Disusun Oleh :
REZA DWI BIMAFAJRI
1552010046
SKRIPSI
Disusun oleh :
REZA DWI BIMAFAJRI
1552010046
Menyetujui Menyetujui
________________ ________________
Mengetahui
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karuniaNya akhirnya penyusunan Skripsi yang berjudul
“ MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR ATAS GEDUNG KANTOR &
GUDANG PT.IMS TRADING RINGROAD BARAT MADIUN “
dapat terselesaikan tanpa halangan suatu apapun. Skripsi ini di susun untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar sarjana.
Tanpa bantuan dari semua pihak, Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan
baik. Maka dari itu penulis dengan segala upaya dan kemampuan ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu sehingga skripsi ini dapat
saya selesaikan dengan baik & benar. Semoga Allah SWT memberikan balasan
berkali-kali lipat atas semua bantuan dan dukungannya.
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3. Batasan masalah...............................................................................................3
1.4. Tujuan...............................................................................................................3
1.5. Manfaat.............................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................4
LANDASAN TEORI....................................................................................................4
2.1. Tinjauan Pustaka.............................................................................................4
2.2. Pembebanan......................................................................................................5
2.2.1. Beban Mati.................................................................................................5
2.2.2. Beban Hidup...............................................................................................6
2.2.3. Beban Gempa.............................................................................................6
2.3. Sistem Kerja Beban........................................................................................15
2.4. Kombinasi Pembebanan................................................................................16
2.5. Kuat Rencana.................................................................................................17
2.6. Dasar Perencanaan.........................................................................................17
2.6.1. Perencanaan Pelat.....................................................................................17
2.6.2. Perencanaan Balok...................................................................................19
2.6.3. Perencanaan Kolom..................................................................................23
BAB III.......................................................................................................................27
METODOLOGI PERENCANAAN...........................................................................27
3.1. Lokasi Perencanaan.......................................................................................27
3.2. Data Teknik...........................................................................................................27
3.3. Data Modifikasi....................................................................................................28
3.4. Langkah-Langkah Perencanaan........................................................................29
3.4.1. Perencanaan Pelat..........................................................................................29
iii
3.4.2. Perhitungan Pembebanan Struktur.................................................................32
3.4.3. Analisis Struktur dengan SAP2000v14.........................................................33
3.4.4. Perencanaan Balok........................................................................................33
3.4.5. Perencanaan Kolom.......................................................................................37
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Madiun Provinsi Jawa Timur . Daya dukung lingkungan suatu wilayah menjadi
teknik gedung perkantoran merupakan salah satu upaya meningkatkan fungsi dan
sebagai langkah awal suatu perencanaan teknik yang cermat hingga menghasilkan
detail desain gedung perkantoran yang tepat dan efisien untuk memenuhi standart
yang di tetapkan.
RingRoad Barat Madiun dan jumlah karyawan dari tahun ke tahun yang semakin
1
2
mengunakan 2 lantai di rasa belum bisa memenuhi tempat dan fasilitas penunjang
perkantoran dari yang semula lantai 2 di modifikasi menjadi lantai 3. Oleh karena
itu untuk mendapatkan bangunan yang kuat, nyaman dan aman dalam
sehingga mampu memikul beban-beban yang bekerja pada gedung terutama beban
sendiri dari gedung, beban hidup, beban gempa. Serta harus di perlukan
perhitungan kontruksi yang tepat dan akurat sehingga dapat memperoleh hasil
yang maksimal.
Dengan adanya Gedung Kantor & Gudang PT. IMS TRADING RingRoad
Barat Madiun di atas maka penulis menjadikan gedung tersebut sebagai bahan
Skripsi dengan judul “Modifikasi Perencanaan Struktur Atas Gedung Kantor &
5. Mutu Beton (fy) 400 MPa untuk tulangan ulir dan 240 MPa untuk
tulangan polos.
1.4. Tujuan
1.5. Manfaat
Gedung Kantor & Gudang PT. IMS TRADING RingRoad Barat Madiun ini
adalah untuk mengetauhi secara detail dimensi dan penulangan struktur atas
gedung sesuai dengan standart peraturan yang tercantum dalam batasan masalah,
LANDASAN TEORI
4
5
dan tulangan yang di butuhkan oleh masing-masing struktur. (Gideon dan Takim,
1993)
Perencanaan dengan konsep desain kapasitas memerlukan suatu prosedur
perencanaan yang kompleksdan detail penulangan. Struktur beton bertulang pada
sendi-sendi platisnya membutuhkan penulangan sengkang yang banyak juga
kemampuan untuk memberikan pengekangan pada inti beton dan menahan tekuk
penulangan memanjang dan memberikan kekuatan pada daya penahan gesernya
sebab keruntuhan geser tidak boleh mempengaruhi hysteristic loop pembentukan
sendi plastis (Gideon dan Takim, 1993).
2.2. Pembebanan
Komponen struktur harus direncanakan cukup kuat dalam menerima beban
sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam tata cara perencanaan gedung.
2.2.1. Beban Mati
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung Tahun 1983,
beban mati (Dead Load) merupakan berat dari semua bagian dari suatu gedung
yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta peralatan
tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung tersebut. Dalam
menghitung beban mati terdapat berat sendiri bangunan yaitu berat dari bahan-
bahan bangunan yang digunakan. Berat sendiri dari beberapa material konstruksi
dan komponen bangunan gedung dapat ditentukan dari peraturan yang berlaku di
Indonesia, yaitu Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung tahun 1983.
Informasi mengenai berat satuan dari berbagai material konstruksi, dicantumkan
pada Tabel 2.1. di bawah ini.
Tabel 2.1. Beban Mati pada Bangunan
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan kedalamnya termasuk beban beban pada lantai yang
berasal dari barang-barang yang dapat berpindah,mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa
hidup dari gedung itu,sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan
atap tersebut.khusus pada atap pada beban dapat termasuk beban yang berasal dari air
hujan,baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air.
(Anonim,1983). Ada penetapan kofisien pada beban hidup pada bangunan gedung
menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk gedung 1983. Penetapan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2.2. sebagai berikut :
Tabel 2.2. Beban Hidup pada Bangunan
No. Jenis Beban Hidup pada Lantai Gedung Berat
Lantai dan tangga rumah tinggal kecuali yang disebut dalam nomor
1. 200 kg/m2
2
Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan
lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang teradi di daerah patahan (fault zone).
Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan tergantung dari beberapa
faktor yaitu, massa, kondisi tanah,dan wilayah kegempaan dimana bangunan tersebut
didirikan. Massa dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena
beban gempa merupakan gaya inersia yang besarnya sangat tergantung dari bearnya
massa dari struktur.
Pada bangunan gedung bertingkat, massa dari struktur dianggap terpusat pada
lantai-lantai dari bangunan. Dengan demikian, beban gempa akan terdistribusi pada setiap
lantai tingkat. Analisis dan perencanaan struktur pada umumnya hanya memperitungkan
pengaruh dari beban gempa horizontal yang bekerja pada kedua arah sumbu utama dari
struktur bangunan secara bersamaan.
2.2.3.1. Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko
Sesuai dengan SNI 1726-2012 pasal 4.1.2 pengaruh gempa untuk berbagai
kategori gedung harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan gempa atau Ie. Besarnya
faktor keutamaan tersebut ditentukan berdasarkan klasifikasi kategori resiko, yang
ditunjukkan oleh tabel di bawah ini.
Tabel 2.3. Kategori Resiko Gedung
Kategori
Jenis Pemanfaatan
Resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk,
antara lain :
Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan I
Fasilitas sementara
Gudang penyimpanan
Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori
resiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
Perumahan
Rumah toko dan rumah kantor
Pasar
Gedung perkantoran II
Gedung apartemen / rumah susun
Pusat perbelanjaan / mall
Bangunan industri
Fasilitas manufaktur
Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa III
manusia pada saat kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
Bioskop
8
Gedung pertemuan
Stadion
Fasilitas kesehatan yang tidak memili unit bedah dan unit gawat
darurat
Fasilitas penitipan anak
Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk ke dalam kategori resiko IV,
yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar
dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila
terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
Pusat pembangkit listrik biasa
Fasilitas penanganan air
Fasilitas penanganan limbah
Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,
(termasuk, tapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,
penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan
bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan
yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak
dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang
disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan
bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang penting,
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :
Bangunan-bangunan monumental
Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas
bedah dan unit gawat darurat
Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta
garasi kendaraan darurat
Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnnya
Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas IV
lainnya untuk tanggap darurat
Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan
saat keadaan darurat
Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik,
tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau sruktur
pendukung air atau material atau perlatan pemadam kebakaran) yang
disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat.
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsui
struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori resiko IV
Sumber : SNI 1726-2012
Setelah diketahui klasifikasi kategori resiko gedung, barulah bisa ditentukan
besar faktor keutamaan gempa (Ie). Untuk mengetahui nilai faktor keutamaan gempa,
dapat melihat pada tabel 2.4 di bawah ini.
9
Dalam pasal 5.1 SNI 1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk struktur bangunan Gedung dan Non Gedung dijelaskan mengenai faktor-
faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu
bangunan di permukaan tanah atau penentuan aplifikasi besaran percepatan gempa
puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus
diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus diklasifikasikan sesuai dengan
tabel 2.5. di bawah ini.
Tabel 2.5. Klasifikasi Situs
Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek (S MS) dan periode
satu detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus
ditentukan dengan perumusan sebagai berikut.
S MS=F a . S s
S M 1=F v . S 1
Parameter percepatan spektra desain untuk periode pendek atau S DS dan pada
perioda 1 detik atau SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:
2
S DS= S MS
3
2
S D 1= S M 1
3
2.2.3.5. Kategori Desain Seismik
SDS< 0,167 A A
0,50 ≤ SDS D D
Gambar 2.3. Grafik Desain Spektra untuk Lokasi Gedung Kantor & Gudang PT. IMS
TRADING RingRoad Barat Madiun
Sumber: http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/
Perhitungan berat struktur per lantai harus meliputi berat sendiri elemen-elemen
struktur dan berat akibat beban hidup total yang membebani struktur. Beban hidup yang
harus ditinjau pada perhitungan pengaruh beban gempa adalah porsi beban hidup yang
dianggap tetap. Porsi beban ini pada dasarnya sangat bergantung pada fungsi bangunan.
Untuk bangunan gedung umum, porsi beban hidup yang bersifat tetap dapatdiambil
sebesar 30% beban hidup total. (ASCE 2010)
2.2.3.8. Periode Natural (Waktu Getar Alami) Struktur
Dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan
karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji. Periode fundamental
struktur tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada periode yang
dihitung (Cu) dan periode fundamental pendekatan (Ta). (Anonim,2012)
Ta = Ct . hn x
Ta=Ct h n x
Tabel 2.10. Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung
Parameter percepatan desain respon gempa
Koefisien Cu
pada 1 detik SD1
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
Sumber : SNI 1726-2012
Geser dasar seismik V dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai SNI
03-1726-2012 menurut pasal 7.8.1 dengan persamaaan berikut :
V= Cs . W
S DS
Cs=
( ) R
Ie
S DS
Cs=
T
() R
Ie
Csmin = 0,044 SDS Ie ≥ 0,01
Sesuai dengan SNI 1726-2012 pasal 7.8.3 Gaya gempa lateral (F x) yang timbul di
semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut :
Fx= Cvx . V
k
w x . hx
n
Cvx= ∑i =1 w i . hki
k = eksponen yang terkait dengan periode struktur sebagai berikut:
- Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 0,5 detik atau kurang, k k = 1
- Untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 2,5 detik atau lebih, k = 2
- Untuk struktur yang mempunyai periode antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau
beban trapesium pada tepi yang panjang dengan intensitas maksimum sebesar ½ q l x
persatuan panjang dan dijelaskan pada gambar berikut.
1. Beban segitiga
1
Wu .
2
Lx q ekv
Gambar 2.4. Beban Segitiga
Sumber :Rav
Peraturan Beton BertulangRbv
Inodnesia .Hal 205
1
Wu . Lx
2
q ekv
Gambar 2.5. Beban Trapesium
Sumber : Peraturan Beton Bertulang Inodnesia .Hal 205
Rav Rbv
Ly
[ ( )]
2
1 Lx
qu= .q . Lx 3−
6 Ly
Kekuatan perlu (required strength) pada suatu komponen struktur menurut SNI
03-2847-2002 adalah kekuatan yang terjadi akibat beban dikalikan faktor beban. Nilai
merupakan angka keamanan yang memperhitungkan kelebihan beban akibat penggunaan
fungsi bangunan. Berdasarkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk bangunan
gedung SNI 03-2847-2002 pasal 11.2 kuat perlu U dan faktor beban adalah :
1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D
U=1,4 D
2. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban atap A
Dalam pelaksanaan sebuah konstruksi seringkali terdapat banyak hal yang tidak
dapat dipastikan dan menyimpang, seperti dimensi atau posisi penulangan, bahkan mutu
beton maupun mutu baja yang digunakan. Untuk itu dalam menghitung kekuatan rencana
(design strenght) diperlukan sebuah nilai faktor reduksi ( φ ) yang berfungsi
memperhitungkan penyimpangan dalam pelaksanaan. Menurut SNI 2847-2002
Kekuatan rencana (design sterngth) yang tersedia pada suatu komponen struktur
menurut SNI 03-2847-2002 pasal 11.3(1) adalah hasil kali kekuatan nominal dikalikan
dengan faktor reduksi kekuatan. Nilai merupakan angka keamanan yang
memperhitungkan penyimpangan terhadap kuat bahan, pengerjaan, ukuran dan
pelaksanaan. Adapun faktor reduksi kekuatan ( φ )menurut SNI 03-2847-2002 pasal
11.3(2) adalah :
1. Lentur, tanpa beban aksial ( φ ) = 0,80
18
Pelat merupakan suatu elemen struktur yang mempunyai ketebalan relatif kecil
jika dibandingkan dengan lebar dan panjangnya. Di dalam konstruksi beton, pelat
digunakan untuk mendapatkan bidang atau permukaan yang rata. Pada umumnya bidang
atau permukaan atas dan bawah suatu pelat adalah sejajar atau hampir sejajar. Tumpuan
pelat pada umumnya dapat berupa balok-balok beton bertulang, struktur baja, kolom-
kolom (lantai cendawan) dan dapat juga berupa tumpuan langsung di atas tanah. Pelat
dapat ditumpu pada tumpuan garis menerus, seperti halnya dinding atau balok.
Pelat beton bertulang banyak digunakan pada bangunan sipil, baik sebagai lantai
bangunan, lantai atap dari suatu gedung, lantai jembatan maupun lantai pada dermaga.
Beban yang bekerja pada pelat umumnya diperhitungkan terhadap beban gravitasi (beban
mati dan atau beban hidup).
1. Pelat Atap
Struktur pelat atap sama dengan struktur pelat lantai, hanya saja berbeda dalam
hal pembebanannya. Beban yang bekerja pada pelat atap lebih kecil bila dibanding
dengan pelat lantai. Strukturya adalah struktur pelat dua arah, sama dengan pelat
lantai.Beban-beban yang bekerja pada pelat atap, yaitu :
a. Beban Mati (WD)
Beban hidup untuk pelat atap diambil 100 kg/m2 ( PPIUG, 1983 )
2. Pelat Lantai
Pelat beton bertulang dalam suatu struktur dipakai pada lantai, pada pelat lantai
ditumpu oleh balok pada keempat sisinya.
19
Pelat Dua Arah (Two Ways Slab) Pelat dua arah merupakan pelat yang perbandingan
nilai bentang panjang dan bentang pendeknya tidak lebih atau sama dengan dua.
Dalam perencanaan pelat ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain:
a. Beban terbagi rata
b. Perbedaan yang terbatas antara besarnya beban maksimum dan minimum pada
c. Perbedaan yang terbatas antara beban maksimal pada panel yang berbeda-beda :
d. Perbedaan yang terbatas pada panjang bentang, yaitu panjang betang terpendek ≥
lx
Gambar 2.6.
ly Pelat dua arah
Sumber SNI 3-2847-2002
Mlx = 0,001.q.lx2
Mly = 0,001.q.lx2
Mtx = - 0,001.q.lx2
Mty = - 0,001.q.lx2
Luas penampang batang tulangan pokok yang diperlukan untuk suatu penampang
komponen struktur tertentu merupakan fungsi dari momen rencana. Maka setara dengan
momen yang nilainya seragam disepanjang bentang, luas tulangan bagi juga berubah-
ubah dengan tetap berdasarkan pada syarat teoritis kekuatan komponen struktur yang
20
nilai momen yang terbesar dari beberapa nilai momen yang ada, lalu hitung koefisien
tahanan :
Mult
Rn= 2
ø .b . dx
ρ=
1
m ( √
1− 1−
2. m. Rn
fy )
dengan nilai m ditentukan dengan rumus:
fy
m=
0,85. fc
1,4
Apabila nilai ρ < ρmin, maka digunakan rasio tulangan ρmin=
f y
Tulangan tarik leleh bersamaan dengan beton tekan hancur, atau dalam keadaan
dimana εs , εy , dan εc = 0,003. Kondisi ini akan terjadi jika luas tulangan tarik yang
diperlukan dalam kondisi seimbang (Asb). Keruntuhan pada balok ini bersifat
mendadak.
b. Penampang bertulang kuat (over reinforced)
Kehancuran beton tekan akan terjadi terlebih dahulu. Sementara tulangan tarik belum
leleh, atau dalam keadaan dimana εs<εy , dan εc> 0,003. Kondisi ini akan terjadi jika
luas tulangan tarik (As) melebihi jumlah tulangan tarik yang diperlukan dalam
keadaan seimbang (Asb). Keruntuhan pada balok bersifat mendadak, karena beton
adalah material yang bersifat getas.
c. Penampang bertulang lemah (under reinforced)
Tulangan tarik leleh terlebih dahulu daripada kehancuran beton tekan, atau dimana ε s>
εy , dan εc< 0,003. Kondisi ini terjadi jika jumlah luas tulangan tarik (As) kurang
dari jumlah tulangan tarik yang diperlukan pada keadaan seimbang (Asb). Keruntuhan
21
pada balok akan bersifat daktail karena sebelum balok runtuh ditandai dengan
terjadinya lendutan dan retak-retak pada daerah lentur sehingga struktur balok dapat
diamankan.
Rasio tulangan (ρ) diketahui sebagai nilai perbandingan tulangan yang digunakan
untuk menyatakan jumlah luas relatif dari tulangan tarik dalam struktur balok. Jika
tulangan maksimum yang diperbolehkan dinyatakan dalam perbandingan tulangan ρ,
maka:
1,4
ρ min =
fy
ρ maks =0,75 ρb
dimana nilai ρb ditentukan dengan rumus
0,85 β fc 600
ρb = ×
fy 600+fy
Dalam menghitung kebutuhan tulangan lentur pada balok (As), nilai b dan d
harus diketahui terlebih dahulu untuk menghitung koefisien tahanan (Rn), menggunakan
rumus:
Mult
Rn=
ø .b . d 2
ρ=
1
m( √
1− 1−
2. m. Rn
fy )
dengan nilai m ditentukan dengan rumus:
fy
m=
0,85. fc
22
f f
yang disyaratkan, dan sifat bahan c dan y yang diberikan.
( a2 )
Mn = As . f y d −
jaringan kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu vertikal
Batang tulangan miring diagonal yang dapat dilakukan dengan cara membengkok
1
vc= √ fc . b . d
6
Didalam peraturan juga dinyatakan bahwa meskipun secara teoritis tidak perlu
Balik dengan tinggi total yang tidak lebih dari nilai-nilai diantara 250 mm, 2,5 kali
Pengaruh puntir dapat diabaikan bila nilai momen puntir terfaktor Tu pada struktur non –
prategang besarnya kurang dari:
24
( )
θ √ fc A cp
2
12 Pcp
Tulangan yang dibuthkan untuk menahan puntir ditentukan dari øTn = Tu. Untuk torsi
kompatibilitas pada struktur non – prategang momen terfaktor maksimum Tu dapat
dikurangi menjadi:
θ
3 ( Pcp )
√ fc A 2 cp
At=
A1
s
Ph
f yv
f yt( ) 2
cot θ
Sedangkan luas total minimum tulangan torsi longitudinal tambahan harus ditentukan
dengan persamaam:
5 √ fc . A cp
At min =
12 f yl
−
s( )
At
Ph
f yv
f yt
Dan luas minimum sengkang torsi yang diperlukan adalah
75 √ fc .b . s
A vt =2 At + Av=
1200 f yv
Namun harus tidak kurang dari:
1 bw . s
3 f yv
Sebagai bagian dari kerangka bangunan dengan fungsi dan peran utama, kolom
menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan. Kegagalan kolom akan
berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan
dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan.
Pada umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan
tanda peringatan yang jelas, bersifat mendadak. Oleh karena itu dalam merencanakan
struktur kolom harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan
kekuatan lebih tinggi daripada untuk komponen struktur lainnya.
Karena penggunaan didalam praktek umumnya kolom tidak hanya bertugas
menahan beban aksial vertikal, sehingga definisi kolom diperluas dengan mencakup juga
tugasnya menahan kombinasi beban aksial dan lentur. Dengan kata lain kolom harus
diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.
Sebelum memperhitungkan momen rencana yang diperbesar akibat dari
kelangsingan, sudah barang tentu harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk
menentukan apakah kelangsingan suatu komponen struktur tekan harus diperhitungkan
atau dapat diabaikan. SNI 03-2847-2002 pasal 12.12(2) memberikan ketentuan bahwa
25
untuk komponen struktur tekan pada rangka tak bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat
diabaikan apabila ratio kelangsingan memenuhi :
kℓu
r
≤34−12
M1
M2 ( )
Untuk komponen struktur tekan yang tidak ditahan terhadap goyangan samping,
pengaruh kelangsingan boleh diabaikan apabila :
kℓu
≤22
r
Dan faktor panjang efektif tahanan ujung k bervariasi tergantung kondisinya, yaitu :
Kedua ujung sendi, tidak bergerak lateral k= 1,0
Apabila fs’ > fy, maka dalam perhitungan selanjutnya digunakan fy.
Di dalam SNI 03-2847-2002 pasal 12.9(1) memberikan batasan untuk rasio
penulangan longitudional komponen struktur tekan non komposittidak boleh kurang dari
0,01 ataupun lebih dari 0,08 kali luas bruto penampang Ag.
Untuk menghitung kapasitas penampang kolom dapat digunakan rumus berikut :
a. Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tekan
A s ' fy bhf c
Pn = +
e 3 he
+0 , 50 +1 ,18
d−d ' d2
b. Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tarik
( √( ) ( ))
2
h−2e h−2 e d'
Pn =0, 85 . fc .b . d + +2 mρ 1−
2d 2d d
26
Suatu kolom dapat dikatakan hancur tarik atau hancur tekan dengan memeriksa
jika
φPnb <Pu→ kolom hancur dengan diawali beton di daerah tekan
φPnb >Pu→ kolom hancur dengan diawali luluhnya tulangan tarik
dengan;
ab =β 1 C b =β 1
(( 600
600+ fy) )
.d
Faktor pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang bergantung pada
mutu beton (fc’) sebagai berikut SNI 03-2847-2002 Pasal 12.2.7.7.(3):
β
- Untuk fc’≤ 30 Mpa, maka 1 = 0,85
0 ,05 .( fc'−30 )
- Untuk fc’> 30 Mpa, maka
β 1 = 0,85 - 7 β
tetapi 1 ≥ 0,65
(
v c = 1+
Pu 1
)
. √ fc . bw . d
14 Ag 6
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
& Gudang PT. IMS TRADING yang ada di RingRoad Barat Madiun Provinsi
Jawa Timur.
peroleh dengan cara mengumpulkan dara dari instansi yang berkepentingan. Data
struktur .
Dimensi Balok B1 = 25 x 50 cm
Dimensi Balok B2 = 20 x 40 cm
Dimensi Balok B3 = 20 x 30 cm
Dimensi Balok B4 = 20 x 50 cm
Dimensi Kolom K1 = 50 x 50 cm
Dimensi Kolom K2 = 40 x 40 cm
Dimensi Kolom K3 = 20 x 20 cm
27
28
Dimensi Kolom K4 = 15 x 20 cm
Dimensi Balok B1 = 30 x 50 cm
Dimensi Balok B2 = 25 x 40 cm
Dimensi Kolom K1 = 40 x 40 cm
Dimensi Kolom K2 = 30 x 30 cm
Gudang PT. IMS TRADING yang ada di RingRoad Barat Madiun diawali
dengan menentukan tebal pelat yang diatur dalam peraturan SNI 03-2847-2002
tentang tebal pelat minimum dengan balok yang mengubungkan tumpuan pada
semua sisinya tidak boleh kurang dari hmin. Langkah berikutnya adalah
menghitung beban yang bekerja pada pelat yaitu beban mati yang diantaranya:
berat sendiri pelat, plafond + penggantung, spesi dan keramik. Sedangkan beban
hidup untuk pelat atap diambil sebesar 100kg/m2 dan pelat lantai sebesar
MULAI
dx = h – p – 0,5 .ø
dy = h – p – øx – 0,5 .øy
MENGHITUNG ρ
ρ min < ρperlu < ρmaks
TIDAK
Jika ρperlu < ρmin = ρmin
Jika ρperlu ˃ ρmin = ρperlu ρ > ρmax
ρ min = , ρbalance =
ρmax = 0,75 . ρbalance
YA
DESAIN TULANGAN
1
31
DESAIN TULANGAN
YA
UKURAN PELAT
DAN TULANGAN MEMADAI
SELESAI
yang bekerja pada struktur gedung. Beban-beban tersebut antara lain beban mati,
digunakan data pada Tabel 2.1, sedangkan untuk menentukan beban hidup
digunakan data pada tabel 2.2. Karena fungsi gedung sebagai kantor, maka beban
hidup yang bekerja pada lantai gedung adalah sebesar 250 kg/m 2. Karena beban
mati dan beban hidup termasuk dalam beban gravitasi, maka dalam menghitung
besarnya beban merata dan beban terpusat digunakan teori beban segitiga dan
beban trapesium.
kategori resiko gedung sebagaimana yang tercantum dalam tabel 2.3, karena
fungsi gedung sebagai kantor, maka gedung termasuk dalam kategori resiko I atau
II dengan faktor keutamaan (Ie) sebesar 1,0 sebagaimana tercantum dalam tabel
2.4. Setelah mengetahui kategori resiko gedung dan faktor keutamaan gempa,
maka dihitung nilai Ss dan S1 berdasarkan peta MCER dalam gambar 2.1 dan 2.3,
lalu menentukan klasifikasi situs berdasarkan tabel 2.5. Setelah itu menghitung
33
Desain Spektra Indonesia. Karena lokasi gedung yang berada di daerah gempa
dihitung berat total bangunan per lantai akibat beban hidup dan juga beban
mati,lalu menghitung periode natural struktur, geser dasar seismik, dan juga
digunakan program bantu SAP2000 v14. Langkah pertama yang dilakukan adalah
membuat geometri strukturdengan memilih 3D Frame pada New Model, lalu edit
grid data untuk menentukan letak struktur arah x, y dan z. Setelah itu menentukan
material properties dan section properties untuk dimensi balok dan kolom,
dilanjutkan membuat load case dan kombinasi beban yang akan dianalisis.
Langkah berikutnya adalah memasukkan besar beban yang dipikul oleh struktur,
baik beban akibat gaya gravitasi maupun beban akibat gempa. Setelah semua
besar beban dimasukkan ke dalam model, barulah dilakukan analisa model untuk
1.
2.
3.
3.1.
34
3.2.
3.3.
yang bekerja pada gedung : beban akibat gaya gravitasi, yaitu diantaranya
menghitung berat total penutup atap, pelat, balok kolom, plafon + penggantung,
dan tembok, beban gempa dan beban angin. Setelah semua beban tersebut
ultimate pada balok tumpuan, balok lapangan, dan momen geser (Vu). Momen
ultimate adalah momen terbesar yang diterima oleh balok, dan untuk
dan ρperlu. Apabila nilai ρperlu lebih besar dari ρmin, maka dipakai
Asperlu .yaitu luas tulangan yang dibutuhkan. Setelah nilai Asperlu diketahui,
menghitung Aspakai yaitu nilai luas tulangan yang akan gunakan. Nilai Aspakai
tulangan perlu (Ag), Vs, menghitung Sperlu tumpuan dan lapangan, dan yang
35
terakhir adalah menghitung Smax, untuk nilai Sperlu tumpuan dan lapangan tidak
MULAI
MENGHITUNG BEBAN
MENGHITUNG ρ
ρ min < ρperlu < ρmaks
Jika ρperlu < ρmin = ρmin
ρ min = , ρbalance =
ρmax = 0,75 . ρbalance TIDAK
ρ > ρmax
YA
DESAIN TULANGAN
YA
1
37
YA
UKURAN PELAT DAN TULANGAN
MEMADAI
DESAIN TULANGAN
Av = .(3,14. Dsengkang^2).2
S = , Smax = TIDAK
S> Smaks
YA
UKURAN PELAT
DAN TULANGAN MEMADAI
SELESAI
bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum. Dalam perencanaan
kolom perlu diketahui terlebih dahulu gaya aksial (Pu), momen ultimate pada
kolom tumpuan, kolom lapangan, dan momen geser (Vu). Momen ultimate adalah
momen terbesar yang diterima oleh kolom, dan untuk mengetahuinya yaitu
dengan membuka setiap slide hasil SAP 2000. Setelah dilakukan analisa struktur
cek untuk komponen struktur tekan dengan pengaku lateral efek kelangsingan
ultimate (Mu) dengan nilai gaya aksial (Pu), selanjutnya menhitung d’ dan d yaitu
luas selimut ditambah dengan luas diameter tulangan, d adalah luas bersih
penampang kolom. Menghitung ρ dan As, setelah nilai Asperlu diketahui, maka luas
tulangan dapat ditentukan. Menghitung nilai Aspakai, untuk nilai Aspakai harus lebih
besar dari nilai Asperlu. Memeriksa Pu terhadap beban dalam keadaan seimbang,
kolom akan mengalami hancur yang diawali dengan hancur tarik, sedangkan
φPnb >Pu maka kolom tersebut akan mengalami hancur yang diawali dengan
hancur tekan.
39
tulangan perlu (Ag), Vs, menghitung Sperlu tumpuan dan lapangan, dan yang
terakhir adalah menghitung Smaks, untuk nilai Sperlu tumpuan dan lapangan tidak
boleh melebihi Smaks. Untuk lebih jelas proses perhitungan kolom dijelaskan pada
MULAI
CEK KELANGSINGAN
TIDAK
KELANGSINGAN KELANGSINGAN
DIABAIKAN BERPENGARUH
YA
M ult
e
Pult
DESAIN TULANGAN
YA
1
41
YA
UKURAN PELAT
DAN TULANGAN MEMADAI
SELESAI