Anda di halaman 1dari 28

TUGAS INTERVENSI KELOMPOK DAN KOMUNITAS URBAN

MODEL PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Dosen Pengampu:
Ratna Duhita Pramintari, SKM, M.Si

Disusun Oleh:

Selvi Alivia Rahma (41183507200075)


Fatiyaturrahmah (41183507200080)
Rismawati Suci (41183507200093)
Nawasyi Asyari (41183507200097)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM 45 BEKASI
2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah intervensi kelompok dan komunitas urban yang berjudul “Model
Pemantauan Dan Evaluasi” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak
yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Di luar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat
maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun menerima
segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Dengan karya ini kami berharap dapat menambah ilmu pengetahuan baru.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk mahasiswa psikologi selanjutnya.

Bekasi, 18 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 5
C. Tujuan................................................................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 6
A. Konsep Model Pemantauan dan Evaluasi Program Intervensi ............................................ 6
Apa Itu Monitoring dan Evaluasi? .............................................................................................. 6
B. Desain Model Evaluasi Program Intervensi ....................................................................... 15
C. Metode Model Pemantauan dan Evaluasi Program Intervensi .......................................... 18
D. Teknik Analisis Data Evaluasi Program Intervensi ........................................................... 23
BAB III .......................................................................................................................................... 25
PENUTUP ..................................................................................................................................... 25
A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Monitoring dan evaluasi merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran
juga pelaksanaan program. Monitoring dan evaluasi secara luas diakui sebagai suatu
elemen yang krusial dalam pengelolaan implementasi program dan kebijakan dalam
organisasi. Penggunaan informasi dari hasil monev selama dan sesudah pelaksanaan
program dapat dilihat sebagai hal pokok dari sistem pelaporan dalam menunjukan kinerja
atau untuk belajar dari pengalaman untuk meningkatkan kinerja di masa depan. Evaluasi
sendiri dimaksudkan untuk mengupayakan peningkatan kualitas mutu pembelajaran secara
berkelanjutan. Di Indonesia, setiap tahunnya pastinya akan ada banyak sekali program-
program yang direncanakan oleh pemerintah. Baik itu dalam bidang kesehatan, lingkungan,
dan ekonomi. Yang mana hal tersebut pula dibiayai oleh pemerintah pusat, meskipun
programnya berjalan dalam ranah provinsi atau kota dan kabupaten. Entah yang nantinya
program tersebut akan dijalankan oleh swakelola, atau pihak ketiga. Saat bersamaan
banyak pula pihak-pihak yang melaksanakan program; apakah itu dari masyarakat, maupun
kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) (Findri, 2011). Tetapi lain halnya pula
jika program tersebut dilaksanakan demi membantu dan meredakan bencana-bencana yang
terjadinya di luar kendali dan tidak bisa ditebak kapan akan munculnya bencana tersebut.
Selain itu, Siapapun yang melaksanakan kegiatan akan selalu saja memerlukan perbaikan
dari setiap proyek dan program yang dijalankan (Findri, 2011). Sudah seharusnya saat
program tersebut dilaksanakan, haruslah beriringan pula dengan jalannya monitoring atau
pemantauan terhadap program-program yang dijalankan, sekaligus mengadakan evaluasi
guna mengukur keberhasilan, keefisienan, maupun adakah manfaat serta fungsi dari
program yang dijalankan.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Monitoring dan Evaluasi?
2. Bagaimana Desain Model Evaluasi Program Intervensi?
3. Apa saja Metode Model Pemantauan dan Evaluasi Program Intervensi?
4. Apa saja jenis-jenis teknik analisis data model pemantauan dan evaluasi program
intervensi
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep model pemantauan dan evaluasi program
Intervensi
2. Untuk mengetahui persoalan tentang Desain Model Evaluasi Program Intervensi
3. Untuk mengetahui Metode Model Pemantauan dan Evaluasi Program Intervensi
4. Untuk mengetahui jenis-jenis Teknik Analisis Data Model Pemantauan dan Evaluasi
Program Intervensi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Model Pemantauan dan Evaluasi Program Intervensi


Apa Itu Monitoring dan Evaluasi?
Dalam (Widiastuti & Susanto, 2014) Monitoring adalah proses pengumpulan dan
analisis informasi berdasarkan indikator yang ditetapkan secara sistematis dan kontinu
tentang kegiatan, program sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk
penyempurnaan program, kegiatan yang sedang dijalankan maupun program selanjutnya.
Monitoring didefinisikan oleh Shapiro sebagai pengumpulan dan analisis informasi secara
sistematis terhadap kemajuan pelaksanaan program. Khalid Nabris (2002: 8)
mendefinisikan monitoring sebagai menghadirkan aktivitas secara terus menerus untuk
melacak kemajuan pelaksanaan program apakah telah sesuai dengan perencanaan.
Monitoring akan memberikan informasi tentang status dan kecenderungan bahwa
pengukuran dan evaluasi yang diselesaikan berulang dari waktu ke waktu, pemantauan
umumnya dilakukan untuk tujuan tertentu, untuk memeriksa terhadap proses berikut
objek atau untuk mengevaluasi kondisi atau kemajuan menuju tujuan hasil manajemen atas
efek tindakan dari beberapa jenis antara lain tindakan untuk mempertahankan manajemen
yang sedang berjalan (Malik, 2005). Proses monitoring adalah proses rutin pengumpulan
data dan pengukuran kemajuan atas objektif program. Memantau perubahan yang fokus
pada proses dan keluaran. Menurut Stephen Pew (Widiastuti & Susanto, 2014) monitoring
memiliki beberapa tujuan, yaitu : 1. Mengkaji apakah kegiatan- kegiatan yang
dilaksanakan telah sesuai dengan rencana. 2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar
langsung dapat diatasi 3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang
digunakan sudah tepat untuk mencapai tujuan kegiatan. 4. Mengetahui Kaitan antara
kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran kemajuan. 5. Menyesuaikan kegiatan
dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan.
Selain itu, disamping adanya program-program yang dijalankan selama dimonitoring
dan diawasi bagaimana hal tersebut akan berjalan dengan baik dan bisa langsung diketahui
apa-apa saja masalah yang sekiranya bisa memperlambat program dan juga bisa
mengakibatkan kegagalan, maka perlunya diadakan evaluasi program demi memperbaiki

6
apa yang semestinya berjalan dengan seharusnya agar program tersebut bisa memiliki
manfaat juga sesuai dengan yang dibutuhkan. Evaluasi memiliki beberapa arti, dalam ranah
pendidikan maka evaluasi merupakan bagian dari proses pembelajaran yang secara
keseluruhan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mengajar, melaksanakan evaluasi yang
dilakukan dalam kegiatan pendidikan mempunyai arti yang sangat utama, karena evaluasi
merupakan alat ukur atau proses untuk mengetahui tingkat pencapaian keberhasilan yang
telah dicapai peserta didik atas bahan ajar atau materi-materi yang telah disampaikan,
sehingga dengan adanya evaluasi maka tujuan dari pembelajaran akan terlihat secara akurat
dan meyakinkan (Idrus, 2019). Arikunto mendefinisikan bahwa, evaluasi adalah kegiatan
mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga
termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program,
produksi, prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang
sudah ditentukan (Mulyadi & Fairuza, 2015). Sedangkan menurut Suchman, memandang
evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan
yang direncanakan untuk mendukungnya tercapainya tujuan (Suharsimi Arikunto, 2014).
Menurut Rogers dan Badham (1992: 2), evaluasi adalah proses pengumpulan dan
analisis informasi secara sistematis guna memberikan pertimbangan berdasarkan bukti-
bukti yang kuat. Pertimbangan tersebut disampaikan terkait dengan bagaimana besaran
suatu target program hendak dicapai, sehingga dapat menjadi panduan dalam pengambilan
keputusan bagi pengembangan program atau organisasi. Shapiro (1997) mengartikan
evaluasi sebagai membandingkan antara akibat atau dampak program dengan rencana
strategis yang telah ditetapkan. Artinya, evaluasi melihat apa yang akan dilakukan oleh
seseorang atau organisasi pada apa yang dicapai dan bagaimana mencapainya. Evaluasi
dapat dilakukan secara formatif, (yaitu selama masa pelaksanaan program atau organisasi,
dengan maksud meningkatkan strategi atau cara memfungsikan program atau organisasi).
Evaluasi juga bisa dilaksanakan secara sumatif, (yakni menggambarkan kajian dari
program atau organisasi secara utuh, yang tidak berfungsi dengan baik). Pada intinya,
beberapa pengertian umum mengenai monitoring dan evaluasi di atas, keduanya
menghendaki agar semua pihak dalam organisasi untuk senantiasa belajar dari apa yang
sedang mereka kerjakan dan bagaimana mengerjakannya dengan memusatkan perhatian
pada; 1.) Efisiensi, 2.) Efektifitas, dan 3.) Dampak.

7
Pendapat dari sebagian kalangan mengenai monitoring yang baik ialah dapat menjadi
ganti dari atau berfungsi sebagai evaluasi atas program itu sendiri. Pandangan ini bisa saja
dibenarkan dalam pelaksanaan program yang berskala kecil dan berjangka pendek, atau
ketika tujuan utama dari monitoring dan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi
tentang peningkatan proses pelaksanaan program yang sedang berlangsung. Namun, ketika
penilaian akhir yang diperlukan berkaitan dengan hasil program, dampak, keberlanjutan,
dan pengembangan yang lebih jauh, maka kegiatan evaluasi tidak bisa tidak harus
dilaksanakan.
Kegiatan yang dilakukan dalam monitoring biasanya lebih banyak daripada yang dilakukan
dalam evaluasi, berikut tabel perbedaan antara monitoring dan evaluasi :

Item Monitoring Evaluasi

Frekuensi Berkala, tertib, dan waktu- Episode kegiatan


waktu tertentu

Kegiatan Utama Pelacakan/pengawasan Assessment

Tujuan Dasar Meningkatkan efisiensi Meningkatkan efektifitas,


Menyelaraskan rencana dampak, dan program ke
kerja depan

Fokus Input, output, proses, Efektifitas, Relevansi,


outcome, dan rencana kerja Dampak, dan Efektifitas
Biaya

Sumber Informasi Sistem rutinitas, observasi Survei dan studi


lapangan, progress report,
dan penilaian kepesatan

Pelaksana Pengelola program Pengelola program


Kelompok pekerja Supervisor Pemberi
Kelompok penerima bantuan Evaluator eksternal
manfaat Supervisor Kelompok penerima
Pemberi bantuan manfaat

Monitoring dan evaluasi memiliki kegunaan yang cukup penting bagi organisasi atau
pelaksanaan program, yaitu untuk melihat bagaimana mereka mencapai tujuan, melihat
apakah program memiliki dampak dan terlaksana secara efisien, selain itu juga untuk
mengambil pengalaman atau pelajaran tentang bagaimana menjalankan program secara

8
lebih baik. Kemudian terdapat perencanaan, Perencanaan merupakan tahapan yang sangat
sangat dasar dan perlu sekali dalam penyelenggaraan program atau organisasi, namun
justru sering tidak tersusun secara konkrit. Apabila suatu perencanaan tidak berjalan, atau
manakala situasi dan kondisinya berubah, maka perencanaan itu perlu untuk dirubah juga.
Monitoring dan evaluasi adalah alat yang dirancang untuk membantu organisasi atau
program mengetahui kapan perencanaannya itu tidak berjalan dan kapan situasi, kondisi,
atau lingkungannya berubah. Pengaruh monitoring dan evaluasi dapat dilihat dari siklus
berikut. Sebelum seseorang melakukan evaluasi dan menyusun ulang perencanaannya,
maka sebaiknya dilakukan monitoring dan penilaian terlebih dahulu beberapa kali. Gambar
dibawah menjelaskan mengenai siklus monitoring, evaluasi dan perencanaan program.

Contoh monitoring dan evaluasi program yang diteliti oleh (Willya, 2021) tentang
Corporate Social Responsibility Berbasis Pemberdayaan Masyarakat, dengan hasil
kegiatan monitoring di program CSR dilakukan oleh 2 fasilitator dan LPM desa Pantai

9
Raja. Kegiatan monitoring yang dilakukan oleh fasilitator secara rutin dalam satu bulan
sekali dilakukan dengan mendatangi kelompok penerima program, atau perwakilan
penerima program. Hal ini diungkapkan sendiri oleh informan 3 yang didukung oleh
pernyataan informan 4: “Saya rutin Wil ke rumah-rumah, atau pertemuan anggota, atau
juga langsung ke tempat binaan gitu, selain untuk melihat perkembangan kegiatan, saya
juga berdiskusi tentang masalah-masalah apa yang ditemui dan apa yang dirasakan. Seperti
monitoring KUBE, Beasiswa, Pelatihan mekanik, Pelatihan ESQ dan banyak lagi, ini
semua biar sesuai tujuan Wil.” Sedangkan kegiatan monitoring yang dilakukan oleh LPM
dilakukan dengan teknik survey. Pihak LPM bertanya langsung kepada warga desa seputar
keberadaan dan manfaat dari adanya program CSR. Dari hasil monitoring ternyata warga
sangat antusias dengan adanya program CSR, walaupun mereka masih meminta bimbingan
dari fasilitator untuk keberlangsungan usaha. Sedangkan untuk kegiatan evaluasi dilakukan
enam bulan sekali (semesteran) dan satu tahun sekali. Kegiatan evaluasi semesteran
biasanya dilakukan selama kurang 3 jam lebih. Peserta ialah penerima program CSR sekitar
30 orang, kader program, ketua dusun, tokoh masyarakat, pihak perusahaan dan fasilitator
bentuk kegiatannya juga dengan saling evaluasi dan evaluasi diri. Teknik yang digunakan
dalam evaluasi semesteran ini yaitu dengan melakukan FGD dan presentasi keluhan.

Di Indonesia sendiri, menurut UU No 24 Tahun 2007, terdapat 3 jenis bencana


yaitu bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial. Untuk bencana alam yang
sering terjadi di Indonesia menurut Indonesiabaik.id Banjir menjadi bencana alam yang
paling sering melanda sepanjang tahun lalu, yakni 1.520 peristiwa. Cuaca ekstrem juga
menjadi bencana alam yang banyak terjadi sepanjang tahun lalu mencapai 1.057 kejadian.
Kemudian, ada tanah longsor yang tercatat sebanyak 634 kejadian. Sebanyak 252 kejadian
kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga terjadi di Indonesia sepanjang tahun lalu. Ada
pula 28 kejadian gempa bumi yang terjadi di dalam negeri. Sebanyak 26 kejadian
gelombang pasang/abrasi terjadi sepanjang 2022. Sementara, kasus kekeringan dan letusan
gunung berapi masing-masing sebanyak empat kejadian dan satu kejadian pada 2022.
Bencana non alam yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic
dan wabah penyakit. Seperti wabah Covid-19. Dan bencana sosial contohnya konflik sosial

10
antar kelompok, konflik sosial antar komunitas masyarakat hingga terror. Menurut Badan
Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2011 Bencana yang sering terjadi di Indonesia
adalah banjir, kebakaran, angin topan, longsor, kekeringan dan gempa bumi. Tercatat 2.836
kejadian bencana antara tahun 2008-2010 yang menyebabkan 4.216 orang meninggal, 999
orang hilang, 1.067.103 orang mengungsi,dan 653.876 rumah rusak, serta 14.526 unit
sarana dan prasarana rusak (BNPB, 2011). Dalam rangka meringankan beban masyarakat
yang terkena bencana, pemerintah melalui BNPB memobilisasi logistik dari berbagai
sumber daya untuk menghadapi berbagai bencana yang terjadi di Indonesia. BNPB
memastikan dan mengkaji untuk setiap bantuan yang diberikan kepada masyarakat bisa
memenuhi apa saja manajemen yang sesuai. BNPB juga memberikan masukan, saran atau
ide kepada pelaksana manajemen yang nantinya memberikan peralatan dan penerima
bantuan untuk pelaksanaan kegiatan.

Ada pula dalam bencana sosial Monitoring dan Evaluasi BTB (Baznas Tanggap
Bencana) dalam Menekan Resiko Keparahan Kemiskinan Akibat Bencana yang diteliti
oleh (Ik’hsan & Nulhaqim, 2022), BAZNAS singkatan dari Badan Amil Zakat Nasional
merupakan lembaga yang mempunyai peran untuk mengelola zakat secara nasional. Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah badan resmi yang dibentuk oleh pemerintah atas
dasar keputusan Presiden RI No.8 Tahun 2001, Baznas mempunyai fungsi dan tugas untuk
menghimpun serta menyalurkan zakat,infaq dan sedekah di tingkat nasional. Lembaga
Baznas terdapat di setiap provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia, salah satunya adalah
Baznas Kabupaten Sumedang yang merupakan badan resmi pengelolaan zakat yang ada di
tingkat kabupaten. Baznas Kabupaten Sumedang diketuai oleh Bpk. Ayi Subhan Hafas dan
beralamat di Jl.Kutamaya, Kelurahan Kota Kulon, Kecamatan Sumedang Selatan,
Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Sebagai lembaga penghimpun ZIS (Zakat, Infaq, dan
Sedekah) lembaga Baznas mempunyai tanggungjawab untuk menyalurkan ZIS tersebut
kepada kaum duafa, anak yatim terlantar, disabilitas terlantar dan masyarakat miskin
lainnya (Ik’hsan & Nulhaqim, 2022). Lembaga Baznas sendiri dibagi berdasarkan masing-
masing wilayah/provinsi di Indonesia, pendistribusian zakat yang dilakukan oleh Baznas
dilakukan berdasarkan pada skala prioritas dengan prinsip pemerataan, keadilan dan
kewilayahan dan pendistribusian zakat ini dilakukan sesuai dengan syariat islam. Dalam

11
menjalankan tugasnya tentunya lembaga selalu melakukan monitoring serta evaluasi
terhadap setiap kegiatan yang dilakukan, BTB Kabupaten Sumedang sejauh ini telah
melaksanakan tugas serta tujuannya dengan maksimal, hal ini dilihat dari aksi cepat
tanggap yang dilakukan oleh BTB dalam merespon bencana yang ada di Kabupaten
Sumedang, hal ini dilihat ketika BTB merespons bencana yang terjadi seperti:

a. Bencana alam banjir tahunan berskala besar di Jatinangor, Cimanggung, Ujungjaya dan
Padasuka Sumedang Selatan pada tahun 2020-2021.
b. Bencana alam tanah longsor di Cimanggung, Sumedang Selatan dan pergerakan tanah
di Tanjungwangi Tanjungkerta tahun 2021.

Dan masih banyak lagi respon cepat tanggap yang dilakukan oleh BTB Kabupaten
Sumedang, hal ini berjalan dengan lancar tentunya dikarenakan adanya dukungan dari
berbagai pihak baik itu pihak internal maupun pihak eksternal. Namun didalam
menjalankan tugasnya tentunya terdapat beberapa kekurangan yang dapat dijadikan
sebagai bahan evaluasi agar kegiatan BTB kedepannya berjalan dengan lebih baik lagi,
dalam memonitoring kegiatan BTB, lembaga mendapati beberapa kekurangan diantaranya
:

1. Kurangnya personil BTB.

2. Kurangnya keahlian rescue (upaya penyelamatan secara cepat dan tepat untuk
mengurangi jumlah korban) yang dimiliki oleh personil BTB.

3. Infrastruktur BTB yang menghambat proses pemberian bantuan.

Berdasarkan evaluasi tersebut, terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh lembaga
diantaranya adalah meningkatkan integritas personil, penambahan relawan serta
meningkatkan kapasitas kemampuan yang harus dimiliki oleh personil BTB dengan cara
melakukan pelatihan rescue (Ik’hsan & Nulhaqim, 2022).

Prinsip utama Monitoring dan evaluasi (Indah Sulistiani, 2018) :


1. Partisipatif.

12
Pihak-pihak terlibat dalam monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan maupun
pelaporan hasil monitoring dan evaluasi.
2. Kesetaraan para pihak.
Pihak-pihak yang mempunyai hak dan kedudukan yang setara sesuai dengan peran
dan keahlian masing-masing.
3. Prosedural.
Memakai satu atau lebih prosedural ( metodologi) yang standar dan disepakati
secara bersama para pihak.
4. Jujur
Dilakukan secara jujur sesuai dengan temuan lapangan, meskipun pahit atau tidak
sesuai harapan.
5. Terbuka.
Pertanggungjawaban pelaksanaan dilakukan secara terbuka, tidak hanya kepada
pengelola program, tapi juga pada pihak lain yang berkepentingan.

Adapun mengenai prinsip-prinsip evaluasi, Nanang Fattah (1999) mengemukakan


ada 6 prinsip, yaitu :
1. Prinsip berkesinambungan, artinya dilakukan secara berlanjut
2. prinsip menyeluruh, yaitu keseluruhan aspek dan komponen program harus
dievaluasi
3. Prinsip obyektif, artinya pelaksanaannya bebas dari kepentingan pribadi
4. Prinsip sahih, yaitu mengandung konsistensi yang benar-benar mengukur yang
seharusnya diukur
5. Prinsip penggunaan kritis
6. Prinsip kegunaan atau manfaat

Meskipun terdapat banyaknya metode yang biasa digunakan dalam monitoring dan
evaluasi, tentunya sering juga muncul hambatan-hambatan yang datangnya dari banyak
faktor. Yang pertama, munculnya hambatan alam dalam monitoring dan evaluasi bencana.
Dalam undang-Undang No. 24 Tahun 2007 dijelaskan bahwa bencana adalah sebuah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
13
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (Amalia & Alhadi,
2022). Respons merupakan hal yang penting untuk meminimalisir korban-korban dan
mengoptimalkan kemampuan komunitas untuk merespons. Upaya tanggap darurat bencana
secara kewilayahan bergantung pada pemerintah lokal. Fokus pemerintahan lokal, masalah
manajemen bencana difokuskan pada pemerintah lokal, ada beberapa alasan yaitu
(Picasauw, 2020):

a. Manajemen bencana diimplementasikan oleh pemerintah lokal.


b. Pemerintah lokal mempunyai peran aktif dalam manajemen bencana.
c. Pemberian wewenang yang besar dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
d. Kebijakan respons bencana memerlukan tempat secara local.

Contohnya hambatan alam yang terjadi pada kasus tanah longsor di Bukit Pulai,
Nagari IV Koto Hilie pada 17 Desember 2021. Longsornya tanah menutupi sebagian badan
jalan lintas Painan-Batang Kapas akibat dari tumpukan material longsor yang berjatuhan
menimpa badan jalan. Bencana tanah longsor ini terjadi dikarenakan curah hujan yang
tinggi saat itu. Selain menimbun badan jalan sehingga menghambat akses jalan pengendara
yang melewati jalan tersebut namun juga menghambat akses jalan masyarakat setempat
dalam beraktivitas seperti bekerja dan membeli bahan pokok, dan bencana tanah longsor
tersebut juga menimpa salah satu rumah milik warga setempat dan satu unit mobil yang
pada saat itu melewati kawasan titik longsor tersebut (Amalia & Alhadi, 2022). Ada pula
faktor penghambat yang datangnya dari segi kekurangannya pemerintah dalam
menanggulangi bencana-bencana yang terjadi pada setiap daerah (Picasauw, 2020).

1) Mitigasi, BPBD ditujukan untuk mengurangi efek bencana, mitigasi lebih umum
dilakukan untuk mencegah beberapa efek bencana agar dapat diubah atau dikurangi
dengan ketersediaan tindakan yang tepat, dengan demikian pada tahapan ini diperlukan
aturan-aturan yang mengatur tentang pembangunan yang beresiko terjadi bencana.
2) Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak, khususnya mereka
yang potensi terkena bencana akan kemungkinan datangnya suatu bencana.

14
3) Kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan
sumber daya dan pelatihan personil. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih
ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi
kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat.

B. Desain Model Evaluasi Program Intervensi


Evaluasi program biasanya dilaksanakan pada tingkat yang berbeda dari perencanaan
dan implementasi program. Evaluasi program bisa mencakup beberapa jenis, seperti (needs
assessment, akreditasi, analisis biaya/keuntungan, efektivitas, efisiensi, formatif, sumatif,
berbasis tujuan, berbasis masalah, proses, hasil, dan seterusnya) Jenis evaluasi yang
diperlukan untuk meningkatkan program tergantung pada apa yang diinginkan untuk dikaji
atau dipelajari.
Pada umumnya, terdapat dua kategori utama evaluasi pengembangan program/proyek:
1. Evaluasi formatif (evaluasi proses),
Menguji perkembangan dari program yang dapat menggiring pada perubahan dengan
catatan, bahwa program restrukturisasi dan terlaksana. Jenis evaluasi ini sering disebut
juga dengan evaluasi sementara (interim evaluation). Salah satu jenis evaluasi formatif
yang paling umum digunakan adalah evaluasi jangkah menengah (midterm evaluation).
2. Evaluasi sumatif (disebut juga dengan evaluasi perolehan atau dampak),
Membahas serangkaian pokok masalah. Jenis evaluasi ini melihat apa yang sebenarnya
telah dicapai atau dilaksanakan oleh program dalam kaitannya dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Terdapat dua jenis evaluasi sumatif yang dapat dijelaskan disini:
● Evaluasi akhir, yang bertujuan untuk menentukan situasi ketika bantuan eksternal
berakhir dan untuk mengidentifikasi kebutuhan menindaklanjuti kegiatan, baik oleh
lembaga donor maupun personalia program.
● Evaluasi ex-post, yang dilaksanakan dua–lima tahun setelah dukungan eksternal telah
berakhir. Tujuan utama jenis evaluasi ini adalah untuk menilai apa saja dampak
terakhir dari pelaksanaan program yang telah atau mungkin tercapai, dan untuk
meringkas pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman melaksanakan program.

Model Pre-Post Test, Asumsi dasar dari model ini adalah tanpa intervensi keadaan
sebelum diterapkannya program akan terus berlangsung seperti sebelumnya. Sebagai hasil

15
dari intervensi, keadaan tersebut pada saat yang ditentukan akan mengalami perubahan.
Oleh karena itu, suatu keadaan harus diukur terlebih dahulu sebelum dimulainya program
dan mengulangi kembali pengukuran tersebut setelah program selesai. Perbedaan atau
perubahan antara kedua fase (sebelum dan sesudah pelaksanaan program) tersebut dapat
dijadikan sebagai alasan bagi perlunya intervensi program. Untuk meningkatkan validitas,
model evaluasi ini mensyaratkan adanya pengawasan terhadap sejumlah prasangka atau
dugaan yang mungkin dihasilkan dari aplikasi model tersebut. Misalnya, pelaksanaan pre-
posttest harus sama, pengukuran dilaksanakan pada kelompok yang sama, dan seterusnya.
Selain itu, untuk mewujudkan hubungan yang kuat antara intervensi program dengan
dampak yang akan ditimbulkan, maka harus diingat-ingat berbagai kerancuan lain yang
dapat terjadi di antara kedua fase pengukuran tersebut. Beberapa kerancuan dapat terjadi
karena berbagai hal di luar kontrol program, seperti faktor sosial, politik, ekonomi, dan
lingkungan.
Keuntungan utama dari model pre-posttest adalah relatif mudah untuk
diimplementasikan. Model ini dapat diimplementasikan pada kelompok yang sama dari
penerima manfaat program (tidak memerlukan kelompok kontrol atau perbandingan).
Model pre-posttest tidak memerlukan keahlian statistik tingkat tinggi untuk
menerapkannya dan dapat menilai kemajuan seiring perjalanan waktu dengan
membandingkan hasil program terhadap baseline data. Kerugian utama dari model pre-
posttest adalah tidak memiliki keketatan ilmiah. Ada banyak kerancuan yang mungkin
terjadi antara pretest dan posttest yang dapat mempengaruhi hasil, sehingga melemahkan
hubungan langsung antara intervensi program dengan hasil atau dampaknya. Dengan kata
lain, perubahan situasi sebelum dan setelah pelaksanaan program mungkin (setidaknya
sebagian) disebabkan oleh faktor eksternal lainnya. Masalah ini bisa dikurangi dengan
mengadopsi apa yang disebut multiple time-series model, yaitu mengulangi langkah-
langkah pada titik waktu yang berbeda selama pelaksanaan program dan tidak hanya pada
titik permulaan dan akhir waktu. Dengan cara ini, hasil dari pengukuran dapat dilacak dari
waktu ke waktu dan efek dari faktor eksternal dapat dinilai dan dikendalikan. Namun, hal
ini mungkin akan meningkatkan beban kerja dan dapat memperluas biaya evaluasi.
Penerapan model evaluasi pre-posttest akan melibatkan beberapa tahapan utama sebagai
berikut:

16
1. Siapkan daftar indikator yang akan digunakan untuk menguji hasil program.
2. Desain alat evaluasi dan instrumen pengumpulan data.
3. Terapkan alat dan instrumen evaluasi pada kelompok sasaran atau representasi
sampelnya pada saat melakukan pretest (pada permulaan pelaksanaan program atau
sebelum pelaksanaan dimulai).
4. Ulangi langkah yang sama pada saat melakukan posttest(pada akhir fase pelaksanaan
program) pada kelompok sasaran yang sama atau representasi sampelnya.
5. Analisis, bandingkan dan tafsirkan kedua rangkaian fase evaluasi data tersebut.
6. Laporkan temuan.

Model Kelompok Perbandingan, Model evaluasi ini menilai hasil suatu program
atau dampaknya melalui perbandingan antara hasilnya proyek pada dua kelompok yang
sebanding pada periode waktu yang sama (misalnya akhir tahap pelaksanaan program).
Kelompok pertama mewakili penerima manfaat program dan kedua mewakili kelompok
yang tidak menerima manfaat. Untuk mengontrol kerancuan desain, kedua kelompok harus
memiliki karakteristik yang sama dalam banyak aspeknya (seperti status sosial ekonomi,
keseimbangan gender, pendidikan, serta aspek aspek yang lain). Perbedaan antara dua
kelompok tersebut dapat dikaitkan dengan intervensi program.
Keuntungan dalam penerapan model ini ialah memiliki keketatan ilmiah yang relatif
kuat. Ia dapat mengaitkan dampak program dengan intervensinya atau pada hasil yang
dikaitkan dengan intervensi. Pelaksanaan model ini relatif mudah ketika kelompok
perbandingan yang ada dapat ditemukan secara alami. Sedangkan kekurangan dalam model
ini ialah banyaknya situasi, model ini sulit untuk menemukan kelompok pembanding.
Selain itu, bekerja dengan dua kelompok yang berbeda mungkin dapat meningkatkan beban
penelitian dan meningkatkan biaya evaluasi.
Penerapan model kelompok pembanding ini akan melibatkan tahap-tahap utama sebagai
berikut:
1. Siapkan daftar indikator yang akan dipakai untuk menguji hasil program.
2. Desain alat evaluasi dan instrumen pengumpulan data.
3. Pilih kelompok pembanding berdasarkan seperangkat kriteria.

17
4. Terapkan alat dan instrumen tersebut pada kelompok target dan pembanding, atau
perwakilan sampel kedua kelompok tersebut pada saat yang sama.
5. Analisis, bandingkan dan tafsirkan kedua perangkat data evaluasi tersebut.
6. Laporkan temuan.

C. Metode Model Pemantauan dan Evaluasi Program Intervensi


Metode pengumpulan data pada umumnya memiliki kekuatan dan kelemahan.
Metode formal (seperti, survei, pengamatan partisipatif, pengukuran langsung, dan lain-
lain) digunakan dalam penelitian akademis yang mengarah pada data kualitatif dan
kuantitatif yang memiliki tingkat reliabilitas dan validitas tinggi. Namun, masalahnya
metode formal tersebut mengandaikan biaya mahal dalam pelaksanaannya. Metode non
formal (seperti, kunjungan lapangan, wawancara terstruktur, dan lain-lain) mungkin dapat
menghasilkan informasi yang kaya, tetapi kurang memberikan kesimpulan yang tepat.
Kedua bentuk metode tersebut lemah, terutama karena keduanya tergantung pada
pandangan subjektif dan intuitif.
Metode kualitatif, khususnya metode partisipatif pengumpulan data, dapat
membawa pada analisis situasi yang kaya dan mendalam dari penerima manfaat program
dan memberikan wawasan baru tentang kebutuhan mahasiswa untuk perencanaan dan
pelaksanaan program. Namun, metode tersebut menuntut keterampilan lebih daripada
kebanyakan metode kuantitatif. Selain itu, metode ini juga membutuhkan waktu dan bakat
substansial dalam berkomunikasi dan bernegosiasi di antara para perencana dan peserta.
Kualitas informasi, terutama dalam hal validitas dan kehandalannya, seharusnya
menjadi perhatian utama bagi para evaluator. Pada saat yang sama, para evaluator juga
dapat menggunakan sejumlah metode dan sumber informasi untuk keperluan validasi
silang data (triangulasi). Triangulasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
penggunaan beberapa metode evaluasi dan sumber informasi secara bersamaan untuk
mempelajari topik yang sama. Menyediakan sarana untuk menghasilkan informasi yang
kaya dan kontekstual. Selain itu, triangulasi juga menyediakan sarana untuk memverifikasi
informasi dan menjelaskan bukti konflik.
Beberapa teknik pengumpulan data kualitatif maupun kuantitatif yang digunakan selama
menjalankan proses evaluasi:

18
1. Penelusuran pustaka: Mengumpulkan informasi latar belakang tentang metode dan
hasil evaluasi dari metode yang digunakan oleh orang lain.
● Keuntungan: Ekonomis dan merupakan cara yang efektif dalam memperoleh
informasi
● Kerugian: Sulit untuk menilai validitas dan reliabilitas data sekunder.
2. Angket/ survei: Wawancara lisan maupun angket tertulis dari representasi sampel
responden. Sangat sesuai pada saat membutuhkan perolehan banyak data secara cepat
dan mudah dari informan.
● Keuntungan: Menghasilkan informasi yang dapat diandalkan, Secara anonim dapat
dilengkapi, Mudah dibandingkan dan dianalisis, Dapat mengadministrasikan orang
dalam jumlah banyak secara mudah, Sulit dan mahal, Boleh jadi tidak memperoleh
umpan balik secara seksama, Susunan katanya dapat rancu dengan respon klien,
Mengumpulkan banyak data dalam cara yang terorganisasi, Banyak contoh
kuesioner yang sudah tersedia.
● kerugian: Sulit dan mahal, Boleh jadi tidak memperoleh umpan balik secara
seksama, Susunan katanya dapat rancu dengan respon klien, Mengumpulkan
banyak data dalam cara yang terorganisasi, Banyak contoh kuesioner yang sudah
tersedia, Data dianalisis untuk kelompok dan bersifat impersonal, Survey mungkin
membutuhkan keahlian melakukan sampling, Sediakan sejumlah, jangan
mengambil cerita penuh, Data yang bersifat terbuka bisa jadi sulit dianalisis.
3. Wawancara: untuk memahami secara utuh kesan atau pengalaman seseorang, atau
lebih memahami jawaban subyek terhadap kuesioner. Memberikan jangkauan yang
penuh, informasi mendalam, data lapangan yang kaya, serta wawasan baru dan terinci.
Bisa mengalami kesulitan dalam analisis dan perbandingan, Wawancara individu
maupun kelompok dapat dikelola untuk menilai persepsi, pandangan, dan kepuasan
para penerima manfaat program.
● Keuntungan: Memberikan jangkauan yang penuh, informasi mendalam, data
lapangan yang kaya, serta wawasan baru dan terinci, Bersifat lentur terhadap klien
atau subyek, Mengizinkan kontak tatap muka dengan responden dan menyediakan
kesempatan untuk mengeksplorasi topik secara mendalam, Mengizinkan
interviewer untuk menjajaki, menerangkan atau membantu mengklarifikasi

19
pertanyaan, dan meningkatkan kemungkinan respon yang berguna, Memberi
kesempatan interviewer untuk bersikap lentur dalam mengadministrasikan
wawancara pada individu atau lingkungan yang khusus.
● Kerugian: Bisa mengalami kesulitan dalam analisis dan perbandingan, Interviewer
dapat merancukan respons, Bisa menghabiskan banyak biaya dan waktu,
Membutuhkan tingkat kualifikasi tinggi, Interviewee dapat mendistorsi informasi
melalui pengulangan kesalahan, selektif dalam persepsi dan menghendaki
interviewer bersikap ramah, Kelenturan dapat menghasilkan inkonsistensi dalam
setiap wawancara, Volume informasi bisa terlalu besar dan dapat menyulitkan
dalam proses reduksi data
4. Pengkajian Dokumen: Rekaman tentang bagaimana suatu program beroperasi tanpa
memutusnya dengan kajian aplikasi, finansial, catatan, hasil rapat, dan lain-lain.
● Keuntungan: Memberikan informasi yang komprehensif dan kesejarahan, Tidak
menghentikan program maupun aktivitas rutin klien di dalamnya, Informasi sudah
tersedia, Sedikit informasi yang rancu.
● Kerugian: Sering kali menghabiskan banyak waktu, Informasi bisa jadi lengkap,
namun kualitas dokumen biasanya rendah perlu lebih diperjelas maksudnya, Bukan
sebuah cara yang fleksibel dalam menggali data, karena dibatasi dengan yang sudah
ada pada dokumen.
5. Observasi: Melibatkan pemeriksaan, kunjungan lapangan, dan observasi untuk
memahami proses, infrastruktur/ layanan, dan kegunaan mereka, Memperoleh
informasi yang akurat mengenai bagaimana pelaksanaan program secara aktual,
utamanya mengenai proses di dalamnya.
● Keuntungan: Sangat sesuai untuk memahami proses, pandangan, dan pelaksanaan
program pada saat semuanya berlangsung, Dapat menyesuaikan dengan setiap
kejadian atau peristiwa secara alami, tidak terstruktur, dan dalam setting yang
fleksibel, Menyediakan informasi langsung tentang tingkah laku individu maupun
kelompok, Memberikan peluang yang cukup besar kepada evaluator untuk
memasuki dan memahami situasi atau konteks dimana program dilaksanakan.
● Kerugian: Terikat dengan pemahaman dan interpretasi evaluator, Memiliki sedikit
peluang untuk melakukan generalisasi, Dapat mengalami kesulitan untuk

20
menginterpretasi tindakan yang diperagakan, Bisa mengalami kompleksitas untuk
mengkategorisasi observasi, Dapat mempengaruhi tingkah laku peserta program,
Bisa menghabiskan banyak biaya dan waktu, Memerlukan tingkat kualifikasi
keahlian dan pelatihan yang tinggi pada observer, Investigator hanya memiliki
sedikit waktu untuk melakukan kontrol.
6. Diskusi Kelompok Terarah (FGD): FGD biasanya menyertakan 8-10 orang, yang akan
diberi serangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan tugas secara langsung,
Digunakan untuk menganalisis masalah yang kompleks dan spesifik agar dapat
mengidentifikasi sikap dan prioritas pada kelompok sampel, Mengeksplorasi topik
secara mendalam melalui diskusi kelompok, seperti reaksi terhadap pengalaman atau
saran, pemahaman terhadap komplain umum, dan seterusnya.
● Keuntungan: Efisien dan rasional dalam kaitannya dengan biaya, Menstimulasi
terciptanya gagasan baru, Mendapatkan kesan umum secara cepat dan terpercaya,
Bisa menjadi cara yang efisien untuk memperoleh jangkauan yang luas dan
informasi yang mendalam pada waktu yang singkat, Dapat mentransfer informasi
kunci mengenai program, Sangat berguna dalam mendesain program dan menilai
dampaknya bagi para stakeholder.
● Kerugian: Bisa jadi ada kesulitan dalam menganalisis sejumlah respon,
Mengandaikan adanya fasilitator yang baik dan terlatih, Bisa jadi mengalami
kesulitan dalam mengatur jadwal pertemuan untuk 8-10 orang.
7. Studi Kasus: Pembahasan mendalam tentang satu atau sejumlah kecil kasus yang
diseleksi, Memahami dan melukiskan secara utuh pengalaman para penerima manfaat
dalam pelaksanaan program, dan melakukan pengujian secara komprehensif melalui
perbandingan lintas kasus.
● Keuntungan: Sangat sesuai untuk memahami proses dan merumuskan hipotesis
yang akan diuji kemudian, Melukiskan pengalaman klien secara utuh terkait dengan
input, proses, dan hasil program., Cara yang kuat untuk menggambarkan program
terhadap pihak luar.
● Kerugian: Biasanya memakan banyak waktu dalam mengumpulkan, mengelola,
dan menggambarkan informasi, Merepresentasikan kedalaman informasi
ketimbang keluasannya.

21
8. Wawancara Informan Kunci: Mewawancarai seseorang yang memiliki pengetahuan
luas tentang komunitas yang menjadi target program, Informan kunci adalah seseorang
(atau kelompok) yang memiliki keterampilan unik dan latar belakang profesional yang
berkaitan dengan pokok persoalan atau intervensi yang akan dievaluasi, serta memiliki
pengetahuan yang luas tentang peserta program dan/ atau memiliki akses informasi
lain yang menjadi kepentingan evaluator.
● Keuntungan: Pendekatan yang fleksibel dan mendalam, Mudah diimplementasikan,
Menyediakan informasi yang berhubungan dengan sebab, alasan, dan/ atau
pendekatan terbaik dari sudut pandang “insider”., Memberikan saran atau umpan
balik yang dapat meningkatkan kredibilitas studi, Memiliki sisi manfaat dalam
mengokohkan hubungan antara evaluator, para penerima manfaat, dan stakeholder
yang lain.
● Kerugian: Beresiko dengan kerancuan presentasi atau interpretasi informan dan
interviewer, Ketentuan waktu yang selektif dan komitmen sangat penting,
Hubungan antara evaluator dan informan dapat mempengaruhi jenis data yang akan
diperoleh, Informan dapat menyisipkan kesan dan bias dirinya sendiri.
9. Pengukuran Langsung: Mencatat data yang dapat diidentifikasi dan diklasifikasi
dengan cara menggunakan instrumen analitik
● Keuntungan: Tepat, Dapat diandalkan dan sering hanya memerlukan sedikit
sumber.
● Kerugian: Hanya mencatat fakta-fakta, bukan eksplanasi.

Dalam memilih metode evaluasi, seorang evaluator perlu untuk mempertimbangkan


kegunaan metode yang dapat menghasilkan informasi paling berguna dan dapat diandalkan,
dan metode yang paling efektif adalah yang paling mudah untuk diterapkan dalam waktu
singkat. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang mungkin dapat membantu dalam
memilih metode evaluasi yang sesuai:
1. Informasi apa yang diperlukan?
2. Terkait dengan informasi tersebut, berapa banyak yang dapat dikumpulkan dan dianalisa
dengan cara yang paling praktis dan rendah biaya, seperti menggunakan angket, survei
dan lembar checklist?

22
3. Seberapa akurat informasi yang dibutuhkan?
4. Akankah metode yang digunakan akan mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan?
5. Metode apa yang harus dan dapat digunakan jika ada informasi tambahan diperlukan?
6. Akankah informasi yang diperoleh akan selaras dengan para pengambil keputusan,
misalnya, pihak pemberi bantuan atau manajemen puncak?
7. Apakah metode yang dipakai sesuai untuk kelompok sasaran? Jika anggota kelompok
ternyata buta huruf, maka menggunakan kuesioner mungkin tidak sesuai, kecuali
diselesaikan oleh evaluator sendiri.
8. Siapa yang akan mengadministrasikan metode tersebut? Apakah diperlukan adanya
pelatihan?
9. Bagaimana informasi yang telah dikumpulkan akan dianalisis?
Seorang atau tim evaluator dapat menggunakan kombinasi beberapa metode, seperti
kuesioner untuk mengumpulkan banyak informasi dari banyak orang secara cepat, dan
wawancara untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam dari responden tertentu yang
memperoleh angket. Selain itu, studi kasus dapat juga digunakan untuk melakukan analisis
yang lebih dalam dari kasus yang unik dan patut diperhatikan secara khusus, misalnya, para
mahasiswa yang memperoleh atau tidak memperoleh manfaat dari program, mereka yang
menolak dilaksanakannya program, dan lain-lain. Menggabungkan metode penelitian dan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam monitoring dan evaluasi program
pengembangan telah terbukti sangat efektif.

D. Teknik Analisis Data Evaluasi Program Intervensi


Terdapat tiga macam teknik analisis data dalam evaluasi program intervensi, yaitu :

1. Manajemen Data
Jika jumlah data kuantitatif sangat kecil dan evaluator tidak familiar dengan data entry
dan perangkat lunak komputer, maka ia dapat memilih untuk mengatur dan
menganalisis data secara manual. Namun, jika jumlah data sangat besar dan diperlukan
untuk melakukan analisis secara canggih, maka seorang evaluator harus memasukkan
data ke dalam program komputer. Perangkat lunak yang tersedia untuk mengelola data
hasil evaluasi, termasuk SPSS, akses, atau Excel. Masing-masing program komputer

23
tersebut memerlukan tingkat keahlian teknis yang berbeda. Untuk program yang relatif
kecil, Excel barangkali merupakan program yang paling sederhana dari tiga pilihan
yang ada dan dapat bekerja dengan baik sebagai perangkat lunak database. Dalam
setiap peristiwa evaluasi, bantuan seorang ahli statistik dan ahli komputer dapat
dijadikan sebagai partner dalam berbagai tahap evaluasi.
2. Analisis Data Kuantitatif
a. Mulai dengan Tujuan Evaluasi; Sebelum menganalisis data, seorang evaluator perlu
untuk meninjau tujuan evaluasi. Ini akan membantunya dalam mengatur data dan
memfokuskan analisis. analisis data dapat difasilitasi jika proyek telah jelas dan
terukur tujuan dan sasarannya.
b. Analisis Kuantitatif Dasar
Analisis data sering melibatkan pemisahan data ke dalam sejumlah kategori untuk
memberikan bukti tentang prestasi program dan untuk mengidentifikasi kawasan
mana program yang berhasil dan memerlukan perbaikan. Informasi yang dapat
dianalisis secara kuantitatif ialah ; Hitungan Frekuensi, Presentase (proporsi
kegiatan), Mean (rata-rata).
3. Analisis Informasi Kualitatif
Analisis data kualitatif akan membantu memperluas pandangan mengenai fenomena
yang menarik dalam evaluasi, tetapi juga dapat meningkatkan tingkat kedalaman dan
perinciannya pada saat diperlukan. Data kualitatif mencakup deskripsi yang mendetail,
kutipan langsung dari tanggapan terhadap pertanyaan terbuka, analisis studi kasus,
catatan dari pendapat kelompok, dan pengamatan dengan berbagai jenisnya. Analisis
kualitatif yang terbaik dilakukan bersama-sama dengan analisis statistik terhadap data
yang terkait (data kuantitatif maupun kualitatif). Evaluasi seharusnya dirancang
dengan seksama, sehingga sekalipun menggunakan dua bentuk analisis yang berbeda,
namun tetap menggunakan data yang relevan, sehingga keduanya akan saling
memperkuat. Analisis metode kualitatif mungkin dapat menghasilkan deskripsi
(berupa ragam pola, tema, kecenderungan, mode, dan lain-lain), serta interpretasi atau
penjelasan dari pola-pola tersebut.

24
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Monitoring dan evaluasi secara luas diakui sebagai suatu elemen yang krusial dalam
pengelolaan implementasi program dan kebijakan dalam organisasi. Monitoring
merupakan proses dimana adanya pemantauan dalam melaksanakan program-program
yang dijalankan oleh lembaga yang mengadakan, atau bisa juga program yang yang sudah
direncanakan sebelumnya dalam mengatasi sebuah bencana yang datangnya spontan dan
tidak bisa dikendalikan bagaimana kondisinya. Program tersebut dilakukan sebagai
percobaan yang sebelumnya juga telah diteliti apakah akan cocok dan juga dapat memenuhi
kebutuhan yang dibutuhkan oleh korban bencana tersebut. Dan ada pula evaluasi program
sebagai bentuk membenarkan juga pengintervensi ulang apa-apa saja yang seharusnya
sepadan dengan program yang dijalani.

Pada level monitoring dan evaluasi, sebagaimana dikemukakan James Nisbet &
Partners ( Mutrofin, 2014 ) pada prinsipnya dalam sistem planning – programming serta
pengawasan pelaksanaan pembangunan, terdapat empat unsur pokok yang menjadi saka
guru (tiang utama) proses ini, yakni perencanaan atau pemrograman – eksekusi atau
pelaksanaan – pelaporan -serta evaluasi pelaksanaannya. Pada siklus monitoring dan
evaluasi termasuk siklus keempat setelah siklus pelaksanaan dan pelaporan. Eksekusi suatu
perencanaan dan program terdapat aktivitas lain yang disebut sebagai monitoring atau
pemantauan, yakni suatu prosedur analisis program yang digunakan untuk memberikan
informasi tentang sebab dan akibat dari program. Karena memungkinkan analis
mendeskripsikan hubungan antara operasi program dan hasilnya, maka pemantauan
merupakan sumber informasi utama tentang implementasi.

Untuk sebagian, monitoring hanyalah istilah lain bagi usaha mendeskripsikan dan
menjelaskan pelaksanaan program. Jadi, monitoring merupakan cara untuk membuat
pernyataan yang sifatnya penjelasan ( designative claims ). Tentang pelaksanaan program
di waktu lalu maupun sekarang. Dengan demikian, monitoring terutama bermaksud untuk
menetapkan premis faktual dan nilai selalu naik-turun, dan ‘fakta’ serta ‘nilai’ itu
25
interdependen, hanya rekomendasi dan evaluasi yang benar-benar dimaksudkan untuk
membuat analisis sistematis tentang berbagai premis nilai. Jadi, monitoring menghasilkan
kesimpulan yang jelas selama dan setelah suaru perencanaan program diadopsi dan
diimplementasikan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, K., & Alhadi, Z. (2022). Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat dalam
Penanggulangan Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 6(2), 16609–16616.
BNPB. (2011). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Manajemen
Peralatan Penanggulangan Bencana.
Findri, E. (2011). Beberapa Teknik ( MONEV ) Monitoring Evaluasi. Jurnal
Kesehatan Komunitas, 1(3), 106–128.
Idrus. (2019). Evaluasi dalam proses pembelajaran Idrus L 1. Evaluasi Dalam Proses
Pembelajaran, 2, 920–935.
Indah Sulistiani, dkk. (2018). Membangun keberdayaan masyarakat melalui
peningkatan karakteristik individu di papua. Jurnal Agribisnis Terpadu, vol 11
No 2.
Ik’hsan, W. M. N., & Nulhaqim, S. A. (2022). Monitoring Dan Evaluasi Btb (Baznas
Tanggap Bencana) Dalam Menekan Resiko Keparahan Kemiskinan Akibat
Bencana. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(2), 199.
https://doi.org/10.24198/focus.v4i2.34154
Malik, S. (2005). Enterprise Dashboards - Design and Best Practices for IT, John
Wiley & Sons, Inc.
Mulyadi, S., & Fairuza, F. (2015). Mulyadi, Suprayekti, Fathia Fairuza, Evaluasi
Program (Jakarta: Lembaga Pengembangan UNJ, 2015), h.1 16. Lembaga
Pengembangan UNJ, 16–56
Mustofa, M. L. (2012). Monitoring dan Evaluasi ( Konsep dan Penerapannya bagi
Pembinaan Kemahasiswaan ). Malang: UIN-MALIKI Press.
Mutrofin. (2014). Evaluasi program Teks Pilihan untuk Pemula. Yogyakarta:
Penerbit laksbang pressindo.
Nanang Fattah. (1999). Landasan manajemen pendidikan.
Picasauw, D. B. (2020). Upaya badan penanggulangan bencana daerah (BPBD)
dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Balikpapan. Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 8(3), 897–910.

27
Suharsimi Arikunto, A. J. (2014). Evaluasi Program Pendidikan (p. 2). Bumi
Aksara.
W, R. W. A. (2021). Monitoring Dan Evaluasi Program Corporate Social
Responsibility Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Komitmen: Jurnal Ilmiah
Manajemen, 2(1), 29–37. https://doi.org/10.15575/jim.v2i1.12476
Widiastuti, N. I., & Susanto, R. (2014). Kajian sistem monitoring dokumen
akreditasi teknik informatika unikom. Majalah Ilmiah UNIKOM, 12(2), 195–
202. https://doi.org/10.34010/miu.v12i2.28

28

Anda mungkin juga menyukai