami

132
isteri siap mengalah bukan ingin menang-menangan. Ketiga manakala
suami isteri saling menutupi aib. Jika seorang suami berani membuka
aib isterinya berarti rumah tangga itu tidak mawaddah.
 Rahmah (penuh sayang). Indikatornya makakala suami isteri penuh
perhatian (attention) dan kepedulian (care). Kedua manakala suami
isteri penuh kekhawatiran dalam arti positif. Dan ketiga manakala suami
isteri ingat jasa, yang ia lihat bukan lagi fisik tetapi sudah melihat jasa.

Tujuan Pernikahan
Pernikahan adalah ibadah, sedangkan ibadah bertujuan untuk memperoleh ridha
Allah. Jadi pada dasarnya pernikahan bertujuan untuk mendapatkan ridha Allah.

Fungsi Pernikahan
Media untuk menumpahkan perasaan kasih saying
Akad Menghalalkan Pergaulan
Media Memperoleh keturtunan
Media Pembinaan Keluarga
Media Silaturahmi

Siapa yang boleh dinikah ?

Strategi Pernikahan
Untuk mencapai tujuan dan fungsi-fungsi pernikahan sebagaimana disebutkan
diperlukan strategi,. Strategi mendasar pernuikahan dan pembinaan rumah
tangga adalah :
―Dan Pergauilah merejka dengan cara yang baik‖.

Buatkan planning yang baik, buatkan pelaksanaan yang baik, awal yang baik dan
akhir yang baik. Jika harus bercerai pun bercerai dengan cara yang baik.

Langkah menuju pernikahan


1.Ta‘aruf, tafahum dan Tarahum
2. Konsultasi dan Istikharah
3. Khitbah
4. Persiapan Nikah

Syarat-syarat Pernikahan

133
Syarat pernikahan yang paling pentinmg diperhatikan ada dua, yakni :
1. Harus sesama muslimi
2. Harus sama-sama ridho („an tharadhin).

Rukun nikah

Pengantin
 Wali
 Saksi
 Mahar
 Ijab Qabul

Macam-macam Pernikahan

Nikah Biasa
 Nikah Sirri
 Nikah Gantung
 Nikah Shigar
 NIkah Mut‘ah

Walimah Pernikahan
 Publikasi
 Hidangan
 Huiburan
 Pemisahan tamu pria dan wanita
 Surat undangan
 Asesoris Pernikahan

Etika hubungan sebadan


 Sedang haidl
 Liwath
 Pemanasan
 Azl

Konflik rumah tangga dan solusinya

Ila
1. Dhihar
2. Syiqaq
3. Li‘an
4. Nusyuz
5. Fasakh

134
6. Khulu
7. Thalaq
8. Rujuk

Seputar Poligami

Latarbelakang Poligami
 Cara poligami
 Syarat Poligami

135
BAB 11
ETIKA BERPOLITIK
Seputar Kepemimpinan, HAM, dan diskursus
tentang Hubungan antara Agama dan Negara

Etika Kepemimpinan :
Pemimpin adalah imam, tugasnya adalah (a) membawa umat menghadap qilblat
agar umat melaksanakan Alqur'an secara utuh (QS. 30 ; 30 dan QS. 2 : 142-144)
(b) mewujudkan umat yang kuat, kokoh dan unggul serta sanggup bersaing (QS.
2 : 13 dan QS. 61 : 4). (c), memotivasi umat agar secara bersama-sama ataupun
individual melakukan amr ma'ruf nahyi munkar (QS. 3 : 104). (d), menebarkan
perdamaian di mana pun dia tinggal di seluruh alam semesta (QS 21 : 107). (e)
membebaskan umat dari perbudakan, kemiskinan dan kebodohan (QS. 90 : 13-
16). (f), berani menegakkan keadilan dan menentang kezaliman walaupun
resikonya penjara dan tiang gantungan (QS. 4 : 58 dan QS 16 : 90).
Apabila tidak mau menunaikan tugas berat ini, jangan sekali-kali menjadi
pemimpin karena nanti akan menyesal. Jika anda menjadi pemimpin tetapi
mengabaikan tugas ini, malah sibuk dengan menumpuk harta untuk kepentingan
pribadi, keluarga dan kelompoknya, anda telah berkhianat kepada rakyat,
berkhianat kepada Rasulullah dan berkhianat kepada Allah Rabbul Izzati. Kelak
akan dimeja hijaukan di pengadilan akhirat, tak ada yang bisa menolonngnya,
harta dan hasil jerih payahnya tak ada manfaatnya, bahkan hartanya bisa
berubah menjadi setrika membara untuk menggosok tubunnya dalam jangka
waktu yang tak terukur. Naudzu billahi min dzalik.
Di dunia ini bisa saja ia tertawa lebar dan mendapat sanjungan koleganya
tetapi di akhirat kelak ia akan mendapat azab yang amat berat. Hadits
menyatakan bahwa Allah tidak akan melihat sebelah mata kepada tiga
kelompok (1). Pemimpin yang tidak adil dan dia mati dalam keadaan menipu

136
rakyatnya (2). Laki-laki dayuts yakni membiarkan anggota keluarganya berbuat
maksiat (3). Orang-orang yang miskin bodoh tetapi sombong.77 Jika anda
menjadi pemimpin dalam level mana saja, tetapi melakukan gharar atau
kecurangan, maka balasannya di akhiat kelak adalah azab yang sangat pedih.
Hadits nabi menyatakan bahwa orang yang melakukan korupsi walaupun
hanya sebesar jarum, kelak ia akan memikul benda yang dikorupsinya keliling
alam mahsyar.78 Bayangkan jika ia mengorupsi sebidang tanah, atau sebuah
gunung, atau hektaran hutan, ia akan sengat tersiksa dan manangis darah di
alam mahsyar. Hadits lain riwayat imam Muslim menerangkan, di akhirat nanti
ada orang yang muflis, yakni orang yang bangkrut gara-gara semua amalnya,
baik salat, saum, zakat, haji, mengaji, mengajar, dll habis karena digunakan
untuk membayar utang-utangnya selama di dunia, baik utang janji, utang
harta, utang hati, utang darah, maupun utang nyawa. Bahkan apabila utangnya
masih banyak tetapi amal ibadahnya telah habis, maka dosa-dosa orang yang
pernah disakitinya akan dipindahbukukan kepadanya. Akibatnya, neraca akhir
amalnya adalah saldo minus, hingga akhirnya ia masuk neraka jahannam.
Maukah anda bernasib muflis ? Jadilah peimpin yang jujur.
Imam atau pimpinan harus membimbing bawahan atau rakyat untuk
menaati hukum, baik hukum syari‟ah, hukum alam, hukum akal, hukum wadha,
maupun hukum uruf (adat). Pemimpin itu bisa mempengaruhi kualitas akhlak
bawahannya. Coba perhatikan, jika atasannya senang main golf anak buahnya
pun ikut-ikutan golf, Jika atasannya senang mancing, anak buahnya pun
beramai-ramai mancing, jika atasannya mengaji di mesjid kantor dan bersikap
keras kepada bawahannya untuk mengaji, anak buahnya pun ikut mengaji,
mungkin ikhlas mungkin pula terpaksa.
Ada hadits nabi menyatakan bahwa jangan memberikan jabatan kepada
mereka yang memintanya.79 Itu betul dalam konteks komunitas sesama orang
baik-baik, tetapi apabila banyak orang-orang jahiliyah yang menginginkan
jabatan itu, maka hadits ini harus ditafsir ulang. Menurut ijtihad penulis, wajib
bagi seorang mukmin yang saleh untuk memperjuangkan dan merebut jabatan
itu agar ia menjadi pemimpin sehingga rakyat memiliki imam yang iman. Zalim

77
78
79

137
hukumnya apabila membiarkan rakyat mendapat pimpinan yang jahil padahal
kita bisa meraihnya.
Di dalam ajaran Islam, orang yang haram dipilih sebagai pimpinan
adalah (1). Orang kafir (QS. 3 : 28). Orang Islam yang lebih menyukai kekafiran
daripada keimanan (QS. 9 : 17). Orang Islam tetapi suka menjadikan agama
sebagai ejekan (QS 5 : 58). Orang Islam yang diprediski dapat menimbulkan
kemadharatan bagi umat (QS. 3 : 118). Jika ada indikasi bahwa orang-orang
rendah seperti ini yang akan terpilih menjadi pemimpin, maka semua mukminin
memiliki kewajiban perseorangan (fardhu ain) dan kewajiban kolegial (fardhu
kifayah) untuk berusaha sekuat tenaga, memilih pemimpin yang adil. Kalau
berdiam diri, acuh tak acuh, skeptis, menyerahkan urusan kepada zaman,
pasrah kepada nasib, maka orang itu bukankah sebagai mukmin. Hadits nabi
menyatakan dengan tegas “Bukanlah seorang mukmin apabila ia tidak peduli
dengan urusan umat Islam”80

Etika Penegakkan HAM


HAM atau hak azasi manusia (human right) dalam pandangan Barat bersifat
antroposentrik sedangkan HAM dalam pandangan Islam adalah teosentrik. Wajar
kalau terdapat perbedaan pandangan antara keduanya. Dalam pandangan
Islam, HAM adalah hak azasi yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang melekat
terus pada manusia dan tidak bisa dilepaskan. Perhatikan ketika bayi lahir.
Apabila bayi lahir dalam keadaan cacat berat, bolehlah dibunuh ? Jawabannya
adalah haram dibunuh tetapi harus dibiarkan dia hidup. Allah mengharamkan
membunuh manusia kecuali karena sebab yang adil. (QS. 27 : 33). Dalam
pandangan Allah, membunuh satu orang sama dengan membunuh sedunia,
memberi kehidupan kepada seseorang sama dengan memberi kehidupan
kepada seluruh dunia (QS. 5 : 32). Di dalam ajaran Islam, orang yang
mengaborsi bayi sebelum masuk ruh dihukum dengan jarimah ta‟zier yakni
hukum penjara, tetapi jika aborsi dilakukan terhadap bayi yang sudah berruh
(usia 4 bulan ke atas), hukumannya adalah qisas. Kalau begitu bayi memiliki
hak hidup, hidup adalah HAM yang pertama dan utama.

80

138
Selanjutnya, bayi menangis, ini disebut hak berbicara. Bayi berusaha
mencari-cari puting susu ibunya, ini disebut hak berusaha. Bayi menyedot ASI,
ini berarti hak makan dan minum. Nanti bayi pipis dan buang air besar, ini juga
HAM. Bayi pun diselimuti dan dan mongmong, ini hak perlindungan. Setelah
bayi atau anak berusia 2 tahun ke atas anak secara naluri akan mencari teman
untuk berkumpul, ini namanya hak berkumpul atau hak berserikat. Bahkan
sejak lahir bayi sudah memiliki fitrah bertuhan. Jadi HAM pada manusia
adalah (1) hak hidup (2) hak bicara (3) hak berusaha (4) hak makan dan minum
(5) hak buang air (6) hak berkumpul atau berserikat (7) hak mendapat
perlindungan dan (8) hak beragama. Hak-hak dasar ini kemudian diatur dan
diarahkan agar tidak melanggar hak individu lain dan hak Allah sebagai Tuhan
yang Maha Pengatur. Mengapa manusia harus menerima aturan Allah, sebab
Allah telah membeli jiwa raga mukmin dengan surga.
Allah itu Maha Rahman dan Rahim, Dia memberi hak lebih dahulu
kepada manusia sebelum ia dikenai taklief atau melaksanakan kewajiban.
Setelah balig, barulah manusia dikenai taklief, itupun dalam beberapa hal Allah
tetap mendahulukan hak bagi manusia daripada menuntut kewajiban. Ketika
hak-haknya berkurang, maka takliefnya pun berkurang, misalnya ketika sakit
dia boleh tidak berpuasa tetapi diqada di hari lain, ketika usahanya rugi dan
banyak utang, ia tidak diwajibkan mengeluarkan zakat karena ada al-mani‟
(penghalang), ketika miskin ia tidak diwajibkan menunaikan ibadah haji, dll.
Pokoknya Allah maha adil.
Kewajiban manusia selama hidup di dunia ini dikelompokkan menjadi
tiga, yakni hablum minallah, hablum minannas dan hablum minal „alam.
Kewajiban manusia kepada Allah antara lain wajib mentauhidkan dan haram
berbuat syirik. Ini kewajiban terbesar dan yang paling utama. Siapapun yang
menduakan Allah, betapapun banyak amal kebajikannya, semua amalnya
dianggap hancur tidak bermakna, sia-sia. Jika dosa syirik ini tidak diampuni
oleh Allah sebelum kematiannya, ia pasti menjadi penghuni neraka, selama-
lamanya. “Sesungguhnya orang-orang kafir, dari golongan ahki kitab dan
musyrik, di nereka jahannam, langgeng di dalamnya”. (QS. Al-bayyinah : .....).
Kewajiban manusia kepada Allah swt adalah beribadah dengan ikhlas, baik
ibadah mahdhah maupun ibadah ghair mahdhah. Termasuk kepada ibadah ghair

139
mahdhah adalah kewajiban melaksanakan hukum hudud dan qisas kepada para
pelaku kriminal tertentu. Jika tidak dilaksanakan berarti manusia tidak
menunaikan kewajibannya kepada Allah.
Kewajiban kepada sesama muslim adalah menjadikan muslim yang lain
sebagai saudara, bagaikan satu tubuh. Di dalamnya ada enam kewajiban yang
paling mendasar yakni (1). Jika bertemu mengucapkan salam (2). Jika bersin
didoakan (3). Jika minta nasihat dinasihati (4). Jika diundang harus di jawab
(tidak semua undagan wajib dipenuhi yang penting undangannya dijawab. (5).
Jika sakit dijenguk (6). Jika meninggal dunia di utus jenazahnya. Apabila enam
kewajiban dasar ini dilaksanakan, insya Allah akan terjadi hubungan ukhuwah
dan silaturahmi yang kokoh, bukan hanya di permukaan.
Kewajiban muslim kepada nonmuslim adalah tasammuh, itulah
esensinya. Tasammuh adalah bersikap toleransi kepada pemeluk agama
apapun. Cara tasammuh yang benar adalah (1). Meyakini bahwa hanya Islam
yang benar sedangkan agama lain salah. Berkeyakinan bahwa semua agama itu
setara, benar semuanya adalah sikap penentangan yang nyata terhadap
Alqur‟an, itu kufur. Akan tetapi, sejalan dengan keyakinan itu, selalu sangat
menghormati pemeluk agama lain, tidak menghina tuhan dan cara ibadahnya,
tidak menggangunya tetapi selalu hidup berdampingan dengan baik (2). Tidak
mencampurkan cara ibadah (QS. Al-kafirun), (3). Tidak menikah dengan
nonmuslim kecuali menikah dengan perempuan ahli kitab, yakni Yahudi dan
Nashrani yang mengingkari risalah nabi Muhammad saw tetapi tidak menduakan
Allah. Kini jumlahnya di dunia masih ada kira-kira 12 juta orang lagi, salah
satunya bernama Suha yang dinikahi oleh Yaser Arafat. Pendek kata
bekerjasama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan tetapi masing-masing
dalam ritual. Jika hal-hal di atas dilanggar berarti tasammuh yang keliru.
Kewajiban manusia kepada alam sekitar adalah berbuat ihsan atau
berbuat yang terbaik kepada air, udara, tanah, binatang, tumbuhan, gunung,
hutan, energi, dll. Semuanya diberdayakan untuk kesejahteraan manusia
seluruhnya.
Secara garis besar, prinsip-prinsip penetapan HAM dalam Islam :

140
 Al-Musawwah (persamaan) di depan hukum atau equality before the law.
Nabi bersabda : "Seandainya Fatimah putriku mencuri, akan kupotong
tangannya" (Hadits).
 Al-'Adalah (keadilan), yakni keadilan di depan hukum Allah menegaskan
:"Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menegakkan kebenaran karena
Allah, menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
suatu golongan membuat kamu berbuat tidak adil". (QS. 5 : 8).
 Tasammuh (toleransi). Tolerance is liberty to ward the opinions of athers,
patience with others (Webster's New American Dictionary, p. 1050).
Toleransi adalah memberi kebebasan pendapat terhadap orang lain dan
berlaku sabar menghadapi orang lain. Di dalam surat al-Kafirun ayat 1 – 6
dijelaskan bahwa kita harus toleran dalam beragama. Kita meyakini
kebenaran agama kita sendiri tetapi tetap menghormati orang lain.
 Al-Marhamah (penuh kasih sayang). Hukum yang dikenakan bukan karena
dendam atau kebencian tapi karena semata-mata perasaan sayang,
harapannya adalah hukum itu bisa menjadi kifarat dosa bagi pelaku. Jika
seseorang dijatuhi hukum mati sebagai qisas karena membunuh dengan
sengaja, maka hukum qisas ini dapat menghapuskan dosanya sehingga
akhirnya ia menjadi ahli surga.
 At-Tawazun (pola Keseimbangan). Kita wajib memberikan perlindungan
secara seimbang antara pelayanan individu dan sosial, dan antara
kepentingan sekarang dan masa yang akan datang.
 At-Ta'awun dan At-Takaful . HAM dilaksanakan dalam kerangka ta‟awun
yakni tolong menolong, give and give atau takaful yakni give and take.
 Al-Haq (benar). HAM dilaksanakan berdasarkan aturan Allah bukan persepsi
orang perorang.

Etika terhadap Wanita


Islam sangat menghargai kaum wanita, jauh lebih santun dari agama dan bangsa
manapun di dunia ini.
 Dari sisi tubuh : wanita adalah makhluk Allah yang sangat indah, setiap
jengkal tubuhnya dapat menarik hati, menebar aura yang luar biasa.
Setiap sisi tubuh wanita memiliki harga mahal dan sangat dihormati,

141
oleh karena itu Allah mensyari‟atkan agar tubuh wanita ditutup
seluruhnya, kecuali wajah dan telapan tangan. Kepala dan rambut
wanita adalah mahligai kecantikan sehingga harus ditutup pula, dari
kepala dan terurai sampai ke dadanya. Beda dengan laki-laki, tubuhnya
tidak seperti wanita, sehingg yang wajib ditutup hanya seputar pusar
dan lututnya saja. Perspepsi yang salah jika Islam dianggap tidak
menghargai wanita, dari sisi mana ?
 Dari sisi amal : wanita memiliki kesempatan beriman dan beramal
yang sama dengan kaum pria (QS 33 : 35 dan 4 : 19). Jika dia sedang
haidl atau nifas sehingga tidak bisa salat dan puasa, wanita
mendapatkan pahala dari haidl dan nifasnya, lebih dari itu wanita bisa
melakukan amal yang lain. Jika dia melahirkan anak dan wafat karena
persalinan, ia dinilai mati syahid.
 Dari sisi harta : Wanita tidak dilarang mencari nafkah, tetapi jika
sudah mempunyai suami, harus meminta izinnya. Wanita memiliki hak
mendapatkan warisan, dan memiliki kesempatan yang sama untuk
mencari dan membelanjakan hartanya QS. 4 : 4 dan 32)
 Hak menentukan jodoh dan hak cerai : wanita bukan sebagai pihak
yang pasif dalam perjodohan, ia bisa dilamar tetapi ia pun bisa melamar
laki-laki, wanita tak hanya dipilih tetapi berhak menentukan pilihan
sendiri lepas dari intervensi orangtuanya. Ada sebuah kasus, seorang
wanita dinikahkan oleh ayahnya kepada seorang pria yang tidak
dicintainya. Setelah akad selesai, perempuan itu berlari sambil
menangis mengadukan nasibnya kepada Rasulullah saw. Ia berkata :
Ankahani abi ma‟a rajulin wa ana karihatun (aku telah dinikahkan oleh
ayahku dengan seorang pria yang aku tidak suka). Rasul menyatakan “la
nikaha lak, idzhabi fankihi ma syi‟ti “ (Tidak sah pernikahanmu,
sekarang kau boleh pergi dan boleh menikah dengan pria yang kau
sukai). Sealin itu, perempuan pun memiliki hak gugat cerai yang disebut
khulu‟.
Ajaran Islam memberikan perlakuan istimewa kepada wanita yakni:
 Tubuhnya dihargai sehingga harus ditutup dan para penggangunya
mendapatkan ancaman hukum yang berat.

142
 Harus dijaga kemanaannya bukan menjaga keamanan pria.
 Wanita adalah tiang negara.
 Surat An-Nisa sebagai bukti kepedualian Islam terhadap wanita.
 Memiliki pengaruh besar terhadap anak.
 Surga di bawah telapak kaki ibu.
 Mengistimewakan pelayanan kepada ibu daripada kepada ayah.
 Mendahulukan anak perempuan daripada anak laki-laki.
 Mati karena melahirkan adalah mati syahid.
Bagaimana denga hak menjadi presiden dan imam shalat ?

Etika Bernegara Islam ?


Kajian tentang hubungan Islam dan negara telah banyak diperdebatkan
oleh para pemikir, baik di zaman Klasik, zaman Pertengahan, maupun
pemikir-pemikir Modern dan – post Modernisme. Pendapat mereka dapat
diklasifikasikan menjadi tiga aliran pokok, yakni
Kelompok Pertama, ialah kelompok yang berpendapat bahwa hubungan
antara Islam dan negara sangat lekat bahkan Islam mengatur persoalan negara
secara eksplisit dan detail. Dengan demikian mendirikan sebuah negara Islam
adalah wajib, konstruk negara harus negara Islam. Ajaran Islam harus menjadi
dasar konstitusi. Mereka menolak gagasan negara kebangsaan (nation state)
karena dinilai bertentangan dengan prinsip ummah. Mereka mengakui prinsip
musyawarah tetapi menolak musyawarah sistem demokrasi. Tokoh yang
berpendapat demikian antara lain Al-mawardi, Sayyid Quthub, Ibn Taimiyah, Al-
Maududi,
Al-Mawardi misalnya, menyatakan bahwa dasar tentang kewajiban
adanya Imamah adalah Al-Qur'an surat 4 : 59 :

َ ‫َ َأَيُّ َا ا ِنَّل َين َءن َمنُون َأ ِطي ُعون ا‬


‫نَّلل َوأَ ِطي ُعون انمر ُسو َل َو ُأ ِوِل ْ َنل ْم ِر ِمنْ ُ ُْك‬
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya), dan Ulil
Amri di antara kamu"

Pada ayat di atas Allah swt mewajibkan muslimin menaati Ulu al-Amri,
maksudnya adalah imam (khalifah). Ibn Taimiyah (wafat 728 H/1328M), menya-

143
takan bahwa dalam sebuah komunitas, wajib mutlak adanya pemimpin.
Alasannya, selain QS.4 : 59, ia pun menggunakan landasan hadis :

)‫نذن خرج زالزة ِف سؤر فليامرون نحدُ (رونه نتون دنود‬


“Jika tiga orang berangkat bepergian, hendaklah salah satu dari mereka
menjadi pemimpin” Dengan hadis ini lantas Ibn Taimiyah berfatwa, bahwa
:”Enam puluh tahun hidup bersama imam yang tidak adil, lebih baik daripada
hidup semalam tanpa seorang sultan”81
Tokoh lainnya adalah Al-Maududi. Ia menyatakan wajib adanya khalifah
dan wajib menjadikan Islam sebagai konstitusi negara, sebab tidak ada hukum
yang lebih baik daripada hukum Allah.82 Selanjutnya ia menyatakan bahwa,
konsep kekuasaan di dalam Islam didasarkan kepada prinsip bahwa Allah adalah
satu-satunya Pencipta alam, Allah sebagai Pemilik tunggal, dan karena itu
maka Allah-lah Penguasa tunggal yang mengurusi alam ini. Dengan demikian,
maka kekuasaan apapun di atas dunia ini pada hakikatnya adalah milik Allah.
Kalau manusia berkuasa itu artinya ia hanyalah pihak yang dikuasakan oleh
Allah untuk menjalankan kedaulatan Allah. Dalam pandangan Maududi,
83
kedaulatan adalah di tangan Tuhan bukan di tangan rakyat.
Senada dengan itu, Sayyid Quthub dengan tegas menyatakan perlunya
ada Imam (khalifah), dan ia menyatakan bahwa menjadikan Islam sebagai
konstitusi negara adalah sebuah keniscayaan yang tak dapat ditawar-tawar lagi.
Di dalam tafsir Fi Dzilál al-Qur‟án, Quthub menjelaskan bahwa manusia
hanya mempunyai dua pilihan dalam menerapkan hukum, yakni antara iman

81
Ibn Taymiyah, 1966, Al-Siyásah asy-Syari‟ah, (Beirut : Dar al-Kitab al-„Arabiyah),
hal., 172. Hadis di atas terdapat dalam kitab Sunan Abi Daud, hadis nomor 2241. Sanadnya berasal
dari Ali Ibn Bahr ibn Bara', dari Hatim Ibn Ismail, dari Muhammad Ibn Azlan, dari Nafi' ibn Abi
Salamah, dari Abi Sa'id Al-KhuÑry.
82
Sayyid Quthub, Tafsir Fi Dhilal al-Qur‟án, (Beirut : Dár al-Syurãq, 1980), Jilid 2,
hal. 888.
83
Al-Maududi, lahir di Asurangbad, India selatan, tanggal 25 September 1903 Masehi.
Tahun 1941 ia bersama temanya mendirikan organisasi gerakan Jama‟at Islami dan dia sendiri
sebagai pemimpinnya. Setelah Pakistan merdeka tanggal 15 Agustus 1947, Maududi dengan
jemaat Islamnya memperjuangkan agar syari‟at islam menjadi konstitusi Pakistan. Ia
menyelenggarakan konferensi Akbar untuk merumuskan konsep Negara Islam. Ia mendesak
Pakistan agar UUD Pakisan menyebutkan bahwa Kedaulatan Pakistan di tangan Tuhan, Syari‟at
Islam sebagai hukum dasar Pakistan, membatalkan UU yang bertentangan dengan syari‟at Islam
dan pemerintah Pakistan harus menjalankan kekuasaannya sesuai dengan batas-batas yang telah
ditetapkan oleh syari„at Islam. (Munawir Syadzali, p. 164). Maududi wafat tanggal 22 September
1978 di Buffalo New York dan dimakamkan di Ichkrah Lahore.

144
atau kufur, Islam atau Jahiliyyah, mengikuti hukum Allah atau mengikuti hawa
nafsu. Kalau mengaku beriman kepada Allah, mau tidak mau harus berhukum
kepada hukum Allah. Menurut Sayyid Quthub, hanya Allah-lah yang mengetahui
mana yang sebenarnya maslahat bagi manusia dan mana yang tidak.
Menurut Hakim Javid Iqbal, wajibnya mendirikan negara didasarkan
kepada beberapa prinsip antara lain – sebagaimana ditegaskan di dalam QS. 5 :
59, bahwa seluruh kekuasaan di alam semesta pada hakikatnya berada pada
kekuasaan Allah karena Dia-lah yang telah menciptakannya. Karena Allah
sebagai penguasa maka hanya Allahlah yang harus ditaati. Seseorang
dikatakan menaati Allah apabila ia menaati segenap aturan yang telah
dibuatNya sebagai-mana tertuang di dalam Al-Qur‟an yang kemudian dijelaskan
oleh hadis nabi. Jadi kewajiban manusia adalah menaati aturan tersebut bukan
membuat aturan baru.
Selain menaati Allah dan Rasul-Nya, setiap muslim wajib menaati Ulu
al-Amr dengan syarat kalau mereka menaati Allah. Apabila Ulu al-Amr itu
tidak menaati Allah lagi maka tidak ada kewajiban bagi umat untuk
menaatinya. Cara hidup demikian hanya bisa dilaksanakan dalam suatu
masyarakat yang bebas secara politik dan ekonomi. Karena itu masyarakat
muslim wajib hukumnya berjuang mendirikan negara Islam di manapun jika
memungkinkan.84 Pendapat serupa disampaikan pula oleh Wahbah Zuhaily
sebagaimana dijelaskan dalam bukunya, tafsir al-Munâr. 85
Melihat betapa pentingnya kedudukan dan fungsi imam, Rambi Ka'bi
Ahmad menegaskan bahwa, adanya seorang Imam untuk segenap kaum
muslimin adalah wajib, wajar kalau Umar Ibn Khattab menegaskan : Lá Isláma
illá bil jamá„ah walá jamá„ah illá bi al-imámah.86 Dalam pandangan Ka'bi
Ahmad, kewajiban terbesar dari Islam adalah keharusan adanya jamaah Islam.
87
Namun saat ini justeru umat Islam tidak mempunyai imam, karena tidak ada

84
Mumtaz Ahmad (Ed.), Masalah-masalah Teori Politik Islam, (Bandung : Mizan,
1996) , hal. 58.
85
Wahbah Zuhaily, Tafsâr al-Munâr fâ al-Aqâdah wa al-Syarâ‘ah wa al-Manháj, Juz
VI, halaman 204. Di dalam tafsir tersebut dijelaskan bahwa orang yang tidak berhukum kepada
hukum Allah adalah kafir, zalim dan fasiq. Disebut kafir karena mengingkari hukum Allah,
disebut zalim karena menyalahi hukum Allah, dan disebut fasiq karena keluar dari iman dan dari
ketaatan kepada Allah.
86
Rambi Ka„bi Ahmad {iddiq „Abdurrahman, Bai‟at , hal. 30.
87
Rambi Ka„bi Ahmad, Bai‟at, hal. 30.

145
kesepakatan siapa sebenarnya yang layak menjadi imam. Dalam hal ini Asy-
Syahrastani menyatakan bahwa perselisihan umat Islam terbesar adalah karena
persoalan Imámah.88
Banyak lagi ulama-ulama lain yang mengharuskan adanya khalifah
(imam) yang memimpin negara. Tetapi secara umum hujjah yang mereka
gunakan tentang kewajiban mendirikan negara Islam adalah :(1). Al-Qur'an
surat 4 : 59 tentang kewajiban adanya Ulu al-amr. "Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu"
(2). Hadis; ada hadis riwayat Abu Daud dari Abu Sa‟id dan Abu Hurairah tentang
kewajiban mengangkat pimpinan walaupun dalam kelompok kecil. 89 Juga hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang kewajiban berbai„at kepada
pimpinan :

‫من مات وميس ِف عنقو تيعة مات ميخة جاىلية‬


"Barang siapa yang mati di lehernya tidak ada bai„at, maka dia mati dengan
kematian Jahiliyyah".90 Ijtihad (Qiyas) bahwa kalau di dalam kelompok kecil
saja wajib mengangkat pimpinan apalagi di dalam sebuah kelompok besar atau
negara. Ini dikenal dengan mafhãm muwáfaqah lahnal khithab91 (4). Qaidah
Fiqhiyyah yang menyatakan “málá yatimmu wájib illá bih fahuwa wájib
(apabila tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengan adanya sesuatu, maka
sesuatu itu menjadi wajib adanya).92 Dengan demikian, apabila hukum Islam
hanya bisa tegak dengan adanya negara Islam maka mendirikan negara Islam
adalah sebuah kewajiban. Oleh karena itulah Abdul Karim Zaidan berpendapat
bahwa orang Islam wajib menegakkan daulah Islámiyyah untuk melaksanakan
hukum-hukum syari‟ah.93

88
Al-Syahrastani, Al-Milál wa an-Nihál , I , hal. 24
89
Al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Sultaniyyah fi Wiláyah ad-Dâniyah, (terjemahan Fadhli
Bahri), Dár al-Falah, Maret, hal. 5.
90
Shahih Muslim, Hadits no, 441. Sanadnya berasal dari „Ubaidillah, dari Muadz ibn
Muhammad, dari „Ashim, dari Zayd ibn Muhammad, dari Nafi„, dari „Abdullah. Hadits Marfu„
sshahih.
91
Ibrahim Husain, 1993, Fiqih Siyasah dalam Pemikiran Islam Klasik “ dalam Ulumul
Qur‟an no2 vol.1v hal.,61).
92
Al-Mawardi , Al-Ahkám Al-Sulthaniyah, hal. 8
93
Abdul Kariem Zaidan, hal.9

146
(5). Dalil Logika. Menurut Ibn Taimiyah, secara logika, kewajiban
muslim adalah amr ma‟rãf nahyu munkar, wajib membela pihak yang
teraniaya, wajib melaksanakan hudud, menegakkan keadilan, melaksanakan
jihad, dll. Untuk menegakkan Islam ini perlu kekuatan politik, tanpa ada
kekuatan politik maka akan sulit menegakkan Islam, oleh karena itulah
mendirikan sebuah negara Islam adalah sebuah kewajiban.94 (6). Bukti Sejarah
: Menurut kelompok ini, Nabi Muhammad SAW ketika berada di Medinah
dengan Piagam Madinahnya waktu itu telah melakukan segala aktivitas
kenegaraan sebagaimana dilakukan oleh para pemimpin negara lainnya seperti
menjatuhkan saksi pidana, menyatakan perang, menjadi komando perang dan
mengangkat para penguasa daerah taklukan. Jadi Muhammad ketika itu selain
sebagai nabi juga sebagai kepala negara. Lebih jauh, segala apa yang
dilakukan oleh nabi itu terus diikuti oleh khulafá al-Rásyidin dan khalifah-
khalifah setelah itu. Sunnah itu harus diikuti oleh segenap muslimin. Sistem
politik Islam bukan saja ada di dalam doktrin Islam, tetapi sudah menjadi
ma„lãm min ad-dân bi ad-Üarãrah (sesuatu yang telah jelas diketahui
wajibnya).
Jadi menurut pendapat pertama adalah, wajib hukumnya memilih
imam (khalifah) yang berperan memimpin umat, serta wajib hukumnya
menggunakan dasar negara dengan Al-Qur'an. Kelompok yang menyuarakan
kewajiban mendirikan negara Islam sebagaimana di zaman nabi, sering disebut
kelompok fundamentalis Islam. Terhadap istilah ini banyak orang yang merasa
keberatan lantas memunculkan istilah lain yakni Revivalis, kelompok yang ingin
mengembalikan segala sesuatu termasuk pola bernegara sebagaimana adanya di
zaman nabi.
Kelompok Kedua, mereka menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara Islam dengan negara dengan demikian mendirikan negara bukan sebuah
95
kewajiban. „Ali „Abd Ar-Ráziq misalnya, tidak setuju dengan konsep negara
Islam, bahkan ia menegaskan tidak ada hubungan antara agama dan negara.
Menurutnya Allah tidak memberikan jabatan rasul sekaligus sebagai raja kepada

94
Ibn Taimiyah 1966 , As-Siyásah wa Asy- Syarâ‟ah, ( Beirut : Dar al-Kitab al-
„Arabiyyah, 1966), hal. 138.
95
M. Haikal, PM. Syafi„i Anwar, "Idealisme Islam, Realitas Politik dan Dimensi
Kebangsaan” Harian Republika 29 Januari 1993.

147
nabi Muhammad SAW. Buktinya hanya beberapa rasul saja yang menjadi raja
seperti nabi Dawud, justeru kebanyakannya rasul itu bukan raja, melainkan
hanyalah rasul semata.
Menurut dia, mayoritas muslim meyakini bahwa nabi SAW adalah
seorang rasul sekaligus raja. Rasulullah SAW dahulu telah membentuk
kekuasaan politik dan sekaligus bertindak sebagai raja, lantas dinyatakan
bahwa Islam adalah sebuah kesatuan politik dan sekaligus sebuah negara yang
didirikan oleh nabi SAW. Padahal, kata ar-Raziq bahwa jihad di zaman nabi
bukan semata-mata untuk pengembangan agama tetapi untuk pengembangan
wilayah kekuasaan, dengan demikian maka pemerintahan rasulullah adalah
sebagai manifestasi dari amaliyah duniawi bukan tugas risalahnya. Di sini Ar-
Ráziq memilah perbuatan nabi menjadi dua, yakni temporal dan nontemporal.
Ar-Ráziq mengakui bahwa kepemimpinan Muhammad sebagai nabi
sangat penting pengaruhnya dalam memimpin masyarakat, tetapi
kepemimpinan rasulullah waktu itu tidak identik dengan raja dan rakyatnya.
Jadi tidak dapat disamakan antara kekuasaan kerasulan dengan kekuasaan
seorang raja. Alasannya adalah karena ketaatan masyarakat terhadap nabi
adalah karena hubungan ruhaniyah yang bersumber pada iman, sedangkan
ketundukan kepada raja adalah karena hubungan jasmaniyah antara penguasa
yang dikuasai. Kekuasaan Muham-mad SAW atas kaum muslimin adalah
kekuasaan kerasulan dan sama sekali bukan ambisi politik.
Selanjutnya „Ali „Abd Ar-Ráziq menegaskan bahwa, tidak ada seorang
ulama pun yang bisa mengajukan satu ayat Al-Qur‟an saja yang secara pasti
menunjukkan kewajiban mengangkat khalifah serta menjelaskan fungsi
khalifah. Dasar pijakan yang ada hanyalah ijmak ulama yang sebenarnya tak
lebih dari sekadar kesimpulan logika para ulama terdahulu. Dalil Al-Qur‟an yang
sering dijadikan pijakan para ulama adalah: QS. 4 : 59: “Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah, taatilah rasul dan taatilah Ulã al-Amr di antara kamu”.
Ayat senada terdapat juga di dalam QS.4 : 83, padahal ayat tersebut tidak bisa
disimpulkan wajibnya mendirikan sebuah khilafah walaupun di sana terdapat
kata Ulã al-Amr. Karena pengertian Ulã al-Amr adalah seseorang yang
mengurus keperluan umat bukan berarti khalifah, tak ada kaitannya dengan
persoalan imámah.

148
Lebih jauh Ráziq menyatakan bahwa para ulama bukan saja tidak
berpijak kepada ayat Al-Qur‟an tetapi mereka tidak memiliki sandaran dari
hadis rasul tentang persoalan imámah. Selanjutnya kata ar-Raziq, betul bahwa
terdapat hadis-hadis tentang imámah, bai'ah dan jamá„ah. Imamah artinya
pemegang jabatan khilafah, bay'ah artinya bai„at kepada khalifah, sedangkan
jama‟ah artinya pemerintahan kekhalifahan Islam, akan tetapi dari hadis-hadis
itu tidak dapat disimpulkan bahwa kekhalifahan merupakan aqâdah syar„iyyah.
Dengan demikian, yang menjadi dasar pijakan tentang wajibnya khilafah
bukanlah dalil tetapi sesuatu yang mirip dalil (syibhu ad-dalâl).
Kelompok ketiga : Di luar kelompok yang pro dan kontra di atas
muncullah kelompok ketiga yang pendapatnya dapat dianggap sebagai sebuah
sintesa. Kelompok ini mengakui bahwa di dalam Islam memang terdapat
ajaran tentang politik dan negara tetapi hanya menyangkut prinsip-prinsipnya
saja, tidak menjelaskan secara ekplisit tentang bentuk negara, dasar negara
dan ketatanegaran lainnya. Itu semua disesuaikan secara fleksibel dengan
keadaan negara masing-masing. Harun Nasution misalnya dengan mengutif
pendapat „Abdul Wahháb al-Khalláf dalam „Ilmu al–Ushul al-Fiqh, menyatakan
bahwa ajaran-ajaran Islam yang orisinil dalam soal kenegaraan hanya sedikit
itupun hanya menyangkut prinsip-prinsip, dasar-dasar atau pokok-pokoknya saja
bukan rinci. Dasar dan prinisp inilah yang menjadi pegangan bagi umat Islam
dalam menghadapi perkembangan zaman. Dengan demikian pada hakikatnya
dinamika masyarakat Islam tidak diikat.96
Sejalan dengan itu, Fathi Osman menyatakan sangat jauh dari
kebenaran apabila dikatakan bahwa Islam telah memberikan sistem sosial
politik yang menyeluruh dan terperinci97. Tuntutan al-Qur‟an tentang
kehidupan bernegara tidak menunjuk kepada model tertentu tentang sebuah
negara, yang terpenting prinsip-prinsip yang terdapat dalam al-Qur‟an itu
harus ditransformasikan ke dalam bentuk rumusan – rumusan kenegaraan yang

96
Harun Nasution, Makalah Al-Qur‟an dan Kehidupan Masyarakat, hal. 5.
97
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam
di Indonesia, (Jakarta : Paramadina, 1998), hal. 1. Dia mengutip dari Fathi Otsman, . “Parameters
of the Islamic State”, Arabia , The Islamic World Review, No. 17, January, 1983 hal. 10.

149
dipandang perlu akan meme-nuhi hajat kebutuhan kaum muslimin tentang
sebuah negara pada zamannya.98
Menurut Harun Nasution, yang penting adalah prinsip-prinsip terpokok
Islam yang harus dijelmakan dalam sebuah negara, pertama-tama adalah
tujuan yang hendak dicapai oleh negara itu yaitu masyarakat beragama dan
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang di dalamnya terdapat persatuan,
persaudaran, persamaan, musyawarah dan keadilan.99
Para pembaharu teologis yang berusaha melakukan pembaharuan
konsep teologi keagamaan berupaya menyuarakan gagasan mengenai sebuah
100
Islam yang substantif, inklusif, integratif dan toleran. Dalam pandangan
kelompok Modernis, Piagam Madinah adalah petunjuk pengaturan kehidupan
masyarakat yang berasaskan Islam dan disusun berdasar-kan syari„at Islam
untuk mengatur masyarakat yang majemuk101. Kelompok ini beranggapan bahwa
Islam mengatur soal politik dan negara namun tidak mendetail. Menurut Amin
Rais, ar-Ráziq tidak perlu memilah antara aktivitas kehidupan temporal dan
nontemporal karena dengan cara seperti ini bisa membawa kepada kesimpulan
bahwa Islam tidak perlu dibawa untuk memecah-kan masalah sosial politik,
bahkan bisa mereduksi Islam sehingga pada akhirnya Islam hanya berhubungan
dengan masalah rohani manusia semata.102 Jadi dalam pandangan Amin Rais,
nabi itu adalah pengatur dalam segala persoalan, masalah apapun yang
dihadapi. Namun Amin Rais tidak setuju kalau konsep negara di zaman nabi itu
diterapkan sekarang, Amin Rais lebih setuju kalau prinsip-prinsipnya saja yang
diterapkan sekarang seperti prinsip keadilan.103
Pendapat Amin Rais sejalan dengan pemikiran Ibrahim Husein. Menurut
Ibrahim Husein, dalam membahas konsep negara menurut Islam perlu

98
Tim penulis, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam, Tujuh Puluh Tahun Harun
Nasution, (Jakarta : Lembaga studi Agama dan Filsafat, 1989), hal. 225.
99
Harun Nasution, Islam dan kehidupan Kenegaraan” Dalam 70 Tahun Harun Nasution,
hal. : 228-9.
100
Pemikiran kelompok Rasional tentang Hubungan Islam dan Negara dapat dibaca pada
Azyumardi Azra, Islam Substantif.
101
Azyumardi Azra, Islam Substantif, hal. 92-93.
102
M, Amin Rais, “Kata Pengantar” dalam John Elposito, Islam dan pembaharuan:
xxiii.).
103
Wawancara Amin Rais dengan salah satu Televisi Swasta. Menurut dia soal
kenegaraan itu terus menerus berkembang sehingga yang perlu dipegang adalah prinsip-prinsip
nilai yang universal dan absolute bukan hal-hal yang sifatnya kaku.

150
dipisahkan antara konsep dasar syariah104 yang bersifat universal dengan hal-hal
yang bersifat teknis dan kondisional yang merupakan refleksi dari tuntutan
situasi dan kondisi yang temporal seperti bentuk negara, pemilihan kepala
negara, atau tentang lembaga-lembaga negara.105
Seiring dengan itu Abdurrahman Taj menjelaskan bahwa siyásah syari„ah
adalah hukum kebijaksanaan atau peraturan yang berfungsi mengorganisir
perangkat kepentingan negara dan mengatur urusan umat yang sejalan dengan
jiwa syari„ah, sesuai dengan dasar-dasar yang universal (kully) serta (dapat)
merealisasikan tujuan-tujuannya yang bersifat kemasyarakatan, sekalipun hal
itu tidak ditunjukkan oleh nash-nash tashili yang juz‟i di dalam Al-Qur‟an dan
Sunnah.106
Siyásah yang Islami ialah suatu peraturan, perundangan, atau kebijak-
sanaan yang secara faktual lebih dapat mendekatkan umat manusia kepada
kemaslahatan dan lebih dapat menjauhkan diri dari kerusakan sekalipun hal itu
tidak ditetapkan oleh Rasul dan tidak pula ada wahyu turun tentang hal itu.107
Bagi kelompok ini, yang harus diabadikan dalam sebuah negara adalah
nilai-nilai universal dan absolut seperti nilai keadilan, toleransi, musyawarah,
dll. Dalam hal ini, Indonesia yang melaksanakan prinsip-prinsip hukum Islam
sudah cukup. Sedangkan Piagam Madinah sebagaimana dijelaskan oleh
Azyumardi hanyalah eksperimen yang menunjukkan pengalaman kenegaraan
dalam Islam. Piagam Medinah memberikan pengalaman historis yang berharga

104
Syari‟ah adalah hukum yang dihasilkan dari ayat-ayat Al-Qur‟an yang tidak
mengandung alternatif penafsiran tetapi hanya mengandung satu penfasiran yang pasti (qańi),
sedangkan apabila suatu hukum yang dihasilkan dari ayat yang dapat menimbulkan berbagai
macam alternatif penafsiran (Üany) disebut fiqih (pemahaman). Syari„ah kebenarannya bersifat
absolut, tidak menerima perubahan dan berlaku sepanjang zaman. Sedangkan fiqih kebenarannya
bersifat relatif, nisbi karena merupakan hasil Ijtihad yang bisa dibantah oleh hasil Ijtihad lain.
105
Seorang ulama wajib melaksanakan hasil Ijtihadnya karena hasil Ijtihadnya itu telah
dianggap oleh dia sebagai hukum Allah. Tetapi bagi masyarakat luas mereka bebas memilih hasil
Ijtihad para ulama mana yang dinggap paling tepat. Akan tetapi apabila terjadi perbedaan pendapat
yang menyangkut kemaslahan umum maka pemerintahlah yang harus menentukan dan ketentuan
pemerintah ini harus mengatasi semua perbadaan yang muncul, tujuannya demi kemaslahatan
umat.
106
Ibrahim Husein, “Fiqih Siyasah Dalam Tradisi Pemikiran Islam Klasik”, Disampaikan
dalam Seminar Nasional Sistem Ketatanegaraan dan Politik Islam Dalam Perspektif Islam; Teori
dan Implementasinya dalam Praktek, yang diselenggarakan oleh Jurnal Ulum al-Qur‟an bekerja
sama dengan ICMI, halaman 8.
107
Ibrahim Husein, Fiqih Siyasah , hal. 9

151
tentang bagaimana nabi Muhammad membangun negara yang masyarakatnya
majemuk dalam beragama. Bagaimana nabi meletakkan prinsip equality
(persamaan) dan toleransi (tasammuh)108. Selanjutnya Azyumardi Azra
menyatakan bahwa konsep dan bentuk Negara yang baku tidak ada dalam
Islam. Bukan tanpa hikmah nabi SAW memberikan contoh melalui eksperimen
Medinah. Apabila nabi sudah membuat model yang baku padahal nabi sendiri
hidup 15 abad yang silam, mungkin saja praktik model itu tidak relevan lagi
109
dengan masa sekarang.
Dalam hal ini ada baiknya kita mengetahui penjelasan Maududi seputar
hubungan tauhid dalam kaitannya dengan kegiatan politik. Menurut Maududi
sistem politik Islam didasarkan kepada tiga prinsip pokok yaitu Tawhâd, Risálah
dan Khiláfah.
Dengan konsep tauhid ditegaskan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya
Rabb atau pencipta dan penguasa alam ini, maka Dialah yang berdaulat
terhadap alam ini. Kedaulatan tertinggi adalah milik Allah sedangkan manusia
sama sekali tidak memiliki kedaulatan.110 Allah sebagai Rabb berarti Tuhan yang
memelihara, mengatur, mengasihi dan menyempurnakan. Dialah satu-satunya
Penguasa dan Pemilik. Karena hanya Allah sebagai Rabb manusia maka manusia
ketaatan dan kepasrahan manusia hanya diserahkan kepada Allah, tidak boleh
diserahkan kepada makhluk. Dalam arti inilah Allah sebagai Iláh (yang
disembah, al-ma„bãd). Hanya Allah-lah yang berhak mengklaim sebagai hakim
serta tidak ada undang-undang selain undang-undang-Nya.111 Segala aturan dan
perundang-undangan yang bertentangan dengan aturan Allah adalah bathil.
Prinsip kedua adalah Risálah, yaitu sunnah nabi. Al-Qur‟an hanya
menje-laskan prinsip-prinsip pokok sebagai landasan yang harus dipatuhi
manusia, selanjutnya apa-apa yang global itu diperjelas oleh Rasulullah
sepanjang hayatnya. Oleh karena itu, pedoman dasar bagi kehidupan manusia
adalah Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul. Kedua pegangan itu dalam terminologi

108
Azyumardi Azra, Islam Substantif, hal. 40.
109
Azyumardi Azra, Islam Substantif, hal. 148.
110
Abu al-A‟la al-Maududi, Islamic Way of Life,(Lahore : Islamic Pulication Ltd, 1967),
hal. 40-41.
111
Abu al-A‟la al-Maududi, The Islamic Lawc and Constitution, (Lahore : Islamic
Publication Ltd, 1977). hal. 122-124.

152
Islam disebut syari„at. Selanjutnya Maududi menjelaskan bahwa syari'at baru
dapat ditegakkan apabila didukung oleh kekuasaan (sulthan) .112
Prinsip ketiga adalah Khiláfah, yaitu manusia sebagai wakil Tuhan
(khilâfah) di atas bumi. Menurut Maududi, manusia mempunyai kekuasaan yang
didelegasikan oleh Allah kepadanya dengan batas-batas tertentu. Ini artinya
bahwa pemilik kekuasaan itu pada hakikatnya adalah Allah. Manusia (umat)
wajib menaati khalifah itu selama dia menaati kehendak Allah. Dengan teori
kekuasaan mutlak milik Allah, maka negara yang dicita-citakan oleh Maududi
adalah kerajaan Tuhan, kingdom of God, Mulkiyah Allah atau theocracy.113
Allah sebagaimana firman-Nya :
ً‫ون َح اَّت ُ َي ِ ّّكُوكَ ِفميَا ََش ََر تَيْنَ ُ ْم ُ اُث َال ََيِدُ ون ِِف َأنْ ُؤ َِيِ ْم َح َر ًجا ِم اعا قَضَ يْ َت َوي ََُ ِل ّ ُعون ج َ َْ ِلم‬
َ ُ‫فَ َال َو َرت ّ َِك َال يُ ْا ِمن‬
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman sehingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. QS. 4 : 65)

Para pemikir pembaharuan teologis seperti Harun Nasution, Nurcholish


Madjid, Amin Rais, Syafi'i Ma'arif dan Azyumardi Azra, berusaha meyakinkan
umat Islam bahwa negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45
adalah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip pokok Islam. Menurut mereka,
Pancasila dengan Piagam Madinah sama-sama mengajak kepada kalimah sawa
(kata yang sama) yang mengatur proses sosial politik dari sebuah komunitas
keagamaan yang bersifat heterogen.
Bagi Azyumardi Azra, NKRI dengan dasar filosofi Pancasila sudah cukup.
Secara eksplisit ia menyatakan :
Sehubungan dengan filosofi nasional, Pancasila, apakah bersifat pro
atau anti Islam, pada intinya tak ada yang salah pada Pancasila dari
kacamata ajaran Islam. Semua sila di Pancasila bersesuaian dengan Islam,
Islam mengajarkan manusia untuk hanya percaya kepada satu Tuhan,
seperti yang biasa gamblang terlihat pada kalimat syahadat. Islam juga
mendesak pemeluknya untuk saling mengasihi dan bermusyawarah dalam
urusan sosial politik., Di samping itu Islam sangat menekankan tegaknya
keadilan sosial . Berdasarkan alasan-alasan ini tidak mengejutkan bahwa
para pemimpin muslim terlibat dalam poses penyusunan Pancasila pada

112
Abu al-a‟la Al-Maududi, Islamic Way of Life, hal. 42.
113
Abu al-A‟la al-Maududi, The Islamic Lawc and Constitution, hal. 133.

153
tanggal 22 Juni 1945 dan 16 Agustus 1945 menerima Pancasila sebagai
filosofi nasional Republik Indone-sia.114

Menurut para pemikir kelompok Pembaharu, Negara NKRI sudah final


dan bersifat akomodatif terhadap nilai-nilai Islam misalnya pengesahan UU
Peradilan Agama (1989), Kompilasi Hukum Islam (1991), dan pengesahan
Undang - undang Zakat (1999).
Para pembaharu menawarkan konsep yang mengesampingkan segi
formal dan legal Islam, tetapi mengembangkan Islam substantif – meminjam
istilah Munawir Syadzali – bukanlah theocratic state tetapi religious state.
Bedanya, yang pertama menekankan formalisme dan legalisme ideologis yang
menghendaki konstitusi negara yang secara tegas didasarkan kepada Islam
(Islam sebagai ideologi negara) dan menghendaki agar masalah kenegaraan
berada di tangan pemimpin agama. Sedangkan yang kedua (religious state)
yang kendatipun secara legal – formal tidak mendasarkan konstruk negara
kepada ideologi Islam tetapi memperhatikan nilai-nilai Islam. 115
Walaupun kelompok pembaharu telah menyampaikan argumentasinya
secara panjang lebar dan memakan waktu puluhan tahun, tetapi kelompok
funda-mentalis tetap pada pendiriannya, serta menolak model negara
demokrasi, bahkan menuduh para pembaharu teologis itu sebagai
mempropagandakan sekularisasi serta menghancurkan watak holistik Islam.116
Mereka membuat perbedaan antara negara demokratis dengan negara
Islam sebagaimana dapat dilihat pada table di bawah ini.

PERBEDAAN ANTARA NEGARA DEMOKRATIS

114
Azyumardi Azra, Islam Substantif, hal. 82 dan 78.
115
Bahtiar Effendy, Repolitisasi Islam, Pernahkah Islam Berhenti Berpolitik ?, (Bandung :
Mizan, 2000), cetakan I, hal. 72-73.
116
Lihat Pembaharuan pemikiran Islam (Nurcholish Madjid) dan Kritik Endang Saifuddin
Anshari dalam Kritik atas Faham Gerakan pembaharuan Islam Nurcholis dan Rasyidi. P. 249

154
DENGAN NEGARA ISLAM 117

Negara Demokratis Negara Islam

1 2
1. Kedaulatan di tangan rakyat artinya 1. Kedaulatan di tangan Allah,
Keterlibatan rakyat dalam hanya Allah yang berhak
memproduksi hukum (Lyman memproduksi hukum (al. konsep
Tower dalam buku Contemporary Maududi).
political ideology).

2. Pengambilan keputusan diambil 2. Kekuasaan di tangan ummat.


dengan musyawarah mufakat atau Mereka yang memegang
dengan suara mayoritas. kekuasaan harus dipilih oleh
ummat ditunjukkan dengan
bai„at.
3. Kebebasaan beragama. Pindah- 3. Ada kebebasan beragama tetapi
pindah agamapun hak warga bagi mereka yang murtad
negara tidak ada sanksi. terkena dengan hukum bunuh.

4. Ada pembagian kekuasaan (power 4. Dalam pengambilan keputusan


sharing) Syar‟i oleh para mujtahid
sedangkan pengambilan
keputusan teknis diambil oleh
para ahli.

5. Pemilu untuk memilih pemimpin 5. Pemilu dimulai dengan pemilihan


mereka . oleh ahlu al-\allâ wa al-„aqdi.

Secara faktual, paling tidak sampai hari ini, pendapat yang ketiga yang
antara lain sekarang dikumandangkan oleh Harun Nasution, Munawir Syadzali,
Azyumardi Azra, Amin Rais dan lain-lain, adalah pendapat yang paling banyak
berpengaruh pada masyarakat muslim secara umum di Indonesia, lihat saja
dalam Pemilu 1998 yang lalu, partai-partai yang secara jelas-jelas ingin
menerapkan syari‗at Islam ternyata kalah. Bahkan perdebatan di MPR antara
kelompok yang ingin agar konstitusi NKRI berdasarkan Islam dengan kelompok
muslim yang ingin tetap negara Indonesia berdasarkan Pancasila seperti
sekarang,

117
Yusanto, Ismail, Islam Ideologi, Refleksi Cendikiawan Muda, ( Bangil Jawa Timur :
Penerbit al-Izzam, 1998), hal. 93 dst.

155
Jika ditelusuri lebih ke belakang lagi, munculnya perdebatan soal
hubungan Islam dengan negara adalah sebagai reaksi atas tekanan berat akibat
dunia Islam sejak abad 18 diekspansi oleh Barat sehingga hampir seluruh
118
negara-negara Islam dikuasai oleh Eropa. Ekspansi Eropa ke negara-negara
Islam mengakibatkan reaksi dan sejumlah pertanyaan, mengapa Islam yang jaya
dapat dihinakan oleh Barat. Sebahagian konseptor muslimin lantas meniru
mentah-mentah konsep negara ala Barat seperti Kemal At-Taturk di Turki, ini
lebih dikenal dengan Westernisasi. Sebagian lagi menggunakan konsep Islam
yang dipadukan dengan Barat. Dengan penafsiran-penafsiran baru, kelompok ini
adalah kelompok Islam Pembaharuan yang antara lain menghasilkan konsep
nation-state atau konsep Nasionalisme seperti Mesir dan Indonesia. Sedangkan
sebahagian lagi justeru menghendaki agar kembali kepada konsep Islam klasik
apa adanya, yakni berasakan Islam dengan sistem khiláfah. Kelompok ini disebut
Fundamentalis Islam, atau kelompok militan atau dalam istilah Azyumardi Azra
sebagai revivalisor.
Menghangatnya kembali pembahasan tentang konsep negara Islam
akhir-akhir ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama : Karena kesadaran umat Islam sendiri tentang hakikat agama.
Menurut beberapa pemikir, agama adalah instrument Ilahiyah atau instrument
transendental untuk memahami dunia, demikian pandangan Robert Nabilah. 119
Maksudnya Tuhan menurunkan agama adalah agar manusia mampu memahami
dunia, baik dalam kehidupan pribadi (agama private) maupun dalam kehidupan
bermasyarakat (agama public). Dengan demikian terdapat hubungan yang
inextricable antara agama dan persoalan-persaoalan kemanusiaan.
Islam dibandingkan dengan agama–agama lain, sebenarnya merupakan
agama yang paling mudah untuk menerima premis semacam ini. Alasan
utamanya karena sifatnya yang omnipresent atau senantiasa mampu ―hadir‖ di
mana-mana, dan menjadi nilai panduan moral yang benar bagi tindakan
manusia.120 Tokoh yang lebih dahulu berpendapat demikian secara tegas –

118
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, Dari Fundamentalisme , Modernisme
Hingga Post Modernisme, (Jakarta : Penerbit Paramadina, 1996), hal. 2
119
Robert N. Bellah, Beyond Belief; Essay on Religion in a Post – Tradisionalist World,
(Barkeley : University of California, 1991), hal. 16.
120
Bahtiar Effendy, Repolitisasi Islam, hal. 24. Lihat juga : Fazlur Rahman, Islam, ,
(New York : Holt Rainhart, Wimston, 1996), hal. 24.

156
walaupun dalam terminologi lain -- adalah Hasan al-Bana. Menurutnya, agama
Islam adalah sebagai nidzam asy-syumul (sistem yang lengkap).121 Islam
mampu dijadikan panduan moral karena – demikian Ismail Yusanto (juru bicara
Hizbut Tahrir) -- Islam mempunyai ajaran yang genuine (asli) bersumber dari
wahyu Ilahi tentu sangat compatible dengan sturuktur fisik dan kejiwaan manusia
sebab memang Islam diturunkan untuk mengatur manusia. Islam adalah sebuah
totalitas yang padu yang menawarkan pemecahan terhadap semua masalah
kehidupan.122
Karena Islam merupakan sistem yang lengkap dan komprehensif, maka
menurut Bahtiar Effendy Islam meliputi tiga ―D‖ yakni Dân (agama), dunya
(dunia) dan daulah (Negara). Dengan sifatnya yang komprehensif ini Islam
dipandang sebagai sebuah totalitas yang padu yang menawarkan solusi
terhadap segenap problema kehidupan. Selanjutnya ia menyatakan :

Islam adalah suatu totalitas yang padu yang menawarkan terhadap


semua masalah kehidupan. Islam harus diterima dalam keseluruhannya, dan
harus diterapkan dalam keluarga, ekonomi dan politik. (Bagi kalangan
muslim) realisasi sebuah masyarakat Islam dibayangkan dalam penciptaan
sebuah negara Islam, yakni sebuah ―Negara ideologis‘ yang didasarkan
kepada ajaran-ajaran Islam yang lengkap.123

Dengan konsep tiga ―D ―di atas tidaklah heran apabila kini bermunculan
kembali suara-suara (wacana) dan bahkan harakah yang menghendaki agar
segenap kehidupan muslim baik sosial, ekonomi dan politik yang didasarkan

121
|asan al-Bana, Majmã„ ar-Rasail, . Menurut |asan al-Bana, Islam meliputi segenap
aspek hidup dan kehidupan, baik bab ibadah ritual sampai kepada persoalan mu‟amalah, dari mulai
persoalan keluarga, masyarakat sampai Negara. Dalam hal ini, Fazlul Rahman menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan meliputi semua aspek hidup dan kehidupan adalah karena Islam
memberikan paduan moral yang benar bagi tindakan manusia. (lihat, Fazlul Rahman, Islam, Holt,
Rainhart, Winston, New York, 1966, hal. 24. Sejalan dengan pemikiran Fazlur Rahman adalah
Qomaruddin Khan. Menurutnya : Ada pandangan yang salah dalam fikiran kaum Muslimin
dewasa ini bahwa Al-Qur‟an berisi penjelasan menyeluruh tentang sesuatu. Kesalahfahaman ini
disebabkan oleh pandangan keliru terhadap Al-Qur‟an yang berbunyi demikian :”Dan kami
turunkan kepadamu kitab Suci untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS.16 :89). Ayat ini dimaksudkan untuk
menyatakan bahwa al-Qur‟an mengandung penjelasan mengenai aspek panduan moral, dan bukan
penjelasan terhadap segala objek kehidupan. Al-Qur‟an itu tidak berisikan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pengetahuan umum. Lihat : Qomaruddin Khan, Political Concept in Al-
Qur’an, Islam Book Fondation, Lahore, 1982, hal. 75-76.
122
Islamil Yusanto, Islam Ideologi, hal. 18.
123
Bakhtiar Effendy, Islam dan Negara, hal. 7.

157
kepada Islam secara eklusif, dalam istilah-istilah simbolik yang dewasa ini
populer seperti revivalisme Islam, kebangkitan Islam, revolusi Islam atau
fundamentalisme Islam. 124

Kedua, Menengok kembali kepada kenyataan sejarah; Islam bukanlah


segepok teori dan ilusi kosong tanpa kenyataan, Islam sebagai agama telah ada
sejak 14 abad yang silam dan sebagai mabda‟ telah pernah terwujud secara
faktual sebagai realitas historis selama berabad-abad di berbagai wilayah125
Dalam realita sejarah, Muhammad SAW selain sebagai Rasulullah juga sebagai
kepala negara Di negara Madaniyah Rasulullah mendeklarasikan undang-
undang sebagai landasan konstitusi yang mengatur hubungan antar warganya,
menjelaskan hak dan kewajiban, termasuk kebebasan berkeyakinan.126
Ketiga karena ternyata konsep negara sekuler127 telah dianggap gagal
oleh banyak kalangan muslim dalam membawa negara-negara dengan
penduduk mayoritas muslim kepada kejayaan, termasuk Indonesia yang hancur
morat marit karena krisis multi dimensi. Mereka merasa kesal terhadap keadaan
negara yang terus menerus oleng padahal mereka didambai setumpuk harapan
untuk segera menikmati negara Islam Indonesia.
Keempat: Lahirnya kembali optimisme terhadap prospek Islam masa
depan sebab (1). Dunia yang terus bergejolak dan hancurnya komunis. Ada
anggapan bahwa kehancuran komunisme adalah kemenangan kapitalisme. Ini
sangat salah karena kapitalisme dengan komunisme berakar dari unsur yang
sama yakni materalisme yang hanya menghargai materi serta tidak
mengindahkan nilai-nilai keagamaan. Hanya caranya yang berbeda, yang satu
menggunakan jalur kolektivisme sedangkan yang lain menggunakan jalur
individualisme. Ujungnya adalah kehancuran moral dan akhlaq. (2). Maraknya

124
Mohammad Arkoun, The Concept of Authority in Islamic Though, dalam Klauss
Ferdinand and Mehdi Mozzafari (ed.), Islam, State and Society, (London : Curzon Press, 1988),
hal. 23-35.
125
Ismail Yusanto, Islam Ideologi, hal. 18.
126
Ramli Kabi Ahmad Shiddiq Abdurrahman, Bai‟at, hal. 23.
127
Menurut Muhammad Quthub, Sekularisme adalah Iqámah al-Hayát „ala Gair Asási
min ad-dân yakni membangun struktur kehidupan di atas landasan selain agama. Lihat juga :
Sayyid Quthub, Ancaman Sekularisme, 1986, hal. 5.

158
kezaliman atas diri umat Islam di berbagai belahan bumi meningkatkan
kesadaran akan Islam dan memperkokoh persatuan. (3). Terinspirasi oleh
munculnya Eropa Bersatu yang didasarkan atas kesadaran bahwa untuk
mengatasi masalah manusia tidak cukup dengan skop nasional. Lantas muncul
pertanyaan mengapa Islam tidak membuat Negeri Bersatu.
Dari uraian di atas, ide mendirikan negara Islam yang dikedepankan oleh
kelompok fundamentalis bukanlah ide baru, tetapi ide ini secara terus menerus
diimbangi oleh para pemikir Modernis yang lebih menghendaki gagasan negara
Islami (bukan negara Islam).
Fungsi salat ada dua yakni salat sebagai media mengingat Allah dan
salat sebagai alat pencegah maksiat.128 Di dalam al-Qur‘an surat 20 : 14 dan
QS. 29 : 45 ditegaskan pula:

ُِّ َ ‫نَّلل َأ ْل‬


ِ ‫نمص َال َة حَنْ َى َع ِن نمْ َؤ ْحشَ ا ِء َونمْ ُع ْن َك ِر َو َ َِّل ْل ُر ا‬ ‫ َو َأ ِق ِم ا‬...) 04: ‫نمص َال َة ِ َِّل ْل ِر ْي (طو‬
‫نمص َال َة ن ان ا‬ ‫و َأ ِق ِم ا‬
ّ
)‫نَّلل ي َ ْع َ ُل َما ث َْصنَ ُعون( نمعنكبوت‬
ُ ‫َو ا‬
"Dan dirikanlah salat untuk mengingatKu (20: 14). …dan dirikanlah [alat,
sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah ([alat) adalah lebih besar (keutamannya daripada
salat - salat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS.
29:45)..

Pada dua ayat di atas dijelaskan bahwa hakikat dan fungsi salat ada dua
yakni untuk mengingat Allah SWT dan untuk mencegah maksiat. Ini artinya salat
merupakan media bagi seorang hamba untuk mengingat Allah.
Mengingat Allah kata mereka, bisa ditempuh dengan berbagai macam cara
antara lain dengan zikir, doa, membaca Al-Qur‟an.

‫قُ ْل ن ان َص َال ِِت َون ُ َُ ِِك َو َم ْح َي َاي َو َم َع ِاِت ِ ا َِّلل َر ِ ّب نمْ َعامَ ِع َني‬
ّ
Katakanlah, sesunggunya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

Fungsi lain salat adalah untuk mempertahankan keterhubungan (Shilah)


manusia selama hidupnya dengan hukum-hukum Allah.. Dengan demikian,

128
Lihat hasil wawancara penulis dengan anngota/ mantan anggota NII KW IX.

159
apabila salat tidakberfungsi menghubungkan aktivitas hiduonya dengan hukum
Allah itu berarti shalat yang tidak essensial.
Dalam hal ini Wahbah al-Zuhayly di dalam buku Al-Fiqh ‟àm wa Adillatuh,
ketika menafsirkan kalimat: ”wala]ikru Allahi akbar” menyatakan bahwa salat
merupakan realisasi ketaatan terbesar dari segenap bentuk ketaatan kepada
Allah (inna a[-[alat akbaru min sa‟áiri atha‟na ).129 Oleh karena itu
meninggalkan salatnya itu sendiri sudah merupakan sikap pembangkangan
terhadap perintah Allah SWT. Sedangkan di dalam hadis dijelaskan bahwa salat
adalah pembeda antara mukmin dan kafir (HR. Muslim):
Zakat :
Landasannya adalah Al-Qur‟an surat 61 : 10-12 :
ِ ِ ‫ون َِب ا َِّلل َو َر ُس‬
َ ُ‫وَل َو ُ َِتا ِىد‬
‫ون ِِف‬ َ ُ‫)ث ُْا ِمن‬01(‫يُك ِم ْن عَ َذ ٍنب َأ ِم ٍمي‬ ْ ُ ِ‫َ َأَيُّ َا ا ِنَّل َين َءن َمنُون ى َْل َأدُم ُّ ُ ُْك عَ ََل ِ َِت َار ٍة ثُ ْنج‬
ٍ ‫)ي َ ْؽ ِؤ ْر مَ ُ ُْك ُذنُوبَ ُ ُْك َويُدْ ِخلْ ُ ُْك َجن ا‬00(‫ون‬
‫ات َ ِْت ِري ِم ْن‬ َ ‫نَّلل ِتبَ ْم َون ِم ُ ُْك َو َأنْ ُؤ َِ ُ ُْك َذ ِم ُ ُْك خ ْ ٌَْي مَ ُ ُْك ن ْن ُل ْن ُ ُْت ثَ ْعلَ ُع‬
ِ ‫ِيل ا‬
ِ ‫َسب‬
ّ
)02(‫ات عَدْ ٍن َذ ِ ََل نمْ َؤ ْو ُز نمْ َع ِظ ُمي‬ ِ ‫ََتَْتِ َا ْ َنلَنْ َ ُار َو َم ََا ِل َن َط ِ ّي َص ًة ِِف َجن ا‬
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu
beriman kepada Allah dan RasulNya, dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam
syurga „Adn. Itulah keberuntungan yang besar”.

129
Wahbah al-Zuhayly, Tafsâr al-Munâr , hal. 249. Lebih jauh Wahbah Zuhayly
menyatakan : {alat yang dimaksud pada ayat di atas adalah salat yang dilakukan dengan sempurna
yang memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Jadi yang dimaksud dengan iqámah as-{alat adalah
melaksanakan salat tersebut pada waktunya, lengkap dengan bacaan, ruku, sujud, duduk dan
tasyahud. {alat yang demikian merupakan tiang agama dan merupakan media hubungan antara
seorang hamba dengan Tuhannya.

160
BAB 12

KETERIKATAN MUSLIM
TERHADAP ISLAM
Konsep Iman, Hijrah dan Jihad)

Hakikat Muslim
Secara bahasa, muslim adalah orang yang menganut Islam, sedangkan secara
esensil dan substansif, muslim adalah orang yang telah pasrah total (total
submittion) untuk melaksanakan segenap tatanan hidup Islam sebagaimana
dijelaskan di dalam Alqur‟an dan sunnah Rasulullah saw. Ada dua langkah untuk
menjadi muslim yang baik, yakni langkah pertama, meyakini bahwa Islam
adalah satu-satunya din yang haq. Bagi orang awam keyakinan ini diperoleh
melalui doktrin atau karena figur pembawanya yakni nabi Muhammad saw dan
para ulama, sedangkan bagi orang hawas (intelektual) meyakini kebenaran
Islam lebih didominasi melalui pendekatan dalil Al-Qur‟an dan dalil rasio.
Langkah kedua, mengamalkan Islam secara bertahap melalui hijrah dan jihad
sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur‟an: "Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu
mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang".”. 2 : 218 :

Iman dan bai'at


 Menganut Islam bukanlah sebuah pemaksaan “Tidak boleh ada paksaan dalam
beragama. Sesungguhnya kebenaran itu telah nyata bedanya dari yang tidak benar”
(QS 2 : 256). Akan tetapi setelah menjadi muslim ia wajib dipaksa untuk
mengamalkan ajaran Islam. Ia harus melaksanakan salat dan mengeluarkan

161
zakat, jika tidak, ia akan dihukum bahkan diperangi. Ibarat masuk tentara,
tidak ada paksaan, masuk silakan tidak pun tiada mengapa. Akan tetapi
apabila seseorang telah masuk tentara, ia wajib melaksanakan semua
aturan ketentaraan tanpa kecuali. Ia wajib apel setiap hari, latihan, dan
kegiatan lainnya. Jika melanggar, ia akan dihukum berat, disel bahkan
disiksa dan ujungnya dipecat.
Untuk memasuki Islam ada gerbang yang harus dilalui yakni Syahadah
(kesaksian) :
Saya bersaksi, tiada Tuhan selain Allah,
dan saya bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah.

Isi syahadat pertama adalah menyatakan sikap monoloyalitas bahwa hanya


Allah-lah Tuhanku, tuhan yang wajib disembah. Aku tidak sudi diperbudak oleh
siapapun kecuali diperbudak oleh Allah. Syahadat kedua berisi pengakuan
bahwa nabiku adalah Muhammad, dia adalah idolaku, aku mencintainya, aku
akan mengamalkan sunnahnya, dan aku siap mengorbankan apapun yang aku
miliki untuk membela risalahnya.
Ikrar dua kalimah syahadat tersebut harus dilakukan di depan nabi atau
imam sebagai saksi. Baru setelah itu keislamannya diumumkan kepada publik.
Ini berlaku bagi orang yang masuk Islam pada usia baligh (dewasa), tetapi tidak
berlaku bagi orang-orang yang sudah memeluk Islam sejak kecil atau muslim
ketrurunan. Sebagai contoh, Ali ibn Abi Thalib, Fatimah dan Asma sebagai
muslim keturunan, semuanya tidak mengucapkan syahadat bai‟at (testimony) di
hadapan imam. Berbeda dengan Hamzah atau Umar ibn Khattab yang
melakukan bai‟at syahadat karena mereka memeluk Islam setelah dewasa.
Baiat ibarat kontrak kerja. Seorang buruh tidak boleh langsung bekerja
sebelum ada perjanjian antara buruh dengan majikan (direktur), kalau dia
bekerja sebelum ada perjanjian kontrak kerja, maka ia tidak mungkin
menerima gaji/ujrah meski sudah bekerja keras. Kalau seseorang mau
mendapatkan upah, harus ada kontrak kerja lebih dahulu. Demikian pula dalam
beribadah, seseorang yang semula nonmuslim, tidak bisa langsung beribadah
kalau belum melalui bai„at di depan Imam. Jadi fungsi bai„at sebagai pintu
keabsahan beribadah. Kesakisian di depan imam ini sering disebut bai‟ah.
Dasar pijakannya adalah Al-Qur‟an surat 48 : 10 :

162
‫نَّلل فَ ْو َق َأيْ ِد َِي ْم فَ َع ْن نَ َك َر فَان ا َعا ي َ ْن ُك ُر عَ ََل ن َ ْؤ َِ ِو َو َم ْن َأ ْو ََف ِت َعا‬
ِ ‫نَّلل يَدُ ا‬
َ ‫ون ا‬َ ‫ن ان ا ِنَّل َين يُ َصا ِي ُعون ََك نن ا َعا يُ َصا ِي ُع‬
ّ ّ ّ
)01(‫نَّلل فَ ََ ُي ْا ِثي ِو َأ ْج ًرن َع ِظميًا‬
َ ‫عَاىَدَ عَلَ ْي ُو ا‬
Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia (ba„iat) kepadamu sesungguhnya
mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka
barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan
menimpa dirinya dan barang siap menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan
memberinya pahala yang besar.130

Bai„at berasal dari kata ba-ya-„a yang artinya menjual atau membeli,
sebagaimana QS 2 : 275 bahwa Allah menghalalkan jual beli (al-bai‟a) dan
mengharamkan riba. Juga di dalam Al-Qur‟an surat al-Jumu'ah ayat 10 yang
131
artinya “Dan tinggalkanlah al-bai„a (jual beli)” Makna pertama bai„at
adalah berniaga (QS. 61 : 10), maksudnya, bahwa seseorang yang telah di-
bai„at berarti telah menanda-tangani kontrak untuk berniaga dengan Allah
di mana dalam perniagaan itu wajib menggunakan aturan dan undang-undang
yang telah dibuat oleh Allah. Makna kedua bai„at adalah menjual (QS 9 :111),
yakni menjual diri dan segala miliknya kepada Allah. Dalam hal ini Allah
membelinya dengan surga. Makna ketiga bai‟ah adalah berjanji, yakni berjanji
untuk mengabdi kepada Allah. Sejak perjanjian itu, manusia wajib merasa
terikat dengan aturan Allah.
Baiat ada dua, yakni (1). bai‟at ketika masuk Islam bagi orang-orang
nonmuslim yang memeluk Islam setelah dewasa. (2), bai‟at sebagai janji setia
kepada pimpinan yang sah. Dia berbai‟at untuk tunduk patuh kepada imam
selama imam dalam keadaan lurus, hak atau berada di jalan Allah swt. Redaksi
ba‟iat bisa beragan tergantung kepentingannya. Misal : “Saya berbai’at kepada
engkau sebagai imam kami. Kami akan taat kepada perintahmu selama kamu
berada di jalan Allah, dan aku akan meluruskanmu dengan segala kekuatan
yang aku miliki apabila engkau menyimpang”.

130
Landasan tentang pentingnya berjama‟ah antara lain hadis dari Umar ibn Khattab
yang menyatakan bahwa “ Tidak sah Islam tanpa jama‟ah, tidak sah jama‟ah tanpa Imamah, tidak
sah Imamah tanpa bai‟at, dan tidak sah bai‟ah tanpa ketaatan”.
131
Ramli Kabi Ahmad {iddiq Abdurrahman, Bai‟at, Satu Prinsip Gerakan Islam, El-
Fawaz Press, 1993, hal. 36 - 39. Judul aslinya adalah Al-Bai„ah fi al-Nizám al-Siyásy al-Aslamâ
wa Çabiqátuh fi al-hayát as-siyásiyyah wa al-Mu„á[irah.

163
Hijrah
Setelah seseorang menyatakan keimananya, mereka wajib berhijrah
secara total. Alqur‟an menegaskan bahwa apabila seseorang telah menyatakan
diri sebagai mukmin, ia harus berhijrah.

‫نَّلل ػَ ُؤ ٌور َر ِح ٌمي‬ ِ ‫ون َر ْ َح َة ا‬


ُ ‫نَّلل َو ا‬ َ ‫نَّلل ُأوم َ ِئ َك يَ ْر ُج‬ ِ ‫ن ان ا ِنَّل َين َءن َمنُون َو ا ِنَّل َين ىَا َج ُرون َو َجا َىدُ ون ِِف َسب‬
ِ ‫ِيل ا‬
ّ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang".”. 2 : 218 :

ُ َ ‫نَّلل َو ا ِنَّل َين َء َنو ْون َون‬


‫ََرون ُأوم َ ِئ َك ت َ ْعضُ ي ُْم‬ ِ ‫ِيل ا‬ ِ ‫ن ان ا ِنَّل َين َءن َمنُون َوىَا َج ُرون َو َجا َىدُ ون ِتبَ ْم َون ِمي ِْم َو َأنْ ُؤ َِي ِْم ِِف َسب‬
ّ
ْ ُ ‫َر‬
‫وُك ِِف‬ ُ َ ْ‫َش ٍء َح اَّت َيُ َاجِ ُرون َون ِن ْنسدَن‬ ْ َ ‫َأ ْو ِم َيا ُء ت َ ْع ٍض َو ا ِنَّل َين َءن َمنُون َوم َ ْم َيُ َاجِ ُرون َما مَ ُ ُْك ِم ْن َو َاليََتِ ِ ْم ِم ْن‬
ّ ٌ‫ون ت َ ِصْي‬ ُ ‫َر ن َال عَ ََل قَ ْو ٍم تَيْنَ ُ ُْك َوتَيْنَ ُ ْم ِميث ٌَاق َو ا‬
َ ُ‫نَّلل ِت َعا ثَ ْع َعل‬ ُ ْ ‫ّ ِنل ِين فَ َعلَ ْي ُ ُُك نمنا‬
ّ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan
harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat
kediaman dan pertolongan (kepada orang orang yang hijrah) mereka itu satu sama
lain lindung melindungi”. 8:72 :

Hijrah ada dua macam yakni hijrah makani dan hijrah qalbi. Hijrah
makani ialah pindah tempat dari satu komunitas ke komunitas yang lain
sebagaimana nabi dan para sahabanya hijrah dari Mekah ke Medinah. Mereka
rela meninggalkan kampung halaman, pekerjaan, jabatan dan segala miliknya
padahal ketika itu tidak ada jaminan pekerjaan dan fasilitas hidup di kota
Yastrib. Mereka berhijrah hanya karena mencintai Allah dan Rasulnya.
Tujuannya untuk membuat komunitas masyarakat yang diatur oleh hukum Allah
yang asbolut yakni Al-Qur‟an. Apabila mereka tidak hijrah berarti membiarkan
diri berada dalam komunitas jahiliyah. Jika nanti mereka dibinasakan oleh
orang kafir, mereka termasuk orang yang rugi. Allah menegaskan di dalam Q.S
4 : 97 sbb :

ُ ُ ‫ن ان ا ِنَّل َين ث ََوف ا‬


‫اُ نمْ َع َالئِ َك ُة َظا ِم ِعي َأنْ ُؤ َِي ِْم قَامُون ِف َمي ُل ْن ُ ُْت قَامُون ُلناا ُم َْ خَضْ َع ِؤ َني ِِف ن ْ َل ْر ِض قَامُون َأم َ ْم حَ ُك ْن َأ ْر ُض‬
ّ
ْ ُ ‫نَّلل َو ِنس َع ًة فََتُ َاجِ ُرون ِفْيَا فَبُوم َ ِئ َك َمبِ َو‬
‫نُ َ ََج ا َُّن َو َس َاء ْت َم ِص ًْين‬ ِ‫ا‬
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan
menganiaya diri sendiri (kepada mereka) malaikat bertanya :”Dalam keadaan
bagaimanakah kamu ini (diwafatkan)?”. Para malaikat bertantya pula :”Bukanlah

164
bumi Allah itu luas sehingga kami dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu
tempatnya nereka jahannam dan seburuk-buruknya tempat ibadah”.

Adapun hijrah qalbi adalah berpindah dari wilayah dhulumat jahiliyah


ke wilayah nur (cahaya) sebagaimana diterangkan di dalam QS 90 : 10
ditegaskan : Wahadaináhu an-najdain” (Kami menunjukinya dengan dua jalan),
yakni jalan yang batil dan jalan yang haq. Hijrah qalbu adalah pindah dari
kebiasaan buruk kepada kebiasaan baik, dari perilaku jahiliyah kepada perilaku
Ilahiyah, dari dunia gelap gulita (dzulumat) ke jalan yang terang (nur). Oleh
karena itu, mari kita tinggalkan kebiasaan nonqur‟ani untuk beralih kepada
kebiasaan qur‟ani secara total, kaffah. Tinggalkanlah amalan-amalan bid‟ah,
syirik, khurafat, Islam sinkretik, serta amal-amal keagamaan yang tidak
bersumber dari ajaran Rasulullah saw.
Dahulu, ada seorang Yahudi yang memeluk Islam dengan sebuah syarat,
dia berkata :”Ya Rasulullah aku mau memeluk Islam tetapi tolong biarkanlah
saya melalukan beberapa kebiasaan agama yang biasa saya lakukan selama saya
memeluk Yahudi “. Ketika itu turunkah QS “Wahai orang-orang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara totalitas, kaffah”.

165
Jihad
Kewajiban lain seorang mukmin adalah jihad. Jihad adalah berjuang
secara maksimal untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi dengan
mengerahkan pikiran, tenaga, harta bahkan darah dan nyawa, sebagaimana
dijelaskan di dalam Al-Qur‟an surat 61 : 10-12:

‫ون ِِف‬ ِ ِ ‫يون َِب ا َِّلل َو َر ُس‬


َ ُ‫يوَل َو ُ َِتا ِىيد‬ َ ُ‫)ث ُْا ِمن‬01(‫ييُك ِم ْين عَ َيذ ٍنب َأ ِم ٍيمي‬ ْ ُ ِ‫َ َأَيُّ َا ا ِنَّل َين َءن َمنُون ى َْل َأدُم ُّ ُ ُْك عَ ََل ِ َِت َار ٍة ثُ ْنج‬
‫يات َ ِْتي ِري ِم ْين‬ ٍ ‫)ي َ ْؽ ِؤ ْر مَ ُ ُْك ُذنُوبَ ُ ُْك َويُدْ ِخلْ ُ ُْك َجن ا‬00(‫ون‬
َ ‫نَّلل ِتبَ ْم َون ِم ُ ُْك َو َأنْ ُؤ َِ ُ ُْك َذ ِم ُ ُْك خ ْ ٌَْي مَ ُ ُْك ن ْن ُل ْن ُ ُْت ثَ ْعلَ ُع‬
ِ ‫ِيل ا‬
ِ ‫َسب‬
ّ ِ ‫ََتَْتِ َا ْ َنلَنْ َ ُار َو َم ََا ِل َن َط ِ ّي َص ًة ِِف َجن ا‬
)02(‫ات عَدْ ٍن َذ ِ ََل نمْ َؤ ْو ُز نمْ َع ِظ ُمي‬
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?(yaitu) kamu
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah
akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal
yang baik di dalam surga `Adn. Itulah keberuntungan yang besar ".

Dalam tijarah atau perniagaan itu, yang dijual seorang mukmin kepada
Allah adalah harta dan jiwa. Harta di sini termasuk uang, keluarga,
pekerjaan, dan apa saja yang ada pada dirinya, sedangkan yang dimaksud
dengan jiwa adalah waktu, keinginan, pola pikir, dan kebiasaan, baik sukarela
maupun terpaksa (thaw‟an aw karhan) karena harta dan jiwa seorang mukmin
telah dibeli oleh Allah dengan surga. Muslimin tidak boleh pelit untuk
menggunakan harta dan jiwanya itu untuk berjihad, baik ibadah ritual maupun
ibadah mu‟amalah dalam fungsinya sebagai khalifah fil ardl.
Implemetasi jihad antara lain adalah menunut ilmu secara terus
menerus tanpa henti dari mulai lepas dari pangkuan ibu sampai mati, sehingga
mampu melahirkan sains, teknologi dan seni dalam rangka mengelola segala
sumber daya alam untuk kesejahteraan umat manusia. Apabila seorang muslim
berperilaku sebaliknya yakni merusak, maka statusnya sebagai seorang yang
mengaku hamba Allah harus dicoret.
Jihad yang amat berat adalah, anda mengungkapkan data dan fakta
yang benar di hadapan penguasa yang zalim, yang justru perilakunya
berlawanan secara tajam dengan apa yang anda ungkapkan, meskipun resikonya

166
adalah penjara atau mati digantung. Tapi itu jihad yang harus dilakukan, jika
semuanya bersikap pengecut, hanya berdiam diri mencari aman, yang penting
diri sendiri selamat dan hidup cukup, pasti penguasa zalim itu merasa tak
bersalah, kelak akan semakin banyak memakan korban, ujungnya negara akan
hancur gara-gara ulah satu orang itu, apalagi jika kesalahan itu dilakukan
secara kolegial dan sistemik. Jika demikian, maka Allah swt akan menurunkan
azab dan mengganti kaum itu dengan kaum yang baru.
Selain meluruskan penguasa zalim, ada lagi jihad yang paling berat ialah
berjihad memerangi nafsu sendiri, memerangi keinginan dan perasaan sendiri.
Banyak mahasiswa yang berdemonstrasi mengkritik penguasa yang dinilainya
menyimpang tetapi manakala dia telah lulus dan menduduki jabatan, malah
jauh lebih jahat daripada para pejabat yang dikritiknya dulu. Telunjuk yang
satu menunjuk kepada orang lain sedangkan jari yang empat menunjuk kepada
diri sendiri. Tungau di seberang lautan nampak, tetapi gajah di pelupuk mata
tidak kelihatan, musang berbulu ayam, maling teriak maling, orang begini akan
mendapat siksaan berlipat ganda melebihi orang lain yang berbuat jahat tetapi
diam. Allah menegskan :”Sangat besar kebencian Allah kepada orang-orang yang
mengtatakan apa-apa yang ia tidak perbuat”.
Adapun jihad dalam pengertian yang khusus adalah berperang dalam
membela Islam yang dirusak oleh orang-orang yang membencinya. Jika Islam
dihina dan dihancurkan oleh pihak lain, setiap muslim tanpa kecuali wajib
untuk berperang membela agama Allah, jika terbunuh dianggap mati syahid,
tetapi jika mundur lalu dia mati, kematiannya dianggap kafir. Dalam hal ini,
setiap muslim tidak boleh mengharapkan bertemu musuh, tetapi jika musuh
berusaha menghancurkan Islam, muslim wajib melawannya. Tidak ada kata
menyerah, pilihannya hanya dua, „is kariman aw mut syahidan, hidup mulia
atau mati syahid.

167
BAB 13
STUDI KRITIS TENTANG
TASAWUF DAN TAREKAT

Pokok-pokok Materi
Prolog :
Banyak orang Islam yang antipati kepada tasawuf, tetapi banyak juga kelompok
orang yang sangat mengagungkan tasawuf bahkan tarekat. Sebagai seorang
muslim yang mencintai ilmu, kita harus memahami secara kritis apa dan
bagaimana tasawuf dan tarekat itu, sehingga kita bisa menyikapinya secara
proporsional.

Tasawuf pada hakikatnya adalah ajaran tentang latihan pengendalian diri


(mujahadah an-nafs) sehingga manusia mencapai kualifikasi akhlak yang baik,
yakni jiwa yang taqarrub (dekat kepada Allah) dan ma‟rifatullah (mengetahui
Allah dengan ilmu).

Bagi Iman al-Ghazali, juga bagi para ulama yang tafaqquh fiddin , tasawuf yang
benar adalah tasawuf yang berlandaskan dalil Al-Qur‘an dan hadits shahih. Oleh
karena itu segala ajaran tasawuf yang tidak memiliki rujukan yang absah
dianggap sebagai ajaran yang diada-adakan, dan itu bathil.

Ajaran tasawuf dan ajaran tarekat yang tidak memiliki landasan dalil yang sahih,
baik dalil implisit maupun eksplisit, bisa mengarah kepada perbuatan syiirik.
Oleh karena itu, sikap seorang muslim yang beriman kepada Allah dan rasul-
Nya, apabila mempelajari sesuatu termasuk ajaran tasawuf dan tarekat harus
benar-benar kritis. Tidak boleh sungkan mengambil yang baik walaupun kata
orang lain salah. Dan juga jangan ragu membuangnya walaupun telah menjadi
keyakinan dan amalan banyak orang.

Latarbelakang Kelahiran Tasawuf


Pada abad kedua hijriyah, di masa dinasti Umayah, wilayah kekuasaan
Islam sangat luas mencakup seluruh jazirah Arab, sebahagian Eropah Timur
termasuk Spanyol, bahkan sampai ke pintu gerbang Wina. Umat Islam bukan
menjajah tetapi membebaskan wilayah-wilayah itu dari penjajahan Rumawi
dan Persia selanjutnya menjadikan wilayah – wilayah baru itu diberikan
kekuasaan otonomi yang menginduk kepada pusat.

168
Negara-negara Islam menjadi kaya raya. Akan tetapi ada akibat lain
yakni banyak pejabat negara dan sebahagian umat Islam terkena penyakit
“wahan” yakni bersikap materealistik dan individualistic dan takut mati.
Penyakit ini pun merambah kepada sebahagian ulama.
Ulama-ulama yang lain yang ingin mempertahankan hidup zuhud
sebagaimana Nabi saw dan para sahabatnya, merasa khawatir terkontaminasi
penyakit “wahan” ini lantas pergi jauh ke luar kota. Mereka hijrah ke tempat
terpencil untuk menjauhi glamour dunia yang disebut uzlah. Di tempat
terpencil ini mereka melatih diri untuk hidup sederhana atau hidup zuhud.
Mereka melepaskan pakaian-pakaian yang mewah lantas menggantinya dengan
pakaian yang sangat sederhana yang terbuat dari bulu domba. Bulu domba itu
bahasa Arabnya Shuf, maka disebutlah kaum sufi, sedangkan ajaran tentang
bagaimana cara hidup sederhana atau hidup zuhud disebut tasawuf. Jadi sufi
itu orangnya sedangkan tasawuf adalah ajarannya.

Hakikat Tasawuf :
Hakikat ajaran tasawuf adalah ajaran tentang latihan hidup sederhana
untuk mensucikan jiwa. Targetnya ada dua yakni berusaha mendekatkan diri
kepada Allah sedekat-dekatnya, atau disebut Taqarrub, dan usaha mensucikan
jiwa sesuci-sucinya sehingga dapat melihat Allah dengan mata hati yang disebut
Ma’rifat132

132
Definisi tasawuf menurut Junaid al-Baghdadi (w.289 H) tokoh sufi modern
sebagai berikut : Tasawuf ialah membersihkan diri dari sifat yang menyamai binatang
dan melepaskan akhlak yang fithri, menekan sifat basyariyah (kemanusiaan), menjauhi
hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat-sifat kerohanian, berpegang kepada ilmu
kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberi
nasihat kepada ummat, benar-benar menepati janji kepada Allah dan mengikuti syari'at
132
rasulullah.
Selain itu, Zakaria al-Anshari (852-925 H) menyatakan bahwa : Tasawuf
mengajarkan cara untuk mensucikan diri, meningkatkan akhlak, dan membangun
kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan abadi. Unsur utama tasawuf
132
adalah penyucian diri dan tujuan akhirnya kebahagiaan dan keselamatan.
Jadi tasawuf identik dengan akhlak yang luhur. Oleh karena itu apabila barbicara
masalah tasawuf maka akan berbicara tentang masalah yang sangat luas, yakni akhlak
secara keseluruhan.

169
Konsep Latihan Pensucian Jiwa untuk mencapai ma’rifat :
Untuk mencapai ma‟rifat, seseorang perlu melakukan latihan pensucian
jiwa yang disebut riyadlah istilah lainnya adalah mujahadah an-nafs (latihan
pembersihan jiwa). Mujahadah an-nafs dilakukan melalui tiga tingkatan, yaitu
takhalli, tahalli dan tajalli.133 Penjelasannya sbb :
 Takhalli : secara bahasa berarti mengosongkan, membuang atau
mensucikan, maksudnya mengosongkan jiwa dari bebagai nafsu yang rendah,
misalnya sikap gampang marah, mudah tersinggung, buruk sangka, senang
pamer (sum'ah, riya, ujub), gila dunia, gila pangkat, gila harta, banyak
pengumpat, terlalu banyak bicara. Selama manusia belum membenci,
memusuhi dan membuang kebiasaan itu jauh-jauh maka nafsu itu akan
senantiasa menguasai dan memperbudak manusia.134
 Tahalli, secara bahasa artinya mengisi, sedangkan secara istilah artinya
mengisi atau menghiasi hati dengan sifat-sifat baik seperti jujur, ikhlas,
merendah hati, amanah, taubat, berprasangka baik, takut kepada Allah,
pemaaf, pemurah, syukur nikmat, zuhud, rida, sabar, rajin, berani,
berlapang dada, lemah lembut, mengasihi semua mukmin, selalu ingat mati
dan selalu bertawakkal kepada Allah.135
 Tajalli, yakni penjelmaan dari usaha pensucian jiwa tadi, sejenis perasaan
yang datang sendiri tanpa memerlukan usaha lagi seperti perasaan lapang,
tenang, bahagia, ceria, dinamis, dll. Orang yang sudah sampai ke tingkat
tajalli, ingatan dan rasa rindunya penuh tertuju kepada Allah, apa saja yang

133
Ashaari Muhammad, Mengenal Diri Melalui Rasa Hati, Pusat Penerangan
Arqam, Sungai Penchala Kuala Lumpur, Malaysia, 1989,p.60.
Menurut Ashaari Muhammad yang mengutip pendapat Imam Al-Ghazali, bahwa
manusia memiliki nafsu yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat, dari mulai nafsu
Amarah, Lawamah, Mulhamah, Muthma-imah, Radhiyah, Mardhiyah, sampai kepada
133
nafsu Kamilah.
Nafsu Amarah adalah nafsu yang paling rendah yang termanifestasikan dalam
segala sikap dan prilakunya yang tercela. Untuk mencapai kualitas nafsu yang lebih baik
hingga mencapai tingkat ruhani paling unggul, manusia harus melatih diri menundukkan
nafsu-nafsu buruk dan mengembangkan sikap-sikap yang terpuji yang disebut
mujahadah al-nafs
134
Ibid.,p. 60-63, Juga : Ashaari Muhammad, Iman dan Persoalannya,Op.Cit.,p.82.
135
Asjhaari Muhammad, Mengenal Diri, Op.Cit.,p.63-65. Lihat Juga : Ashaari Muhammad,
Huraian ke Arah Membangun Masyarakat Islam, Pusat Penerangan Arqam, Kuala Lumpr,
Malaysia, 1983,p.97.

170
menimpanya, baik nikmat maupun musibah akan tetap dirasakan sebagai
kasih sayang Allah kepada hambaNya. Oleh karena itu, hati dan penampilan
orang peringkat tajalli selalu tenang dan istiqamah.136
Selain konsep takhalli, tahalli dan tajalli, terdapat tahapan-tahapan
pelatihan atau terminal, station yang dalam istilah tasawuf disebut maqam,
jamaknya maqamat.

Maqamat
Maqam (jamaknya maqamat) adalah anak tangga, station, atau terminal
yang harus dilalui seseorang dalam proses mujahadah an-nafs guna mencapai
kesempurnaan ruhiyah sampai ke tingkat ma‟rifat, dari mulai terminal pertama
yakni taubat sampai ke terminal tujuan yakni ma‟rifat. Dalam hal ini jumlah
dan urutan maqam berbeda-beda antara konsep sufi yang satu dengan sufi
yang lainnya, tetapi secara umum ada 10 maqam. Penjelasannya sbb :
1. Taubat, ialah meminta ampun dan tidak kembali berbuat dosa. Caranya
adalah menyesali telah berbuat dosa, berjanji tidak akan berbuat lagi,
meminta ampun dan kemudian memperbanyak amal saleh.
2. Zuhud, ialah meninggalkan hidup kematerian apalagi yang bersifat
glamour.
3. Wara‟, ialah meninggalkan syubhat ( sesuatu yang di dalamnya ada
keraguan).
4. Faqir, ialah tidak meminta sesuatu kecuali sekadar apa yang dibutuhkan
untuk melaksanakan kewajiban ibadah. Bahkan tidak meminta, tetapi juga
tidak menolak manakala diberi.
5. Sabar, ialah sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan sabar
manakala ditimpa musibah.
6. Taqwa, ialah takut kepada Allah sehingga hidup sangat berhati-hati.
7. Tawakkal, ialah menyerah kepada qadha dan qadar dari Allah. Bahkan
tidak memikirkan hari esok tetapi mencukupkan diri apa yang ada pada hari
ini.
8. Ridha, ialah menerima dengan rida, baik nikmat maupun musibah.
Menerima qadha qadar apa adanya.

136
Ashaari Muhammad, Mengenal Diri,Op.Cit.,p.65-83.

171
9. Mahabbah, melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan
Allah karena perasaan cinta, bukan karena ingin surga atau takut neraka.
10. Ma’rifat, ialah mengetahui rahasia Allah, mengapa Allah berbuat begitu
dan mengapa berbuat begini.
Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, tasawuf sampai ke tingkat ma‟rifat
masih sesuai dengan sunnah rasul. Akan tetapi yang terjadi berikutnya adalah
ajaran tasawuf yang out of side. Apakah itu, yakni konsep Hulul dan Ittihad.

Konsep Hulul dan Ittihad :\


Di dalam diri manusia terdapat dua sifat, yakni: Pertama : sifat
kemanusiaan yang disebut Nahut, seperti serakah, keluh kesah, tergasa-gesa,
sombong, dll. Kedua : Sifat-sifat Ilahiyah yang disebut Lahut. Setelah melalui
mujahadah an-nafs, sifat-sifat nasutnya menghilang tinggallah sifat-sifat
Ilahiyahnya. Kedaan ini disebut baqa. Baqo artinya yang tinggal atau yang
tersisa. Jadi baqa adalah suatu keadaan (hal) di mana di dalam jiwa manusia
hanya berisi sifat-sifat baik steril dari sifat-sifat buruk. Apabila jiwa manusia
sudah dalam keadaan baqa (suci), maka Allah akan turun dan menempati jiwa
orang itu. Inilah yang disebut hulul (halala = telah menempati). Jadi di dalam jiwa
orang suci itu ada dua eksistensi, satu dirinya dan yang kedua adalah Allah.
Konsep hulul ini diketengahkan oleh Al-Hallaj, dia berkata ―tidak ada di jubahku
kecuali Allah” Konsep hulul ini kemudian diikuti oleh yang lainnya, salah seorang
di antara orang yang mengaku telah mengalami hulul adalah syaikh Siti Jenar.
Selain konsep hulul ada lagi yang lebih ektrem yakni konsep Ittihad.
Menurut Abu Yazid Al-Bustomi, jiwa orang suci (baqa) bisa naik dan bersatu
dengan Allah yang disebut Ittihad. Dalam ittihad Jiwa orang itu telah melebur dan
bersatu (ittihad) dengan Allah. Berbeda dengan hulul. Kalau dalam hulul masih
ada dua eksistensi yakni Allah dan jiwa orang yang ditempati, tetapi dalam ittihad
hanya ada satu eksistensi. Oleh karena itu tahlil orang yang telah mengalami
ittihad bukan lagi la ilaha illallah tetapi la ilaha illa ana.
Dalam proses ittihad ini, seorang sufi sering berbicara aneh yang dalam
pandangan orang luar mungkin dianggap ngaco, tetapi dalam terminology
mereka bukan ngaco atau ngawur melainkan syatahat.

172
Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, Hulul dan Ittihad adalah konsep
tasawuf yang out of side, berlebihan, over acting, dan ini bisa syirik. Nabi saja
yang paling unggul dalam soal spiritual tidak pernah mengalami hulul atau ittihad,
mengapa ada orang yang mengaku mengalami kejadian itu. Imposible.
Selanjutnya kata al-Ghazali, tingkatan maqam tertinggi yang bisa dicapai adalah
ma‟rifat. Oleh karena itu kita harus menjauhi konsep hulul apalagi ittihad.

Tarekat
Setelah para sufi meninggal dunia, maka tinggallah murid-muridnya. Para
murid berusaha melestarikan ajaran syaikhnya dengan cara taqlied. Sekelompok
orang yang mengikatkan diri secara taqlid kepada pendapat dan ajaran seorang
sufi disebutlah Tarekat. Kalau mereka mengikatkan diri kepada pendapat dan
pengalaman suci syaikh Abdul Qadir Jailani, disebutlah Tarekat Qadiriyah..
Dikenallah nama-nama tarekat sesuai syaikh yang jadi anutannya, misalnya
tarekat Naqsyabadiyah, Tarekat Tijaniyah, Tarekat Sanusiah, dll, Yang terakhir
adalah tarekat Muhhammadiyah atau tarekat Suhaimiyah (Darul Arqam
Malaysia), sebab nama tokoh spiritualnya bernama Muhammad Suhaimi.
Pengertian tarekat (thariqah, jamaknya taraiq) secara etimologis antara
lain berarti jalan (kaifiyah), metode, sistem (al-uslub), haluan (madzhab), atau
keadaan (al-halah).137 Secara istilah tarekat bisa bermacam-macam, yakni (i).
"Perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara
mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk
mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan".138 (ii). Tarekat adalah
organisasi keagamaan dalam Islam yang menghimpun anggota-anggota sufi
yang sepaham bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.139 Dalam
pengertian ini maka tarekat adalah organisasi orang-orang yang mengikat diri
kepada satu paham, pendapat (madzhab) dan pengalaman suci seorang sufi
(mursyid), misalnya Tarekat Qadiriyah ialah sekelompok orang yang
mengikatkan diri kepada paham, pendapat dan pengalaman suci Syaih Al-Tijani,
dll. (iii) Tarekat bisa juga bermakna wirid atau dzikir-dzikir yang dirumuskan
sedemikian rupa yang harus dibaca dengan jumlah tertentu. Adapun tarekat
137
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Op.Cit.,p.66.
138
Ibid.
139
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai, LP3ES,
Jakarta, 1982,p. 135.

173
yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tarikat dalam pengertian ke dua yakni
sekelompok orang yang mengikatkan diri kepada pendapat dan pengalaman suci
seorang sufi secara taqlied.

Wali Allah
Masalah pokok yang menjadi objek pembahasan tarekat adalah konsep
Wali Allah dan karamah. Dari kedua konsep ini akan berkembang kepada
masalah-masalah lain, misalnya konsep tawashul (berdoa dengan menggunakan
perantara), dan yaqazah wa al-musyafahah (bertemu dengan nabi dan bercakap,
baik mimpi maupun jaga).
Dari segi bahasa Arab, wali berarti yang menolong atau yang mencintai,
sedangkan dari segi istilah bisa dua makna (1). Wali adalah manusia yang
sangat saleh. Dalam pengertian ini, setiap orang yang amat saleh adalah wali.
Siapapun—asal mampu—boleh menjadi wali dan oleh karena itu jumlah wali
tidak terbatas. Akan tetapi tidak ada seorangpun dapat mengetahui apakah
seseorang itu wali atau bukan. Ayat yang dipakai sandaran adalah surat Yunus
ayat 62 – 63 : "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman
dan mereka yang selalu bertaqwa". (2). Wali dalam perspektif sufi atau literatur
Orientas disebut saint adalah orang-orang yang sangat saleh dengan
menekankan dimensi mistiknya.140 Wali dalam pengertian ini keistimewaan di
luar kemampuan manusia biasa, atau disebut karamah.
Wali dalam pengertian pertama disepakati adanya, sedangkan wali dalam
pengertian ke dua yang menekankan aspek mistiknya tidak disepakati,
sehingga banyak orang yang tidak setuju dengan sebutan wali Sanga karena
predikat wali hanya diberikan oleh Allah dan hanya Allahlah yang mengetahui
siapa yang wali dan siapa yang bukan.
Bagaimana konsep wali menurut Darul Arqam ? Menurut tokoh pertama
Dar al-arqam, Ashaari Muhammad, wali adalah orang yang rohaninya telah
sangat bersih dan tingkat keimanannya sudah mencapi level iman Haqiqat.141

140
Tim Penyusun Ensiklopedi,Op.Cit.,p 171- 172.
141
Ashaari Muhammad, Ulama dalam Pandangan Islam, Penerbit Hikmah, Kuala Lumpur,
Malaysia, 1992, p. 54.

174
Menurut Abdul Halim, tokoh kedua Dar al-Arqam, baik jalan mauhibah maupun
suluk akan melahirkan wali-wali. Selanjutnya wali-wali ini diklasifikasi menjadi
beberapa level, yakni wali Ahbab, Sadat, Autad, Nujabak dan wali Kutub.142
Penjelasannya sbb :
1. Wali Gaus (Kutub Al-Aktab) yakni wali ketua, disebut juga Sultan Aulia.
Jumlahnya hanya satu orang dalam setiap tahun.
2. Wali Kutub (Jamaknya Aktab). Dalam setiap zaman hanya empat orang.
3. Wali Najib (Jamaknya Nujabak), bilangan mereka untuk sezaman hanya 300
orang
4. Wali Watab (Jamaknya Autad) bilangan mereka dalam satu zaman hanya
empat orang.
5. Wali Badal (Jamaknya Abdal), bilangan mereka untuk satu zaman antara 40
sampai 60 orang.
6. Wali Naqib (Jamaknya Nuqabak), bilangannya untuk sezaman hanya 40
orang.143
Menurut Ashaari, nama-nama wali tersebut berdasarkan kepada hadits
nabi, antara lain hadits dari Ali Ibn Abi Thalib : Rasulullah saw bersabda : wali
Abdal sebanyak 40 orang lelaki dan 40 orang perempuan, tatkala mati seorang
lelaki, Allah menggantikan di tempatnya dengan lelaki lain. Begitu pula setiap kali
mati seorang perempuan, Allah menggantinya dengan perempuan lain di tempat
itu".144 "Sesungguhnya Ali Ibn Abi Thalib berkata : Wali Abdal dari syam, wali
Nujaba' dari penduduk Mesir, dan wali Akhba dari penduduk Irak". 145 Orang-
orang yang termasuk wali menurut DA adalah : (1). para sahabat nabi terutama
Khulafa al-rasyidin (2). Imam madzhab terutama madhab yang Empat. (3). Para
Mujaddid terutama Umar ib Abd Al- Aziz dan imam Al-Mahdi (4). Para perawi
hadits seperti imam Bukhari dan muslim. (5). Pengasas-pengasas tarekat (6).
Ulama-ulama besar terutama Imam Hasan Al-Bashri, Junaidi Al-Baghdaddi,
Yazid Al-Bustami, Abdul Qadir Jailani, Al-Ghazali, Abu Hassan Syazali, Imam

142
Abdul halim Abbas ,Loc. Cit..
143
Ashaari Muhammad, Ulama Dalam Pandangan Islam, Penerbit Hikmah, Kuala Lumpur,
Malaysia, 1992, p. 54-55.
144
Ibid., p. 61.
145
Ibid.

175
Sayuti, Imam Nawawi dan syaikh Ramli (7). Dikalangan wanita di antaranya
isteri-isteri rasul, Fatimah puteri nabi, Nafisah, dan Rabi'ah al-Adawiyah.146
Jumlah wali dalam berbagai klasifikasi untuk satu zaman di seluruh dunia
hanya 500 orang, kebanyakan berada di Syiria, Irak dan Mesir. Apabila seorang
wali meninggal maka Allah akan melantik wali yang baru.147 Para wali di atas
memiliki keistimewaan-keistimewaan sehingga dapat melakukan pekerjaan-
pekerjaan ghaib yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Hal itu karena para
wali diberi karamah, yang baik karamah lahiriyah maupun karamah maknawiyah,
juga diberi ilmu-ilmu Laduni (ilmu pengetahuan yang diperoleh tanpa belajar)
seperti ilham, kasyaf, firasat, rasa hati serta kemampuan yaqadzah wa
musyafahah atau bisa bercakap-cakap dan berhubungan dengan rijal al-ghaib
yakni orng yang berada di tempat jauh, atau telah wafat, termasuk bercakap-
cakap dengan rasulullah saw.148
Betulkah para wali itu memiliki keistimewaan ? Dalam hal ini Abdul Halim
Abbas menjelaskan bahwa adanya ulama wali yang ber-karamah memiliki dasar
yang kuat, yakni Alqur'an surat 3 : 37 tentang Maryam yang mendapat makanan
langsung dari langit (dari Allah SWT). Surat 18 : 18 tentang pemuda Al-Kahfi
yang ditidurkan oleh Allah selama 309. Juga surat 27 : 40 tentang kehebatan
seorang pria bernama Assaf Ibn Barkhaya yang sanggup memindahkan
singgasana ratu Bilkis ke dalam kerajaan nabi Sulaiman dalam tempo sangat
singkat.149 Mereka bukan nabi, mereka hanyalah orang saleh yang memilki
keistimewaan.
Abdul Halim Abbas menjelaskan bahwa Wali al-Aqtab (wali Ghaus)
memiliki kasyaf yakni kemampuan di luar dimensi kemampuan manusia.
Kemampuan itu dimiliki karena jiwa seorang wali telah sangat suci, sehingga ia
mampu berhubungan dengan alam Malakut. Dengan hubunan langsung ke alam
Malakut, maka seorang wali mempunyai kemampuan luar biasa, misalnya
mampu mengetahui sesuatu peristiwa lebih awal dari kejadiannya sehingga ia
memiliki wawasan jauh ke depan dan mampu menyelesaikan masalah
masyarakat jauh melebihi pemikiran manusia biasa. Mampu menyelesaikan
masalah manusia yang berkaitan dengan roh, jin, syetan, dll. Sebagaimana

146
Ibid.,p. 56-57.
147
Ibid.,p. 55.
148
Ibid.,p. 59. Lihat Juga : Abdul Halim Abbas,Op. Cit.,p. 84.
149
Ibid.,p. 84.

176
Abdul Qadir Jailani menyelamatkan anak Abu Said yang diculik jin dari negeri
cina. Wali Allah pun dapat memberikan arahan kepada anak buah dari jarak
yang sangat jauh tanpa alat komunikasi modern, sebagaimana Umar Ibn Khattab
dapat melihat tentaranya di Nahawand yang tertangkap kepungan musuh dari
Persia padahal Umar berada di Medinah. Dengan suara lantang, Umar
memberikan komando dari mimbar mesijd :" Hai Saria, larilah kebukit !". Suara
Umar terdengar dari jarak puluhan kilometer sehingga tentaranya segera
berlindung dibukit. Dan atas pertolongan Allah, musuh pun dapat dipukul
mundur.150
Senada dengan itu, Ashaari Muhammad menyatakan bahwa landasan
pendapat bahwa wali Allah mempunyai ilmu Mukasayafah adalah hadits
"Takutlah kamu kepada firasat orang mukmin, karena ia melihat dengan nur Allah".
(H.R. Tirmidzi).151 Misalnya Abu Bakar dapat mengetahui jenis kelamin anaknya
ketika masih dalam kandungan, padahal waktu itu kemampuan demikian
merupakan sesuatu yang amat mustahil . Begitu juga Abdul Qadir Jailani dapat
mengetahui asal muasal sekarung emas yang dihadiahkan oleh khalifah Al-
Muntajid Billah kepadanya. Waktu itu Abdul Qadir menekankan telapak tangan
ke tumpukan uang mas di karung, sehingga dari karung itu merembeslah darah,
yang menandakan bahwa uang itu hasil pemerasan dari rakyat kecil.152 Para
wali pun bisa berada di tempat dalam satu waktu, bisa mendatangkan makanan
dari langit. Bahkan keistimewaan wali ini, menurut Ashaari Muhammad tidak
sebatas ketika ia masih hidup, tetapi setelah mati pun masih melakukan hal-hal
luar biasa. 153

Sorotan tentang Wali dan Karamah


Dalil yang digunakan oleh DA tentang adanya wali Allah yang memiliki
keistimewaan adalah Alqur'an surat 3 : 37 tentang Maryam yang dapat
berkomunikasi dengan malaikat dan memperoleh makanan dari langit, QS. 18 :
18 tentang pemuda al-Kahfi yang ditidurkan oleh Allah selama 309 tahun, juga
QS. 27 : 40 tentang seorang pria bernama Assaf ibn Barkhaya yang sanggup

150
Abdul Halim Abbas, Bagaimana Menjadi Wali, Op. Cit.,p. 84.
151
Ibid.,p.105.
152
Ibid
153
Aurad, p. 144.

177
memindahkan kursi singgasana ratu Bilkis ke kerajaan nabi Sulaiman dalam
sekejap mata.
Untuk menyoroti pendapat DA tentang wali dan karamah, dapat
diketengahkan pendapat dari Sa'id Hawa. Menurut Sa'id Hawa, kadang-kadang
orang yang sedang menempuh taqararub kepada Allah mendapatkan mimpi
yang benar, kasyaf (tersingkapnya tirai), merasakan ilham dan kadang-kadang
pula tampak pada dirinya sebuah karamah. Semua itu bukanlah tujuan bagi
penempuh jalan menuju Allah (al-salik). Kejadian itu hanyalah pertanda
keterkabulan, atau merupakan kabar gembira tentang suatu perkara bagi al-
Salik.154
Sa'id Hawa juga menyatakan bahwa, adanya karamah pada wali Allah
tidak dapat dibantah, sebagai contoh adalah Maryam yang di datangi Malaikat
dan berbicara dengannya padahal Maryam bukan seorang nabi. Terdapat
kemungkinan orang selain nabi bisa mendengar atau melihat malaikat. Keadaan
semacam ini disebut oleh para sufi sebagai kasyaf. 155
Didalam Hadits pun terdapat tentang kasyaf, antara di dalam kitab al-
Tarhib hadits nomor 262 : Dari Abu Umamah, ia berkata: "Pada siang hari yang
sangat terik, rasulullah saw melintas tanah warqad. Semua orang berjalan di
belakang nabi. Setelah nabi mendengar suara sandal-sandal itu merasa senang.
Kemudian ia duduk berhenti sehingga orang-orang berlalu jauh di depannya.
Setelah nabi melewati tanah warqad, tahu-tahu ada dua kuburan yang di
dalamnya ada dua orang laki-laki. Rasulullah saw berhenti lantas bertanya :
"Siapakah yang kamu kuburkan hari ini disini?" Mereka menjawab :" Si fulan dan
si Fulan !". Mereka berkata lagi :" Wahai nabi, bagaimanakah mereka ?".
Rasulullah saw menjawab:"Salah seorang dari mereka tidak membersihkan air
kencingnya, sedangkan yang satu lagi berjalan-jalan dengan menggunakan
azimat. Lalu nabi mengambil pelepah kurma yang kering dan meletakkannya di
atas kuburan itu. Mereka bertanya :"Mengapa engkau melakukan hal itu wahai
nabi ?". Nabi menjawab :" Agar meringankan keduanya". Mereka bertanya lagi :"
Wahai rasulullah, sampai kapan mereka disiksa ?". Rasulullah menjawab :" Ini
hal yang ghaib, tidak ada yang mengetahui kecuali Allah. Kalau tidak karena hati

154
Sa'id Hawa, Jalan Ruhani, Bimbingan Tasawuf Untuk Para Aktivis Islam, Cetakan 1,
Penerbit Mizan, 1995, p. 209.
155
Ibid.

178
kamu berbuih (kotor), dan sering menambah-nambah pembicaraan, niscaya
kamu akan mendengar apa yang aku dengar". (H.R. Ahmad).156
Perhatikan ucapan nabi yang terakhir :" Kalau tidak karena hati kamu
berbuih (kotor) dan sering menambah-nambah pembicaraan, niscaya kamu mendengar
apa yang saya dengar". Kata Sa'id Hawa, ucapan ini menjadi dasar bahwa
seseorang bisa saja mendengar sesuatu dari alam gaib apabila benar-benar
hatinya bersih. Jadi adanya kasyaf memiliki dalil yang kuat.
Berdasarkan ayat Alqur'an dan hadits di atas, adanya kasyaf memiliki
dalil yang cukup. Masalahnya kini adalah orang sering salah tafsir tentang
kasyaf. Kesalahan itu antara lain (i). Hasil kasyaf bisa menjadi tambahan atau
ketetapan baru setelah al-Qur'an, kalau begitu sama saja dengan beranggapan
bahwa syari'at yang dibawa oleh nabi saw belum sempurna. (ii). Orang-orang
taat total atau taqlied kepada para sufi yang mendapat kasyaf tanpa melihat dan
berpedoman kepada hukum syari'at, seakan-akan sufi itu orang ma'shum,
padahal mungkin saja itu bukan kasyaf tetapi istijrad.157 Kasyaf mungkin didapat
oleh orang-orang yang sedang menempuh perjalanan taqarrub kepada Allah
tetapi kasyaf bukanlah aqidah baru dan bukan pula ibadah baru. Perlu diketahui,
bahwa kasyaf merupakan ujian iman, mungkin saja seseorang tergelincir atau
menggelincirkan orang lain dengan kasyafnya.158
Selanjutnya Sa'id Hawa menjelaskan perihal mimpi para wali. Menurutnya
mimpi para wali itu beragam, yakni (I). mimpi karena pengaruh kecemasan,
kegelisahan dan dorongan nafsu yang disebut al-ra'yun nafsiyah. (ii). mimpi
karena setan memanfaatkan kegelisahan atau hayalan. (iii). mimpi yang berasal
dari Tuhan yang disebut al-ra'yun Rabbaniyah.159 Mengenai mimpi Rabbani ini
nabi menjelaskan "Tidak ada kenabian setelah aku, kecuali kabar-kabar
gembira". Mereka bertanya :"Apakah kabar gembira itu?". Nabi menjawab :"
Mimpi yang benar".160 Hadits lain menegaskan :"Mimpi-mimpi seorang mukmin
merupakan bagian dari ke 46 dari kenabian (Hadits riwayat Bukari, Muslim, Abu
Daud dan Tirmidzi).161

156
Ibid., p. 211.
157
Ibid., p. 213.
158
Ibid., p. 214.
159
Ibid., p. 221.
160
Ibid.
161
Ibid.

179
Sa'id Hawa menegaskan : ―Ada yang berkata bahwa jika seseorang
bermimpi melihat nabi (bertemu, didatangi) rasulullah – padahal rasul tak dapat
ditiru bentuk dan rupanya oleh setan – lalu memerintahkan untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan syari'at Islam, maka dalam hal ini kami
katakan anda telah menghayal, mengigau, dan dilarang untuk mengikuti mimpi
itu". Banyak para syaikh yang melakukan amal perbuatan atas dasar mimpi. Hal
itu menurut ahli fiqih termasuk katagori bid'ah".162 Hemat penulis, pendapat Sa'id
Hawa tentang kasyaf memiliki dalil yang kuat dan sangat dapat difahami.

Yaqadzah wa Musyafahah :
Yaqadzah wa musyafahah adalah bertemu bercakap dengan rijal al-ghaib
termasuk bertemu dengan rasulullah dalam keadaan jaga (bukan mimpi) bahkan
sampai mampu bercakap-cakap dengan rasulullah. Alasannya sbb : (1) QS. 2 :
154 : " Janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah
(bahwa mereka itu) mati, bahkan sebenarnya mereka itu hidup tetapi kamu tidak
menyadarinya".163 Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang mati di jalan
Allah pada hakikatnya tidak mati namun tetap hidup. Akan tetapi orang-orang di
dunia tidak menyadarinya. (2). Ketika seseorang memasuki daerah pekuburan
muslimin disunnatkan mengucap-kan assalamu'alaikum ya ahl al-diyar.164 (3). Di
dalam kitab Zarkoni syarah Mawahib al-Ladunya Juz 5 pasal 332 terhadap hadits
riwayat Baihaki dari Annas yang menyebutkan :Para nabi hidup di dalam kubur,
mereka senantiasa dalam keadaan shalat".165 Demikian juga hadits riwayat
Ahmad, Muslim dan Nasa-i :"Saya (Nabi) bertemu dengan Musa di Katib Ahmar,
beliau berdiri shalat di kuburannya ".166 (4). Imam Abu Shaik di dalam kitab
Ghaus al-Ibad menulis sebuah hadits :" Sesungguhnya sebahagian sahabat nabi
telah mendirikan sebuah bangunan (kemah) diatas sebuah kuburan yang tidak
diduga bahwa itu kuburan manusia, tiba-tiba dari dalam kuburan itu terdengar
ada orang yang membaca surat al-Muluk sampai selesai. Lantas sahabat

162
Ibid., p. 224.
163
Ashaari Muhammad, Aurad Muhammadiyah, Op. Cit., p. 68-70 Lihat juga : Ashaari
Muhammad, Berhati-hati Membuat Tuduhan, Pusat Penerangan Arqam, Sungai Penchala, Kuala
Lumpur, 1989, p. 103.
164
Ibid
165
Ibid .,p. 104.
166
Ashaari Muhammad, Aurad Muhammadiyah, Op.Cit., p. 72.

180
memberitahukan kejadian ini kepada nabi, maka nabipun bersabda: "Itulah surat
yang dapat menghindarkan dan menyelamatkan kamu dari siksa kubur".167(5).
Hadits riwayat Imam Bukhari : ―Barang siapa melihatku dalam keadaan mimpi,
maka ia akan melihatku di dalam keadaan jaga, karena setan tidak bisa
menyerupai wajahku.168
Berdasarkan hadits itu, orang-orang Darul Arqam berpendapat bahwa
orang saleh yang telah wafat sebenarnya tidak wafat tetapi masih hidup. Dengan
demikian tidaklah aneh jika mereka bisa ditemui. Ashaari menegaskan : "Jadi
kalau nabi-nabi itu hidup di dalam kubur dan melakukan amalan-amalan, maka
memanglah mungkin mereka itu boleh ditemui secara jaga dan bercakap-cakap serta
belajar".169 Selanjutnya ia menerangkan, bahwa perintah dan larangan yang
dihasilkan dari yaqadzah bisa dijadikan pegangan. Ia mengutip dari kitab Al-
Qashash al-Kubra Imam Al- Sayuti yang menyatakan sbb: "Seseorang yang
berjumpa dengan nabi saw baik dalam mimpi atau jaga, dan nabi menyuruh
sesuatu perbuatan sunnah, atau melarang sesuatu larangan atau menunjukkan
sesuatu yang baik, maka tidak ada pertikaian antara para ulama, itu termasuk
sunnat untuk mengamalkannya".170
Berdasarkan itu, maka (i) seorang wali Kutub bisa bertemu dengan nabi
dalam keadaan jaga dan bercakap-cakap atau Yaqazah wa musyafahah.(ii).
Amalan-amalan sunnat dan larangan-larangan yang diterima oleh wali ketika dia
bertemu dengan nabi baik dalam mimpi atau dalam keadaan jaga adalah sunnat
untuk diamalkan.

Sorotan terhadap Yaqadzah wa musyafahah

Masih berkaitan dengan kasyaf, adalah persoalan yaqadzah wa musyafahah,


yakni Syaikh tarekat bertemu dan berbicara dengan nabi dalam keadaan jaga
(buka mimpi) di tengah malam di dalam ka'bah selepas wafat nabi. Pada saat
itulah para syaikh mendapatkan tuntunan wirid (jamaknya aurad) untuk
diamalkan oleh para pengikut tarekat.

167
Ibid.
168
Aurad, p. 71.
169
Ashaari Muhammad, Aurad Muhammadiyah, Op. Cit., p. 144.
170
Ibid.

181
Yaqadzah wa musyafahah merupakan keyakinan sebahagian besar pengikut
tarekat. Mereka berkeyakinan bahwa cerita tersebut adalah mutawatir dari orang-
orang saleh. 171 Alasan yang dipakai oleh mereka adalah : Nabi Muhammad saw
bertemu dengan para nabi sewaktu Isra Mi'raj di Baitul Maqdis dan di langit
dalam keadaan jaga, bahkan nabi menjadi imam shalat bersama-sama
mereka.172 (2) Hadits :‖ Barang siapa yang bermimpi melihat aku, dia akan
melihat aku pula dalam keadaan jaga.173 Menurut Imam Nawawi ketika
menjelaskan hadits ini di dalam kitab Syarh Shahih Muslim menyatakan bahwa
lafadz :" akan melihat aku dalam keadaan jaga" hanya mengandung tiga
pengertian, yakni (i). Bagi orang-orang yang sezaman dengan nabi saw yang
tidak sempat berhijrah tetapi bermimpi bertemu nabi saw akan berhijrah dan
bertemu nabi. (ii). Dia akan bertemu nabi di akhirat sebagai membenarkan
mimpinya itu. (iii). Melihat nabi secara khusus di akhirat secara dekat seta
mendapat syafaat.174 Jika membenarkan adanya yaqadzah sekarang atau di
dunia.

Lebih tegas lagi adalah pendapat Qadhi Syaikh Muahammad Khudar al-Syanjiti
di dalam buku Musytahi al-Kharif menyatakan bahwa melihat nabi dalam
keadaan mimpi memiliki dasar hadits yang sahih akan tetapi bertemu dengan
nabi dalam keadaan jaga (yaqadzah), sama sekali tidak disebutkan oleh hadits,
baik oleh hadits maudlu, maukuf atau pun hadits matruk.175

Jadi yaqadzah atau bertemu dengan nabi dalam keadaan jaga bukan berasal
dari hadits yang shahih, tetapi hanya karena banyaknya para ahli tarekat yang
menafsirkan bahwa yaqadzah dalam hadits tersebut bertemu dalam keadaan
jaga di dunia ini. Adapun alasan naqli yang abash sampai saat ini belum
ditemukan. Oleh karena keyakinan tentang yaqadzah wa musyafahah adalah
keyakinan yang batil.

171
Husain Hasan Tomai, Op.Cit.,p. 49-50.
172
Husain Hasai Tomai, Masalah Berjimpa Rasulullah ketika Selepas Wafatnya, Penrbit Pustaka
Aman Press SDN. BHD., 1989, p. 59.
173
Ashaari Muhammad, Aurad Muhammadiyah, Op. Cit., p. 71.
174
Husain Hasan Tomai, Op. Cit.,p. 77.
175
Ibid, p. 77.

182
Sorotan terhadap wirid tarekat :
"Betulkah seseorang salih bisa bertemu dengan nabi dalam keadaan jaga
(yaqadzah)?". Bertemu dengan nabi di dalam mimpi adalah benar dan memiliki
dalil yang kuat, sedangkan bertemu dengan nabi dalam keadaan terjaga
(yaqadzah) tidak memiliki dasar, hadits dhaif sekalipun.
"Bagaimana jika di dalam mimpi itu, nabi menyampaikan sesuatu yang
bersifat baru misalnya amalan-amalan atau wirid-wirid ? Apabila seseorang
bermimpi bertemu dengan nabi, maka itulah wajah nabi sebenarnya. Akan tetapi
tidak ada satu hadits pun yang menyatakan kemungkinan-kemungkinan nabi
memberikan ajaran baru atau tambahan, karena agama Islam sudah dianggap
sempurna. Sa'id Hawa sebagaimana telah dikemukakan di depan, menegaskan
:"…apabila seseorang bermimpi melihat nabi…lalu memerintahkan untuk
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syari'at Islam, maka dalam hal
ini kami katakan anda telah menghayal, mengigau dan dilarang untuk mengikuti
mimpi itu !".176 Dengan demikian, pengakuan bahwa seseorang pernah bermimpi
bertemu dengan nabi memberikan wirid-wirid atau amalan-amalan baru yang
memang tidak ada anjuran sebelumnya, adalah keyakinan yang tidak memiliki
dasar syar‘i yang kuat.

Istighatsah:
Ashaari Muhammad (Darul Arqam) mengatakan bahwa para rasul, para nabi,
syuhada, para wali, dan shalihin yang sudah meninggal dunia sebenarnya masih
tetap hidup dan bekerja di dalam kuburnya.177 Ia menegaskan :"… maknanya
mukjizat dan karamah-karamah mereka itu tidak sahaja berlaku semasa hidup
mereka tetapi juga sesudah mati atau ghaib mereka. Malah apabila mati gaib
mereka lebih bebas lagi bergerak dan bekerja sebab tidak terikat lagi oleh
benda".178 Oleh karena itu mereka masih bisa berhubungan dengan para
muridnya, baik menasehati ataupun menegur manakala muridnya berbuat
maksiat. "Hubungan guru dengan murid itu bagaikan hubungan elektrik, tak

176
Sa'id Hawa, Loc. Cit.
177
Ashaari Muhammad, Aurad Muhammadiyah, Op.Cit., p. 70.
178
Ibid.,p. 144.

183
ubahnya kipas yang dapat bergerak karena berhubungan dengan listrik".179 Jadi
murid bisa saja meminta bantuan kepada para wali yang sudah meninggal dunia,
ini disebut dengan istighatsah.
Alasan lainnya tentang istighatsah adalah sbb :
Alasan pertama : Hadits dari Utbah ibn Ghazwan menyatakan :‖Apabila
salah seorang kamu tersesat atau butuh pertolongan sedang ia berada di suatu
daerah yang tak ada seorangpun manusia, maka hendaklah dia berkata :" Wahai
hamba-hamba Allah, tolonglah aku". Maka sesungguhnya Allah memiliki hamba-
hamba yang tidak dapat dilihat". (HR. Thabrani di dalam kitab Al-Kabir).
Alasan Kedua : Hadits dari Ibn Abbas, ―sesungguhnya bagi Allah itu ada
Malaikat selain penjaga, mereka pun bertugas menuliskan daun yang jatuh dari
pohon. Apabila menemui kepincangan (kesulitan) di bumi yang luas, hendaklah
dia merayu, tolonglah aku wahai hamba Allah. 180
Alasan ketiga : Hadits dari Abdullah ibn Mas'ud, dia berkata, bahwa
rasulullah saw telah bersabda : apabila terlepas binatang salah seorang di
antaramu di sebuah area yang luas, maka hendaklah dia menyeru, wahai
hamba-hamba Allah kurunglah olehmu. Maka bagi Allah, ada hamba-hamba-Nya
yang mengurung.181
Berdasarkan ayat Alqur'an dan hadits di atas, DA berpendapat bahwa
masalah tawashul dan istighatsah tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan
tidak syirik.

Sorotan terhadap konsep Istighasah


Orang-orang tarekat berkeyakinan bahwa wali dalam tingkat tertentu,
walaupun sudah mati masih bisa berhubungan batin dengan para muridnya,
bahkan wali tersebut bisa memberikan pertolongan manakala muridnya ada
dalam kesulitan. Ini dikenal dengan istighatsah.

179
Ashaari Muhammad, Ulama Islam Dalam Pandangan Islam,,Op.Cit., p. 57-58. Karena
berkeyakinan bahwa wali yang sudah meninggal masih bisa dimintai bantuan, maka seorang murid
boleh ber-tawashul (menggunakan wali sebagai perantara) dalam berdoa. Bahkan menurut
sebahagian besar tarekat, kalau seorang murid hendak berdoa, ia harus benar-benar dapat
membayangkan Tuhan, akan tetapi itu tidak mungkin, maka ia harus dapat "menghadirkan" atau
membayangkan wajah gurunya yang disebut tawajjuh. Dalam hal ini sepanjang hasil penelitian
penulis, di kalangan DA tidak berlaku tawajjuh walaupun jemaah DA mengenakan emblimb
bergambar Ashaari Muhammad.
180
Ashaari Muhammad, Aurad Muhammadiyah, Op. Cit.,p. 148.
181
Ibid., p. 149.

184
Sorotan terhadap argumentasi yang digunakan nutuk mengabsahkan istighatsah
adalah sbb :
Alasan pertama : Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 154 : "Dan janganlah
kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa
mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup. tetapi kamu tidak
menyadarinya". Setelah penulis melakukan penelitian terhadap sejumlah kitab
tafsir diperoleh data sebagai berikut : Menurut al-Razi di dalam tafsir al-Razi
disebutkan bahwa asbab al-nuzul ayat ini karena gugurnya 14 orang muslim di
medan tempur, terdiri dari enam orang Muhajirin dan 8 orang Anshar. kaum
Muhajirin yang gugur antara lain Ubaidah bin Haris bin Abdil Muthallib, Umar bin
Abi Waqas, dan Amir bin Bakr, sedangkan dari kaum Anshar antara lain Qais ibn
Abi Mundir, Zaid ibn Harits, dan Haritsah ibn Suraqah. Ketika mereka gugur, para
sahabat berseru ": si Fulan gugur, si fulan tewas!". Turunlah ayat ini yang
menyatakan bahwa mereka tidak mati namun tetap hidup. Selanjutnya al-Razi
menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan hidup disini adalah hidup di dalam
kubur dan mendapat nikmat.182
Menurut Abi Ja'far Muhammad ibn Jarir al-Thabary dengan mengutip
hadits dari Ibn Ashim, hadits dari Qatadah, hadits dari Abdur Razaq dari
Qatadah, serta hadits dari Muhammad ibn Ja'far dari Utsman ibn Ghiyas dari
Ikrimah, menyatakan bahwa para syuhada itu di beri rizki dari buah-buahan
surge, mereka bagaikan burung-burung.183
Abu Abdillah al-Qurthubi di dalam al-Ahkam al-Qur'an menyatakan bahwa
kalau yang dimaksud hidup dan diberi rizki setelah kiamat, hal itu sama saja
dengan manusia biasa. Akan tetapi yang dimaksud hidup di sini adalah mereka
mati dan mereka pun hidup.184 Senada dengan itu Muhammad Mahmud Hijazi di
dalam al-Tafsir al-Wadhih, menyatakan bahwa syuhada itu berbeda dengan
kematian manusia biasa, sebab mereka hidup di dalam quburnya, yakni diberi
rizki namun bagaimana bentuk dan sifatnya wallau a'lam.185

182
Al-Imam Muhammad al-Razi fakhruddin, Tafsir al-Fakhru al-Razi, Jilid II, Dar al-
Fikr, p. 161.
183
Abi Ja'far Muhammad Ibn Jarir al-Thabary, Jami' al-Bayan'an Ta'wiel Ayy al-
Qur'an, Jilid II, Dar al-_Fikr, Beriut, 1988, p. 39.
184
Abi Abdullah al-Qurthubu, al-Ahkam al-Qur'an, Jilid I, Dar al-Fikr, Beriut, p. 173.
185
Dr. Muhammad mahmud Hijazi, al-Wadhih, Dar al-Jail, Beriut, 1969, p. 11.

185
Menurut Sayyid Quthub di dalam tafsir Fi Dlilal al-Qur'an bahwa pada
hakikatnya syuhada tetap hidup tapi dalam suatu kehidupan di luar pengetahuan
manusia, oleh karena itu syahid tidak dimandikan karena mandi adalah
membersihkan jasad padahal dia sudah lebih suci lahir batin. Syahid pun tidak
dikafani sebab pakaiannya menjadi saksi. Sayyid Quthub menegaskan pula
bahwa maksud hidup di sini adalah hidup mulia bagaikan burung-burung yang
bertengger di surga.186
Syaikh Ahmad Mushtafa al-Maraghi di dalam Tafsir al-Maraghi
menyatakan bahwa para syuhada itu hidup di suatu alam yang berbeda dengan
alam kita, alam yang gaib, arwahnya agung dibandingkan dengan arwah
segenap manusia, namun manusia tidak mengetahui hakikat kehidupan ini dan
rizki yang diperolehnya. Dan kita tak dapat membahasnya karena itu alam ghaib,
yang jelas itu adalah kehidupan ruhaniyah yang tak dapat diketahui
rahasianya.187
Dari beberapa penafsiran di atas dapat diringkaskan bahwa (i). Orang
yang mati di jalan Allah pada hakikatnya adalah hidup. (ii). Mereka hidup di suatu
alam yang sangat dirahasiakan oleh Allah sehingga manusia tidak dapat
mengetahuinya. (iii). Di alam itu mereka mendapatkan rizki yakni kenikmatan
alam yang luar biasa.
Dari beberapa kitab tafsir yang diteliti, tak ada satupun yang menafsirkan
bahwa syuhada masih beribadah atau yang menafsirkan bahwa mereka masih
bisa berhubungan dengan orang di dunia. Jadi pendapat bahwa orang yang
sudah wafat masih bisa dimintai bantuan belum ditemukan dasar hukumnya,
apalagi bagi mereka (wali) yang matinya bukan di medan tempur.
Alasan kedua, perintah mengucapkan assalamu'alikum ya ahla al-diyar
ketika menziarahi kubur memang menjadi dalil bahwa manusia di dalm kubur
adalah hidup di alam lain, akan tetapi tidak menjadi dalil pengabsahan istigatsah,
bahkan sebaliknya, yakni perlunya mendoakan (membantu) orang yang telah
mati.
Alasan ketiga, mengenai ruh para nabi bisa salat di dalam kubur dan
bisa memberikan pertolongan berdasarkan hadits dari Anas ra, sesungguhnya
Rasulullah saw, berkata :"Saya telah berjumpa dengan Musa pada malam Mi'raj,

186
Sayyid Quthub, Fi Dlill al-Qur'an, Dar al-Syaruq, Jilid I, p. 143-144.
187
Ahmad Mushtafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid I, Dar al-Fikr, Beriut, p. 23.

186
ia sedang berdiri salat di kuburnya".188 Sanad hadits ini adalah dari Salman, dari
Khatib Banani dari Anas ibn Malik. Di dalam kitab Dalail Nubuwah, Al-Baihaki
menyatakan bahwa kualitas hadits ini shahih,189 tetapi Nashiruddin al-Bani
menyatakan ini hadits sangat lemah.190 Menurut hemat penulis hadits inipun
bertentangan dengan hadits yang lebih kuat, yakni hadits yang menyatakan
bahwa amal maunsia akan putus manakala ajal tiba kecuali tiga, yakni amal
jariyah, ilmu yang dimanfaatkan serta anak yang saleh yang mendoakan (HR.
Bukhari).191
Dengan demikian dasar-dasar yang menjadi rujukan istighatsah
seluruhnya tertolak. Sebelum mengakhiri pembahasan tentang istighatsah ini
penulis kemukakan pendapat Sa'id Hawa sebagai berikut ini. Menurut Sa'id
Hawa, Allah SWT menyuruh mukminin untuk mendoakan mereka yang telah
wafat lebih, bukan menyuruh mereka untuk mendoakan kita yang masih hidup.
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka
berdoa :"Ya Tuhan kami, berilah kami ampunan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami…."(Al-Hasyr : 10). Menurut Sa'id Hawa,
beberapa tarekat melakukan istighatsah karena didasarkan kepada hadits di
bawah ini :

Thabrani meriwayatkan dalam kitab al-Kabir : Dari Utbah Ibn Ghazwan diangkat
kepada Rasulullah saw : Nabi bersabda : Jika seorang di antara kamu ingin
minta tolong, dan dia berada di suatu daerah yang tidak ada manusianya, maka
hendaklah ia berkata : Wahai hamba-hamba Allah, tolonglah aku, wahai hamba-
hamba Allah tolonglah aku !. Sesungguhnya Allah meiliki ham
ba-hamba yang tidak terlihat.192
Tabarri dan Bazzar meriwayatkan : Dari Ibn Abbas marfu kepada
Rasulullah saw : Allah memiliki malaikat di bumi. Selain diberi tugas memelihara,
kerja mereka mencatat daun-daunan yang jatuh. Maka jika salah seorang di

188
Husain Hasan Tomai,Op. Cit., p. 60.
189
Ibid.
190
Ibid.
191
Syaikh Husein, al-Targhib wa al-Tarhib, Penerbit Bab I al-Halabi wa Syirkah, Mesir, 1922, p.
79.
192
Sa'id Hawa, Op. Cit.,p. 336.

187
antara kamu terperosok di padang sahara, berserulah, wahai hamba-hamba
Allah tolonglah aku!.193
Abu Ya'li dan Thabrani meriwayatkan di dalam al-Kabir : Dari Ibn Mas'ud
r.a dari rasulullah saw, beliau bersabda :" Jika ternak salah seorang diantara
kamu lepas dari suatu daerah, maka berserulah :" Wahai hamba-hamba Allah,
tahankanlah (tangkaplah)". Sesungguhnya Allah memiliki (malaikat) yang hadir di
bumi, dan ia akan menangkapnya.194
Hadits ini dijadikan landasan istighatsah, padahal tidak tepat dengan
alasan bahwa hadits pertama adalah hadits munqathi' (terputus sanadnya).
Hadits ke dua dalam sanadnya terdapat nama Ma'ruf ibn Hasan ia dhaif,
sedangkan hadits ke tiga adalah hadits Hasan dan hanya berbicara soal
malaikat. Jadi tak dapat dikiaskan kepada makhluk-makhluk lain.195 Akhirnya
Sa'id Hawa menyatakan bahwa masalah istighatsah kepada orng-orang saleh,
para syaikh, dan para wali perlu disisihkan dari riwayat tasawuf.196

Catatan Akhir :
1. Ajaran Tasawuf yang benar adalah ajaran tasawuf yang berdasarkan Al-
Qur‘an dan hadits sahih. Jangan sekali-kali terpukau dengan ajaran tasawuf
jika tidak memiliki dasar yang kuat.
2. Banyak sekali pokok-pokok ajaran tarekat yang batil atau bid‘ah, oleh karena
itu agar kita terhindar dari kekeliruan syar‘i, maka cukuplah beragama
dengan menggunakan Al-Qur‘an dan As-Sunnah tidak perlu beramal dengan
amalan yang bersumber dari mimpi seorang syaikh tarekat.

193
Ibid.
194
Ibid., p.337.
195
Sa'id Hawa, Op. Cit., p. 336-337.
196
Ibid.,p. 337.

188
189

Anda mungkin juga menyukai