Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen : Dharmasanti Rawidya Putri

Oleh :

Juan Ramadhan (041934982)

UNIVERSITAS TERBUKA BATAM

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

2021.1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Pancasila Sebagai Ideologi.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan
para mahasiswa khususnya bagi penulis. Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun
Makalah ini dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan
adanya keterbatasan kami sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya
kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami
memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca
sangat diharapkan oleh kami untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga
dalam pengetahuan kita bersama.

II
Daftar isi

Judul

Kata Pengantar

Daftar isi

Bab 1 Pendahuluan

A. Latar belakang masalah

B. Rumusan masalah

Bab 2 Pembahasan

A. Sejarah Bela Negara


B.  Definisi Bela Negara
C. Bela Negara Sebagai Kesadaran Menghadapi Segala AGHT
D. Nilai-Nilai dasar Bela Negara
1. Cinta Tanah Air
2. Sadar Berbangsa dan Bernegara
3. Setia Kepada Pancasila sebagai Ideologi Negara
4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
5. Mempunyai Kemampuan Awal Bela Negara
6. Semangat untuk Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil dan Makmur
E. Pengertian bela negara
F. Konsep bela negara
G. Peraturan perundang-undangan tentang bela negara
H. Analisa

Bab 3 Penutup

A. Kesimpulan
B. Saran
C. Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perguruan Tinggi merupakan sentra lembaga pendidikan yang mengawal kelangsungan


pembangunan bangsa. Lembaga pendidikan tinggi diharapkan dapat menciptakan tokoh
panutan bela negara yang tanggap atas perubahan zaman. Menurut saya, Perguruan
tinggi adalah sentral keunggulan sehingga mahasiswa harus jadi model bela negara.
Lebih lanjut dikatakan bahwa tantangan global saat ini berubah menjadi ancaman bagi
negara, baik fisik maupun non fisik. Ancaman secara fisik berupa perang terbuka namun
saat ini belum terjadi. Selain itu, beberapa ancaman sudah terjadi di Indonesia.
Ancaman tersebut di antaranya terorisme dan radikalisme, separatisme,
pemberontakan bersenjata, bencana alam, pelanggaran perbatasan, penyalahgunaan
narkoba dan perang cyber intelijen. Kondisi global telah menciptakan kompleksitas
ancaman yang berimplikasi pada kondisi negara. Karena itu, diperlukan penguatan
nilai-nilai bela negara. Salah satunya melalui Pendidikan Kewarganegaraan di
lingkungan perguruan tinggi.

Sebagai salah satu mata kuliah pengembangan kepribadian di Perguruan Tinggi mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki tujuan umum bagaimana
menjadikan warga negara yang baik yang mampu mendukung bangsa dan negara. Baik
dalam artian demokratis, yaitu warganegara yang cerdas, berkeadaban, dan
bertanggung jawab bagi kelangsungan Negara Indonesia. Nantinya diharapkan
mahasiswa memiliki kompetensi menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis berkeadaban, menjadi warga negara yang
memiliki daya saing, berdisiplin, dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan
yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. Materi-materi pembelajaran PKn
mengemban misi sebagai pendidikan nilai kepribadian, pendidikan yang membekali
pemahaman tentang hubungan antara warga negara dengan negara (civic education),
pendidikan politik (political education) atau demokrasi, dan pendidikan bela negara.
Secara khusus materi-materi yang berkenaan dengan pendidikan bela negara dimuat
dalam Geopolitik Indonesia atau Wawasan Nusantara dan Geostrategi Indonesia atau
Ketahanan Nasional.

Bela Negara diartikan sebagai tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur,
menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air dan
kesadaran hidup berbangsa dan bernegara . Dalam konstitusi negara UUD 1945 Pasal
27 Ayat 3 disebutkan bahwa; “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan Negara”. Setiap warga negara juga berhak dan wajib ikut serta dalam
pertahanan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 Ayat 1 bahwa; “Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara.” Selanjutnya, UU No.3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara menjelaskan
bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang di jiwai oleh
kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban
juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan
penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada
negara dan bangsa. Konsep bela negara dapat diuraikan secara fisik maupun non fisik.
Secara fisik, yaitu dengan cara mengangkat senjata menghadapi serangan atau agresi
musuh. Bela negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar.
Sedangkan, bela negara secara non fisik dapat didefinisikan sebagai “segala upaya untuk
mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta
berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara”. Wujud dari usaha bela negara
adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi
mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia, keutuhan wilayah nusantara, kelangsungan hidup dan yuridiksi nasional,
serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Sikap dan perilaku bela negara dilandasi oleh
nasionalisme dan patriotisme dari setiap warga negara. Demi mewujudkan
kelanggengan Negara Republik Indonesia dan kelangsungan hidup bangsa dan negara,
maka penanaman bela Negara pada warga negara menjadi titik sentral yang perlu
dibina dan dikembangkan.
Melalui kualitas warga negara yang unggul bangsa Indonesia dapat melaksanakan
pembangunan berkelanjutan maupun mengatasi aneka bentuk ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan (ATHG) yang bersumber baik dari dalam maupun luar yang
langsung ataupun tidak langsung membahayakan identitas, integrasi dan kelangsungan
hidup bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendidikan Kewarganegaraan bela negara dalam konteks demokrasi
saat ini, apakah upaya bela negara masih relevan dan dibutuhkan?
2. Bagaimana perwujudan pembelaan negara yang harus dilakukan warga negara?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah bela negara

Sejarah Bela negara dimulai di Kota Bukittinggi yang semula merupakan pasar (pekan)
bagi masyarakat Agama Tuo. Kemudian setelah kedatangan Belanda, kota ini menjadi
kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri. Pada tahun 1825, Belanda
mendirikan benteng di salah satu bukit yang dikenal sebagai benteng Fort de Kock,
sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah
jajahannya. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan
perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah
stadsgemeente (kota) dan berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche
Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam. Pada masa pendudukan Jepang,
Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk
kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat
kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal
Hirano Toyoji. Pada masa itu, kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock
menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-
nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba,
dan Bukit Batabuah. Setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Ketetapan Gubernur
Provinsi Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947, Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu
Kota Provinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan. Pada masa
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota
perjuangan dan ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke
tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
yang dibentuk pada 19 Desember 1948 di Bukittingi, Sumatera Barat oleh Syafruddin
Prawiranegara. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara,
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006. Untuk
mengenang sejarah perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI),
pemerintah Republik Indonesia membangun Monumen Nasional Bela Negara di salah
satu kawasan yang pernah menjadi basis PDRI dengan area seluas 40 hektare, tepatnya
di Jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima
Puluh Kota, Sumatera Barat. Dalam rangkaian kegiatan memperingati Hari Bela negara
Ke 65, pada tanggal 21 Desember 2013 Menteri Pertahanan saat itu (Purnomo
Yusgiantoro) didampingi oleh Kabadiklat Kemhan Mayjen TNI Hartind Asrin dan Plt
Dirjen Pothan Timbul Siahaan serta Muspida Provinsi Sumatera Barat meninjau
pembangunan Monumen Nasional Bela Negara.  
Menhan Purnomo Yusgiantoro berpesan dalam amanatnya “pembangunan monumen in
i merupakan bentuk penghargaan pemerintah kepada seluruh masyarakat Sumatera
Barat atas perannya pada masa perjuangan bangsa Indonesia di
masa lalu untuk kelangsungan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia.  
Monumen ini sebagai penghargaan dan pengingat serta pelajaran bagi generasi muda In
donesia untuk dijadikan contoh dalam memahami arti dari bela negara dan
arti cinta tanah air”  
 
b. DEFINISI BELA NEGARA  
Bela negara adalah istilah konstitusi yang terdapat dalam pasal 27 ayat (3) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
yang berbunyi “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaa
n negara”. Artinya secara konstitusional bela negara mengikat seluruh bangsa Indonesia
sebagai hak dan kewajiban setiap warga negara. Bela Negara terkait etar dengan
terjaminnya eksistensi NKRI dan terwujidnya cita-cita bangsa sebagaimana termuat
dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yakni : Melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pasca Proklamasi kemerdekaan
tahun 1945, bangsa Indonesia telah melaksanakan upaya bela negara dengan gigih
untuk mengatasi berbagai bentuk ancaman yan dating dari dalam negeri atau luar
negeri. Berkat tumbuhnya karakter bangsa yang ulet dan tangguh berdasarkan nilai-
nilai dasar yang ada dalam konsepsi NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
dan konsepsi kebangsaan berdasarkan Bhinneka Tunggal
Ika, bangsa Indonesia berhasil mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa yang 
merdeka dan berdaulat. Bangsa Indonesia berjuang tanpa tanpa henti sejak melawan
kolonial Belanda dan pasukan sekutu, serta mengatasi berbagai konflik dalam negeri
yang datang silih berganti dengan banyak korban jiwa. Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf
a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa
“Upaya Bela Negara” adalah “sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin
kelangsungan hidup bangsa dan negara”. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban
dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang
dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam
pengabdian kepada negara dan bangsa.  
 
Oleh karena itu, secara definisi Bela Negara sendiri sebenarnya merupakan :  
1. Jiwa kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa
dan negara; 2. Kewajiban dasar manusia; dan  
3. Kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran,
tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa, yang
ketika diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku, maka jiwa, kewajiban, dan
kehormatan tersebut menjelma menjadi “Upaya Bela Negara”. 

c. BELA NEGARA SEBAGAI KESADARAN MENGHADAPI SEGALA AGHT  


Amanat tertulis Presiden RI Pada Peringatan Hari Bela Negara 2015,
19 Desember 2015 menegaskan bahwa Republik
Indonesia bisa berdiri tegak sebagai negara dari seluruh kekuatan rakyat, mulai dari pra
jurit TNI, petani, pedagang kecil, nelayan, ulama, santri, dan elemen rakyat yang lain.
Sejarah juga menunjukkan kepada kita semua bahwa membela negara tidak hanya
dilakukan dengan kekuatan senjata. Dalam amanat tersebut dijelaskan beragam
ancaman yang sedang dan akan dihadapi oleh Bangsa Indonesia,
mulai dari tantangan dalam mengelola kemajemukan, gelombang perdagangan bebas
dan tekanan integrase ekonomi regional,

hingga penguasaan akses sumber daya maritime, energi dan pangan, serta tantangan
kemiskinan, keterbelakangan dan ketimpangan. Inpres No. 7 Tahun 2018, selaras
dengan Amanat Tertulis Presiden RI Pada Peringatan Hari Bela Negara tersebut,
menunjukkan bahwa bela negara menyangkut segala sector kehidupan dengan rencana
aksi terkait sector pertahanan keamanan hingga social budaya. Adapun tujuan dari
penerbitan Inpres No. 7 Tahun 2018 adalah dalam rangka menyelaraskan dan
memantapkan Upaya Bela Negara menjadi lebih sistematis, terstruktur, terstandarisasi,
dan masif. Penerbitan Inpress No. 7 Tahun 2018, dengan demikian merupakan
penegasan pentingnya bela negara untuk menghadapi segenap ancaman hingga
tantangan mulai dari ranah pertahanan keamanan, mengelola kemajemukan, hingga
tantangan kemiskinan, keterbelakangan dan ketimpangan dalam menegakkan amanat
kedaulatan negara bangsa. Selain itu, kehadiran Impres No. 7 Tahun 2018 juga
merupakan penegasan kebijkan bahwa bela negara bisa dilakukan melalui mengabdian
profesi di berbagai bidang kehidupan masing-masing. Sebagaimana telah dibahas
sebelumnya, hal ini sangat selaras dengan amanat Pasal 68 UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asisi Manusia agar segenap warga negara dengan beragam kelebihan dan
kekurangannya tetap dapat ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, Nampak bahwa Inpres No. 7
Tahun 2018 menggenapi pemaknaan upaya bela negara dalam kaitannya dengan
kedaulatan bangsa dan negara yaitu hak untuk menentukan nasib nusa, bangsa, dan
negaranya sendiri.  
 
Kedaulatan bangsa negara tidak boleh hanya dimaknai dalam bidang pertahanan keama
nan, wilayah, dan politik, namun juga
di segenap bidang kehidupan nasional, mencakup hubungan internasional, kependuduk
an, sumber daya dan lingkungan, ideologi, hokum, ekonimi,
social budaya, hingga IPTEK. Secara hakiki, dengan demikian Bela
Negara merupakan manifestasi dari kesadaran segenap Bangsa dan Warga Negara
Indonesia melalui jiwanya, kewajibannya,
dan kehormatannya untuk mengdapi segala macam Ancaman, Gangguan, Hambatan dan 
Tantangan (AGHT)
yang ketika diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku, maka jiwa, kewajiban,
dan kehormatan tersebut.
d. NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA
1. Cinta Tanah Air Cinta merupakan perasaan (rasa) yang tumbuh dari hati yang paling
dalam tiap warga negara terhadap Tanah Air yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Untuk menumbuhkan nilai-nilai rasa
cinta Tanah Air perlu memahami Indonesia secara utuh meliputi :
• Pengetahuan tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia
• Potensi sumber daya alam
• Potensi sumber daya manusia, serta
• Posisi geografi yang sangat strategis dan terkenal dengan keindahan alamnya sebagai
zamrud khatulistiwa yang merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa kepada
bangsa Indonesia. Dengan memahani keberadaan Indonesia seutuhnya, akan
menumbuhkan nilai-nilai dasar bela negara sebagai rasa bangga sebagai bangsa
pejuang, rasa memiliki sebagai generasi penerus, dan rasa bertanggung jawab sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan tumbuhnya rasa cinta
Tanah Air pada tiap warga negara Indonesia akan lahir sikap bela negara yang kuat
sebagai modal dasar kekuatan bangsa dan negara yang siap berkorban untuk menjaga,
melindungi dan membangun bangsa dan negara menuju terwujudnya cita-cita nasional
2. Sadar Berbangsa dan Bernegara Rasa cinta Tanah Air yang tinggi dari tiap warga
negara, perlu ditopang dengan sikap kesadaran berbangsa yang selalu
menciptakan nilai-nilai kerukunan, persatuan dan kesatuan dalam keberagaman
di lingkungan masing-masing serta sikap kesadaran bernegara yang menjunjung
tinggi prinsip-prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara
hukum berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Untuk menumbuhkan
sikap kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka dan berdaulat di antara
negara-negara lainnya di dunia, perlu memahami nilai-nilai yang terkandung
dalam konsepsi kebangsaan yang meliputi :
• Wawasan Nusantara
• Ketahanan Nasional
• Kewaspadaan Nasional
• Dan Politik Luar Negeri Bebas Aktif.
Dengan memahami konsepsi kebangsaan yang dianut oleh bangsa Indonesia,
diharapkan akan melahirkan sikap bela negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai
persatuan dan kesatuan banga berbasis pada sikap nasionalisme dan patriotisme untuk
memperkokoh ketahanan nasional yang berwawasan Nusantara. Ketahanan nasional
yang kuat, kokoh dan handal merupakan potensi bangsa dan negara yang dahsyat
dalam mengantisipasi dan mengatasi berbagai bentuk AGTH, baik yang datang dari
dalam negeri maupun dari luar negeri sebagai wujud dari kewaspadaan nasional.
Dengan sikap sadar bela negara akan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa
sebagai kekuatan utama bangsa Indonesia dalam menjamin keutuhan NKRI sepanjang
zaman.

3. Setia kepada Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, telah terbukti ampuh dalam
menjamin kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Pasca Proklamasi
kemerdekaan Indonesia, telah terjadi berulang kali peristiwa sejarah yang
mengancam keberadaan NKRI, namun berbagai bentuk ancaman tersebut dapat
diatasi, berkat kesetiaan rakyat Indonesia terhadap ideology Pancasila. Untuk
membangun kesetiaan iap warga negara terhadap ideologi Pancasila perlu
memahami berbagai faktor yang turut mempengaruhi berkembangnya pengalaman
nilai-nilai Pancasila tersebut sebagai bagian dari nilai-nilai dasar bela negara yang
meliputi :
• Penegakkan disiplin
• Pengembangan etika politik
• Sistem demokrasi
• Menumbuhkan taat hukum.
Kesetiaan tiap warga negara kepada Pancasila sebagai ideologi negara dan sekaligus
sebagai dasar negara, perlu diterjemahkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara

Perjuangan bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan dan


mempertahankannya hingga saa ini, adalah berkat tekad para pejuang bangsa yang rela
berkorban demi bangsa dan negaranya. Sikap rela berkorban telah menjadi bukti
sejarah, bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh dengan perjuangan yang tulus tanpa
pamrih dari seluruh kekuatan rakyat melawan colonial belanda dan kelompok yang anti
kepada NKRI. Dengan semangat pantang menyerah, para pejuang bangsa maju ke
medan perang, baik perang fisik militer maupun perang diplomasi untuk mencapai
kemenangan. Untuk membangunsikap rela berkorban untuk bangsa dan negara tiap
warga negara perlu memahami beberapa aspek yang meliputi :

• Konsepsi jiwa

• Semangat dan nilai juang 45 (JSN 45)

• Tanggung jawab etik

• Moral dan konstitusi

• Sikap mendahulukan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Dengan sikap rela berkorban demi bangsa dan negara, akan dapat membangun
kekuatan bangsa untuk membangun ketahanan nasional yang kuat, kokoh dan handal
dan menyukseskan pembangunan nasional berpijak pada potensi bangsa negara secara
mandiri.

5. Mempunyai Kemampuan Awal Bela Negara

Kemampuan awal bela negara dari tiap warga negara, diartikan sebagai potensi dan
kesiapan untuk melakukan aksi bela negara sesuai dengan profesi dan kemampuannya
di lingkungan masing-masing atau di lingkungan publik yang memerlukan peran serta
upaya bela negara. Pada dasarnya tiap warga negara mempunyai kemampuan awal bela
negara berdasarkan nilai-nilai dasar bela negara dari aspek kemampuan diri seperti
nilai-nilai percaya diri, nilai-nilai profesi dan sebagainya dalam mengantisipasi dan
mengatasi berbagai bentuk AGHT melalui berbagai tindakan dalam bentuk sederhana
hingga yang besar.
Sesungguhnya tiap warga negara telah melakukan tindakan bela negara dalam berbagai
aspek yakni : aspek demografi, geografi, sumber daya alam dan lingkungan, ideology,
politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan aspek pertahanan keamanan.
Sehubungan dengan perkembangan IPTEK dan globalisasi yang sangat dinamis, telah
menimbulkan dampak berbagai bentuk AGHT yang semakin kompleks dan canggih yang
perlu dukungan sikap tiap warga negara untuk berperan bersama dalam mengantisipasi
dan mengatasinya sebagai wujud dari bela negara. Agar aksi bela negara dapat berhasil
optimal perlu pemahaman bersama tentang berbagai bentuk AGHT, sehingga aksi bela
negara menjadi gerakan nasional yang lebih efektif. Untuk memahami bentuk-bentuk
AGHT di lingkungan masing-masing perlu melakukan analisis sederhana, dengan
memerhatikan potensi yang ada termasuk kearifan lokal, dan ancaman faktual atau
potensial, sehingga aksi bela negara sebagai solusi tiap masalah dapat berkembang
dengan sudut pandang yang sama. Aksi bela negara dengan pemahaman yang sama
dalam mengantisipasi dan mengatasi setiap bentuk AGHT akan menjadi gerakan
nasional bela negara yang sangat potensial dan berdaya guna optimal membangun
ketahanan nasional dan menyukseskan pembangunan nasional.

6. Semangat untuk Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil dan Makmur.

Semangat untuk mewujudkan cita-cita bangsa, merupakan sikap dan tekad kebangsaan
yang dilandasi oleh tekad persatuan dan kesatuan untuk mewujudkan cita-cita bersama.
Sikap dan tekad bersama merupakan kekuatan untuk mencapat cita-cita bangsa
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yakni : melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia. Pada dasarnya bangsa Indonesia berjuang untuk merdeka, berdaulat
dan berkeadilan, memberantas kemiskinan dan kebodohan serta mendambakan
perdamaian dunia yang damai. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam semangat
kebangsaan merupakan energi potensial yang tinggi dari bangsa Indonesia dan akan
berdaya guna secara efektif jika digunakan dengan semangat kebangsaan dalam
persatuan dan kesatuan tanpa membedakan suku, ras, agama dan kelompok. Dengan
semangat yang tinggi berlandaskan sikap dan tekad yang membara akan mampu
mendayagunakan seluruh potensi sember daya nasional dan kearifan lokal dengan
memperhatikan secara sungguhsunguh berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang
timbul sesuai dengan perkembangan zaman. Kearifan lokal merupakan rujukan nilai-
nilai peradaban bangsa Indonesia yang dapat digunakan untuk mendorong akselerasi
pembangunan ketahanan nasional dan menyukseskan pembangunan nasional menuju
terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

B. Pengertian Bela Negara

Membela Negara Indonesia adalah hak dan kewajiban dari pada setiap warga negara
Indonesia. Bela negara dapat kita temukan dalam rumusan pasal 27 ayat 3 UUD NRI
1945. Pasal 27 ayat 3 menyatakan “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara.” Dalam buku “permasyarakatan UUD NRI 1945 oleh
MPR (2012)” dijelaskan bahwa pasal 27 ayat 3 ini dimaksudkan untuk memperteguh
konsep yang dianut bangsa dan negara Indonesia dibidang pembelaan negara, yakni
upaya bela negara bukan hanya monopoli TNI,tetapi hak sekaligus kewajiban setiap
warga negara. Oleh karena itu benar jika ada anggapan bela negara berkaitan dengan
militer atau militerisme dan seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela
negara hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia.

berdasarkan pasal 23 ayat 3 UUD NRI 1945 tersebut dapat disimpulkan bahwa usaha
pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap negara Indonesia. Hal ini
berkonsekuensi bahwa setiap warga negara berhak dan wajib untuk turut serta dalam
menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui Lembaga-lembaga
perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku termasuk
pula aktivitas pembelaan negara. Selain itu sesuai dengan kemampuan dan profesi
masing-masing

dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara pasal 9 ayat 1
disebutkan bahwa “ setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara .” dalam bagian
penjelasan Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tersebut dinyatakan bahwa upaya bela
negara adalah sikap dan prilaku warga negara yang dijiwai kecintaannya kepada
negara kesatuan republic Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang
dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela
negara, selain kewajiban dasar manusia juga merupakan kehormatan bagi setiap warga
negara yang dilaksanakan dengan penuh kesandaran, tanggung jawab, dan rela
berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.

C. Konsep bela negara

Jika bela negara tidak hanya mencangkup perang mempertahankan negara maka
konsep bela negara memiliki cangkupan yang luas. Bela negara dapat dibedakan secara
fisik maupun nonfisik. Secara fisik, yaitu dengan cara “memanggul senjata “ menghadapi
serangan atau agresi musuh . bela negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi
ancaman dari luar. Pengertian ini dapat disamakan dengan bela negara dalam arti
militer. Sedangkan bela negara secara nonfisik dapat didefinisikan sebagai “ segala
upaya untuk mempertahankan negara kesatuan republik Indonesia dengan cara
meningkatakan kesadaran berbangsa dan bernegara, menamkan kecintaan terhadap
tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara, termasuk
penganggulangan ancaman”. Bela negara demikian dapat dipersamakan dengan bela
negara secara nonmiliter. Bela negara perlu kita pahami dalam arti luas, yaitu secara
fisik maupun nonfisik (militer ataupun nonmiliter). Pemahaman demikan diperlukan
karena dimensi ancaman terhadap bangsa dan negara dewasa ini tidak hanya ancaman
yang bersifat militer, tetapi juga ancaman yang bersifatnya nonmiliter atau nirmiliter.
Yang dimaksud ancaman adalah “ setiap usaha dan kegiatan baik dari dalam maupun
dari luar negeri yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, dan keselamatan segenap bangsa.”.

ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang


terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan
negara,keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman nirmiliter
pada hakikatnya adalah ancaman yang menggunakan factor-faktor nirmiliter yang
dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara , keutuhan
wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.

Ada dua macam bela negara, yakni bela negara secara fisik dan nonfisik.

Bela negara secara fisik menurut undang-undangan no. 3 tahun 2002 tentang
pertahanan negara, keikutsertaan warga negara dalam membela negara secara fisik
dapat dilakukan dengan menjadi anggota tentara nasional republik Indonesia dan
pelatihan dasar kemiliteran . sekarang ini pelatihan dasar kemiliteran diselenggarakan
melalui program Rakyat Terlatih ( Ratih), meskipun konsep Rakyat Terlatih (Ratih)
adalah amanat dari undang-undang no. 20 tahun 1982. Rakyat Terlatih ( Ratih) terdiri
dari berbagai unsur, seperti Resismen mahasiswa (menwa), perlawanan rakyat
(wanra),pertahanan sipil (hansip), mitra babinsa dan organisasi kemasyarakatan
pemuda ( OKP) yang telah mengikuti Pendidikan dasar militer, dan lain-lain. Rakyat
terlatih mempunya empat fungsi, yaitu keteriban umum, perlindungan masyarakat,
keamanan rakyat, dan perlawanan rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya
dilakukan pada masa damai atau pada terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di
mana unsur-unsur rakyat terlatih membantu pemerintah daerah dalam menangani
keamanan dan ketertiban masyarakat. Sementara fungsi perlawanan rakyat dilakukan
dalam keadaan darurat perang di mana rakyat terlatih merupakan unsur bantuan
tempur. Bila keadaan ekonomi dan keuangan negara memungkinkan maka dapat pula
dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan wajib militer bagi warga negara
yang memenuhi syarat seperti yang dilakukan dibanyak negara maju di barat.

Sedangkan bela negara nonfisik menurut undang-undang no. 3 tahun 2002 tentang
pertahanan negara,keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara nonfisik dapat
diselenggarakan melalui Pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai profesi,
Pendidikan kewarganegaraan diberikan dengan maksud menanamkan semangat
kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan kewarganegaraan dapat dilaksanakan
melalui jalur formal (sekolah dan perguruan tinggi) dan jalur nonformal (sosial
kemasyarkatan). Berdasarkan hal itu maka keterlibatan warga negara dalam bela
negara secara non fisik dapat dilakukan dengan cara bentuk, sepanjang masa, dan
segala situasi. misalnya dengan cara:

1) Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati


demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak
memaksakan kehendak, menanamkan kecintaan terhadap tanah air,
melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat,
2) Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya
nyata (bukan retorika),
3) Kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang dan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
4) Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat
menangkal pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan
norma-norma kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui ibadah sesuai
agama/kepercayaannya masing-masing. Hingga saat ini belum ada
undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai Pendidikan
Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan
pengabdian sesuai dengan profesi sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang No.3 Tahun 2002. Apabila nantinya telah keluar undang-
undang mengenai Pendidikan Kewarganegaraan, pelatihan dasar
kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi maka
akan semakin jelas bentuk keikutsertaan warga negara dalam upaya
pembelaan negara.

D. Peraturan Perundang-undangan tentang Bela Negara

Dasar hukum mengenai bela negara dapat ditemukan dalam perundang-undangan,


sebagai berikut:

A. Pasal 27 Ayat 3 UUD 1945: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara”
B. Pasal 30 UUD 1945
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan
utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara sebagai alat Negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hokum.
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan
tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan
pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. Produk
turunan dalam Perundang-undangan yang merupakan tata laksana dari
Pasal 30 UUD 1945 yang telah disusun adalah;
a. Undang-Undang No.2 Tahun 2001 tentang Kepolisisan Negara Republik
Indonesia
b. Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
c. Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia

Pengaturan peran warga negara dalam bela negara disebutkan dalam


Pasal 9 UU No.3 Tahun 2002, sebagai berikut:
(1) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.
(2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:
a. Pendidikan Kewarganegaraan;
b. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
c. Sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara
wajib;
d. Pengabdian sesuai dengan profesi

(3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran


secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.
Sebagai perbandingan pelaksanaan keikutsertaan warga negara dalam upaya bela
negara menurut Undang-Undang No.20 Tahun 1982, dinyatakan pada Pasal 18 sebagai
berikut. Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan
dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui: a. Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara sebagai bagian tidak terpisah dalam sistem pendidikan nasional; b. Keanggotaan
Rakyat Terlatih secara wajib; c. Keanggotaan Angkatan Bersenjata secara sukarela atau
secara wajib; d. Keanggotaan Cadangan Tentara Nasional Indonesia secara sukarela
atau secara wajib e. Keanggotaan Perlindungan masyarakat secara sukarela.

E. Identifikasi Ancaman terhadap Bangsa dan Negara

Menurut UU No. 20 Tahun 1982, istilah ancaman meliputi ancaman, tantangan,


hambatan, dan gangguan (ATHG). Merujuk UU No.3 Tahun 2002, Ancaman adalah setiap
usaha dan kegiatan baik dari dalam maupun luar negeri yang dinilai membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Konsep
ancaman mencakup hal yang sangat luas dan spektrum yang senantiasa berkembang
berubah dari waktu ke waktu.

Dewasa ini, ancaman terhadap kedaulatan negara yang bersifat konvensional (fisik)
berkembang menjadi multidimensional (fisik dan non fisik), baik yang berasal dari luar
negeri maupun dari dalam negeri. Ancaman yang bersifat multidimensional tersebut
dapat bersumber baik dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
maupun permasalahan keamanan yang terkait dengan kejahatan internasional, antara
lain terorisme, imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan alam, bajak laut,
dan perusakan lingkungan.

E. Analisa

a) Berdasarkan uraian di atas, Pendidikan Kewarganegaraan Bela Negara dalam


konteks demokrasi saat ini masih relevan dan dibutuhkan. Konstitusi negara UUD
1945 Pasal 27 Ayat 3 mengatur bahwa; “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan Negara”. Setiap warga Negara juga berhak dan wajib
ikut serta dalam pertahanan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 Ayat 1
bahwa; “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.” Selanjutnya, UU No.3 Tahun 2002 tentang
pertahanan negara menjelaskan bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku
warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban juga merupakan kehormatan bagi
setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab,
dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.

b) Perwujudan pembelaan negara yang harus dilakukan warga negara dapat dijelaskan
sebagai berikut.

Mengacu Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,


keikutsertaan warga Negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan
menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar kemiliteran. Saat ini
pelatihan dasar kemiliteran diselenggarakan melalui program Rakyat Terlatih (Ratih),
meskipun konsep Ratih adalah amanat dari Undang-Undang No. 20 Tahun 1982.
Sementara nonfisik, Undang-Undang No.3 Tahun 2002 menjelaskan keikutsertaan
warga Negara dalam bela Negara dapat diselenggarakan melalui PKn dan pengabdian
sesuai dengan profesi. Berdasar hal itu, maka keterlibatan warga Negara dalam bela
negara secara nonfisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa dan
dalam segala situasi, misalnya dengan cara:

A. Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk


menghayati demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat
dan tidak memaksakan kehendak, menanamkan kecintaan
terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada
masyarakat,
B. Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan
berkarya nyata (bukan retorika),
C. Kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang dan
menjunjung tinggi Hak asasi Manusia.
D. Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat
menangkal pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai
dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui ibadah sesuai
agama/kepercayaannya masing-masing.

Hingga saat ini belum ada undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai
PKn, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2002. Apabila nantinya
telah keluar undang-undang mengenai PKn, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib,
dan pengabdian sesuai dengan profesi maka akan semakin jelas bentuk keikutsertaan
warga negara dalam upaya pembelaan negara.

PENUTUP

A,Simpulan

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan umum bagaimana menjadikan warga


negara yang baik yang mampu mendukung bangsa dan negara. Baik dalam artian
demokratis, yaitu warga negara yang cerdas, berkeadaban, dan bertanggung jawab bagi
kelangsungan Negara Indonesia. Nantinya diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi
menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,
demokratis berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin,
dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem
nilai Pancasila. Sehubungan bela negara, konstitusi UUD 1945 Pasal 27 Ayat 3 mengatur
bahwa; “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
Negara”. Setiap warga Negara juga berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan
negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 Ayat 1 bahwa; “Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Selanjutnya, UU No.3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara menjelaskan bahwa upaya
bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban
juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan
penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada
negara dan bangsa.

B. Saran Belum ada perundang-undangan yang mengatur mengenai Pendidikan


Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai
dengan profesi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.3 Tahun 2002.
Apabila nantinya telah keluar undang-undang mengenai Pendidikan Kewarganegaraan,
pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi maka
akan semakin jelas bentuk keikutsertaan warga negara dalam upaya pembelaan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Buku modul MKDU 4111 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Anda mungkin juga menyukai