Anda di halaman 1dari 65

KAJIAN MATERI MEKANIKA

Dosen Mata Kuliah :


Prof. Dr. Marianus, M.Si
Dr. Jeanne V. Tumangkeng,S.Si

Oleh Kelompok 5 :
Elizabeth Magdalena Christie Rattu (21505012)
Seplin Entjaurau (21505016)
Meysi Legoh (21505008)

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN KEBUMIAN
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2023
BAB 1 : GERAK LURUS

A.Gerak Lurus

(Gambar 1.1)

https://www.google.com/search?
q=gambar+kereta+api+pada+lintasan+lurus&sxsrf=AJOqlzXYw4bBlP1ePoSqY-
HWzFkQGVXX2A:1677682905295&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiurfbs_7r9AhXH1n
MBHbvEAroQ_AUoAXoECAEQAw&biw=1366&bih=608&dpr=1#imgrc=_IV2drgNliSl2M

Pada bab ini Anda akan mempelajari tentang kinematika. Kinematika merupakan ilmu yang
mempelajari tentang gerak tanpa memperhatikan penyebab timbulnya gerak. Sedangkan ilmu yang
mempelajari gerak suatu benda dengan memperhatikan penyebabnya disebut dinamika. Jika titik titik
yang dilewati oleh suatu benda dihubungkan dengan garis,maka terbentuklah suatu lintasan.Jadi
lintasan adalah suatu posisi titik titik yang dilalui oleh suatu benda yang bergerak.
1. Posisi,jarak dan perpindahan
Posisi adalah letak suatu benda pada suatu waktu tertentu terhadap suatu acuan tertentu.
Pada fisika, jarak dan perpindahan memiliki pengertian yang berbeda. Jarak diartikan sebagai
panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu benda dalam selang waktu tertentu, dan
merupakan besaran skalar. Perpindahan adalah perubahan kedudukan suatu benda dalam
selang waktu tertentu dan merupakan besaran vektor dengan persamaan sebagai berikut

∆ x12 =x2 – x1
2. Kecepatan dan kelajuan
Pada fisika, kelajuan dan kecepatan merupakan dua istilah yang berbeda. Kelajuan adalah
cepat lambatnya perubahan jarak terhadap waktu dan merupakan besaran skalar yang nilainya
selalu positif, sehingga tidak memedulikan arah. Kelajuan diukur dengan menggunakan
spidometer. Kecepatan adalah cepat lambatnya perubahan kedudukan suatu benda terhadap
waktu dan merupakan besaran vektor, sehingga memiliki arah. Kecepatan diukur dengan
menggunakan velocitometer.
a. kecepatan rata rata

Suatu benda yang bergerak dalam selang waktu tertentu dan dalam geraknya tidak pernah
berhenti meskipun sesaat, biasanya benda tersebut tidak selalu bergerak dengan kelajuan
tetap.
Dengan persamaannya adalah

jarak total
Kelajuan rata rata =
waktu tempuh

Kecepatan rata rata adalah hasil bagi antara perpindahan dengan selang waktunya.Secara
matematis dapat ditulis dengan

x 2−x 1
v=
t 2−t 1

Keterangan:
v : kecepatan rata-rata (ms-1)
x1 : titik awal (m)
x2 : titik akhir (m)
t1 : waktu akhir (s)
t2 : waktu awal (s)
b. kecepatan sesaat

Kelajuan dan kecepatan rata-rata mendeskripsikan kecepatan dan kelajuan dalam suatu
jarak tertentu. Jarak dan perpindahan total dari suatu gerak benda dapat panjang atau
pendek, misalnya 500 km atau 1 m.
Bagaimana cara agar Anda mengetahui kelajuan atau kecepatan sesaat suatu benda yang
bergerak pada waktu tertentu? Saat Anda naik kendaraan bermotor, untuk mengetahui
kelajuan sesaat Anda tinggal melihat angka yang ditunjuk jarum pada spidometer.
Perubahan kelajuan akan diikuti perubahan posisi jarum pada spidometer. Untuk
menentukan kecepatan sesaat, Anda tinggal menyebutkan besarnya kelajuan sesaat
ditambah menyebutkan arahnya. Bagaimana jika Anda tidak naik kendaran bermotor?
Kecepatan sesaat suatu benda merupakan kecepatan benda pada suatu waktu tertentu.
Untuk menentukannya Anda perlu mengukur jarak tempuh dalam selang waktu ( 't ) yang
sangat singkat, misalnya 1/10 sekon atau 1/50 sekon. percepatan sesaat juga dapat
diartikan sebagai perubahan kecepatan yang berlangsung dalam waktu yang
singkat.Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut

∆v
a = lim ❑
∆ t →0 ∆t

3. Percepatan
Percepatan adalah perubahan kecepatan dan atau arah dalam selang waktu tertentu.
Percepatan merupakan besaran vektor. Percepatan berharga positif jika kecepatan suatu
benda bertambah dalam selang waktu tertentu. Percepatan berharga negatif jika kecepatan
suatu benda berkurang dalam selang waktu tertentu.
a. Percepatan rata rata
Tiap benda yang mengalami perubahan kecepatan, baik besarnya saja atau arahnya saja
atau kedua-duanya, akan mengalami percepatan. Percepatan rata-rata ( a ) adalah hasil
bagi antara perubahan kecepatan ( Δv ) dengan selang waktu yang digunakan selama
perubahan kecepatan tersebut ( Δt ). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

∆ v v 2−v 1
a= =
∆ t t 2−t 1

Keterangan:
a : perceptan rata-rata (m/s2 )
Δv : perubahan kecepatan (m/s)
Δt : selang waktu (s)
v1 : kecepatan awal (m/s)
v2 : kecepatan akhir (m/s)
t1 : waktu awal (s)
t2 : waktu akhir (s)

b. Percepatan sesaat
Percepatan sesaat adalah perubahan kecepatan dalam waktu yang sangat singkat. Seperti
halnya menghitung kecepatan sesaat, untuk menghitung percepatan sesaat, Anda perlu
mengukur perubahan kecepatan dalam selang waktu yang singkat (mendekati nol). Secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut.

∆v
a= dengan ∆ t sangat kecil
∆t

alat yang digunakan untuk mengukur percepatan adalah salah satunya akselerometer.Alat
ini digunakan untuk mengukur percepatan kendaraan yang sedang bergerak.Penggunaan
akselerometer juga dignakan pada pesawat terbang.
Alat ini penting untuk digunakan pada pesawat terbang dikarenakan agar bisa
memonitoring percepatan pesawat,sistem kontrolnya dapat menghitung kelajuan,arah,dan
posisi pesawat.

4. Gerak lurus beraturan (GLB)

Gerak lurus beraturan (GLB) adalah gerak suatu benda dengan kecepatan tetap. Di buku lain,
GLB sering didefinisikan sebagai gerak suatu benda pada lintasan lurus dengan kecepatan
tetap. Hal ini di perbolehkan karena kecepatan tetap memiliki arti besar maupun arahnya tetap,
sehingga kata kecepatan boleh diganti dengan kata kelajuan. Contoh GLB yang mudah Anda
temui adalah gerak kereta yang sedang melaju pada lintasan yang lurus dan datar.
Gerak lurus beraturan juga didefinisikan sebagai gerak suatu benda dengan kecepatan
tetap.Kecepatan tetap artinya baik besar maupun arahnya tetap.Kecepatan benda tetap
sehingga kata kecepatan diganti dengan kelajuan.Dengan demikian kita juga mendefinisikan
gerak lurus beraturan sebagai gerak suatu benda pada lintasan lurus dengan kelajuan tetap.
Kinematika gerak lurus beraturan

Pada GLB percepatan tiap benda adalah sa,a.yaitu v sehingga kecepatan rata rata pada GLB
sama dengan v.Dari definisi kecepatan rata rata maka diperoleh
∆ x=v ∆ t

Karena pada GLB kecepatan adalah konstan maka kecepatan rata rata (v) sama dengan
kecepatan sesaat (v).

∆ x=¿ x – x0 = vt atau x = x0 + vt

5. Gerak lurus berubah beraturan

Suatu benda yang kecepatannya dinaikkan atau diturunkan secara beraturan terhadap waktu
dan lintasannya berupa garis lurus, maka benda tersebut telah melakukan gerak lurus berubah
beraturan. GLBB adalah gerak suatu benda pada lintasan garis lurus yang percepatannya
tetap. Percepatan tetap menunjukkan bahwa besar dan arahnya sama.
Pada GLBB percepatan tiap saat adalah sama,yaitu a.Oleh karena itu percepatan rata rata
pada GLBB adalah sama dengan percepatan sesaat yaitu a.Pada GLBB benda yang bergerak
lurus hanya mungkin memiliki 2 arah yaitu kanan atau kiri dan keatas atau kebawah,arah ini
bisa diwakili dengan tanda positif atau tanda negatif.Maka diperoleh persamaan berikut:

∆ v=at atau v=¿ v0 + at

Berapa jauh benda berpindah selama selang waktu t.Kecepatan rata rata dari benda adalah

v 0+ v
v=
2

Dengan demikian

( v 0+ v )
∆ x=¿ v t = t
(2)

Kelebihan buku FISIKA 1 untuk SMA/MA_Setya Nurachmandani


1. Memiliki praktikum untuk setiap topik materi
2. Memiliki latihan soal untuk tiap materi
3. Memiliki penerapan pada kehidupan sehari hari
4. materinya cukup lengkap
5. terdapat nomor gambar dan nomor persamaan
kelemahan:
1. kurangnya penulisan persamaan
2. kurangnya penurunan rumus
3. kurangnya gambar untuk menjelaskan terjadinya fenomena dalam kehidupan sehari hari

kelebihan buku FISIKA 1 untuk SMA/MA KELAS X_Marthen kanginan


1. memiliki turunan persamaan yang lengkap
2. penulisan rumus yang lengkap
3. terdapat pengaplikasian dalm kehidupan
4. terdapat nomor persamaan
5. penulisan materi yang rinci
6. terdapat latihan soal untuk tiap materi
7. terdapat nomor gambar
kekurangan :
1.kurangnya gambar pada aplikasi kehidupan sehari hari
BAB 2 : GERAK PARABOLA

A. Pengertian Gerak Parabola


Gerak parabola merupakan perpaduan antara gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah
beraturan. Perhatikan gambar dibawah ini! Pada sumbu X, gerak yang dialami benda merupakan gerak
lurus beraturan. Gerak benda tersebut tidak dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga tidak mengalami
percepatan. Pada arah vertical (sumbu Y) gerak yang dialami benda merupakan gerak lurus berubah
beraturan. Gerak benda tersebut dipengaruhi oleh gaya gravitasi sehingga mengalami perlambatan.

Gambar 2.1 Skema gerak parabola dengan uraian komponen vector kecapatan dalam
sumbu X dan Y - Sumber : https://kumparan.com/berita-update/gerak-parabola-rumus-
menghitung-dan-contoh-soalnya-1uqHxdczciS

Oleh karena kecepatan awal dari gerak parabola membentuk sudut terhadap bidang datar maka
kecepatan awal itu diuraikan dalam komponen horizontal dan vertical. Komponen vertical digunakan
untuk mencari waktu geraknya saat diudara dan komponen horizontalnya digunakan untukmencari
jarak yang ditempuh. Sehingga dalam persamaan yang diperoleh akan diuraikan pada sumbu X dan
sumbu Y.
Beberapa persamaan yang berhubungan dengan gerak parabola adalah
Sumbu X : Sumbu Y :
vox = vo ∙ cos θ ( 2-1 ) voy = vo ∙ sin θ
(2-4)
v x =v o ∙ cos θ ( 2-2 ) vy ¿ v o ∙ sin θ−g ∙ t (2-5)
1 2
X = v x ∙ t=v o ∙ cos θ ∙ t (2-3) y=v o ∙sin θ ∙ t− ∙ g ∙ t (2-6)
2
Sedangkan persamaan kecepatan dan arah gerak benda dirumuskan:

|V |=√ V 2x +V 2y (2-7)

Vy
tan α= (2-8)
Vx

Keterangan:
V0 = Kecepatan awal (m/s)
V0x = Kecepatan awal pada sumbu x (m/s)
V0y = Kecepatan awal pada sumbu y (m/s)
Vx = Kecepatan ada sumbu x (m/s)
Vy = Kecepatan pada sumbu y (m/s)
V = Kecepatan pada suatu saat (m/s)
X = Kedudukan atau posisi pada sumbu x (m)
Y = Kedudukan atau posisi pada sumbu y (m)
g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2)

( Kompetensi Fisika : Siswanto Sukariyadi )

B. Menentukan Besaran-Besaran pada Gerak Parabola dengan Vektor

1. Vektor Posisi, Vektor Kecepatan, dan Vektor Percepatan

Gambar 2.2 Vektor posisi - Sumber :


http://metalinda17.weebly.com/vektor-posisi-
parabola.html
Ketika dari titik O anda melemparkan sebuah kelereng dilapangan datar yang cukup luas
dengan kecepatan awal Vo dan sudut elevasi (kemiringan) alfa,kelereng akan menempuh
lintasan parabola .Vektor satuan pada sumbu horizontal X dan I dan sumbu vertical Y dan
j.
Dititik asal O(pada t= 0),kecepatan awal Vo memiliki komponen Vox pada sumbu X dan
komponen Voy pada sumbu Y.Dengan demikian,vector kecepatan awal parabola dapat
dinyatakan sebagai berikut

1.Vektor kecepatan awal

V o=V ox i+V oy j (2-9)

Misalnya,setelah selang waktu t kelereng ada diposisi A dengan vector posisi r,yang
memiliki komponen yj pada sumbu Y.Dengan demikian, vector posisi kelereng setelah
selang waktu t dapat dinyatakan sebagai berikut;

Vector posisi

r =x i + y j (2-10)

Diposisi A,vector kecepatan kelereng adalah v,yang memiliki komponen vxi pada sumbu x
pada sumbu y. Dengan demikian, vector kecepatan kelereng pada saat t dapat dinyatakan
sebagai berikut.

Vektor kecepatan

V =v x i+v y j (2-11)
Untuk gerak pada bidang datar dengan sumbu x sebagai sumbu horizontal dan sumbu y
sebagai sumbu vertical, percepatan yang dialami partikel di posisi aja selalu berarah
horizontal kebawah. Jika arah vertical keatas di tetapkan sebagai vector yang berarah
positif, percepatan pada gerak parabola dapat dinyatakan sebagai berikut.

Vektor percepatan

g=−g y j (2-12)

Nilai percepatan untuk gerak parabola dipermukaan bumi adalah gy = 9,8 m/s 2 atau gy =
10 m/s2

Jika suatu vektpr dalam bidang telah kita nyatakan dalam vector-vektor satuan I dan j,
besar dan arah vector terhadap sumbu x positif dengan mudah dapat di hitung

Vektor A = Axi + Ayj


Besar vector A = √ Ax 2+Ay2
Ay
Arah vector tanθ =
Ax

( Fisika SMA Kelas 10 : Marthen Kanginan – Penerbit Erlangga )

- Persamaan posisi dan kecepatan pada gerak parabola

Pada sumbu x berlaku persamaan Gerak Lurus Beraturan

V =v 0 = tetap dan x=x 0 +v 0 t (2-13)

Jika pada sumbu X,kecepatan awal adalah vox,kecepatan pada saat t adalah vx,dan posisi
adalah x,maka persamaannya menjadi

V x=v 0 (2-14)

Pada sumbu Y berlaku persamaan umum gerak lurus berubah beraturan,yaitu

1 2
V= v0 + at dan x = x0 + v0t + at (2-15)
2

Jika pada sumbu Y kecepatan awal adalah voy,kecepatan pada saat t adalah
vy,percepatan a = -g (berarah kebawah), dan posisi adalah y,maka persamaannya menjadi

V y=v 0 y – >¿ (2-16)

1 2
y= y0 + v0yt - gt (2-17)
2

Kita juga dapat menyatakan kecepatan awal vox dan voy dengan besarnya vo (kelajuan
awal) dan sudut alfa o terhadap sumbu X positif. Dalam besaran besaraan ini,komponen
kecepatan awal vox dan voy dapat diperoleh dari perbandingan trigonometri cos alfa 0 dan
sin alfa 0.

v0x
cos a = atau v0x = v0 cos a (2-18)
v0

C. Menentukan tinggi maksimum dan jarak terjauh

a. Apa syarat mencapai tinggi maksimum?


Ketikka benda bergerak naik dari titik awal 0 ke titik tertinggi H,komponen kecepatan pada sumbu X
selalu tetap.Akan tetapi,komponen kecepatan pada sumbu Y terus berkurang karena diperlambat oleh
percepatan gravitasi g.pada benda mencapai titik tertinggi H, komponen kecepatan pada sumbu Y
sama dengan nol.
Syarat suatu benda mencapai titik
Tertinggi (titik H) adalah vy=0

Pada titik tertinggi H,vy = 0,maka kecepatan pada titik tertinggi Vh,adalah
VH = vx= v0

b. Apa syarat benda mencapai jarak terjauh?


Oleh karena pengaruh gaya gravitasi yang menarik benda kebawah,maka benda yang bergerak
keatas dengan lintasan parabola akhirnya akan tiba kembali pada sumbu horizontal X.
c. Sifat simetris grafik parabola
Jika gesekan angin dalam gerak parabola diabaikan,maka grafik parabola dapat kita analisis secara
sistematis. Untuk parabola yang terbuka kebawah (memiliki ekstrem maksimum),sumbu simetrinya
akan sejajar sumbu tegak dan melalui titik tertinggi.

Gambar 2.3 Sifat simetris grafik parabola

1) Waktu naik = waktu turun.


t PH =t HQ
2) Besar kecepatan (kelajuan) naik = besar kecepatan (kelajuan) turun,tetapi kecepatan naik tidak
sama dengan kecepatan turun,sebab arahnya berbeda.
v P=v Q
3) Sudut elevasi ke bawah = negatif sudut elevasi ke atas
α Q=−α P
4) Jarak titik kesumbu simetris sama besar
'' ''
P H =Q H
(Fisika SMA,Marthen Kanginan)
D. GERAK PARABOLA PADA BIDANG MIRING

Jika sebuah peluru ditembakkan dengan sudut elevasi β dan pada bidang miring ke atas,
peluru mengalami dua gerakan pada sumbu X dan Y yang saling tegak lurus. Perhatikan
Gambar 2.4 .

Gambar 2.4 Gerak parabola pada bidang


miring

1. Persamaan pada sumbu X


Kecepatan awal : v 0 = v 0 cos β
x

Perlambatannya : α x =−g sin α


Persamaan kecepatan dan jarak saat t adalah sebagai berikut.
2
v x =v 0 cos β−sin α t

1 2
x=v 0 cos βt− g sin α t (2-19)
2

dengan
v 0 = kecepatan awal dalam arah sumbu X (m/s)
v x = kecapatan dalam arah subu X (m/s)
x= jarak dalam arah sumbu X (m)
α = sudut antara sumbu X dan sisi miring () , dan
β = sudut elevasi ().

2. Persamaan pada Sumbu Y


Kecapatan awal : v 0 = v 0 sin β
y

Perlambatannya : α y =−g cos α


Persamaan kecepatan dan jarak saat t adalah sebagai berikut.
v y =v 0 sin β−g cosαt
1
y=v 0 sin βt− g cos α t 2
2
2 2 2
v y =v 0 sin β−2 g cos αt (2-
20)

dengan
v 0 = kecepatan awal dalam arah sumbu Y (m/s)
v y= kecapatan dalam arah subu Y (m/s)
y= jarak dalam arah sumbu Y (m)
α = sudut antara sumbu X dan sisi miring () , dan
β = sudut elevasi ().

3. Persamaan di Sembarang Titik (Titik C)


Pada saat waktu t, benda beada di titik C. Besar kecpatan dan arahnya dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut.
v c =√ v 2x + v 2y

vx=v 0 cosβ −g sin α t c

vy=v 0 sinβ−g cos α t c (2-21)


dengan v c = kecepatan benda di titik C.
Arah kecepatan benda di titik C adalah sebagai berikut.
vy
tanθ= (2-22)
vx

4. Titik tertinggi ( titik B)


Syarat benda untuk mencapai titik terttinggi pada bidang miring (titik b) adalah vy=0 .
Berdasarkan hal tersebut, dapat ditentukan waktu untuk mencapai titik tertinggi. Lihat
kembali persamaan kecapatan pada persamaan (2-20).
v y =v 0 sin β−g cosαt
0=v 0 sin β−g cosα t OB

g cosα t OB=v 0 sinβ

v 0 sinβ
t OB= (2-23)
g cosα

Titik tertinggi yang dicapai oleh benda pada bidang miring diperoleh dengan substitusi
Persamaan (2-23) ke Persamaan (4-20) seperti berikut.
1
y=v 0 sin βt− g cos α t 2
2
1
y maks=v 0 sin β t OB− g cos α t OB2
2

¿ v 0 sin β ( vg cosα
0
)− 2 g cos α ( vg cosα
sinβ 1 sinβ
0
) 2

( )
2
2 sin β 1 2 2
¿ v0 − v 0 sin β
g cosα 2

¿
1
( 1
v 2 sin 2 β− v20 sin2 β
g cos α 0 2 )
¿
1
(
1 2 2
v sin β
g cos α 2 0 )
2 2
v 0 sin β
y maks= (2-24)
2 g cos α

dengan y maks=¿ tinggi maksimum yang dicapai benda pada bidang miring (m).

5. Jarak terjauh
Akibat pengaruh dari gaya gravitasi, benda yang dilempar akan condong ke atas pada
bidang miring dengan sudut elevasi β sehingga akan jatuh kembali ke sumbu X dengan
jarak lintasan terjauh OD. Waktu untuk mencapai jarak terjauh dapat ditentukan sebagai
berikut.
2 v0
t OD= =2t OB (2-25)
g cos α

dengan t OD=¿ waktu untuk mencapai jarak terjauh (s).


BAB 3 : GERAK MELINGKAR
Suatu benda yang bergerak pada lintasan berbentuk lingkaran meskipun lainnya konstan, dapat di
katakan benda bergerak di percepat. Hal ini di sebebkan arah vektor kecepatan benda setiap saat
selalu berubah arah, yaitu searah dengan garis singgung lintasan. Hal tersebut dapat di lihat pada
gambar di bawah

Gambar : Vektor Kecepatan benda pada gerak melingakar

Sumber
https://roboguru.ruangguru.com/question/berikan-contoh-
dimana-arah-vektor-kecepatan-dan-arah-vektor-posisi-
saling-tegak_QU-H4LYK3ZO

Jika panjang garis panah menyatakan besar vektor kecepatan, maka panjang panah v sama dengan
panjang garis v’ . Di peroleh hubungan :

∆θ
|∆ v|=2V sin 2.20
2
Dengan ∆ θ merupakan perpindahan sudut benda. Jika selang waktu ∆ t kita perkecil, maka besar
sudut perpindahan pun akan turut mengecil. Jika sudut perpindahan sangat kecil, maka hasil
dunianya akan serata dengan sudutnya atau

∆θ ∆θ
Sin
2 2
Sehingga persamaan perubahan kecepatan akibat arah dapat kita tulis.

∆θ
∆ v=2 v =v ∆ θ
2
∆v
=∆ θ 2.21
v
Panjang busur lintasan pada sudut putar ∆ θ adalah ∆ s .hubungan antar ∆ θ dan ∆ s adalah.

∆ s vt
∆ θ=
r
=
r
2.22
( ∆ s=¿ Perpindahan benda = vt )

Substitusi persamaan 2.22 ke 2.21 di dapatakan


∆v vt
v = r
2
∆v v
t = r
2.23

∆v
Persamaan t adalah perceptan yang di simbolkan dengan a. Dengan demikian kita peroleh
persamaan percepatan, yaitu :

v2
a= 2.24
r
percepatan semacam ini di sebut dengan percepatan sentripetal (a sp) yang mengarah pada pusat
lintasan. Kita tuliskan kembali persamaan 2.24 sebagai :
2
v
asp =
r
jika benda yang bergerak pada lintasan berbentuk lingkaran tersebut memiliki massa m, maka
benda akan mengalami gaya sentripetal. Persamaan gaya sentripetal analog dengan persamaan gaya
dalam hukum II Newton, yaitu F = ma

v2
F = masp = m 2.25
r

1. Hubungan gerak rotasi dan Gerak Translasi


Bagaimana hubungan antara gerak rotasi dan gerak translasi ? Untuk gerak rotasi, besar pergeseran
sisi benda rotasi adalah
∆ s=r ∆ θ
Jika persamaan di atas kita bagi dengan waktu ∆ t maka di peroleh

∆s ∆θ
=r
∆t ∆t
∆s ∆θ
Pada persamaan adalah kecepatan linier benda v, sengkan adalah kecepatan sudut w,
∆t ∆t
sehingga di peroleh

v=wr 2.26

jika ruas pada persamaan 2.26 di bagi dengan waktu t, akan di peroleh

v w
= r
t t
v w
Ruas kiri, adalah percepatan linier a, sedangkan pada ruas kanan, adalah percepatan sudut α .
t t
Kita tuliskan hubunngan ini sebagai berikut.

a=α r 2.27
besar kecepatan sudut w dapat pula di tuliskan sebagai berikut.


w = 2 π f atau w 2. 28
T
hubungan antara besaran-besaran rotasi dan besaran-besaran linier dalam tabel di bawah ini

Besaran
Persamaan
Translasi Rotasi
Perpindahan (s) Perpindahan sudut (θ ) s = θr
Kecepatan (v) Kecepatan sudut ( w) v=wr
Percepatan (a) Percepatan sudut (α ) a=αr

2. Hubungan Antar Roda


Persistiwa yang sering di analisis dalam gerak melingkar, yaitu hubungan atar roda, hubugan
antar roda biasa terlihat misalnya pada roda sepeda, roda mobil, gerobak dan lain-lain .
Ada 3 hubungan antar roda, yaitu
a. Hubungan roda sepusat
b. Hubungan roda bersinggungan
c. Hubungan roda bersinggungan dengan tali/sabuk

Tabel : Hubungan antar roda


Sumber http://fisikaloyolacollege.blogspot.com/2016/06/hubungan-roda-roda.html

REFERENSI

Sudirman, Buku FISIKA Bidang Keahlian,Tegnologi Dan Rekayasa. Untuk SMA,SMK/MA Kelas X.
Penertbit ERLANGGA

Marthen Kanginan, Buku Fisika Untuk SMA/MA Kelas X. Penerbit ERLANGGA

BAB 4 : HUKUM GRAVITASI TENTANG GERAK


1. Perumusan hukum gravitasi umum newton

Pada tahun 1686, Sir Isaac Newton memberikan kunci untuk menguak rahasia tersebut yaitu dengan
menyatakan hukum tentang gravitasi.

Suatu benda yang dilepaskan dari ketinggian tertentu di atas permukaan bumi selalu akan jatuh bebas ke
permukaan bumi (tanah). Hal ini disebabakan pada benda tersebut bekerja sebuah gaya Tarik yang disebutnya
dengan Gaya Gravitasi. Setiap benda yang dilepas selalu jatuh bebas ke pusat bumi sehingga newton pun
menyimpulkan bahwa pusat bumilah yang mengerjakan gaya pada benda tersebut dengan arah selalu menuju
ke pusat bumi.

Newton membandingkan antara besar gaya gravitasi bumi yang menarik bulan dan menarik benda-benda pada
permukaan bumi. Percepatan garvitasi yang dialami setiap benda di permukaan bumi ialah 9, 8 m/s 2. Orbit
bulan dapat dianggap sebagai lingkaran sehingga percepatan sentripetal bulan adalah sebagai berikut.

2
V
a s= =¿ ¿
R

Dengan R = jari-jari orbit bulan = 3,84 ×10 8 m dan T = periode bulan = 27,3 hari = 2,36 ×10 6 s.

Newton mengajukan hukum gravitasi umum newton yang berbunyi sebagai berikut

Gaya gravitasi antara dua benda merupakan gaya Tarik-menarik yang besarnya berbanding lurus
dengan massa masing-masing benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara keduanya.

Secara matematis, besar gaya gravitasi dapat dituliskan sebagai berikut

Gm1 m2
F 12=F 21=F=
r2

Dengan : F 12=F 21=F=besar gaya tarik menarik antara kedua benda ( N )

G=Tetapan umum gravitasi

m1=massa benda 1 kg

m1=massa benda 2 kg

r = jarak antaratitik pusat kedua benda( m)

a. Menentukan Tetapan Gravitasi

Nilai tetapan gravitasi G tidak dapat ditentukan secara teori tetapi hanya dapat ditentukan secara eksperimen.
Pengukuran G pertama kali dilakukan oleh ilmuwan inggris, Henry Cavendish (1731-1810) pada tahun 1798
dengan menggunakan sebuah neraca torsi yang diperhalus dan luar biasa peka. Peralatan ini disebut dengan
neraca cavendish. Gaya Tarik antara m dan M dapat dihitung secara langsung dari data pengamatan sudut
puntiran serat. Mari kita susun persamaan matematis berikut.

mM Fr 2
F=G atauG=
r
2
mM

Cavendish memperoleh nilai G=6,754 ×10−11 N m 2 /kg 2


Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa dengan dapat ditentukannya nilai G. maka persamaannya menjadi
seperti berikut

mM Fr 2
F=G atau M =
r2 Gm

kita mengetahui bahwa gaya gravitasi yang bekerja pada benda bermassa m = 1 kg adalah F = mg = (1) (9,8) =
9,8 N.

b. Resultan Gaya Gravitasi pada Suatu Benda

Bagaimanakah jika pada suatu benda bekerja dua gaya gravitasi atau lebih? Misalnya pada m 1bekerja gaya
gravitasi F 12yang dikerjakan oleh m 2dan gaya gravitasi F 13yang dikerjakan oleh m 3. F 12dan F 13 adalah vector
sehingga gaya yang bekerja pada m 1haruslah resultan dari kedua gay aini secara vector.

F=F 12 +¿ F 13

Untuk kasus kedua vector gaya gravitasi yang membentuk sudut θ .

c. Gaya gravitasi di dalam bumi

Bumi dianggap terdiri atas kulit-kulit bola sehingga disebut teorema kulit newton. Gaya gravitasi yang dialami
partikel bermassa m yang berlokasi di permukaan bumi (r = R) atau di atas permukaan bumi (r¿ R ¿ adalah
sebagai berikut.

mM
F=G
r2

Jika massa bumi didistribusikan seragam, gaya gravitasi yang bekerja pada suatu partikel akan maksimum pada
permukaan bumi dan akan berkurang Ketika partikel bergerak menjauh dari bumi.

Besar gaya gravitasi dapat dirumuskan sebagai berikut.

Gm M ¿
F= 2
r

Massa jenis bumi ( ρ ¿ dianggap seragam sehingga kita dapat menghubungkan M ¿ dengan massa total bumi M
dan radius R.

massa M ¿ massa total


Massa jenis = =
volume V ¿ volume total

2. Medan gravitasi
Jika kita meletakkan sebuah benda bermassa M dalam suatu ruang, benda tersebut akan menghasilkan medan
yang menyebar di sekitar benda dalam ruang, medan hadir walaupun tidak ada benda lain di dalam ruang.
Medan yang menyebar dari benda bermassa dan memenuhi ruang inilah yang disebut sebagai medan gravitasi.
Medan gravitasi dapat didefinisikan sebagai ruang di sekitar suatu benda bermassa dimana benda bermassa
lainnya dalam ruang tersebut akan mengalami gaya gravitasi.

a. bagaimana kita memvisualisasi medan gravitasi?

Medan gravitasi termasuk medan vector, yaitu medan yang di setiap titiknya memiliki besar dan arah. Kita dapat
menampilkan medan gravitasi secara visual dengan bantuan garis-garis berarah (anak panah). Arah dan besar
medan gravitasi pada berbagai titik dalam ruang akan divisualisasikan dengan anak panah. Garis-garis medan
gravitasi adalah garis-garis bersambungan (kontinu) yang selalu berarah menuju ke massa sumber medan
gravitasi.

b. Kuat medan gravitasi

Besaran yang mewakili medan gravitasi disebut kuat medan gravitasi. Kuat medan gravitasi pada titi kapa saja
dalam ruang didefinisikan sebagai gaya gravitasi per satuan massa pada suatu massa uji m. dengan demikian
pada suatu titik dalam ruang saat suatu massa ujim mengalami gaya gravitasi F, kuat medan gravitasi g
dinyatakan sebagai berikut.

F
g=
m

Rumus untuk menghitung kuat medan gravitasi oleh massa sumber M pada berbagai titik dalam medan, yaitu
sebagai berikut.

GM
g= 2
r

Dengan M = massa sumber dan r = jarak ke pusat massa M.

Kuat medan gravitasi adalah gaya yang bekerja pada satuan massa yang diletakkan dalam medan gravitasi.
Dengan demikian jika sebuah benda bermassa m mengalami gaya F Ketika berada dalam medan gravitasi bumi,
F
kuat medan gravitasi bumi adalah dalam N/kg. jika benda bermassa m jatuh di bawah pengaruh medan
m
gravitasi bumi, percepatan g adalah sebagai berikut.

F=ma→ F=mg

F
g= =9,8 m/s 2
m
Ketika suatu benda bermassa m diam atau tak dipercepat di bumi dan kita ingin mengetahui gaya gravitasi
dalam newton yang bekerja pada benda, kita memandang g sebagai kuat medan gravitasi bumi (9,8 N/kg).

c. Mengapa berat benda sedikit berbeda di berbagai tempat di permukaan bumi?

Berat benda adalah gaya gravitasi bumi yang bekerja pada suatu benda yang dinyatakan oleh w = mg. massa m
merupakan besaran yang tetap dimana saja, berat benda berbeda sedikit sehingga pasti fektor g yang berubah
sedikit di berbagai tempat dipermukaan bumi.

Bumi tidak berbentuk bola atau dengan kata lain jari-jari permukaan bumi sedikit berbeda dari suatu tempat ke
tempat lain sehingga besar percepatan gravitasi yang bergantung pada jari-jari r juga akan berbeda sedikit. Hal
tersebut menyebabkan perbedaan percepatan gravitasi diberbagai tempat pada permukaan bumi. Jari-jari
1
permukaan bumi di kutub (r) adalah yang terkecil, dan karena percepatan gravitasi g sebanding dengan ,
r2
maka kutub akan memiliki percepatan gravitasi terbesar. Sebaliknya karena jari-jari permukaan bumi di
khatulistiwa adalah yang terbesar, maka khatulistiwa akan memiliki percepatan gravitasi terkecil.

d. bagaimana dengan percepatan gravitasi pada ketinggian tertentu diatas permukaan bumi?

Misalnya titik A adalah tempat pada permukaan bumi dan titik B adalah tempat pada ketinggian h di atas
permukaan bumi. Tentu saja jarak titik-titik tersebut terhadap pusat bumi adalah r A =R dan r B =(R+ h)
dengan R adalah jari-jari bumi. Nilai perbandingan percepatan gravitasi di B dan A adalah sebagai berikut.

( )
gB R
= 2
g A R+ h

Dengan g B=¿ percepatan gravitasi pada ketinggian h diatas permukaan bumi, g A =¿ percepatan gravitasi
pada permukaan bumi biasanya bernilai 9,8 m/s 2 dan R = jari-jari bumi berkisar 6.370 km.

e. perbandingan percepatan gravitasi dua planet

misalnya kita akan membandingkan percepatan gravitasi antara sebuah planet ( g p ) dengan percepatan gravitasi
bumi ( gb ). Tentu saja kita akan menggunakan persamaan berikut ini

g p mp
gb
=
( )( )
mb
×
Rp
Rb
2

Jadi, untuk memperoleh nilai perbandingan percepatan gravitasi antara dua planet, perlu menghitung terlebih
dahulu besaran berikut.
1) Nilai perbandingan massa ( )mp
mb
antara kedua planet

2) Nilai perbandingan jari-jari ( )Rp


Rb
antara kedua planet

f. Resultan percepatan gravitasi pada suatu titik

Percepatan gravitasi merupakan sebuah vector. Perbedaanya adalah gaya gravitasi bekerja pada suatu benda
akibat gravitasi dari bebnda-benda lainnya sedangkan pecepatan gravitasi bekerja pada suatu titik (tempat)
akibat medan gravitasi yang dihasilkan oleh benda-benda lainnya.

Seperti halnya gaya gravitasi, resultan percepatan gravitasi yang bekerja pada suatu titik akibat medan gravitasi
yang dihasilkan oleh dua buah benda harus dihitung secara vector. Cara perhitungannya sama seperti pada
resultan gaya gravitasi.

3. Potensial gravitasi

Disekitar suatu massa ada medan yang bersifat vector yang disebut medan gravitasi. Di sekitar suatu massa
juga terdapat medan yang bersifat scalar, disebut potensial gravitasi.

Potensial gravitasi erat kaitannya dengan energi potensial gravitasi, yaitu energi yang berkaitan dengan posisi
benda. Energi potensial gravitasi benda yang posisinya sangat jauh dari planet adalah nol. Dengan kata lain
gaya Tarik gravitasi planet pada benda yang sangat jauh bisa diabaikan. Potensial gravitasi suatu titik dalam
suatu medan gravitasi didefinisikan sebagai energi potensial gravitasi per satuan massa dari sebuah massa uji
kecil yang ditempatkan pada titik itu.

Persamaan dari potensial gravitasi

−GMm
EP gravitasi =
r

Dengan M adalah massa planet dan m adalah massa uji yang diletakkan pada suatu titik.
BAB 5 : GRAVITASI
A. Gaya Gravitasi
Apakah yang dimaksud dengan gaya gravitasi? Sekitar tahun 1686, fenomena gaya gravitasi
menyita perhatian seorang ahli fisika dan matematika inggris Sir Isaac Newton (1642-1721). Menurut
berbgai sumber, bahwa ketertatrikan Newton untuk menpelajari konsep gaya gravitasi oleh fenomena
jatuhnya buah apel. Terlepas dari benar atau tidaknya kisah tersebut, Newton kemudian melakukan
analisis data terhadap data-data astronomi dari gerakan bulan disekitar bumi. Berdasarkan hasil
analisisnya, Newton menyimpulkan bahwa gaya yang bekerja pada planet-planet di alam semesta
yang menyebabkan apel jatuh kepermukaan bumi, yaitu gravitasi.
Pada tahun 1687, dalam buku yang berjudul Mathematical Principles Of Natural Philosophy ,
Newton memublikasikan sebuah hukum fisika tentang gaya gravitasi, yaitu hukum gravitasi umum yang
berbunyi “Setiap benda atau partikel di alam semesta ini menari benda atau partikel lain dari sebuah
gaya yang besarnya berbandung lurus dengan hasil kali massa masing-masing benda atau partikel dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak di antara kedua benda atau partikel tersebut.”
Berdasarkan hukum gravitasi Newton, jika terdapat duah buah benda atau partikel yang
terpisah sejauh r massa masing-masing benda atau partikel tersebut adalah m1 dan m2 (lihat gambar
1.1) maka besarnya gaya Tarik gravitasi diantara kedua benda tersebut dapat di tentukan dengan
persamaan sebagai berikut

m1 m2
F=F12=F21=G= r2

Keteranagan: F= Besarnya gaya gravitasi (N)


r= Jarak pisah benda (m)
G= Tetapan gravitasi (6,673 × 10 -11N.m2/kg2)
m1= Massa benda 1 (kg)
m2= Massa benda 2 (kg)

Gambar 1.1 gaya Tarik gravitasi di antara

Benda bermasssa m1 dan m2

Sumber: Buku fisika SMA/MA kelas ×, kurikulum 13 Yrama Widya


B. Medan Gravitasi dan Gaya Gravitasi
Setelah Newton wafat, para ilmuan menggunakan konsep medan gravitasi sebagai
pendekatan untuk menjelaskan gaya interaksi di antara dua benda yang tidak saling bersentuhan.
Apakah yang dimaksud dengan medan gravitasi? Medan gravitasi adalah ruang suatu benda
bermassa dimana dimana benda bermassa lainnya yang terletak dalam ruang ini akan mengalami
gaya gravitasi.
Jika sebuah benda bermassa m ditempatkan pada suatu titik dengan medan gravitasi g, maka
benda tersebut akan mengalami gaya gravitasi F= mg. Hal ini berarti medan gravitasi g mengajarkan
gaya F pada benda. Dengan demikian, maka gravitasi g dapat didefinisikan sebagai gaya gravitasi
yang dialami oleh suatu benda tiap satuan massa benda tersebut. Secara matematis, medan gravitasi
dapat dinyatakan dengan persamaan berikut

F
g=
m

Medan gravitasi adalah besaran vektor, sehingga medan gravitasi mempunyai nilai atau besar
dan arah. Nilai atau besar medan gravitasi biasanya disebut kuat medan gravitasi. Kuat medan
gravitasi dari suatu benda sumber bermassa M pada suatu titik yang berjarak r dari benda sumber
sama dengan besarnya gaya gravitasi yang dialami oleh suatu benda uji bermassa m pada titik
tersebut yang dibagi dengan massa benda uji. Secara matemati, kuat medan gravitasi ini dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut:

Mm
g
g= F = r 2 =G M
m m r2

Dengan :
g = kuat medan gravitasi (N/kg atau m/s 2)
M = massa benda sumber (kg)
m = massa benda uji (kg)
r = jarak pisah benda sumber ke benda uji
Medan gravitasi adalah vektor sehingga seperti halnya besarn vektor lainnya, medan gravitasi
juga dapat digambarkan dengan diagram anak panah yang disebut garis medan gravitasi atau garis
gaya gravitasi. Garis-garis medan gravitasi merupakan garis-garis yang arahnya selalu menuju kepusat
benda sumber secara radia. Gambar 1.2 menunjukan gari-garis medan gravitasi dari benda yang
bermassa M dan 3M.
Gambar 1.2 Garis-garis medan gravitasi pada benda bermassa M dan pada benda bermassa 3M.

Sumber: Buku fisika SMA/MA kelas ×, kurikulum 13 Yrama Widya

Berdasarkan uraian di atas, kuat medan gravitasi pada suatu titik di sekitar benda bermassa
dipengaruhi oleh jarak titik ke benda bermassa dipengaruhi oleh jarak titik ke benda bermassa tersebut.
GM
Kuat medan gravitasi pada titik sejauh r dari benda bermassa M adalah g = 2 . Apakah yang terjadi
r
GM
ketika sebuah benda bermassa m diletakkan pada medan gravitasi yang besarnya g = 2 tersebut?
r
Yang terjadi tentu adalah benda bermassa m tersebut akan tertarik oleh gaya gravitasi sebesar F=G
Mm
menuju ke benda bermassa M. karena mengalami gaya, maka benda bermassa m tersebut tentu
r2
mengalami percepatan. Karena disebabkan oleh gaya gravitasi, maka perceptan benda ini dinamakan
dengan percepatan gravitasi dan biasanya dilambangkan dengan g. berdasarkan formulasi hukum II
Newton nilaipercepatan gravitasi yang dialami oleh suatu benda bermassa m di suatu gravitasi pada
GM
titik yang berjarak r dari benda bermassa M tersebut yaitu sebesar g = 2
r
Medan gravitasi tidak hanya terdapat disekitar bumi, tetapi juga terdapat disekitar setia benda
bermassa, termasuk matahari, bulan, planet-planet, dan benda-benda langit lainnya di alam semesta.
Dalam hal ini, kuat medan gravitasi disekitar benda-benda langit atau nilai percepatan gravitasi yang
dialami oleh suatu benda langit tersebut dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut

M bl
gbl = G
( R¿¿ bl+h)2¿

Dengan:
gbl = Kuat medan gravitasi atau percepatan gravitasi pada benda di sekitar benda
langit (m/s2)
Mbl = Massa benda langit (kg)
Rbl = Jari-jari benda langit (m)
Persamaa di atas berlaku untuk jarak (h) yang cukup jauh dari permukaan benda langit tertentu
sehingga jarak tersebut tidak dapat diabaikan terhadap jari-jari benda langit (R bl). Akan tetapi untuk
jarak (h) yang cukup dekat ke permukaan benda langit (R bl>> h), maka nilai gbl dapat ditentukan
dengan persamaan berikut

M bl
gbl = G
( R¿¿ bl+h)¿

C. Energi Potensial Gravitasi dan Potensial Gravitasi


1. Energi Potensial Gravitasi
Apakah yang dimaksud dengan energi potensial gravitasi? Energi potensial gravitasi adalah
usaha untuk memindahkan sebuah benda atau partikel dari posisi tak terhingga ke posisi tertentu
dalam suatu ruang yang diprngaruhi oleh medan gravitasi. Untuk medan gravitasi yang homogen,
energi potensial gravitasi dapat dihiutung dengan menggunakan konsep usaha, yaitu E pg = gaya ×
perpindahan
Energi potensial gravitasi merupakan besaran skalar, sehingga jika terdapat beberapa partikel
(sistem partikel) beradah dibawah pengaruh medan gravitasi suatu benda bermassa, maka energi
potensial gravitasi total system partikel tersebut adalah jumblah energi potensial gravitasi masing-
masing partikel. Secara fisis, energi potensial gravitasi total ini sama dengan besarnya usaha untuk
memisahkan partake-partikel dalam sistem tersebut pada jarak tertentu.
2. Potensial Gravitasi
Apakah yang dimaksud dengan potensial gravitasi? Potensial gravitasi adalah energi potensial
gravitasi tiap satuan massa benda atau partikel yang dipindahkan dari posisi tak terhingga ke posisi
tertentu dalam suatu ruang yang dipengaruhi oleh medan gravitasi. Konsep potensial gravitasi ini
bermanfaat untuk menggambarkan tingkatan energi potensial gravitasi pada suatu titik didalam medan
gravitasi tanpa memperhitungkan benda yang terletak pada titik tersebut. Potensial gravitasi biasanya
di lambangkan dengan V. Secara matematis nilai V pada titik r dari sebuah benda sumber bermassa M
dapat ditentukan dengan persamaan beriku

Mm
−G
V = EP g = r =-G
m m
M
r
Dengan: V = Potensial gravitasi (J/kg).
BAB 6 : USAHA DAN ENERGI
1. Usaha

a. Definisi dan Rumus Usaha

Usaha dalam fisika hanya dilakukan oleh gaya yang bekerja pada benda dan suatu gaya dikatakan
melakukan usaha pada benda hanya jika gaya tersebut menyebabkan benda berpindah.
Usaha (diberi lambang W, dari bahasa Inggris "work") didefinisikan sebagai hasil kali komponen
gava searah perpindahan (F) dengan besar perpindahannya (Δs).
Usaha merupakan besaran skalar yang diperoleh dari hasil perkalian titik (dot product) antara
gaya F dan vektor perpindahan s. Besamya usaha oleh gaya yang searah dengan arah perpindahan
dapat dihitung dengan rumus
W = F . Δs
dengan :
W = Usaha (joule)
F = gaya yang searah gerak benda (N)
s = perpindahan (m)
Usaha oleh gaya yang membentuk sudut dinyatakan dengan Dengan a menyatakan sudut antara
gaya dengan perpindahan
W = F cos α s

Dalam SI, satuan usaha adalah joule (J), satuan gaya adalah newton, dan satuan perpindahan adalah
meter sehingga satuan usaha adalah sebagai berikut.
1 joule = I newton meter

Berdasarkan hubungan tersebut, dapatkah Anda mendefinisikan satu joule?


Satu joule merupakan usaha yang kecil. Misalnya, usaha untuk melempar bola adalah 20 J. Oleh
karena itu, satuan yang lebih sering digunakan adalah kelipatan sepuluhnya (1 kJ = 1.000J ; 1 MJ =
1.000.000 J). Dalam keseharian, sering juga dijumpai satuan erg dan kalori,

1 erg = 10−7 joule dan 1 kalori = 4,2 joule


b. Grafik F - S

Gaya yang bekerja pada benda dapat berubah-ubah terhadap perpindahannya. Bagaimana
usaha dari gaya F itu? Jika perubahan gaya tersebut teratur, maka usaha yang dilakukan dapat
ditentukan dengan konsep grafik F - S.
Contohnya F yang bekerja pada balok berubah terhadap S seperti pada grafik F - S. Usaha yang
dilakukan gaya F tersebut dapat ditentukan dari luas daerah yang dibatasi kurva dan sumbu s. Daerah
yang dimaksud adalah daerah terarsir. Berarti dapat dirumuskan seperti di bawah ini.

W = luas kurva grafik F - S

c. Usaha oleh Berbagai Gaya

Dalam kehidupan nyata, hampir tidak pernah kita temukan kasus yaitu pada suatu benda hanya
bekerja sebuah gaya tunggal. Misalnya, ketika Anda menarik sebuah balok sepanjang lantai. Selain
tarik Anda, pada balok juga bekerja gaya-gaya lain, seperti gaya gesekan antara balok dan lantai, gaya
hambatan angin, dan gaya normal.
Bagaimana kita menghitung usaha oleh berbagai gaya ini? Telah Anda ketahui bahwa usaha
termasuk besaran skalar Besaran skalar dijumlahkan dengan cara aljabar biasa.

Usaha total oleh berbagai gaya yang bekerja pada suatu benda diperoleh dengan cara menjumlahkan
secara aljabar biasa.

Misalnya usaha yang dilakukan oleh gaya F 1adalah W 1, oleh gaya F 2 adalah W 2 , oleh gaya F 3
adalah W 3 , dan seterusnya sehingga usaha totalnya adalah sebagai berikut.

W total = W 1 + W 2 + W 3 + ...

2. Energi

a. Bentuk dan Sumber Energi


Energi dapat hadir dalam berbagai bentuk. Lima bentuk utama energi adalah energi mekanik,
energi kalor, energi kimia, energi elektromagnetik (listrik, magnet, dan cahaya), dan energi nuklir.
Semua energi berasal dari sumber energi. Sumber energi dibagi menjadi dua, yaitu energi tak
terbarukan, seperti energi fosil dan energi nuklir fisi serta energi terbarukan, seperti energi Matahari,
energi angin, energi air, dan energi gelombang.

b. Energi Kinetik

1) Pengertian dan Rumus Energi Kinetik

Energi mekanik terdiri atas energi kinetik dan energi potensial. Energi potensial akan kita pelajari
dalam subbab B. Energi kinetik adalah energi yang dimiliki benda karena geraknya (atau
kecepatannya).
Mengapa sebuah peluru yang begitu kecil saat ditembakkan dan mengenai pohon bisa
menembusnya? Tentu kalian dapat menjawabnya, yaitu karena peluru yang bergerak memiliki energi.
Energi yang disebabkan gerak suatu benda inilah yang dinamakan energi kinetik.
Energi kinetik sebuah benda dipengaruhi oleh massa dan kecepatannya. Energi itu sebanding
dengan massa benda dan kuadrat kecepatan benda. Kita telah mengetahui bahwa energi kinetik
bergantung pada massa dan kelajuan benda. Sekarang, mari kita turunkan rumus energi kinetik secara
kuantitatif.

Ketika sebuah benda bermassa m yang diam pada permukaan licin (tanpa gesekan). Ketika gaya
konstan F diberikan selama benda menempuh jarak Δx, benda akan bergerak dengan percepatan
tetap a sampai mencapai kecepatan akhir v. Usaha yang dilakukan pada benda W = FΔx seluruhnya
diubah menjadi energi kinetik benda pada keadaan akhir. Jadi, EK = W atau EK = FΔx.

Gunakan persamaan kecepatan dari GLBB.

v = v 0 + at; v = 0 + at; at = v

Gunakan persamaan perpindahan dari GLBB.

1 1 1
𝝙x = v 0t + at 2; 𝝙x = 0 + (at)t; 𝝙x = vt
2 2 2
Energi kinetik EK dapat ditulis sebagai berikut.

1 1 1
EK = F 𝝙x = (ma)( vt) = mv(at) = mvv
2 2 2

Rumus energi kinetik


1
EK = m v 2
2

Jadi, energi kinetik (EK) sebanding dengan massa benda m dan kuadrat kecepatannya (v²). Jika
massa dilipatgandakan, energi kinetik meningkat 2 kali lipat. Akan tetapi, jika kecepatan
dilipatgandakan, energi kinetik meningkat 4 kali lipat.

2) Teorema Usaha-Energi

Saat mendorong sebuah peti di atas lantai datar yang licin, hanya gaya doronglah yang
melakukan usaha pada peti dan ternyata kelajuan peti bertambah. Jika kelajuan peti bertambah,
artinya energi kinetik peti juga bertambah. Tentu saja pertambahan energi kinetik peti berasal dari
usaha yang dilakukan oleh gaya dorong.
Contoh kualitatif tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa pertambahan energi kinetik melalui
usaha merupakan proses alih energi. Untuk kasus mendorong peti, sebagian energi kimia dalam tubuh
beralih menjadi energi kinetik peti sehingga energi kinetik peti bertambah.
Contoh kualitatif tersebut juga menunjukkan adanya kaitan antara usaha yang dilakukan pada
suatu benda dengan perubahan energi kinetiknya. Hubungan ini akan kita turunkan secara kuantitatif
seperti berikut.
Gaya konstan F akan mempercepat benda sesuai dengan hukum II Newton, F = ma. Jika kita
kalikan kedua ruas persamaan tersebut dengan perpindahan Δx. pada ruas kiri akan tampil usaha yang
dilakukan gaya pada benda

FΔx = m(aΔx)

Hasil kali aΔx berkaitan dengan kecepatan awal v1 , dan kecepatan akhir v 2, sesuai persamaan
GLBB.
2
v 2 = v 0 + 2aΔx
2 2
v - v 0 = 2aΔx
2 2
v 2 - v1 = 2aΔx

v 22−v 12
( ) = aΔx
2

Sehingga,

( )
2 2
v2 – v1
FΔx = m
2

1 2 1 2
FΔx = m v 2 + = m v 2
2 2

1
Kita telah mendefinisikan kuantitas mv² sebagai energi kinetik benda (EK) sehingga persamaan
2
tersebut dapat kita tulis sebagai berikut.

FΔx = EK 2 - EK 1

FΔx = W res (usaha total oleh gaya resultan).

EK2 = EK ak (energi kinetik pada posisi akhir), dan

EK1 = EK aw (energi kinetik pada posisi awal).

Persamaannya menjadi seperti berikut.

Teorema usaha-energi

W res = ΔEK = EK ak - EK aw

Persamaan tersebut dapat kita nyatakan dengan pernyataan berikut.


Teorema Usaha-Energi

Usaha yang dilakukan oleh gaya resultan yang bekerja pada suatu benda sama dengan perubahan
energi kinetik yang dialami benda tersebut, yaitu energi kinetik akhir dikurang energi kinetik awal.

b. Energi Potensial

Energi potensial diartikan sebagai energi yang dimiliki benda karena keadaan atau kedudukan
(posisinya). Misalnya, energi pegas (per), energi ketapel, energi busur, dan energi air terjun. Energi
potensial juga dapat diartikan sebagai energi yang tersimpan dalam suatu benda. Misalnya energi
kimia dan energi listrik. Contoh energi kimia adalah energi minyak bumi dan energi nuklir

1) Energi Potensial Gravitasi

Energi potensial gravitasi adalah energi yang dimiliki benda karena kedudukan ketinggian dari
benda lain. Secara matematis ditulis sebagai berikut.

Ep=mgh

Keterangan:
Ep : energi potensial gravitasi (N)
m : massa benda (kg)
g : percepatan gravitasi (m/ s2)
h : ketinggian terhadap acuan (m)

Energi potensial gravitasi tersebut adalah energi potensial benda terhadap bidang acuan yang
terletak pada jarak h di bawah benda. Energi potensial gravitasi terhadap bidang acuan lain tentu saja
berbeda besarnya. Misalnya, terhadap bidang acuan yang jaraknya h1 , di bawah kedudukan benda,
maka energi potensial gravitasinya adalah m g h1 . Bidang acuan tidak harus berada di bawah
kedudukan benda. Dapat saja dipilih bidang acuan yang letaknya di atas kedudukan benda. Dalam hal
demikian energi potensial gravitasi memiliki nilai negatif. Namun, biasanya bidang acuan dipilih di
bawah kedudukan benda.

2) Hubungan Antara Usaha dengan Energi Potensial Gravitasi


Misalnya sebuah balok bermassa m diikat pada seutas tali dan tali digulung pada suatu katrol
licin. Anggap katrol dan tali tak bermassa. Balok mula-mula berada pada ketinggian h1 , beberapa saat
kemudian balok berada pada ketinggian h2 .Turunnya balok disebabkan adanya tarikan gaya gravitasi.
Besarnya usaha gaya gravitasi sama dengan gaya gravitasi (m g) dikalikan dengan perpindahan (h1 –
h2 ).

Secara matematis ditulis sebagai berikut.


W = mg (h1 – h2 )
= mgh1 – mgh2
= Ep1 – Ep2
= (Ep1 – Ep2)
W = – Ep

Dengan Ep merupakan negatif perubahan energi potensial gravitasi. Besarnya energi potensial
grabvitasi sama dengan energi potensial akhir dikurangi energi potensial mula-mula (Ep = Ep akhir –
Ep awal). Persamaan ini menyatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh gaya gravitasi sama dengan
minus perubahan energi potensial gravitasi.
Energi potensial gravitasi pada umumnya terjadi pada benda jatuh bebas atau memiliki lintasan yang
lurus. Untuk bidang melingkar dan bidang miring, persamaan energi potensial gravitasinya adalah sebagai
berikut. Untuk bidang melingkar:
EpA = m g h
= m g R; dan
EpB = 0
Untuk bidang miring:
EpA = m g h
= m g s sin; dan
EpB = 0

3. Daya

a. Pengertian, Rumus, dan Satuan Daya


Seperti halnya pada kecepatan dan percepatan, daya menyatakan seberapa cepat sesuatu
terjadi (dalam kasus ini, seberapa cepat usaha dilakukan). Daya didefinisikan sebagai laju usaha
dilakukan atau besar usaha per satuan waktu. Jadi, daya (lambang P) dihitung dengan membagi usaha
yang dilakukan (W) terhadap tamanya waktu melakukan usaha (t).

Usaha W
Daya = -> P =
Waktu t

Besar usaha = gaya × perpindahan (W = FΔx) sehingga dapat ditulis sebagai berikut.

FΔx Δx
P= =F( )
t t

Perpindahan (Δx) dibagi selang waktu (t) sama dengan kecepatan rata-rata (v) sehingga kita peroleh
persamaan berikut.

P = Fv

Daya diperoleh dari hasil bagi antara dua besaran calar (usaha dan waktu) sehingga daya
termasuk besaran calar. Satuan SI untuk daya adalah watt (disingkat W), untuk menghargai penemu
mesin uap asal Skotlandia, James Watt (1733-1819). Untuk satuan daya dalam SI, adalah sebagai
berikut.

1 joule
1 watt =
1 sekon

Dalam keseharian, khususnya dalam peralatan teknik, seperti pompa, mesin-mesin mobil, dan
motor, dayanya dinyatakan dalam daya kuda atau horse power (disingkat hp).

1 hp 746 W

Untuk memudahkan perhitungan dalam soal, konversi tersebut sering dibulatkan 1 hp = 750 W.

b. Konsep Daya dalam Keseharian


Jika dua mobil yang memiliki berat sama mendaki sebuah bukit yang sama, kedua mobil tersebut
dikarakan melakukan usaha yang sama. Akan tetapi, jika mobil A mendaki bukit dalam waktu yang
lebih singkat dari mobil B, sesuai dengan definisi daya, kita katakan mobil A memiliki daya yang lebih
besar daripada mobil B.
Satuan watt yang banyak digunakan untuk menyatakan spesifikasi peralatan listrik, seperti setrika
listrik, televisi, kulkas, dan bola lampu pijar. Misalnya bola lampu 25 W berarti lampu melakukan usaha
dengan laju 25 joule tiap sekon. Dalam satu sekon yang sama, bola lampu 60 W mampu melakukan
usaha 60 joule. Dalam 1 sekon, bola lampu 60 W melakukan usaha lebih besar daripada bola lampu 25
W sehingga kita nyatakan lampu 60 W memiliki daya yang lebih besar daripada lampu 25 W.
Bagaimana kita membuktikan pernyataan tersebut? Mudah saja, dekatkan kedua lampu kemudian
nyalakan, maka lampu 60 W berpijar lebih terang daripada lampu 25 W.

4. Hukum Kekekalan Energi Mekanik

Hukum Kekekalan Energi Mekanik Energi mekanik didefinisikan sebagai penjumlahan antara
energi kinetik dan energi potensial. Untuk lebih memahami energi kinetik perhatikan sebuah bola yang
dilempar ke atas. Kecepatan bola yang dilempar ke atas makin lama makin berkurang. Makin tinggi
kedudukan bola (energi potensial gravitasi makin besar), makin kecil kecepatannya (energi kinetik bola
makin kecil). Saat mencapai keadaan tertinggi, bola akan diam. Hal ini berarti energi potensial
gravitasinya maksimum, namun energi kinetiknya minimun (v = 0). Pada waktu bola mulai jatuh,
kecepatannya mulai bertambah (energi kinetiknya bertambah) dan tingginya berkurang (energi
potensial gravitasi berkurang). Berdasarkan kejadian di atas, seolah terjadi semacam pertukaran energi
antara energi kinetik dan energi potensial gravitasi. Apakah hukum kekekalan energi mekanik berlaku
dalam hal ini? Misalkan terdapat suatu benda yang dijatuhkan dari ketinggian hA di atas tanah. Pada
ketinggian tersebut benda memiliki EPA = m g hA terhadap tanah dan EKA = 0. Kemudian dalam
selang waktu t benda jatuh sejauh hB (jarak benda dari tanah hA – hB).
Pernyataan ini disebut hukum kekekalan energi mekanik. Hukum kekekalan energi mekanik dapat
dirumuskan sebagai berikut.

EMA = EMB EPA + EKA


= EPB + EKB m g hA + 1 2 2 mvA
1
= m g hB + mvB
2

Perlu digaris bawahi bahwa hukum kekekalan energi mekanik berlaku hanya jika tidak ada energi
yang hilang akibat adanya gaya konservatif. Misalnya akibat gesekan udara maupun gesekan antara
dua bidang yang bersentuhan.
BAB 7 : MOMENTUM, IMPULS, DAN TUMBUKAN
A. Impuls dan Momentum

(Gambar 7.1)
https://pixabay.com/id/images/search/pemain%20bisbol/

Impuls adalah besarnya vektor gaya yang bekerja terhadap benda dalam selang waktu
tertentu. Selang waktu yang diperlukan vektor gaya untuk mempengaruhi gerak benda
relative sangat singkat (hanya sepersekian detik). Jika impuls kita lambangkan dengan I ,
gaya F dan selang waktu ∆ t, maka :

I =F ∆ t (7.1)

Sedangkan momentum (disimbolkan dengan p) adalah masa benda m (dalam satuan kg)
dikaitkan dengan kecepatan v (dalam satuan m/s)

p=m v (7.2)

Perkalian antara besaran skalar (yaitu massa m) dan besaran vektor (yaitu kecepatan v)
menghasilkan besaran vektor. Dengan demikian, perhitungan momentum harus dilakukan
dengan konsep penjumlahan vektor. Namun untuk memudahkan pembahasannya kita
gunakan analisis satu dimensi saja, sehingga persamaan (7.2) ditulis sebagai :
p = mv (7.2a)

Hukum II Newton menjelaskan bahwa besar gaya yang bekerja dalam setiap satuan
massa terhadap benda sama dengan besar percepatan yang dialami benda tersebut, atau
dituliskan :

F = ma (7.3)

Percepatan benda adalah laju perubahan kecepatan yang dialami benda terhadap waktu,
yaitu :

∆v
α= (7.4)
∆t

Sehingga Hukum II Newton dapat ditulis :

∆v
F=m (7.5)
∆t

Persamaan (7.5) dapat dituliskan menjadi :

F∆ t = m∆ v
= m (v-v0)
= mv – mv0

Dengan v = kecepatan akhir (m/s)


v0 = kecepatan awal (m/s)

Sisi kanan persamaan (7.5a) menunjukkan perubahan momentum, yaitu selisih antara
momentum akhir (p=mv) dengan momentum awal (p 0 mv0). Sedangkan sisi kiri
menunjukkan impuls (I=∆ t ¿. Dengan demikian, persamaan (7.5a) dapat juga dituliskan
sebagai :

I = p – p0
I =∆ p (7.6)

Dapat disimpulkan, impuls adalah besar perubahan momentum yang dialami suatu benda.

B. Tumbukan
Kita tinjau dua bola yang bermassa m 1 dan m2 yang bergerak di atas bidang datar dalam
satu garis lurus dengan arah yang saling mendekati. Setelah terjadi tumbukan satu sama
lain, kedua bola bergerak dengan arah yang berlawanan dengan arah sebelumnya seperti
yang terlihat pada Gambar 7.2
(Gambar 7.2)
https://www.google.com/search?
q=gambar+tumbukan+4+bola&tbm=isch&ved=2ahUKEwjJhrall7j9AhWDGLcAHQNRBwk
Q2-
cCegQIABAA&oq=gambar+tumbukan+4+bola&gs_lcp=CgNpbWcQAzoECCMQJzoFCAAQ
gAQ6BwgAEA0QgAQ6CAgAEIAEELEDOgsIABCABBCxAxCDAToECAAQAzoGCAAQCBAeOg
QIABAeUMgDWL85YI07aABwAHgBgAH_A4gBsCeSAQw3LjIwLjMuMS4wLjGYAQCgAQGq
AQtnd3Mtd2l6LWltZ8ABAQ&sclient=img&ei=xu79Y8mLI4Ox3LUPg6KdSA&bih=657&bi
w=1366#imgrc=JgbsXj8repGO4M

Pada saat tumbukan, bola 1 mengerahkan gaya F 12 (gaya yang dikerahkan bola 1 pada
bola 2), sedangkan bola 2 mengerahkan gaya F 21 (gaya yang dikerahkan bola 2 pada bola
1). Berdasarkan Hukum III Newtpn, kedua gay aini sama besar dan memiliki arah yang
saling berlawanan. Kita tuliskan :

F12 = - F21 (7.7)

Atau

F12 + F21 = 0 (7.8)

∆ p1 ∆ p2
Dengan F12 = dan F21 =
∆t ∆t
Persamaan (7.8) dapat kita tuliskan lagi menjadi :

∆ p1 ∆ p2
+ =0 (7.9)
∆t ∆t

Kita kalikan kedua ruas dengan ∆ t , diperoleh :

∆ p1 + ∆ p2 = 0 (7.10)

Pada kasus tumbukan bola, berlaku :


 P1 = m1 v1 (momentum bola 1 sebelum tumbukan)
 P2 = m2 v2 (momentum bola 2 sebelum tumbukan)
 P1 = m1 v’1 (momentum bola 1 sesudah tumbukan)
 P2 = m2 v’2 (momentum bola 2 sesudah tumbukan)

Dengan demikian Persamaan 7.10 dapat dituliskan


(p1-p1’) + (p2-p2’) = 0
p1 + p2 = p1’ + p2’
m1 v1 + m2 v2 = m1 v1’ + m2 v2’ (7.11)
Jadi, jumlah momentum kedua bola sebelum terjadi tumbukan adalah sama dengan jumlah momentum
kedua bola setelah terjadi tumbukan. Ungkapan ini tak lain merupakan bunyi Hukum Kekekalan
Momentum.

C. Koefisien Kelentingan
Bola yang dilemparkan ke dinding atau dijatuhkan ke lantai termasuk ke dalam peristiwa tumbukan,
sehingga dapat kita analisis dengan menggunakan konsep impuls dan momentum. Pada bola yang
dilemparkan ke dinding, kecepatan bola ketika dipantulkan setelah membentur dinding cenderung
lebih kecil dibandingkan kecepatan awalnya sebelum menumbuk dinding. Pada kasus bola
dijatuhkan ke lantai, tinggi pantulan bola cenderung lebih rendah dari tinggi bola pada saat
dipantulkan setelah terjadi tumbukan dengan lantai. Tinggi rendah pantulan dapat dipengaruhi oleh
sifat konstanta bahan tersebut. Konstanta bahan ini kita kenal dengan koefisien kelentingan bahan.

Koefisien kelentingan bahan yang disebut juga koefisien restitusi, dapat kita definisikan sebagai
perbandingan laju relatif benda setelah terjadi tumbukan terhadap laju relatif benda sebelum terjadi
tumbukan, yang dilambangkan dengan e.

v ' 1−v ' 2


e= (7.13)
v 1−v 2

Dengan
v’1 = laju relatif benda pertama setelah tumbukan (m/s)
v’2 = laju relatif benda kedua setelah tumbukan (m/s)
v1 = laju relatif benda pertama sebelum tumbukan (m/s)
v2 = laju relatif benda pertama sebelum tumbukan (m/s)

1. Jenis-jenis Tumbukan
a. Tumbukan Lenting Sempurna
Tumbukan lenting sempurna disebut juga tumbukan elastis terjadi jika nilai e = 1. Dalam
hal ini berlaku hukum kekekalan momentum dan kekekalan energi kinetic sehingga
momentum dan energi kinetic selalu konstan.

b. Tumbukan Lenting Sebagian


Kebanyakan tumbukan berada dalam kondisi ini, yaitu tumbukan lenting sebagian.
Koefisien restitusi tumbukan e berada di antara 0 dan 1 (0 < e < 1). Dalam kondisi ini,
hanya momentum saja yang kekal, sedangkan energi kinetic tidak. Energi kinetic sesudah
tumbukan lebih kecil daripada sebelum tumbukan.

c. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali


Pada tumbukan tidak lenting sama sekali terjadi jika e = 0. Dalam kondisi ini, benda-benda
yang bertumbukan saling menempel satu sama lain, misalnya terjadi ketika mobil
menabrak pohon atau sebuah kelereng yang dilemparkan kea rah plastisin dan melekat
padanya. Kecepatan akhir dari benda-benda yang bertumbukan adalah sama.

(Gambar 7.3)
https://www.google.com/search?
q=gambar+pantulan+bola+bergantung+pada+koefisien+restitusi+lantai&sxsrf=AJOqlzWZ
dL_te1AztwJ0f7gctuFk1ytmxg:1677587861750&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ah
UKEwjU2dDknbj9AhUIcWwGHRObAP8Q_AUoAXoECAEQAw&biw=1366&bih=657&dpr=1
#imgrc=wyRng3B9M3XmrM

Jika suatu benda kita jatuhkan dari ketinggian h dari lantai, kecepatan benda tepat saat
menumbuk lantai dapat diturunkan dari persamaan gerak lurus berikut ini.

V2 = V0y2 + 2gh (7.14)


Dengan:
V0y = 0 (gerak jatuh bebas)
g = 10 m/s2
h = tinggi posisi bola (m)

Dengan demikian, diperoleh kecepatan benda saat gerak jatuuh bebas adalah:

v=√ 2 gh (7.15)

Setelah menumbuk lantai, bola dipantulkan dengan kecepatan yang berbeda ketika bola
dijatuhkan dari ketinggian pantulan tersebut, sehingga

v’ = √ 2 gh ' (7.16)
Dengan mensubstitusikan persamaan (7.15) dan (7.16) ke persamaan (7.12), maka kita
peroleh:

v'
e=
v

e=
√2 gh h√
√2 gh' = h' (7.17)

dengan h’ = tingig pantulan (m)


h = tinggi benda pada saat dijatuhkan (m)

BAB 8 : GERAK HARMONIK SEDERHANA


BAB 9 : GERAK ROTASI
1. Besaran-besaran pada gerak melingkar
a. Kecepatan sudut
Jika benda bergerak pada lintasan melingkar berarti posisi
sudutnya juga berubah. Perubahan posisi tiap detik inilah yang
dinamakan kecepatan sudut rata-rata.
∆θ
ω= …………………………………… ( pers 1.1)
∆t
Sesuai dengan definisi kecepatan sesaat maka kecepatan sudut
sesaat juga dapat didefinisikan sebagai deferensial dari posisi sudut.
Sebaliknya posisi sudut dapat ditentukan dari integral kecepatan sudut.

ω=
dt
dan θ = θ0 + ∫ ω dt ………………………………. (pers 1.2)
b. Percepatan sudut sesaat
Bagaimana jika kecepatan sudut suatu benda yang bergerak
mengalami perubahan? Tentu kalian sudah bisa menjawabnya, bahwa benda
tersebut memiliki percepatan sudut. Percepatan sudut sesaat didefinisikan
sebagai deferensial dari kecepatan sudut sesaat. Sebaliknya akan berlaku
bahwa kecepatan sudut sesaat merupakan integral dari percepatan sudutnya.

α=
dt
dan ω = ω 0 ∫ α dt ………………………………… pers (1.3)
2. Besaran sudut linear
a. Hubungan secara besaran
Setelah kalian belajar besaran-besaran pada gerak melingkar
maka dapat diketahui adanya berbagai jenis besaran yang memiliki
kemiripan seperti kecepatan dengan kecepatan sudut. Tahukah kalian
apakah besaran-besaran itu ada hubungannya? Jika ada bagaimana
hubungannya? Coba kalian perhatikan lagi Gambar 1.1. Panjang busur
AB berada di depan sudut θ dan dengan jari-jari R. Secara matematis
hubungan seperti berikut.
S = θ.R…………………………….. pers (1.4)
Sesuai dengan persamaan 1.4 inilah kemudian dapat diturunkan
hubungan-hubungan yang lain yaitu untuk kecepatan dan percepatan.
Hubungan itu sesuai dengan persamaan berikut.
v=ωR
aθ = α R ………………………………. (1.5)
dengan : v = kecepatan linier
ω = kecepatan sudut a
θ = percepatan tangensial
α = percepatan sudut
R = jari-jari lintasan
b. Percepatan linear
Masih ingat di kelas X, bahwa setiap benda yang bergerak
melingkar selalu memiliki percepatan yang arahnya ke pusat lintasan.
Tentu kalian masih ingat bahwa percepatan tersebut adalah
percepatan sentripetal atau disebut juga percepatan radial. Besarnya
seperti persamaan berikut.
2
a R = v atau a R = ω 2 R …………………………………………..
R
(1.6)
Dari penjelasan di atas, berarti benda yang bergerak melingkar
dapat memiliki dua percepatan yang saling tegak lurus (jika a θ ≠ 0).
Lihat Gambar 1.2, a θ tegak lurus a R sehingga percepatan linier totalnya
memenuhi dalil Pythagoras.
a tot = √ a R2 +aθ2 ………………………………………..(1.7)

BAB 10 : KESETIMBANGAN BENDA TEGAR


Kesetimbangan benda tegar
1. Kesetimbangan partikel
Pengertian partikel adalah benda yang volumnya kecil dan dianggap sebagai titik. Jika
pada sebuah partikel bekerja beberapa buah gaya dan partikel dalam keadaan setimbang
(diam atau bergerak lurus beraturan) tentunya dalam keadaan ini berlaku Hukum I Newton.
Syarat partikel setimbang jika jumlah aljabar gaya-gaya yang bekerja sama dengan nol.
ΣF = 0
Gaya-gaya yang bekerja pada partikel dalam satu bidang datar, misalnya pada bidang XOY
maka ΣF = 0 dapat juga dinyatakan dengan ΣF x = 0 dan ΣF y = 0.
2. Kesetimbangan benda tegar
Pengertian benda tegar adalah benda yang tidak berubah bentuknya atau jarak tiap
bagian-bagiannya tetap. Jika pada sebuah benda tegar bekerja beberapa buah gaya dan
benda tegar dalam keadaan setimbang maka benda tegar tersebut memenuhi syarat
kesetimbangan rotasi dan syarat kesetimbangan translasi.
Benda tegar dalam keadaan setimbang jika memenuhi syarat:
ΣF = 0 dan Στ = 0
ΣF = 0 adalah syarat kesetimbangan translasi Στ = 0 adalah syarat kesetimbangan rotasi.
3. Torsi
Untuk melihat suatu benda diam menjadi bergerak translasi (lurus), Anda perlu menger-
jakan gaya pada benda itu. Analog dengan itu, untuk membuat suatu benda tegar berotasi
(berputar) terhadap suatu poros tertentu, Anda perlu mengerjakan torsi (dan hahasa latin
torquere, memutar) pada benda itu. Besaran-besaran apakah yang ber kaitan dengan torsi?
Lengan (atau lengan torsi) dari sebuah gaya F terhadap suatu poros melalui P
didefinisikan sebagai panjang garis yang ditarik dari tink poros P sampai memotong tegak
lurus garis kerja gaya F.
𝑙 = r sin θ
Torsi (atau momen gaya) terhadap suatu poros P didefinisikan sebagai hasil kali besar
gaya F dan lengan momennya. Jika torsi diberi lambang huruf yunani tau,
Besar torsi: τ = 𝑙F = rT sin θ
4. Momen Inersia
Momen inersia dari sebuah partikel bermasa m didefinisikan sebagai hasil kali massa
partikel (m) dengan kuadrat jarak tegak lun partikel dari titik poros (r²).
Momen inersia partikel: I = mr²
Karena momen inersia / pada gerak rotasi analog dengan massa m pada gerak translasi,
maka fungsi momen inersia sama dengan fungsi massa. Jika massam pada gerak translasi
menyata kan ukuran kemampuan benda untuk mempertahankan kecepatan linearnya, momen
inersia benda pada gerak rotasi menyatakan ukuran kemampuan benda untuk
mempertahankan kecepatan sudut rotasinya.
Sebuah benda tegar disusun oleh banyak partikel terpisah yang masing-masing memiliki
massa m1, m2, m3,... Untuk menentukan momen inersia dari benda-benda seper itu terhadap
suatu poros tertentu, mula-mula kita harus mengalikan massa tiap-tiap partikel dengan kuadrat
jaraknya dari poros (r1², r2², r3²,...), kemudian dijumlahkan, atau kita tulis
I = Σm1r1² = m1r1² + m2r2² +m3r3² + ...
5. Titik berat
Pada dasarnya sebuah benda terdiri atas partikel-partikel dengan jumlah tak terhingga
yang masing-masing partikel mempunyai massa-massa tertentu.
Setiap partikel dalam suatu benda tegar memiliki berat. Berat keseluruhan benda adalah
resultan dari semua gaya gravitasi berarah vertikal ke bawah dari semua partikel ini. dan
resultan ini bekerja melalui suatu titik tunggal, yang disebut titik berar (atau pusar gravitasi).
Kita juga dapat menyatakan titik berat sebagai suatu titik di mana resultan gaya gravitasi
partikel-partikel terkonsentrasi pada titik ini. Karena itu, resultan torsi dari gaya gravitasi
partikel-partikel pada titik beratnya haruslah nol. Buktinya sangat mudah, tampulah benda
tegar pada titik beratnya, maka benda berada dalam kondisi keseimbangan statis dan tidak
akan jatuh.
Resultan dari gaya berat-gaya berat dari masing-masing partikel itulah yang kemudian
disebut dengan berat benda (W) dan titik tangkap gaya berat itu disebut dengan titik berat (Zo).
6. Macam-macam kesetimbangan
Macam kesetimbangan benda ada tiga, yaitu kesetimbangan stabil, labil dan indeferen
(netral) dengan sifat sebagai berikut.
a. Kesetimbangan stabil, jika benda diberi gangguan dari sikap setimbangnya maka ia
akan kembali ke kedudukannya semula. Ini terjadi jika dalam gangguan tersebut titik
berat berpindah ke atas.
b. Kesetimbangan labil, jika benda diberi gangguan dari sikap setimbangnya, maka ia
tidak akan kembali kedudukan semula. Ini terjadi jika dalam gangguan tersebut titik
berat berpindah ke bawah.
c. Kesetimbangan netral (indeferen) jika benda diberi gangguan dari sikap setimbangnya,
maka dalam kedudukan barunya ia tetap seimbang. Ini terjadi jika dalam gangguan
tersebut titik beratnya tetap tingginya.
Menggeser dan mengguling
Jika pada sebuah benda dikenai gaya maka benda tersebut dapat menggeser
atau mengguling.
Syarat:
 benda menggeser, jika ΣF ≠ 0 dan Στ = 0
 benda mengguling, jika ΣF = 0 dan Στ ≠ 0

BAB 11 : ELASTISITAS
A. Tegangan, Regangan, dan Modulus Young

1. Tegangan dan Regangan


Jika seutas karet yang memiliki luas penampang A ditarik dengan gaya sebesar F pada
ujung-ujungnya, maka karet akan mengalami tegangan. Tegangan menunjukkan kekuatan
gaya yang menyebabkan perubahan bentuk benda.

(Gambar 11.1 Penampang seutas karet)

Pada gambar 11.1 seutas karet dengan panjang l dan luas penampang A, ditarik dengan
gaya F sehingga mengalami perubahan Panjang sebesar ∆ l . Perbandingan antara gaya
(F) yang bekerja pada karet, dengan lias penampang karet (A) disebut tegangan. Secara
matematis, tegangan dinyatakan sebagai berikut:

F
σ= (11.1)
A

Keterangan:
σ = Tegangan (N/m2 atau Pascal)
F = Gaya (N)
A = Luas penampang karet (m2)
Sedangkan hasil bagi antara pertambahan panjang dengan panjang karet mula-mula
disebut regangan. Secara matematis, regangan dinyatakan :

∆l
ε= (11.2)
l

Keterangan:
ε = Regangan (tanpa satuan)
∆ l = Pertambahan panjang karet (m)
l = Panjang batang mula-mula (m)

2. Modulus Young

(Grafik 11.1 tegangan terhadap regangan)

Grafik 11.1 merupakan grafik tegangan terhadap regangan untuk benda padat. Jika kamu
amati dengan cermat, grafik tampak linear sampai titik A (batas keseimbangan). Titik B
merupakan batas elastis bahan dari benda padat. Jika benda tersebut terus-menurus
ditarik melebihi batas elastis, benda tidak akan Kembali ke bentuk semula dan berubah
secara tetap. Jika diberikan tegangan yang semakin besar, maka benda akan patah.
Perbandingan antara tegangan dan regangan yang dialami benda dalam daerah linear
grafik merupakan konstanta yang disebut modulus young atau modulus elastisitas. Disebut
modulus young karena untuk menghargai penemuan Thomas Young yang adalah ahli
fisika Inggris, dokter, penemu teori gelombang cahaya Young, penemu akomodasi mata
dan astigmatisma, penemu hukum interferensi cahaya, penemu teori tiga warna Young-
Helmholtz, ahli tulisan Mesir kuno, pengarang dan sebagainya.

Secara matematis, modulus Young dinyatakan sebagai

σ
E= (11.3)
ε

Atau dapat dinyatakan sebagai berikut:


Fl A ∆l
E= atau F=E (11.4)
A ∆l l

Keterangan :
E = Modulus elastisitas (N/m2)

Karena A, l, dan ∆ l adalah tetap, maka dapat disimpulkan

F = K ∆l
Yang berarti gaya sebanding dengan pertambahan panjang. Hal ini biasa disebut dengan
hukum Hooke.

K = konstanta

Nilai konstanta setara dengan

EA
K=
l

Nilai modulus young untuk berbagai bahan disajikan dalam table berikut :

Tabel 11.1 Daftar Nilai Modulus Young


Bahan Modulus Young (N/m2)
Besi, cetakan 100 x 109
Baja 200 x 109
Tembaga 100 x 109
Aluminium 70 x 109
Beton 20 x 109
Bata 14 x 109
Marmer 50 x 109
Granit 45 x 109
Kayu (cemara)
- Sejajar dengan urat 10 x 109
- Tegak lurus ke urat 1 x 109
Nilon 5 x 109
Tulang (tungkai) 15 x 109

B. Hukum Hooke pada Pegas


https://www.google.com/search?
q=gambar+kasur+pegas&tbm=isch&ved=2ahUKEwi78dTBrbj9AhV7PbcAHeywDbwQ2-
cCegQIABAA&oq=gambar+kasur+pegas&gs_lcp=CgNpbWcQAzoECCMQJzoFCAAQgAQ6BggAEAcQHjo
ICAAQCBAHEB5Q_wJYtwpgpQ1oAHAAeACAAcYBiAGfBpIBAzIuNZgBAKABAaoBC2d3cy13aXotaW1nw
AEB&sclient=img&ei=Ewb-Y_ubF_v63LUP7OG24As&bih=657&biw=1366#imgrc=hCKVdgZK9X_jYM

Perhatikan gambar di atas! Gambar di aats merupakan gambar pegas. Kasur pegas merupakan salah
satu benda yang memanfaatkan pegas. Ketika menaiki Kasur pegas, maka Kasur menjadi rendah.
Namun, ketika turun dari kasur kasur akan meninggi kembali ukurannya

Benda seperti pegas ketika diberi gaya Tarik akan mengalami perubahan bentuk menjadi panjang.
Namu, ketika gaya dihilangkan pegas akan Kembali ke bentuk semula. Hubungan antara gaya dengan
pertambahan panjang pegas, diselidiki pertama kali oleh Robert Hooke. Hukum Hooke menyatakan
bahwa “Pada daerah elastisitas benda, pertambahan panjang pegas sebanding dengan gaya yang
bekerja pada pegas.

Perhatikan gambar berikut:

(Gambar 11.2 Pegas sebelum diberi beban (kiri) dan pegas sesudah diberi beban (kanan))
Sebuah pegas dengan panjang x 1, di beri bahan bermassa m sehingga pegas bertambah panjang
menjadi x2, karena pegas di beri beban m, maka pada pegas bekerja gaya berat. Pertambahan pajang
pegas di nyatakan ∆ x=x 2−x 1.

Menurut Hooke semakin besar gaya yang di berikan pada pegas, maka pertambahan panjang pegas,
( ∆ x ) semakin besar. Secara matematis, hhukum Hooke di nyatakan sebagai berikut.
F=k∆x
Keterangan
F = Gaya yang di kenekan pada pegas (N)
∆x = Pertamabahan gaya Pegas (m)
k = Konstanta Pegas (N/m)

Pada saat pegas ditarik dengan gaya F, maka mengadakan yang besarnya sama gaya
menarik, tetapi arahnya berlawanan dengan simpangan pegas. Gaya in disebut dengan gaya pemilih.
Secara matematis dinyatakan.
Fp = k ∆ x
Keterangan
Fp = Gaya Pemulih (N)
Grafik hubungan antara gaya dan pertambahan panjang pegas sebagai berikut :

Gambar Grafik hubungan antara gaya dan pertambahan panjang pegas


Sumber: https://roboguru.ruangguru.com/question/grafik-hubungan-antara-gaya-f-terhadap-
pertambahan-panjang-suatu-pegas-ditunjukkan-pada_QU-8EZS6BRP
SUSUNAN PEGAS
Pada pegas di kenal dua susunan, yaitu seri dan parale. Pegas yang terdapat pada springbeb di susun
secara parelel. Susunan pegas, baik susuna seri, paralel atau kombinasi keduanya, memiliki konstanta
pegas pengganti.

1. Sususan Seri Pegas


Misalnya 3 pegas dengan konstan gaya k 1 k2 dan k3 disusun seri. Pertambahan panjang pegas
total pada susunan seri dinyatakan sebagai berikut

∆ x=∆ x 1+∆ x 2+ ∆ x 3
Sebelum diberi beban, pegas terlihat lebih mampat. Setelah diberi beban dengan massa m,
pegas terlihat lebih renggang. Akibat massa beban m yang digantung pada pegas ketiga,
maka bekerja gaya pada masing-masing pegas yang besarnya sama F 1 = F2 = F3.

Karena ∆ x=∆ x 1+∆ x 2+ ∆ x 3 dan F = k∆ x maka


F F F F
= + +
ks k 1 k 2 k 3

https://www.google.com/search?
q=gambar+susunan+pegas+seri+sebelum+dan+sesudah+beban&sxsrf=AJOqlzV1naTbyAG6Yg
7ab74gDCLoMBpYOA:1677688989604&source=lnms&tbm=isch&

2. Susunan Paralel Pegas


Pertambahan panjang pada masing-masing pegas pada susunan parallel sama.

∆ x 1=∆ x 2=∆ x 3=∆ xtot

https://www.google.com/search?
q=gambar+susunan+pegas+paralel+sebelum+dan+sesudah+beban&sxsrf=AJOqlzWNB4CS7ZB5KD1dJ
znaiOfMIdEXlA:1677689339520&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiepoDpl7v9AhWJTW
wGHSOSAFoQ_AUoAXoECAIQAw&biw=1366&bih=608&dpr=1#imgrc=zHL4UEUbtBbELM

Setelah diberi beban dengan massa m, pegas meregang. Karena pada gaya total yang bekerja
dinyatakan :
F tot = F1 + F2 + F3
Dan

∆ x 1=∆ x 2=∆ x 3=∆ xtot

Maka, kp ∆ x tot=k 1 ∆ x 1+ k 2 ∆ x 2+k 2 ∆ x 2


Sehingga konstanta pegas pengganti memenuhi hubungan sebagai berikut :
Kp = k1 + k2 + k3
n
Kp = ∑ ki
i=1

Keterangan :
Kp = Konstanta pegas pengganti rangkaian parallel (N/m)

BAB 12 : FLUIDA STATIS


A. FLUIDA STATIS
Fluida statis merupakan fluida yang tidak bergerak. Contoh dari fluida statis misalnya
air di gelas, air di kolam renang, dan air danau. Fluida menurut sifat-sifatnya
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Fluida ideal
Fluida ideal adalah fluida yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. tidak kompresibel (volumenya tidak berubah karena perubahan tekanan)
b. berpindah tanpa mengalami gesekan (viskositasnya nol).
2. Fluida sejati
a. kompresibel
b. berpindah dengan mengalami gesekan (viskositasnya nol)

B. HUKUM – HUKUM PADA FLUIDA STATIS


1. Tekanan didefinisikan sebagai gaya normal (tegak lurus) yang bekerja pada suatu
bidang dibagi dengan luas bidang tersebut.

Rumus tekanan
F
P= (12-1)
A
Satuan SI untuk tekanan adalah pascal (disingkat Pa) untuk memeberi
penghargaan kepada Blaise Pascal, penemu hukum Pascal dengan konversi sebagai berikut.
1 Pa = 1 N/m2
Gaya gravitasi menyebabkan zat cair dalam suatu wadah selalu tertarik ke bawah.
Semakin tinggi zat cair dalam wadah, semakin berat zat cair tersebut sehingga
semakin besar juga tekanan zat cair pada dasar wadahnya. Tekanan zat cair yang
hanya disebabkan oleh beratnya sendiri disebut tekanan hidrostatik.

Tekanan hidrostatik :
Ph= ρgh (12-2)
Tekanan Gauge
Tekanan gauge adalah selisih antara tekanan yang tidak diketahui dengan
tekanan atmosfer ( tekanan udara luar ). Adapun tekanan sesungguhnya disebut tekanan
mutlak.
Tekanan utlak = Tekanan gauge = Tekanan atmosfer
P=P gauge + P atm (12-3)

2. Hukum Pokok Hidrostatika


Semua titik yang terletak pada bidang datar yang sama di dalam zat
cair yang sejenis memilki tekanan (mutlak) yang sama. Pernyataan ini disebut
sebagai hukum pokok hidrostatika.

3. Hukum Pascal
Ketika anda memeras ujung kantong plastic berisi air yang memiliki
banyak lubang, air memancar dari setiap lubang dengan sama kuat. Hasil
percobaan inilah yang diamati oleh Blaise Pascal yang kemudian
menyimpulkannya dalam hukum Pascal sebagai berikut.
Tekanan yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup diteruskan sama
besar ke segala arah.
Sebuah penerapan sederhana dari hukum Pascal adalah dongkrak
hidrolik.
Dongkrak hidrolik terdiri atas bejana dengan dua kaki yang masing-masing
diberi pengisap. Pengisap 1 memiliki luas penampang A2 (lebih kecil) dan
pengisap 2 memiliki luas penampang A2 (lebih besar). Bejana diisi dengan
cairan (misalnya oli.
Gambar 12.1 Prinsip kerja sebuah dongkrak hidrolik

Jika pengisap 1 ditekan dengan gaya F1 , zat cair akan menekan


pengisap 1ke atas dengan gaya PA1 . Akibatnya terjadi keseimbangan pada
pengisap 1 dan berlaku persamaan berikut.
F 1❑
PA1 = F1 atau P= ... (**)
A1

Sesuai hukum pascal bahwa tekanan pada zat cair dalam ruang tertutup
diteruskan sama besar ke segala arah, pada pengisa[ 2 bekerja gaya ke atas
PA2. Gaya yang seimbang dengan ini adalah gaya F2 yang bekerja pada
pengisap 2 dengan arah ke bawah.
F2
PA2 = F2 atau P= ... (*)
A2

Dengan menyamakan ruas kanan (**) dan (*) , kita peroleh hasil
sebagai berikut.
F2 F1
= (12-4)
A2 A1
A2
F 2= F (12-5)
A1 1

4. Hukum Archimedes
Di SMP , Anda telah mengetahui bahwa suatu benda yang dicelupkan
dalam zat cair mendapat gaya ke atas sehingga benda kehilangan sebagian
beratnya (beratnya menjadi berat semu). Gaya ke atas ini disebut gaya apung,
yaitu suatu gaya ke atas yang dikerjakan oleh zat cair pada benda. Munculnya
gaya apung merupakan konsekuensi dari tekanan zat cair yang meningkat
dengan bertambahnya kedalaman. Dengan demikian, berlaku pernyataan
berikut.
gaya apung = berat benda di udara – berat benda dalam zat cair
(12-6)

Archimedes mengaitkan antara gaya apung yang dirasakannya dengan volume


zat cair yang dipindahkan benda. Dari sinilah Archimedes , ilmuwan Yunani
Kuno, berhasil menemukan hukum Archimedes yang berbunyi seperti berikut.

“ Gaya apung yang bekerja pada suatu benda yang dicelupkan sebagian atau
seluruhnya ke dalam suatu fluida sama dengan berat fluida yang dipindahkan
oleh benda tersebut.”

Penurunan Matematis Hukum Archimedes


Gaya apung ini muncul karena selisih antara gaya hidrostatik yang
dikerjakan fluida terhadap permukaan bawah benda dengan permukaan atas
benda.

Gambar 12.2 Menentukan rumus gaya apung

Perhatikan sebuah silinder dengan tinggi h dan luas A yang tercelup


seluruhnya di dalam zat cair dengan massa jenis ρ f (Gambar 12.2). Fluida
melakukan tekanan hidrostatik P1=ρ f g h1 pada bagian atas silinder. Gaya
yang berhubungan dengan tekanan ini adalah F1 ¿ P1 A=ρ f g h 1 A berarah ke
bawah. Dengan cara yang sama, fluida melakukan tekanan hidrostatik F2
¿ P2 A=ρ f g h 2 A dengan arah ke atas. Resultan kedua gaya ini adalah gaya
apung Fa .

Fa¿ F 2−F1 karena F 2> F 1


= ρ f g h 2 A−ρf g h1 A
= ρ f gA (h2−h1)
= ρ f gAh karena h2 −h1=h
= ρ f g V bf karena Ah = V bf adalah volume silinder yang tercelup
dalam fluida.

Perhatikan ρ f V bf =M f adalah massa fluida yang dipindahkan oleh benda


ρ f V bf g=M f g adalah berat fluida yang dipindahkan oleh benda. Jadi, gaya
apung Fa yang dikerjakan fluida pada benda (silinder) sama dengan berat
fluida yang dipindahkan ooleh benda (silinder). Pernyataan tersebut berlaku
untuk sembarang bentuk benda dan telah dinyatakan sebelumnya sebagai
hukum Archimedes. Jadi, gaya apung dapat dirumusukan sebagai berikut.

Fa ¿ M f g (12-7)
Fa ¿ ρf V bf g (12-8)
dengan
ρ f = massa jenis fluida (g/cm3 atau kg/m3) dan
V bf = volume benda yang tercelup dalam fluida (m3).

Penerapan Hukum Archimedes dalam Kehidupan Sehari-hari


1. Hidrometer

Hidrometer adalah alat yang dipakai untuk mengukur massa jenis cairan.
Nilai massa jenis cairran dapat diketahui dengan membaca skala pada
hidrmeter yang ditempatkan mengapung pada zat cair.
Hidrometer terbuat dari tabung kaca. Supaya tabung kaca tegak di dalam
zat cair, bagian bawah tabung dibebani dengan butiran timbal. Diameter
bagian bawah tabung kaca dibuat lebih besar supaya volume zat cair yang
dipindahkan hidormeter lebih besar. Dengan demikian, dihasilkan gaya
apung yang lebih besar dan hydrometer dapat mengapung di dalam zat
cair.

Persamaan Hidrometer
m
h bf = (12-9)
A ρf
2. Kapal Laut
Masa jenis besi lebih besar daripada massa jenis air laut, tetapi mengapa
kapal laut yang terbuat dari besi tidak dapat mengapung di atas laut?
Badan kapal yang terbuat dari besi dibuat berongga. Hal tersebut
menyebabkan volume air laut yang dipindahkan oleh badan kapal menjadi
sangat besar. Gaya apung sebanding dengan volume air yang yang
dipindahkan sehingga gaya apung menjadi sangat besar. Gaya apung ini
mampu mengatasi berat total kapal sehingga kapal laut mengapung di
permukaan laut.

C. Tegangan pada permukaan air dan viskositas fluida


Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai viskositas fluida yaitu
bagaimana kelereng dapat jatuh bebas di dalam suatu wadah yang berisi oli
dan mula mula bergerak dengan cepat kemudian khirnya bergerak dengan
kecepatan tetap.
Yang dimaksud dengan tegangan permukaan zat cair itu adalah
kecenderungan permukaan zat cair untuk menegang sehingga permukaannya
ditutupi oleh suatu lapisan elastis.
Terjadi tegangan permukaan pada zat cair dikarenakan antara partikel
partikel sejenis terjadi gaya tarik menarik yang disebut gaya kobesi.Resultan
gaya yang menyebabkan lapisan lapisan seakan akan terttutup oleh hamparan
selaput elastis yang ketat.Selaput ini cenderung menyusut sekuat
mungkin.Oleh karena itu sejumlah tertentu cairan cenderung mengambil
bentuk ke permukaan ssempit mungkin.Inilah yang kita sebut dengan tegangan
permukaan.
Tegangan permukaan pada larutan sabun didefinisikan sebagai perbandingan
antara gaya tegangan permukaan (F) dan panjang permukaan (d) tempat gaya
tersebut bekerja.Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut

F
γ= (12-10)
d

Adapun gejala yang disebut dengan gejala kapiler.Gejala kapiler ini


disebabkan oleh gaya kohesi tegangan permukaan dan gaya adhesi antara zat
cair dan tabung kaca.Zat cair naik sehingga gaya keatas sama dengan gaya
kebawah karena tegangan permukaan sama dengan berat zat cair yang
diangkat.
1. Adhesi dan kohesi
Gaya kohesi adalah gaya tarik menarik antara dua melokulsejenis.Sedangkan
gaya adhesi adalah gaya tarik menarik antar molekul yang tidak sejenis.Gaya
kohesi maupun gaya adhesi mempengaruhi bentuk permukaan zat cair dalam
wadahnya.
Pada pembuluh pipa kapiler yang berisi air permukaan yang lebih tinggi
karena gaya adhesinya lebih kuat daripada gaya kohesinya. Sedangkan pada
pembuluh pipa kapiler yang berisi air raksa permukaanya lebih rendah karena
kohesi air raksa lebih besar daripada gaya adhesi antara air raksa dengan kaca.
Viskositas pada aliran fluida kental sama saja dengan gesekan pada gerak
benda padat.Namun jika benda tersebut bergerak dengan kelajuan tertentu
dalam fluida kental,gerak benda akan dihambat oleh gaya gesek fluida pada
benda tersebut.Besar gaya gesekan fluida dapat dirumuskan sebagau berikut:

Ff = kἠv (12-11)
Koefisien bergantng pada bentuk geometris benda.Untuk benda yang memiliki
geometris berupabola dengan jari jari r,dengan perhitungan laboratorium
diperoleh nilai

k =6 πr (12-12)

Dengan memasukkan nilai k tersebut kedalam ppersamaan diatas maka kita


peroleh

Ff =6 πἠrv (12-13)

Suatu benda yang dijatuhkan bebas kedalam suatu fluida kental,kecepatan


semakin besar sehingga mencapai suatu kecepatan terbesar yang
tetap.Kecepatan terbesar yang tetap ini disebut sebagai kecepatan terminal.
2. Tegangan permukaan kawat yang dibengkokkan
Sebuah kawat yang dibengkokkan apabila diletakkan diatas permukaan
zat cair yang tidak selalu tenggelam.Kawat tersebut dapat
mengambang diatas permukaan zat cair karena adanya gaya tegangan
pada permukaan zat cair.Gaya yang digunakan untuk menahan kawat
supaya keadaan setimbang adalah

F = W1 + W2 (12-14)
Usaha yang dilakukan persatuan luas adalah tegangan
permukaan.Sehingga besar tegangan pada kawat yang dibengkokkan
adalah:

W F
γ= = (12-15)
A 2

BAB 13 : FLUIDA DINAMIS


A.PENGERTIAN FLUIDA DINAMIS
Fluida merupakan suatu zat yang dapat mengalir.zat cair dan zat gas merupakan jenis fluida.Karena
kedua zat tersebut mempunyai sifat yang dapat mengalir.Berbeda dengan batu dan berbagai benda
keras lainnya,seluruh zat padat tak termasuk dalam fluida karena zat padat tidak dapat mmengalir.
Fluida dinamis adalah adalah fluida yang alirannya bergerak secara ideal atau memiliki kecepatan
yang konstan.Dengan kata lain,aliran tidak mengalami perubahan terhadap waktu.
Fluida dinamis adalah fluida yang bergerak.Ciri ciri umum dari fluida dinamis adalah sebagai berikut.

1. Fluida di anggap tidak kompresibel


2. Fluida dianggap bergerak tanpa gesekan walaupun ada gerakan materi (tidak mempunyai
kekekalan).
3. Aliran fluida adalah aliran stasioner,yaitu kecepatan dan arah gerak partikel fluida yang melalui
suatu titik tertentu selalu tetap.
4. Tidak bergantung waktu,artinya kecepatan konstan pada titik tertentu dan membentuk aliran
berlapis.

B.HUKUM KONTINUITAS
Hukum kontinuitas berbunyi “pada fluida yang tak termampatkan hasil kali antara kelajuan aliran fluida
dalam suatu wadah dengan luas penampang wadah selalu konstan”.

Jika suatu wadah memiliki penampang yang berbeda maka menurut persamaan kontinuitas berlaku
Q1=Q2
A1V1=A2V2
Keterangan:
Q1= debit ketika masuk (m3/s)
Q2= debit ketika keluar (m3/s)
A1= luas penampang 1 (m2)
A2=luas penampang 2 (m2)
v1=kecepatan fluida ketika masuk (m/s)
v2=kecepatan fluida ketika masuk (m/s)

Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:


Q1=Q2=Q3
Debit atau Q mmerupakan jumlah volume fluida yang mengalir per satuan waktu atau secara
matematis ditulis sebagai berikut:
v
Q=
t

Volume dapat dihitung dengan mengalikan luas penampang pada selang dengan panjang selang atau
A
V=
t

Sehingga persamaan debit menjadi panjang selang yang dilewati oleh air dapat dihitung dengan cara
kecepatan air dikali dengan waktu atau dengan kata lain kecepatan adalah paanjang selang waktu
dibagi dengan waktu.
Sehingga persamaan kontinuitas dapat dituliskan sebagai berikut:
A1v1=A2v2=A3v3=konstan

C.HUKUM BERNOULLI
Hukum Bernoulli ialah hukum yang berlandaskan pada hukum kekekalan energi yang dialami oleh
aliran fluida.Hukum ini menyatakan bahwa jumlah tekanan,energy kinetic persatuan volume,serta
energy potensial per satuan volume mempunyai nilai yang sama pada setiap titik sepanjang suatu garis
arus.
Hukum ini dapat di aplikasikan untuk berbagai jenis aliran fluida asalkan memenuhi syarat syarat
berikut:
1. Fluida tak mempunyai viskositas
2. Aliran fluida tetap
3. Aliran fluida dapat berjenis laminar
4. Tidakada energy yang hilang sebagai akibat gesekan antara fluida dan dinding serta turbulen.
5. Tidak ada transfer energy kalor
1
Menurut persamaan ini,besaran p+pgh+ pv12 memiliki nilai yang sama pada setiap titik dalam aliran
2
fluida.

Bila dituliskan dalam persamaan yaitu sebagai berikut:


1 1
p1 + pgh1 + pv12=p2 +pgh2+ pv22
2 2

keterangan:
p1 p2= tekanan dititik 1 dan 2 (N/m2)
v1 v2= kecepatan aliran dititik 1 dan 2 (m/s)
h1 h2=ketinggian dititik 1 dan 2 (m)
ρ = massa jenis fluida (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2)

D. Penerapan Hukum Bernoulli


1.Kecepatan semburan air

v=√ 2gh
Keterangan:
v= kecepatan semburan air (m/s)
g= percepatan gravitasi (m/s2)
h= tinggi lubang dari permukaan air (m)
Waktu yang dibutuhkan semburan air mencapai tanah;

t=√ 2 h2 /g

Keterangan:
t = waktu yang dibutuhkan air mencapai tanah (s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
h2= ketinggian lubang diukur dari permukaan tanah (m)
Jarak jangkauan air (x)
x =√2h2.g
keterangan:
h=tinggi lubang dari permukaan air
h2ketinggian lubang dari permukaan tanah

2.Gaya Angkat Pesawat Terbang


Pesawat terbang dapat terangkat ke udara karena kecepatan udara pada sayap bagian atas lebih
besar dibandingkan dengan kecepatan udara pada sayap bagian bawah. Akibatnya tekanan bagian
atas lebih kecil dibandingkan tekanan bagian bawah.Namun karena adanya aliran fluida disayap
pesawat terbang yang memenuhi hukum Bernoulli,gaya angkat pesawat menjadi terpengaruh.

F1– F2 = ½ ρA (v22 – v12)


Keterangan;
F1 – F2 = gaya angkat pesawat terbang (N)
p1 = tekanan pada sayap bagiaan bawah (N/m2)
p2 = tekanan pada sayap bagiaan atas (N/m2) 
A = luas penampang sayap (m2)
v1= kecepatan udara sayap bagian atas (m/s)
v2= kecepatan udara sayap bagian bawah (m/s)ρ = massa jenis (kg/m3)

3.Venturimeter dengan Manometer 


Pipa venture merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan fluida atau cairan
dengan cara melihat ketinggian pada bagian pengukur.

Kelajuan pada luas penampang A1yaitu :


v1 =
√ 2 ρ1 gh
ρu ¿ ¿

Keterangan:
v1 = kelajuan fluida pada penampang 1 (m/s) g = percepatan gravitasi (m/s2) 
h = perbedaan ketinggian pada fluida (m) 
A1 = luas penampang 1 (m2) 
A2 = luas penampang 2 (m2)
ρr = massa jenis raksa (kg/m3)
ρu = massa jenis udara (kg/m3

4.Pipa pitot
Pipa pitot digunakan untuk mengukur kecepatan fluida atau gas.caranya dengan melihat ketinggian
cairan dalam pipa pitot. Gas ( misalnya udara ) mengalir melalui lubang – lubang. Lubang – lubang ini
sejajar dengan arah aliran yang dibuat cukup jauh dibelakang sehingga kelajuan dan tekanan gas di
luar lubang tersebut mempunyai nilai seperti halnya dengan aliran bebas. Jadi v a=v ( kelajuan gas )
dan tekanan pada kaki kiri manometer pipa pitou sama dengan tekanan aliran gas .

Anda mungkin juga menyukai