Anda di halaman 1dari 7

BAB 2

MENGHINDARI AKHLAK TERCELA

A. Israf
1. Pengertian Israf
Berlebih-lebihanan, dalam Bahasa Arab disebut dengan kata : ( Asrafa
– Yusrifu – Israafan” yang berarti bersuka ria sampai melewati batas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melampaui batas (berlebihan)
diartikan; “melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan
berdasarkan aturan (nilai) tertentu yang berlaku. Secara istilah melampaui
batas (berlebihan) dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan
seseorang di luar kewajaran atau kepatutan. Isrāf juga dapat berarti
menggunakan harta untuk sesuatu yang benar namun melebihi batas yang
dibenarkan, misalnya makan atau minum secara berlebihan.
2. Dasar Larangan Israf
Dalam quran surat Al-A’raf [7]: 31 yang artinya :
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Sikap dan perilaku berlebihan merupakan salah satu penyakit ruhani
yang sangat merugikan diri manusia itu sendiri. Nabi bersabda;
Artinya: “Makan dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa
bersikap berlebihan dan sombong.” (HR. An-Nasa’i)
Al-Qur’an maupun hadiś di atas menjelaskan secara tegas larangan
makan dan minum, berpakaian dan bersedekah secara berlebihan. Sesuatu
yang dilarang oleh Allah dan Rasul, di dalamnya pasti ada madharatnya
bagi manusia. Oleh karena itu Islam menganjurkan hidup sederhana dan
tidak berlebih-lebihan.
3. Contoh Perilaku Israf
a. Isrāf dalam makan dan minum, misalnya mengkonsumsi makanan
melebihi nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Termasuk dalam kategori ini
adalah bermewah-mewahan dalam makan dan minum.
b. Isrāf dalam berpakaian, misalnya memakai pakaian dengan mode
pakaian yang justru tidak sesuai dengan syari’at, misalnya terlalu
panjang atau terlalu kecil.
c. Isrāf dalam penggunaan air, misalnya mencuci pakaian dengan
menggunakan air yang berlebihan atau membiarkan kran air terbuka
sehingga air terbuang percuma.
d. Isrāf dalam penggunaan listrik, misalnya tidak mematikan lampu
setelah selesai dipakai, tidak mematikan kipas angin setelah tidak
dipakai, dsb.
e. Israf dalam penggunaan alat komunikasi, misalnya mengobrol dengan
ponsel berlama-lama, main game online dan sejenisnya sehingga
melupakan waktu istirahat, waktu belajar dan waktu ibadah.
f. Isrāf dalam ibadah, misalnya melaksanakan salat lail semalam suntuk
sehingga ketiduran dan tidak melaksanakan salat subuh.
g. Berlebih-lebihan dalam segala perbuatan mubah sehingga
mengalahkan yang sunnah dan yang wajib.
4. Dampak Sikap Israf
Perilaku isrāf merupakan salah satu perwujudan dari sikap ingkar
terhadap nikmat Allah. Betapa tidak, Allah memberikan rizqi yang berupa
harta, usia, kesempatan, dll. agar dipergunakan sesuai dengan
keperuntukannya dan dalam takaran yang wajar, tidak boleh berlebih-
lebihan. Apabila melampaui keperuntukan dan takaran yang wajar, maka
akan memunculkan ketidakseimbangan pada individu yang bersangkutan
maupun lingkungan. Misalnya orang yang diberi kecukupan rizki. Maka
rizki yang dimilikinya tersebut harus digunakan sesuai dengan kebutuhan
yang ada, bukan didasarkan kepada faktor kesenangan sehingga memicu
perbuatan berlebih-lebihan. Yang paling mudah memahami permasalahan
ini adalah dengan mencontohkan bagaimana seharusnya mengkonsumsi
makanan.
Perilaku isrāf juga dapat memunculkan kecemburuan sosial yang dapat
memicu kerawanan sosial. Kecemburuan sosial ini, apabila tidak segera
diatasi maka akan memunculkan kerawanan sosial yang berupa
disintegrasi sosial yang ditandai dengan renggangnya hubungan antar
anggota masyarakat. Kerenggangan hubungan sosial ini dapat memicu
terjadinya konflik. Untuk itu hidup sederhana dan peduli terhadap
lingkungan sangatlah penting.
Dalam kasus yang lain, Isrāf dapat menimbulkan perilaku rakus. Dari
perilaku rakus ini akan memicu perilaku buruk lainnya, yaitu
menghalalkan segala cara untuk memenuhi kerakusannya itu.
5. Upaya Menghindari Sikap Israf
Islam mengajarkan sifat kebersahajaan (iffah), setiap muslim dilarang
mengikuti ajakan nafsu atau panggilan syahwat. Nafsu harus dikendalikan,
sederhanalah dan tundukkan nafsu dengan akal sehat.
Kehidupan setiap muslim tidak terlepas dari interaksi dengan sesama.
Islam mengajarkan sikap sepadan (musawah). Ajaran ini memiliki tujuan
untuk menciptakan rasa kesejajaran, persamaan dan kebersamaan serta
penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk Tuhan. Sikap
sepadan akan menempatkan manusia pada posisi yang sejajar, sehingga
akan menyadarkan setiap orang untuk memberikan yang terbaik.
Sesungguhnya sikap bersahaja dan sepadan akan dapat mengendalikan
setiap muslim dari sikap melampaui batas (isyraf). Firman allah, artinya :
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian” (QS. Al-Furqan [25]: 67)
B. Tabżīr
1. Pengetian Tabzir
Istilah tabżīr berasalah dari bahasa Arab disebut dengan bazara-
yubazziru-tabziiru dalam tafsir Departemen Agama diartikan sebagai
suatu perbuatan menghambur-hamburkan harta”. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, tabẓīr diartikan, “berlebih-lebihan atau menghambur-
hamburkan dalam pemakaian uang ataupun barang”. Secara istilah, boros
adalah perbuatan yang dilakukan dengan cara menghambur-hamburkan
uang ataupun barang dengan tujuan untuk memenuhi kesenangan. Tabẓīr
juga bisa diartikan sebagai menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak
benar, misalnya membelanjakan harta untuk tujuan maksiat.
Sebagian ulama memahami tabẓīr (pemborosan) sebagai sesuatu
pengeluaran yang bukan haq. Jika seseorang mengeluarkan hartanya
sebanyak apapun untuk sesuatu yang haq maka orang tersebut tidak
disebut sebagai pemboros. Sebaliknya, apabila seseorang mengeluarkan
harta untuk perkara yang bāṭil walaupun sedikit maka dia disebut
pemboros.
2. Dasar Larangan Tabzir
Allah menjelaskan bahwa orang yang boros itu saudara setan.
Ungkapan ini dimaksudkan untuk mencela orang-orang yang memiliki
sikap boros sebagaimana firman-Nya:
Artinya : Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemborospemboros itu adalah saudara-saudara setan dan
setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’ [17]: 26-
27)
Perilaku boros adalah termasuk hal yang bāṭil, dan seluruh perbuatan setan
pasti mengandung kebatilan, sehingga tindakan yang dilakukan oleh orang
yang boros mempunyai kesamaan dengan perbuatan setan, yaitu sama-
sama perbuatan batil, sehingga Allah Swt. menempatkan pemboros
sebagai saudara setan. Pemboros dan setan juga mempunyai kesamaan
dalam hal keingkarannya kepada Allah.
3. Contoh Perbuatan Tabżīr
a. Memberi sumbangan untuk kegiatan hura-hura dan
kemaksiatan, misalnya untuk acara pesta minum-minuman
keras. Walaupun dia tidak ikut meminumnya, maka
sumbangannya tersebut termasuk pada perbuatan tabẓīr.
b. Mengkonsumsi makanan yang tidak ada manfaatnya dan justru
membahayakan, misalnya membeli minum-minuman keras,
narkoba, dll.
c. Membeli sesuatu yang tidak diambil manfaatnya.
d. Kongkow-kongkow yang tidak jelas tujuannya. Ini termasuk
tabẓīr dalam soal waktu atau kesempatan.
e. Segala sesuatu pembelanjaan yang tidak memperhitungkan
tujuan dan kemanfaatan dan hanya menuruti kesenangan.
4. Bahaya Sikap Tabżīr
Orang yang memilik perilaku tabẓīr, di mata Allah merupakan
saudaranya setan. Dengan demikian maka akan sulit membedakan
perbuatan yang benar dan yang salah menurut Agama. Baginya, sesuatu
yang baik adalah yang dapat menyenangkan hatinya, walaupun
bertentangan dengan norma sosial, hukum, dan agama. Dia akan
menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan harta/uang sehingga dapat
digunakan untuk menyenangkan hatinya. Apabila demikian, maka dia
akan menjadi orang yang hedonis.
C. Bakhil
1. Pengertian Bakhil
akhīl/kikir ialah menahan harta yang seharusnya dikeluarkan. Al-
Jurjani dalam kitab at-Ta’rifat mendefinisikan bakhīl dengan menahan
hartanya sendiri, yakni menahan memberikan sesuatu pada diri dan orang
lain yang sebenarnya tidak berhak untuk ditahan atau dicegah, misalnya
uang, makanan, minuman, dan lain-lain. Orang yang dapat mengindari
perilaku bakhīl maka di sisi Allah digolongkan sebagai orang yang
beruntung, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah
orang orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr [59]: 9)
Bakhīl adalah sifat tercela karena sifat ini terlahir dari godaan setan .
Bakhīl dijadikan oleh setan sebagai jalan untuk menuju ke neraka. Allah
Swt. berfirman dalam QS. al-Isra (17): 29-30 sebagai berikut: َ
Artinya: dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada
lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu
menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan
rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya;
Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-
hamba-Nya.(QS. al-Isra [17]: 29-30)
Banyak contoh tentang kehancuran orang-orang yang bakhīl. Salah
satunya adalah Qarun. Qarun adalah raja kebakhilan yang kisah hidupnya
diabadikan dalam al-Qur’an, yaitu dalam surat al-Qashash. Hal ini perlu
kita cermati sebagai pelajaran bahwa bakhīl dapat membawa kehancuran
di dunia dan di akhirat. Sifat bakhīl muncul diakibatkan kecintaan yang
berlebihan terhadap dunia, tidak adanya keyakinan tentang kemuliaan
yang ada di sisi Allah, tamak dan kagum kepada diri sendiri serta sebab-
sebab lainnya.
2. Dasar Larangan Bakhil
Harta yang dimiliki manusia adalah karunia dari Allah Swt. Sebagai
ungkapan rasa syukur kepada-Nya maka kita harus mengeluarkan
sebagian dari karunia tersebut untuk orang lain. Apabila menahannya
berarti kebakhilan telah menghinggapinya. Perilaku bakhil ini dilarang
Allah Swt. sebagai firman-Nya: َ
Artinya: Sekali-kali janganlah orang yang bakhīl dengan harta yang
Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa
kebakhīlan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhīlan itu adalah buruk
bagi mereka. (QS. Ali Imran [3]: 180).
Allah telah mengabadikan kisah kebakhilan Qarun di dalam al-Qur’an.
Kisah ini agar dijadikan pelajaran kepada umat manusia, bahwa perilaku
bakhil/kikir sangat dilarang oleh Allah Swt. Harta yang dimiliki seseorang
merupakan karunia Allah yang harus dipergunakan sebaik-baiknya di
jalan Allah. Allah Swt. mengkisahkan perilabu bakhil Qarun tersebut
sebagaimana firman-Nya
Artinya : “Maka kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam
bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya
terhadap adzab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat)
membela (dirinya).” (QS. Al-Qashas [28]: 81)
3. Bahaya Perilaku Bakhīl
a. Harta yang ditahan karena kebakhilan akan dikalungkan di lehernya di
hari kiamat.
b. Mengikuti jejak setan.
c. Terhalang masuk surga.
d. Rizki menjadi sempit.
e. Menimbulkan malapetaka.
4. Menghindari Perilaku Bakhīl
a. Menanamkan keyakinan bahwa segala sesuatu itu milik Allah.
b. Memperbanyak rasa syukur.
c. Melakukan kegiatan sosial dengan memperbanyak infak dan sedekah.
d. Memohon perlindungan Allah dari sifat bakhīl /kikir.

Anda mungkin juga menyukai