Anda di halaman 1dari 46

SKRIPSI

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR ATAS GEDUNG


KANTOR & GUDANG PT.IMS TRADING RINGROAD BARAT
MADIUN

Disusun Oleh :
REZA DWI BIMAFAJRI
1552010046

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERDEKA MADIUN
2018
UNIVERSITAS MERDEKA MADIUN
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

SKRIPSI

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR


ATAS GEDUNG KANTOR & GUDANG PT.IMS
TRADING RINGROAD BARAT MADIUN

Diajukan untuk memenuhi syarat penyusunan


Skripsi

Disusun oleh :
REZA DWI BIMAFAJRI
1552010046

Menyetujui Menyetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

________________ ________________

Mengetahui

Kepala Program Studi

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karuniaNya akhirnya penyusunan Skripsi yang berjudul
“ MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR ATAS GEDUNG KANTOR &
GUDANG PT.IMS TRADING RINGROAD BARAT MADIUN “
dapat terselesaikan tanpa halangan suatu apapun. Skripsi ini di susun untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar sarjana.
Tanpa bantuan dari semua pihak, Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan
baik. Maka dari itu penulis dengan segala upaya dan kemampuan ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu sehingga skripsi ini dapat
saya selesaikan dengan baik & benar. Semoga Allah SWT memberikan balasan
berkali-kali lipat atas semua bantuan dan dukungannya.

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3. Batasan masalah...............................................................................................3
1.4. Tujuan...............................................................................................................3
1.5. Manfaat.............................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
LANDASAN TEORI....................................................................................................4
2.1. Tinjauan Pustaka.............................................................................................4
2.2. Pembebanan......................................................................................................5
2.2.1. Beban Mati.................................................................................................5
2.2.2. Beban Hidup...............................................................................................6
2.2.3. Beban Gempa.............................................................................................6
2.3. Sistem Kerja Beban........................................................................................15
2.4. Kombinasi Pembebanan................................................................................16
2.5. Kuat Rencana.................................................................................................17
2.6. Dasar Perencanaan.........................................................................................17
2.6.1. Perencanaan Pelat.....................................................................................17
2.6.2. Perencanaan Balok...................................................................................19
2.6.3. Perencanaan Kolom..................................................................................23
BAB III.......................................................................................................................27
METODOLOGI PERENCANAAN...........................................................................27
3.1. Lokasi Perencanaan.......................................................................................27
3.2. Data Teknik...........................................................................................................27
3.3. Data Modifikasi....................................................................................................28
3.4. Langkah-Langkah Perencanaan........................................................................29
3.4.1. Perencanaan Pelat..........................................................................................29

iii
3.4.2. Perhitungan Pembebanan Struktur.................................................................32
3.4.3. Analisis Struktur dengan SAP2000v14.........................................................33
3.4.4. Perencanaan Balok........................................................................................33
3.4.5. Perencanaan Kolom.......................................................................................37

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bangunan Gedung Kantor & Gudang PT. IMS TRADING RingRoad

Barat Madiun merupakan bangunan gedung bertingkat yang terletak di Kota

Madiun Provinsi Jawa Timur . Daya dukung lingkungan suatu wilayah menjadi

faktor penting terciptanya proses pembangunan yang di laksanakan dapat

berkelanjutan dalam arti mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa

mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi

kebutuhannya.Bangunan gedung kantor ini di selenggarakan sesuai dengan

fungsinya, memenuhi persyaratan keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan,

serta efisien dalam penggunaan sumber daya.

Struktur bangunan gedung kantor harus memenuhi persyaratan

keselamatan dan kelayanan serta SNI konstruksi bangunan gedung. Perencanaan

teknik gedung perkantoran merupakan salah satu upaya meningkatkan fungsi dan

peran gedung perkantoran, sehingga evaluasi kegunaan gedung di perlukan

sebagai langkah awal suatu perencanaan teknik yang cermat hingga menghasilkan

detail desain gedung perkantoran yang tepat dan efisien untuk memenuhi standart

yang di tetapkan.

Mengingat pentingnya gedung kantor & Gudang PT. IMS TRADING

RingRoad Barat Madiun dan jumlah karyawan dari tahun ke tahun yang semakin

bertambah pembanguanan gedung ini di rasa perlu karena gedung hanya

1
2

mengunakan 2 lantai di rasa belum bisa memenuhi tempat dan fasilitas penunjang

lainnya. Karena keterbatasan lahan yang ada maka pembangunan gedung

perkantoran dari yang semula lantai 2 di modifikasi menjadi lantai 3. Oleh karena

itu untuk mendapatkan bangunan yang kuat, nyaman dan aman dalam

merencanakan gedung tersebut harus di rencanakan dengan tepat dan cermat

sehingga mampu memikul beban-beban yang bekerja pada gedung terutama beban

sendiri dari gedung, beban hidup, beban gempa. Serta harus di perlukan

perhitungan kontruksi yang tepat dan akurat sehingga dapat memperoleh hasil

yang maksimal.

Dengan adanya Gedung Kantor & Gudang PT. IMS TRADING RingRoad

Barat Madiun di atas maka penulis menjadikan gedung tersebut sebagai bahan

Skripsi dengan judul “Modifikasi Perencanaan Struktur Atas Gedung Kantor &

Gudang PT. IMS TRADING RingRoad Barat Madiun”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat

diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Berapa dimensi dan penulangan pada plat ?

2. Berapa dimensi dan penulangan pada struktur balok ?

3. Berapa dimensi dan penulangan pada struktur kolom?


3

1.3. Batasan masalah

Dalam penyusunan ini hanya akan dibatasi pada :

1. Untuk perhitungan pembebanan berdasarkan pada PPIUG – 1983

(Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung).

2. Untuk perhitungan gempa berdasarkan SNI-1726-2012 tentang Standart

Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung.

3. Untuk perhitungan struktur beton berdasarkan pada SNI 03-2847-2002

tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.

4. Mutu Beton (fc) yang digunakan adalah 25 MPa.

5. Mutu Beton (fy) 400 MPa untuk tulangan ulir dan 240 MPa untuk

tulangan polos.

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dimensi dan penulangan plat.

2. Untuk mengetahui dimensi dan penulangan struktur balok.

3. Untuk mengetahui dimensi dan penulangan struktur kolom.

1.5. Manfaat

Manfaat yang bisa didapatkan dari modifikasi perencanaan struktur atas

Gedung Kantor & Gudang PT. IMS TRADING RingRoad Barat Madiun ini

adalah untuk mengetauhi secara detail dimensi dan penulangan struktur atas

gedung sesuai dengan standart peraturan yang tercantum dalam batasan masalah,

sehingga di peroleh suatu kontruksi yang aman, kuat dan nyaman.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka


Dalam merencanakan gedung bertingkat atau berlantai banyak maka
diperlukan struktur yang mampu menahan dan mendukung berat sendiri
bangunan, beban hidup, beban angin maupun beban gempa yang bekerja pada
struktur bangunan tersebut. Oleh karena itu semua komponen struktur harus
direncanakan cukup kuat dalam menerima beban sesuai dengan ketentuan yang
dijelaskan dalam tata cara, dengan menggunakan faktor beban dan faktor reduksi
kekuatan yang telah ditentukan dalam SNI. (SNI 03-2847-2002)
Setiap struktur merupakan perpaduan antara arsitektur dan teknik
(rekayasa) sehingga memenuhi fungsi tertentu. Bentuk dan fungsi sangat erat
kaitannya dengan sistem struktur yang paling dapat memenuhi kebutuhan calon
pemakai disamping serviceable, menarik, dan menghemat biaya dari segi
ekonomi. Menurut penelitian struktur beton yang dibuat dari campuran beton
yang baik mempunyai masa hidup yang lebih dari 50 tahun. (Nawy, Edward G.)
Perencanaan struktur beton bertulang harus memenuhi syarat Analisis,
dengan cara-cara mekanika teknik yang baku. Analisis menggunakan komputer,
harus disertai dengan penjelasan mengenai prinsip caara kerja progam, data
masukan serta penjelasan mengenai data keluaran. Percobaan model
diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis. Analisis struktur
harus dilakukan dengan model-model matematis yang mensimulasikan keadaan
struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur-
unsurnya. (SNI 2847-2002
Beban-beban yang bekerja pada struktur seperti beban mati (dead load),
beban hidup (live load), beban gempa (earthquake), dan beban angin (wind load)
menjadi bahan perhitungan awal dalam perencanaan struktur untuk mendapatkan
besar dan arah gaya-gaya yang bekerja pada setiap komponen struktur, kemudian
dapat dilakukan analisis struktur untuk mengetehui besarnya kapasitas penampang

4
5

dan tulangan yang di butuhkan oleh masing-masing struktur. (Gideon dan Takim,
1993)
Perencanaan dengan konsep desain kapasitas memerlukan suatu prosedur
perencanaan yang kompleksdan detail penulangan. Struktur beton bertulang pada
sendi-sendi platisnya membutuhkan penulangan sengkang yang banyak juga
kemampuan untuk memberikan pengekangan pada inti beton dan menahan tekuk
penulangan memanjang dan memberikan kekuatan pada daya penahan gesernya
sebab keruntuhan geser tidak boleh mempengaruhi hysteristic loop pembentukan
sendi plastis (Gideon dan Takim, 1993).
2.2. Pembebanan
Komponen struktur harus direncanakan cukup kuat dalam menerima beban
sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam tata cara perencanaan gedung.
2.2.1. Beban Mati
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung Tahun 1983,
beban mati (Dead Load) merupakan berat dari semua bagian dari suatu gedung
yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta peralatan
tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung tersebut. Dalam
menghitung beban mati terdapat berat sendiri bangunan yaitu berat dari bahan-
bahan bangunan yang digunakan. Berat sendiri dari beberapa material konstruksi
dan komponen bangunan gedung dapat ditentukan dari peraturan yang berlaku di
Indonesia, yaitu Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung tahun 1983.
Informasi mengenai berat satuan dari berbagai material konstruksi, dicantumkan
pada Tabel 2.1. di bawah ini.
Tabel 2.1. Beban Mati pada Bangunan

No. Bahan Bangunan Berat

1. Beton bertulang 2400 kg/m³


2. Pasangan bata merah 1700 kg/m³
3. Dinding pasangan setengah bata 250 kg/m²
4. Dinding pasangan satu bata 450 kg/m²
Penutup atap genteng dengan reng dan usuk/kaso per m²
5. 50 kg/m²
bidang atap.
6

Penutup atap seng gelombang dengan reng dan usuk/kaso per


6. 40 kg/m²
m² bidang atap.
Langit – langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya,tanpa
pengantung langit-langit atau pengaku)
7. 11 kg/m²
 semen asbes dengan tebal maksimum 4 mm
10 kg/m²
 kaca dengan tebal 3-4 mm
Penutup lantai dari ubin semen , teraso dan beton tanpa
8. 24 kg/m²
adukan, per cm tebal
Adukan per cm tebal
9.  dari semen 21 kg/m²
 dari kapur,semen merah atau tras 17 kg/m²
Sumber : PPIUG 1983
2.2.2. Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan kedalamnya termasuk beban beban pada lantai yang
berasal dari barang-barang yang dapat berpindah,mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa
hidup dari gedung itu,sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan
atap tersebut.khusus pada atap pada beban dapat termasuk beban yang berasal dari air
hujan,baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air.
(Anonim,1983). Ada penetapan kofisien pada beban hidup pada bangunan gedung
menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk gedung 1983. Penetapan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.2. sebagai berikut :
Tabel 2.2. Beban Hidup pada Bangunan
No. Jenis Beban Hidup pada Lantai Gedung Berat

Lantai dan tangga rumah tinggal kecuali yang disebut dalam nomor
1. 200 kg/m2
2

Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang-gudang tidak


2. 125 kg/m2
penting yang bukan toko,pabrik atau bengkel

Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel,


3. 250 kg/m2
asrama dan rumah sakit

4. Lantai ruang olahraga 400 kg/m2

5. Lantai ruang dansa 500 kg/m2

6. Lantai dan balkon-balkon dalam ruang pertemuan 400 kg/m2

Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip,


7. 400 kg/m2
toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin

8. Balkon yang menjorok bebas keluar 300 kg/m2


7

Sumber : PPIUG 1983


2.2.3. Beban Gempa

Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan
lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang teradi di daerah patahan (fault zone).
Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan tergantung dari beberapa
faktor yaitu, massa, kondisi tanah,dan wilayah kegempaan dimana bangunan tersebut
didirikan. Massa dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena
beban gempa merupakan gaya inersia yang besarnya sangat tergantung dari bearnya
massa dari struktur.
Pada bangunan gedung bertingkat, massa dari struktur dianggap terpusat pada
lantai-lantai dari bangunan. Dengan demikian, beban gempa akan terdistribusi pada setiap
lantai tingkat. Analisis dan perencanaan struktur pada umumnya hanya memperitungkan
pengaruh dari beban gempa horizontal yang bekerja pada kedua arah sumbu utama dari
struktur bangunan secara bersamaan.
2.2.3.1. Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko
Sesuai dengan SNI 1726-2012 pasal 4.1.2 pengaruh gempa untuk berbagai
kategori gedung harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan gempa atau Ie. Besarnya
faktor keutamaan tersebut ditentukan berdasarkan klasifikasi kategori resiko, yang
ditunjukkan oleh tabel di bawah ini.
Tabel 2.3. Kategori Resiko Gedung

Kategori
Jenis Pemanfaatan
Resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk,
antara lain :
 Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan I
 Fasilitas sementara
 Gudang penyimpanan
 Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori
resiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
 Perumahan
 Rumah toko dan rumah kantor
 Pasar
 Gedung perkantoran II
 Gedung apartemen / rumah susun
 Pusat perbelanjaan / mall
 Bangunan industri
 Fasilitas manufaktur
 Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa III
manusia pada saat kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
 Bioskop
8

 Gedung pertemuan
 Stadion
 Fasilitas kesehatan yang tidak memili unit bedah dan unit gawat
darurat
 Fasilitas penitipan anak
 Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk ke dalam kategori resiko IV,
yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar
dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila
terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
 Pusat pembangkit listrik biasa
 Fasilitas penanganan air
 Fasilitas penanganan limbah
 Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,
(termasuk, tapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,
penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan
bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan
yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak
dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang
disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan
bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang penting,
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :
 Bangunan-bangunan monumental
 Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
 Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas
bedah dan unit gawat darurat
 Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta
garasi kendaraan darurat
 Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnnya
 Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas IV
lainnya untuk tanggap darurat
 Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan
saat keadaan darurat
 Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik,
tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau sruktur
pendukung air atau material atau perlatan pemadam kebakaran) yang
disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat.
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsui
struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori resiko IV
Sumber : SNI 1726-2012
Setelah diketahui klasifikasi kategori resiko gedung, barulah bisa ditentukan
besar faktor keutamaan gempa (Ie). Untuk mengetahui nilai faktor keutamaan gempa,
dapat melihat pada tabel 2.4 di bawah ini.
9

Tabel 2.4. Faktor Keutamaan Gempa


Kategori Risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Sumber : SNI 1726-2012
2.2.3.2. Parameter Percepatan Tanah Ss dan S1

Parameter-parameter dasar pergerakan tanah dalam SNI 1726-2012 adalah Ss dan


S1 yang merupakan parameter percepatan batuan dasar pada periode pendek (0,2 detik)
dengan redaman 5% berdasarkan gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko
tersesuaikan (MCER = Risk Target Maximum Earthqueke) dengan keungkinan 2%
terlampaui dalam 50 tahun. S1 adalah percepatan batuan dasar pada periode 1 detik
dengan redaan 5% berdasarkan gempa maksimum tertimbang resiko tersesuaikan dengan
kemungkinan 2% terlampaui dalam 50 tahun. Penggunaan penting dua parameter ini
adalah dalam menentukan parameter percepatan spektra desain S DS dan SD1 (SNI 1726-
2012 pasal 6.2). Percepatan batuan dasar MCE R di lokasi pembangunan gedung pada
periode pendek (0,2 detik) dan 1 detik seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Parameter Ss MCER untuk Lokasi Situs


Sumber : SNI 1726-2012
10

Gambar 2.2. Parameter S1 MCER untuk Lokasi Situs


Sumber : SNI 1726-2012
2.2.3.3. Kelas Situs

Dalam pasal 5.1 SNI 1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk struktur bangunan Gedung dan Non Gedung dijelaskan mengenai faktor-
faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu
bangunan di permukaan tanah atau penentuan aplifikasi besaran percepatan gempa
puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus
diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai dengan
tabel 2.5. di bawah ini.
Tabel 2.5. Klasifikasi Situs

Kelas situs V s (m/detik) N atau N ch S u (kPa)


SA (batuan keras) > 1500
Di asumsikan tidak ada di Indonesia
SB (batuan) 750 – 1500
SC (tanah keras,
sangat padat dan 350 – 750 >50 ≥100
batuan lunak)
SD (tanah sedang) 175 – 350 15 – 50 50 - 100
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3m tanah
dengan karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air, w ≥ 40%,
3. Kuat geser niralir Su25 kPa
SF (tanah khusus, Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari
yang karakteristik berikut:
membutuhkan -Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa
investigasi geo seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah
teknik spesifik tersementasi lemah
dan analisis -Lempung sangat organik dan / atau gambut (ketebalan H > 3m)
respons spesifik – -Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >7,5 m dengan
situs yang Indeks Plasitisitas PI > 75)
mengikuti 6.10.1) Lapisan lempung lunak / setengah teguh dengan ketebalan
11

H>35m dengan Su < 50 kPa


Sumber : SNI 1726-2012
2.2.3.4. Parameter Respon Spektral

Untuk menentukan respon spektra percepatan gempa di perukaan tanah,


diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik.
Faktor amplifikasi ini meliputi percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan
percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Koefisien situs Fa dan Fv harus
ditentukan berdasarkan tabel di bawah ini.

Tabel 2.6. Koefisien situs Fa


Parameter respons pektral percepatan gempa MCER terpetakan pada
Kelas Situs
perioda pendek, T = 0,2 detik, SS
SS ≤ 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1,0 SS ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SS b

Sumber : SNI 1726-2012


-Untuk nilai nilai antara SS dapat dilakukan interpolasi linier
-SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon situs
spesifik
Tabel 2.7. Koefisien Situs Fv
Parameter respons pektral percepatan gempa MCER terpetakan pada
Kelas Situs
perioda 1 detik, S1
S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SS b

Sumber : SNI 1726-2012

-Untuk nilai nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier


-SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respon situs
spesifik
12

Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek (S MS) dan periode
satu detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus
ditentukan dengan perumusan sebagai berikut.

S MS=F a . S s

S M 1=F v . S 1
Parameter percepatan spektra desain untuk periode pendek atau S DS dan pada
perioda 1 detik atau SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:
2
S DS= S MS
3
2
S D 1= S M 1
3
2.2.3.5. Kategori Desain Seismik

Berdasarkan SNI 1726-2012 Tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa


untuk Bangunan Gedung, menjelaskan tentang pengklasifikasian desain seismik.
Pengklasifikasian ini dikarenakan pada strukutur berdasar kategori resiko bangunan dan
tingkat kekuatan gerakan tanah akibat gempa yang diantisipasi dilokasi strukutr
bangunan. Kategori desain gempa dievaluasi berdasarkan parameter respon percepatan
periode pendek dan berdasarkan parameter respon percepatan periode 1,0 detik.
Tabel 2.8. Kategori Desain Gempa Berdasar pada Periode Pendek
Kategori Risiko
Nilai SDS
I, II, III IV

SDS< 0,167 A A

0,167 ≤ SDS< 0,33 B C

0,33 ≤ SDS< 0,50 C D

0,50 ≤ SDS D D

Sumber : SNI 1726-2012


13

Gambar 2.3. Grafik Desain Spektra untuk Lokasi Gedung Kantor & Gudang PT. IMS
TRADING RingRoad Barat Madiun
Sumber: http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/

2.2.3.6. Koefisien Modifikasi Respon (R)

Koefisien modifikasi respon merpakan rasio antara beban gempa maksimum


akibat pengaruh gempa rencana pada struktur gedung elastik penuh dan beban gempa
nominal akibat pengaruh gempa rencana pada struktur gedung daktail, bergantung pada
faktor daktilitas struktur tersebut.
Tabel 2.9. Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Koefisien modifikasi
Sistem penahan – gaya gempa
respon (R)
C. Sistem rangka pemikul momen
1. Rangka baja pemikul momen khusus 8
2. Rangka batang baja pemikul momen khusus 7
3. Rangka baja pemikul momen menengah 4,5
4. Rangka baja pemikul momen biasa 3,5
5. Rangka beton bertulang pemikul momen khusus 8
6. Rangka beton bertulang pemikul momen menengah 5
7. Rangkabeton bertulang pemikul momen biasa 3
8. Rangka baja danbeton komposit pemikul momen khusus 8
9. Rangka baja dan beton komposit pemikul momen
5
menengah
10. Rangka baja dan beton komposit terkekang parsial
6
pemikul momen
11. Rangka baja dan beton komposit pemikul momen biasa 3
14

12. Rangka baja canai dingin pemikul momen khusus


3,5
dengan pembautan
Sumber : SNI 1726-2012
2.2.3.7. Berat Struktur Lantai

Perhitungan berat struktur per lantai harus meliputi berat sendiri elemen-elemen
struktur dan berat akibat beban hidup total yang membebani struktur. Beban hidup yang
harus ditinjau pada perhitungan pengaruh beban gempa adalah porsi beban hidup yang
dianggap tetap. Porsi beban ini pada dasarnya sangat bergantung pada fungsi bangunan.
Untuk bangunan gedung umum, porsi beban hidup yang bersifat tetap dapatdiambil
sebesar 30% beban hidup total. (ASCE 2010)
2.2.3.8. Periode Natural (Waktu Getar Alami) Struktur

Dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan
karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Periode fundamental
struktur tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada periode yang
dihitung (Cu) dan periode fundamental pendekatan (Ta). (Anonim,2012)

Ta = Ct . hn x

Ta=Ct h n x

Tabel 2.10. Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung
Parameter percepatan desain respon gempa
Koefisien Cu
pada 1 detik SD1
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
Sumber : SNI 1726-2012

Tabel 2.11. Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x


Tipe Struktur Ct x
Rangka baja pemikul momen 0,0724ᵅ 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466ᵅ 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731ᵅ 0.75
15

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0488ᵅ 0,75


Semua system struktur lainnya
Sumber : SNI 1726-2012
2.2.3.9. Geser Dasar Seismik

Geser dasar seismik V dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai SNI
03-1726-2012 menurut pasal 7.8.1 dengan persamaaan berikut :
V= Cs . W
S DS

Cs=
( ) R
Ie
S DS

Cs=
T
() R
Ie
Csmin = 0,044 SDS Ie ≥ 0,01

2.2.3.10. Distribusi Gaya Gempa

Sesuai dengan SNI 1726-2012 pasal 7.8.3 Gaya gempa lateral (F x) yang timbul di
semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut :

Fx= Cvx . V
k
w x . hx
n

Cvx= ∑i =1 w i . hki
k = eksponen yang terkait dengan periode struktur sebagai berikut:

- Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 0,5 detik atau kurang, k k = 1

- Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 2,5 detik atau lebih, k = 2

- Untuk struktur yang mempunyai periode antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau

interpolasi linier antara 1 dan 2

2.3. Sistem Kerja Beban

Distribusi Pembebanan Balok, Kolom, Dan Pelat Di Distribusikan Ke Portal


Yaitu :
Beban – bebna yang bekerja pada balok – balok pemikul dari pelat, untuk semua keadaan
tumpuan pelat, dapat di anggap sebagai beban segitiga pada tepi yang pendek dan sebagai
16

beban trapesium pada tepi yang panjang dengan intensitas maksimum sebesar ½ q l x
persatuan panjang dan dijelaskan pada gambar berikut.

1. Beban segitiga

1
Wu .
2
Lx q ekv
Gambar 2.4. Beban Segitiga
Sumber :Rav
Peraturan Beton BertulangRbv
Inodnesia .Hal 205

Mmax segitiga ditengah bentang :


1
Mmax = . Wu . lx 3
24
Beban segitiga tersebut diekuivalensikan menjadi beban persegi :
1
Mmax = . q ek . lx 2
8
Mmax segitiga = Mmax persegi
1 1
Mmax = . Wu . lx 3 Mmax = . q ek . lx 2
24 = 8
1
q ekuivalen = . Wu . lx
3
2. Beban trapesium

1
Wu . Lx
2
q ekv
Gambar 2.5. Beban Trapesium
Sumber : Peraturan Beton Bertulang Inodnesia .Hal 205
Rav Rbv
Ly

Mmax trapesium ditengah bentang :


1
Mmax = . Wu . lx . ( 3 . ly 2 - lx2 )
48
Beban trapesium tersebut diekuivalensikan menjadi beban persegi :
1
Mmax = . q ek . ly 2
8
17

Mmax trapesium = Mmax persegi


1 1
Mmax = . Wu . lx . ( 3 . ly 2 - lx2 ) Mmax = . q ek . ly 2
48 = 8

[ ( )]
2
1 Lx
qu= .q . Lx 3−
6 Ly

2.4. Kombinasi Pembebanan

Kekuatan perlu (required strength) pada suatu komponen struktur menurut SNI
03-2847-2002 adalah kekuatan yang terjadi akibat beban dikalikan faktor beban. Nilai
merupakan angka keamanan yang memperhitungkan kelebihan beban akibat penggunaan
fungsi bangunan. Berdasarkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk bangunan
gedung SNI 03-2847-2002 pasal 11.2 kuat perlu U dan faktor beban adalah :
1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D

U=1,4 D
2. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban atap A

atau beban hujan R.

U=1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R )


3. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam

perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai berikut:

U=1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E, atau


U = 0,9 D ± 1,0 E
Dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 1726-2012).
2.5. Kuat Rencana

Dalam pelaksanaan sebuah konstruksi seringkali terdapat banyak hal yang tidak
dapat dipastikan dan menyimpang, seperti dimensi atau posisi penulangan, bahkan mutu
beton maupun mutu baja yang digunakan. Untuk itu dalam menghitung kekuatan rencana
(design strenght) diperlukan sebuah nilai faktor reduksi ( φ ) yang berfungsi
memperhitungkan penyimpangan dalam pelaksanaan. Menurut SNI 2847-2002
Kekuatan rencana (design sterngth) yang tersedia pada suatu komponen struktur
menurut SNI 03-2847-2002 pasal 11.3(1) adalah hasil kali kekuatan nominal dikalikan
dengan faktor reduksi kekuatan. Nilai merupakan angka keamanan yang
memperhitungkan penyimpangan terhadap kuat bahan, pengerjaan, ukuran dan
pelaksanaan. Adapun faktor reduksi kekuatan ( φ )menurut SNI 03-2847-2002 pasal
11.3(2) adalah :
1. Lentur, tanpa beban aksial ( φ ) = 0,80
18

2. Beban aksial, dan beban aksial dengan lentur :

a. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur ( φ ) = 0,80

b. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur :

i. Komponen struktur dengan tulangan spiral ( φ ) = 0,70

ii. Komponen struktur lainnya ( φ ) = 0,65

3. Geser dan torsi ( φ ) = 0,75

4. Tumpuan beton ( φ ) = 0,65

2.6. Dasar Perencanaan

2.6.1. Perencanaan Pelat

Pelat merupakan suatu elemen struktur yang mempunyai ketebalan relatif kecil
jika dibandingkan dengan lebar dan panjangnya. Di dalam konstruksi beton, pelat
digunakan untuk mendapatkan bidang atau permukaan yang rata. Pada umumnya bidang
atau permukaan atas dan bawah suatu pelat adalah sejajar atau hampir sejajar. Tumpuan
pelat pada umumnya dapat berupa balok-balok beton bertulang, struktur baja, kolom-
kolom (lantai cendawan) dan dapat juga berupa tumpuan langsung di atas tanah. Pelat
dapat ditumpu pada tumpuan garis menerus, seperti halnya dinding atau balok.
Pelat beton bertulang banyak digunakan pada bangunan sipil, baik sebagai lantai
bangunan, lantai atap dari suatu gedung, lantai jembatan maupun lantai pada dermaga.
Beban yang bekerja pada pelat umumnya diperhitungkan terhadap beban gravitasi (beban
mati dan atau beban hidup).
1. Pelat Atap

Struktur pelat atap sama dengan struktur pelat lantai, hanya saja berbeda dalam
hal pembebanannya. Beban yang bekerja pada pelat atap lebih kecil bila dibanding
dengan pelat lantai. Strukturya adalah struktur pelat dua arah, sama dengan pelat
lantai.Beban-beban yang bekerja pada pelat atap, yaitu :
a. Beban Mati (WD)

b. Beban Hidup (WL)

Beban hidup untuk pelat atap diambil 100 kg/m2 ( PPIUG, 1983 )
2. Pelat Lantai

Pelat beton bertulang dalam suatu struktur dipakai pada lantai, pada pelat lantai
ditumpu oleh balok pada keempat sisinya.
19

Pelat Dua Arah (Two Ways Slab) Pelat dua arah merupakan pelat yang perbandingan
nilai bentang panjang dan bentang pendeknya tidak lebih atau sama dengan dua.
Dalam perencanaan pelat ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain:
a. Beban terbagi rata

b. Perbedaan yang terbatas antara besarnya beban maksimum dan minimum pada

panel (atau lekukan) di pelat Wumin ≥ 0,4 Wumaks

c. Perbedaan yang terbatas antara beban maksimal pada panel yang berbeda-beda :

Wu maks terkecil > 0,8 kali Wu maks terbesar

d. Perbedaan yang terbatas pada panjang bentang, yaitu panjang betang terpendek ≥

0,8 kali bentang terpanjang

lx

Gambar 2.6.
ly Pelat dua arah
Sumber SNI 3-2847-2002

Momen yang terjadi peda pelat :

Mlx = 0,001.q.lx2

Mly = 0,001.q.lx2

Mtx = - 0,001.q.lx2

Mty = - 0,001.q.lx2

Luas penampang batang tulangan pokok yang diperlukan untuk suatu penampang

komponen struktur tertentu merupakan fungsi dari momen rencana. Maka setara dengan

momen yang nilainya seragam disepanjang bentang, luas tulangan bagi juga berubah-

ubah dengan tetap berdasarkan pada syarat teoritis kekuatan komponen struktur yang
20

bersangkutan sesuai SNI 03-2847-2002. Untuk merencanakan penulangan pelat, pilihlah

nilai momen yang terbesar dari beberapa nilai momen yang ada, lalu hitung koefisien

tahanan :

Mult
Rn= 2
ø .b . dx

Untuk mendapatkan nilai ρ (rasio tulangan) bisa digunakan rumus:

ρ=
1
m ( √
1− 1−
2. m. Rn
fy )
dengan nilai m ditentukan dengan rumus:

fy
m=
0,85. fc

1,4
Apabila nilai ρ < ρmin, maka digunakan rasio tulangan ρmin=
f y

2.6.2. Perencanaan Balok

Berdasarkan jenis keruntuhan yang terjadi pada penampang persegi


yangmengalami lentur terdapat 3 tipe keruntuhan menurut SNI 03-2847-2002, yaitu :
a. Penampang bertulang seimbang (balanced reinforced)

Tulangan tarik leleh bersamaan dengan beton tekan hancur, atau dalam keadaan
dimana εs , εy , dan εc = 0,003. Kondisi ini akan terjadi jika luas tulangan tarik yang
diperlukan dalam kondisi seimbang (Asb). Keruntuhan pada balok ini bersifat
mendadak.
b. Penampang bertulang kuat (over reinforced)

Kehancuran beton tekan akan terjadi terlebih dahulu. Sementara tulangan tarik belum
leleh, atau dalam keadaan dimana εs<εy , dan εc> 0,003. Kondisi ini akan terjadi jika
luas tulangan tarik (As) melebihi jumlah tulangan tarik yang diperlukan dalam
keadaan seimbang (Asb). Keruntuhan pada balok bersifat mendadak, karena beton
adalah material yang bersifat getas.
c. Penampang bertulang lemah (under reinforced)

Tulangan tarik leleh terlebih dahulu daripada kehancuran beton tekan, atau dimana ε s>
εy , dan εc< 0,003. Kondisi ini terjadi jika jumlah luas tulangan tarik (As) kurang
dari jumlah tulangan tarik yang diperlukan pada keadaan seimbang (Asb). Keruntuhan
21

pada balok akan bersifat daktail karena sebelum balok runtuh ditandai dengan
terjadinya lendutan dan retak-retak pada daerah lentur sehingga struktur balok dapat
diamankan.
Rasio tulangan (ρ) diketahui sebagai nilai perbandingan tulangan yang digunakan
untuk menyatakan jumlah luas relatif dari tulangan tarik dalam struktur balok. Jika
tulangan maksimum yang diperbolehkan dinyatakan dalam perbandingan tulangan ρ,
maka:
1,4
ρ min =
fy
ρ maks =0,75 ρb
dimana nilai ρb ditentukan dengan rumus
0,85 β fc 600
ρb = ×
fy 600+fy
Dalam menghitung kebutuhan tulangan lentur pada balok (As), nilai b dan d
harus diketahui terlebih dahulu untuk menghitung koefisien tahanan (Rn), menggunakan
rumus:

Mult
Rn=
ø .b . d 2

Gambar 2.7. Detail Penampang Balok

Untuk mendapatkan nilai ρ (rasio tulangan) bisa digunakan rumus:

ρ=
1
m( √
1− 1−
2. m. Rn
fy )
dengan nilai m ditentukan dengan rumus:

fy
m=
0,85. fc
22

Sehingga untuk menghitung luas tulangan yang diperlukan dengan menggunakan


rumus:
As = ρ.b.d
Menurut SNI 03-2847-2002 jarak antar tulangan harus lebih dari 25 mm, apabila
kurang dari 25mm maka tulangan harus disusun dua lapis sehingga timbul d efektif yang
baru.
Di dalam perencanaan penampang terhadap lentur dengan tulangan tarik,

permasalahannya adalah untuk menentukan b, d, dan


As untuk harga
Mu = Mult/θ

f f
yang disyaratkan, dan sifat bahan c dan y yang diberikan.

Untuk menghitung nilai momen nominal digunakan rumus

( a2 )
Mn = As . f y d −

Dengan nilai a ditentukan terlebih dahulu menggunakan rumus:


As . fy
a=
0,85. fc .b
Supaya diperoleh desain penampang yang sesuai maka nilai Mu harus lebih besar
dari Mult.
a. Perencanaan Penulangan Geser

Dasar perencanaan penulangan geser adalah usaha menyediakan jumlah


tulangan baja untuk menahan gaya tarik arah tegak lurus terhadap retak tarik diagonal
sedemikian rupa sehingga mampu mencegah retak lebih lanjut.
Berdasarkan atas pemikiran tersebut, penulangan geser dapat dilakukan dalam
beberapa cara, seperti :
 sengkang vertikal

 jaringan kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu vertikal

 Batang tulangan miring diagonal yang dapat dilakukan dengan cara membengkok

batang tulangan pokok ditempat-tempat yang diperlukan atau untuk komponen-

komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja.

Persamaan SNI 03-2847-2002 pasal 13.3(1) memberikan kapasitas kemampuan


vc
beton untuk menahan gaya geser adalah
23

1
vc= √ fc . b . d
6

Didalam peraturan juga dinyatakan bahwa meskipun secara teoritis tidak perlu

penulangan geser apabila


v u ≤φv c , akan tetapi peraturan mengharuskanuntuk
menyediakan penulangan geser minimum pada semua bagian struktur beton yang
mengalami lenturan, kecuali :
 Pelat dan pondasi telapak

 Konstruksi pelat rusuk

 Balik dengan tinggi total yang tidak lebih dari nilai-nilai diantara 250 mm, 2,5 kali

tebal sayap, atau 0,5 kali lebar badan.

Ketentuan penulangan geser minimum tersebut terutama untuk menjaga agar


apabila timbul beban yang tak terduga pada komponen yang mungkin akan

mengakibatkan kerusakan (kegagalan) geser. Apabila gaya geser yang bekerja


v u lebih

besar dari kapasitas geser beton


φv c , maka diperlukan penulangan geser untuk
memperkuatnya. Dasar perencanaan tulangan geser adalah :
φv n≥v u dengan; v n=v c +v s
sehingga;
v u ≤φv c +φv s
Untuk sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur
SNI 03-2847-2002 pasal 13.5(6) memberikan ketentuan :
Av . f y . d
v s=
s

Sehingga nilai s dapat dihitung dengan persamaan:


Av . fy .d
S=
vs

dengan jarak maksimal sengkang:


d
Smax=
2

b. Perencanaan Penulangan Puntir

Pengaruh puntir dapat diabaikan bila nilai momen puntir terfaktor Tu pada struktur non –
prategang besarnya kurang dari:
24

( )
θ √ fc A cp
2

12 Pcp
Tulangan yang dibuthkan untuk menahan puntir ditentukan dari øTn = Tu. Untuk torsi
kompatibilitas pada struktur non – prategang momen terfaktor maksimum Tu dapat
dikurangi menjadi:

θ
3 ( Pcp )
√ fc A 2 cp

Sedangkan tulangan sengkang untuk puntir harus direncanakan berdasarkan


2. Ao . At . f yv
Tn= cotθ
s
Tulangan longitudinal tambahan untuk torsi haruslah tidak kurang dari

At=
A1
s
Ph
f yv
f yt( ) 2
cot θ

Sedangkan luas total minimum tulangan torsi longitudinal tambahan harus ditentukan
dengan persamaam:
5 √ fc . A cp
At min =
12 f yl

s( )
At
Ph
f yv
f yt
Dan luas minimum sengkang torsi yang diperlukan adalah
75 √ fc .b . s
A vt =2 At + Av=
1200 f yv
Namun harus tidak kurang dari:
1 bw . s
3 f yv

2.6.3. Perencanaan Kolom

Sebagai bagian dari kerangka bangunan dengan fungsi dan peran utama, kolom
menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan. Kegagalan kolom akan
berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan
dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan.
Pada umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan
tanda peringatan yang jelas, bersifat mendadak. Oleh karena itu dalam merencanakan
struktur kolom harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan
kekuatan lebih tinggi daripada untuk komponen struktur lainnya.
Karena penggunaan didalam praktek umumnya kolom tidak hanya bertugas
menahan beban aksial vertikal, sehingga definisi kolom diperluas dengan mencakup juga
tugasnya menahan kombinasi beban aksial dan lentur. Dengan kata lain kolom harus
diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.
Sebelum memperhitungkan momen rencana yang diperbesar akibat dari
kelangsingan, sudah barang tentu harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk
menentukan apakah kelangsingan suatu komponen struktur tekan harus diperhitungkan
atau dapat diabaikan. SNI 03-2847-2002 pasal 12.12(2) memberikan ketentuan bahwa
25

untuk komponen struktur tekan pada rangka tak bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat
diabaikan apabila ratio kelangsingan memenuhi :
kℓu
r
≤34−12
M1
M2 ( )
Untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyangan samping,
pengaruh kelangsingan boleh diabaikan apabila :
kℓu
≤22
r
Dan faktor panjang efektif tahanan ujung k bervariasi tergantung kondisinya, yaitu :
 Kedua ujung sendi, tidak bergerak lateral k= 1,0

 Kedua ujung jepit k= 0,5

 Satu ujung jepit, ujung lain bebas k= 2,0

 Kedua ujung jepit, ada gerak lateral k= 1,0

Kolom dalam keadaan regangan berimbang (balance) dideinisikan sebagai


kejadian dimana serat terluar desak mencapai regangan maksimum s’ cu = 0,003 bersamaan
dengan tercapainya tegangan leleh sy = fy / Es, dengan nilai Es sebesar 200.000 MPa.
Untuk memeriksa Pu terhadap beban pada keadaan seimbang  Pnbdigunakan
rumus:
600
Cb= .d
600+ fy
ab=β 1 . Cb
0,003 ( Cb-d' )
ε s' =
Cb
f s = Es . ε s'
'

Apabila fs’ > fy, maka dalam perhitungan selanjutnya digunakan fy.
Di dalam SNI 03-2847-2002 pasal 12.9(1) memberikan batasan untuk rasio
penulangan longitudional komponen struktur tekan non komposittidak boleh kurang dari
0,01 ataupun lebih dari 0,08 kali luas bruto penampang Ag.
Untuk menghitung kapasitas penampang kolom dapat digunakan rumus berikut :
a. Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tekan
A s ' fy bhf c
Pn = +
e 3 he
+0 , 50 +1 ,18
d−d ' d2
b. Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tarik

( √( ) ( ))
2
h−2e h−2 e d'
Pn =0, 85 . fc .b . d + +2 mρ 1−
2d 2d d
26

Suatu kolom dapat dikatakan hancur tarik atau hancur tekan dengan memeriksa

terlebih dahulu beban terfaktor


Pu terhadap beban pada keadaan seimbang
Pnb
φPnb =φ [ 0,85fc .ab .b+ As' .f s '− As.fy ]

jika
φPnb <Pu→ kolom hancur dengan diawali beton di daerah tekan
φPnb >Pu→ kolom hancur dengan diawali luluhnya tulangan tarik
dengan;

ab =β 1 C b =β 1
(( 600
600+ fy) )
.d

Faktor pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang bergantung pada
mutu beton (fc’) sebagai berikut SNI 03-2847-2002 Pasal 12.2.7.7.(3):
β
- Untuk fc’≤ 30 Mpa, maka 1 = 0,85

0 ,05 .( fc'−30 )
- Untuk fc’> 30 Mpa, maka
β 1 = 0,85 - 7 β
tetapi 1 ≥ 0,65

Penulangan Geser Kolom


Untuk merencanakan tulangan geser pada kolom digunakan dasar teori yang
sama dengan perencanaan tulangan geser pada balok. Namun untuk menghi-
tung besarnya (vc) pada kolom, dignakan persamaan di bawah ini:

(
v c = 1+
Pu 1
)
. √ fc . bw . d
14 Ag 6
BAB III

METODOLOGI PERENCANAAN

3.1. Lokasi Perencanaan

Lokasi perencanaan Modifikasi Perencanaan Struktur Atas Gedung Kantor

& Gudang PT. IMS TRADING yang ada di RingRoad Barat Madiun Provinsi

Jawa Timur.

3.2. Data Teknik


Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mencari keterangan yang di

peroleh dengan cara mengumpulkan dara dari instansi yang berkepentingan. Data

struktur .

 Lokasi = Ring Road Barar Madiun

 Panjang = 41,75 meter

 Lebar = 23,49 meter

 Jumlah lantai = 2 lantai

 Tinggi antar lantai = 4.02 meter

 Dimensi Balok B1 = 25 x 50 cm

 Dimensi Balok B2 = 20 x 40 cm

 Dimensi Balok B3 = 20 x 30 cm

 Dimensi Balok B4 = 20 x 50 cm

 Dimensi Kolom K1 = 50 x 50 cm

 Dimensi Kolom K2 = 40 x 40 cm

 Dimensi Kolom K3 = 20 x 20 cm

27
28

 Dimensi Kolom K4 = 15 x 20 cm

Data bahan yang di gunakan adalah sebagai berikut :

 Mutu beton fc = 25 MPa

 Mutu baja polos = 240 MPa

 Mutu baja ulir = 400 Mpa

Untuk data yang lebih lengkap penulis sudah mencantumkan lampiran

gambar di bagian lampiran 1.

3.3. Data Modifikasi


Dari data teknis yang telah diperoleh, maka penulis akan memodifikasi

Gedung Pemerintah Kabupaten Kutai Barat sebagai berikut:

 Lokasi = Ring Road Barat Madiun

 Panjang = 41,75 meter

 Lebar = 23,49 meter

 Jumlah lantai = 3 lantai

 Tinggi antar lantai = 4 meter

 Dimensi Balok B1 = 30 x 50 cm

 Dimensi Balok B2 = 25 x 40 cm

 Dimensi Kolom K1 = 40 x 40 cm

 Dimensi Kolom K2 = 30 x 30 cm

 Tipe Plat A = 300 x 325 cm

 Tipe Plat B = 325 x 360 cm

Untuk data yang lebih lengkap penulis sudah mencantumkan lampiran

gambar di bagian lampiran 2.


29

3.4. Langkah-Langkah Perencanaan

3.4.1. Perencanaan Pelat


Tahapan perencanaan pelat atap dan pelat lantai pada Gedung Kantor &

Gudang PT. IMS TRADING yang ada di RingRoad Barat Madiun diawali

dengan menentukan tebal pelat yang diatur dalam peraturan SNI 03-2847-2002

tentang tebal pelat minimum dengan balok yang mengubungkan tumpuan pada

semua sisinya tidak boleh kurang dari hmin. Langkah berikutnya adalah

menghitung beban yang bekerja pada pelat yaitu beban mati yang diantaranya:

berat sendiri pelat, plafond + penggantung, spesi dan keramik. Sedangkan beban

hidup untuk pelat atap diambil sebesar 100kg/m2 dan pelat lantai sebesar

250kg/m2.Dalam mengitung momen yang bekerja dapat digunakan rumus

Mu=koef. Momen x Wu x l2.


30

MULAI

MENENTUKAN DIMENSI PELAT

MENGHITUNG KOMBINASAI BEBAN


(Wult =1,2WD+1,6WL)

MENGHITUNG MOMEN YANG BEKERJA


Momen Arah x
Mtx= 0,001 .Wult . Lx2 . Ctx
Mlx= -0,001 . Wult . Lx2 . Clx
Momen Arah y
Mty= 0,001 . Wult . Lx2 . Cty
Mly= -0,001 . Wult . Lx2 . Cly

MENENTUKAN KOEFISIEN TAHANAN

dx = h – p – 0,5 .ø
dy = h – p – øx – 0,5 .øy

MENGHITUNG ρ
ρ min < ρperlu < ρmaks
TIDAK
Jika ρperlu < ρmin = ρmin
Jika ρperlu ˃ ρmin = ρperlu ρ > ρmax
ρ min = , ρbalance =
ρmax = 0,75 . ρbalance

YA

MENGHITUNG LUAS TULANGAN


( As = )

DESAIN TULANGAN

1
31

DESAIN TULANGAN

MEMERIKSA JARAK ANTAR


TULANGAN
TIDAK

YA

UKURAN PELAT
DAN TULANGAN MEMADAI

SELESAI

Gambar 3.1 Bagan Alir Perencanaan Pelat


32

3.4.2. Perhitungan Pembebanan Struktur


Konstruksi bangunan Gedung Kantor & Gudang PT. IMS TRADING

yang ada di RingRoad Barat Madiun harus diperhitungkan terhadap beban-beban

yang bekerja pada struktur gedung. Beban-beban tersebut antara lain beban mati,

beban hidup dan beban gempa. Perhitungan pembebanan berdasarkan Peraturan

Pembebanan Indonesia untuk Gedung tahun 1983.

a. Akibat beban mati dan beban hidup

Dalam menentukan beban mati yang bekerja pada struktur gedung

digunakan data pada Tabel 2.1, sedangkan untuk menentukan beban hidup

digunakan data pada tabel 2.2. Karena fungsi gedung sebagai kantor, maka beban

hidup yang bekerja pada lantai gedung adalah sebesar 250 kg/m 2. Karena beban

mati dan beban hidup termasuk dalam beban gravitasi, maka dalam menghitung

besarnya beban merata dan beban terpusat digunakan teori beban segitiga dan

beban trapesium.

b. Akibat beban gempa

Langkah awal dalam menghitung beban gempa adalah menentukan

kategori resiko gedung sebagaimana yang tercantum dalam tabel 2.3, karena

fungsi gedung sebagai kantor, maka gedung termasuk dalam kategori resiko I atau

II dengan faktor keutamaan (Ie) sebesar 1,0 sebagaimana tercantum dalam tabel

2.4. Setelah mengetahui kategori resiko gedung dan faktor keutamaan gempa,

maka dihitung nilai Ss dan S1 berdasarkan peta MCER dalam gambar 2.1 dan 2.3,

lalu menentukan klasifikasi situs berdasarkan tabel 2.5. Setelah itu menghitung
33

koefisien-koefisien situs dan parameter-parameter respons spektral percepatan

gempa maksimum yang dipertimbangan resiko tertarget menggunakan aplikasi

Desain Spektra Indonesia. Karena lokasi gedung yang berada di daerah gempa

sedang maka digunakan sistem rangka pemikul momen menengah dengan

koefisien modifikasi respon (R) sebesar 5. Setelah data-data diketahui, barulah

dihitung berat total bangunan per lantai akibat beban hidup dan juga beban

mati,lalu menghitung periode natural struktur, geser dasar seismik, dan juga

distribusi gaya gempa.

3.4.3. Analisis Struktur dengan SAP2000v14


Untuk menghitung gaya dalam yang bekerja pada struktur gedung,

digunakan program bantu SAP2000 v14. Langkah pertama yang dilakukan adalah

membuat geometri strukturdengan memilih 3D Frame pada New Model, lalu edit

grid data untuk menentukan letak struktur arah x, y dan z. Setelah itu menentukan

material properties dan section properties untuk dimensi balok dan kolom,

dilanjutkan membuat load case dan kombinasi beban yang akan dianalisis.

Langkah berikutnya adalah memasukkan besar beban yang dipikul oleh struktur,

baik beban akibat gaya gravitasi maupun beban akibat gempa. Setelah semua

besar beban dimasukkan ke dalam model, barulah dilakukan analisa model untuk

menghitung besarnya gaya dalam yang bekerja pada struktur.

1.

2.

3.

3.1.
34

3.2.

3.3.

3.4.4. Perencanaan Balok


Langkah awal untuk perencanaan balok yaitu, menghitung beban – beban

yang bekerja pada gedung : beban akibat gaya gravitasi, yaitu diantaranya

menghitung berat total penutup atap, pelat, balok kolom, plafon + penggantung,

dan tembok, beban gempa dan beban angin. Setelah semua beban tersebut

diketahui, dilakukan analisis struktur menggunakan SAP2000 v14. Setelah

dilakukan analisis struktur menggunakan SAP2000 v14, akan diketahui momen

ultimate pada balok tumpuan, balok lapangan, dan momen geser (Vu). Momen

ultimate adalah momen terbesar yang diterima oleh balok, dan untuk

mengetahuinya yaitu dengan membuka setiap slide hasil SAP2000 v14.

Langkah selanjutnya adalah menghitung ρmin, ρbalance, ρmax, Rn, di m,

dan ρperlu. Apabila nilai ρperlu lebih besar dari ρmin, maka dipakai

ρperlu.Setelah nilai ρterbesar diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung

Asperlu .yaitu luas tulangan yang dibutuhkan. Setelah nilai Asperlu diketahui,

menghitung Aspakai yaitu nilai luas tulangan yang akan gunakan. Nilai Aspakai

harus lebih besar dari nilai Asperlu.

Apabila luas tulangan pokok sudah diketahui, maka selanjutnya

menghitung penulangan sengkang balok, yaitu dengan menentukan nilai momen

ultimate geser (Vult) diketahui, selanjutnya menghitung Vc. Menghitung luas

tulangan perlu (Ag), Vs, menghitung Sperlu tumpuan dan lapangan, dan yang
35

terakhir adalah menghitung Smax, untuk nilai Sperlu tumpuan dan lapangan tidak

boleh melebihi Smax.


36

MULAI

MENENTUKAN DIMENSI BALOK

MENGHITUNG BEBAN

MENGHITUNG MOMEN MAKSIMAL DARI


OUTPUT SAP2000 ( Mu,Vu)

MENENTUKAN KOEFISIEN TAHANAN

d efektif = h - d seng – (0,5D Tul.Utama)

MENGHITUNG ρ
ρ min < ρperlu < ρmaks
Jika ρperlu < ρmin = ρmin
ρ min = , ρbalance =
ρmax = 0,75 . ρbalance TIDAK
ρ > ρmax

YA

MENGHITUNG LUAS TULANGAN


( As = )

DESAIN TULANGAN

MENGHITUNG TULANGAN TEKAN


(0,5x Luas Tulangan Tarik )

MEMERIKSA JARAK ANTAR


TULANGAN TIDAK
(jar.tul > 25mm) = tul. 1 lapis

YA
1
37

YA
UKURAN PELAT DAN TULANGAN
MEMADAI

MENGHITUNG TUL. GESER


Vc =

Sengkang perlu dihitung jika


Vu >

DESAIN TULANGAN

MEMERIKSA JARAK ANTAR


TULANGAN

Av = .(3,14. Dsengkang^2).2
S = , Smax = TIDAK

S> Smaks

YA

UKURAN PELAT
DAN TULANGAN MEMADAI

SELESAI

Gambar 3.2 Bagan Alir Perencanaan Balok


38

3.4.5. Perencanaan Kolom

Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang

bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum. Dalam perencanaan

kolom perlu diketahui terlebih dahulu gaya aksial (Pu), momen ultimate pada

kolom tumpuan, kolom lapangan, dan momen geser (Vu). Momen ultimate adalah

momen terbesar yang diterima oleh kolom, dan untuk mengetahuinya yaitu

dengan membuka setiap slide hasil SAP 2000. Setelah dilakukan analisa struktur

dengan SAP 2000, selanjutnya kontrol keamanan penampang kolom, yaitu

menentukan kelangsingan komponen harus diperhitungkan atau tidak. Selanjutnya

cek untuk komponen struktur tekan dengan pengaku lateral efek kelangsingan

dapat diabaikan, apabila memenuhi :


kℓu
r
M
≤34−12 1
M2 ( ) maka pengaruh

kelangsingan dapat diabaikan. Menghitung e, yaitu dengan membagi nilai momen

ultimate (Mu) dengan nilai gaya aksial (Pu), selanjutnya menhitung d’ dan d yaitu

luas selimut ditambah dengan luas diameter tulangan, d adalah luas bersih

penampang kolom. Menghitung ρ dan As, setelah nilai Asperlu diketahui, maka luas

tulangan dapat ditentukan. Menghitung nilai Aspakai, untuk nilai Aspakai harus lebih

besar dari nilai Asperlu. Memeriksa Pu terhadap beban dalam keadaan seimbang,

langkah awal yaitu menghitung Cb, Ab, fs’, dan


φPnb : apabila nilai φPnb <Pu maka

kolom akan mengalami hancur yang diawali dengan hancur tarik, sedangkan

φPnb >Pu maka kolom tersebut akan mengalami hancur yang diawali dengan

hancur tekan.
39

Memeriksa kekuatan penampang kolom, yaitu dengan menghitung Pn dan

φPnb . Menghitung penulangan sengkang kolom, yaitu setelah nilai momen

ultimate geser (Vu) diketahui, selanjutnyan menghitung Vc. Menghitung luas

tulangan perlu (Ag), Vs, menghitung Sperlu tumpuan dan lapangan, dan yang

terakhir adalah menghitung Smaks, untuk nilai Sperlu tumpuan dan lapangan tidak

boleh melebihi Smaks. Untuk lebih jelas proses perhitungan kolom dijelaskan pada

gambar diagram alir berikut ini.


40

MULAI

MENENTUKAN DIMENSI KOLOM

MENGHITUNG MOMEN MAKSIMAL DARI


OUTPUT SAP2000 ( Mu,Vu, Pu)

CEK KELANGSINGAN
TIDAK
KELANGSINGAN KELANGSINGAN
DIABAIKAN BERPENGARUH

YA

M ult
e 
Pult

MENENTUKAN RASIO TULANG

MENENTUKAN TULANGAN SESUAI AS


d’ = p + s + 1/2 x
d= h x d’
As perlu = . b . d
As pasang= 0,785 x x jumlah tul
As pasang > As perlu

DESAIN TULANGAN

 Pnb  0,065 . (0,85 . Fc . ab . b)  (As'. Fs - As . Fy)


MENGHITUNG TUL. GESER
Ag = b.h
Vc =
Vs = -Vc

MEMERIKSA JARAK ANTAR


TULANGAN TIDAK

YA
1
41

YA

UKURAN PELAT
DAN TULANGAN MEMADAI

SELESAI

Gambar 3.3 Bagan Alir Perencanaan Kolom

Anda mungkin juga menyukai