Anda di halaman 1dari 2

Tidur adalah salah satu aktivitas hidup manusia yang memiliki bagian waktu terbanyak,

rerata hampir seperempat hingga sepertiga waktu manusia digunakan untuk tidur. Tidur
menjadi kebutuhan dasar bagi manusia secara biologis, manusia membutuhkan tidur untuk
proses pembentukan sel-sel tubuh yang baru, penembuhan sel tubuh yang rusak (natural
healing mechanism), serta memberikan waktu bagi organ tubuh untuk beristirahat maupun
menjaga keseimbangan metabolisme agar tetap lancar. Salah satu manfaat tidur yang paling
utama adalah memungkinkan untuk sistem saraf dan organ kembali pulih setelah
digunakan menjalankan aktivitas harian. The World Book Encyclopedia didalamnya
mengatakan bahwa dengan tidur kita mampu memberikan energi dalam tubuh, khususnya
kepada otak dan sistem saraf. Kekurangan tidur dapat mengakibatkan kita akan merasa
Lelah, lesu, dan tidak bertenaga pada saat bangun (Purwanto, 2008).

Insomnia merupakan keaaan dimana seseorang kesulitan untuk mulai tertidur atau sulit untuk
mempertahankan tidurna, ataupun gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum
cukup tidur ketika terbangun. Kehilangan jam tidur meskipun sedikit akan menyebabkan
dampak buruk bagi seseorang, keadaan ini akan mengurangi semangat, kemampuan
berkonsentrasi, ketrampilan, kinerja, produktivitas, dan kekebalan tubuh. Insomnia dapat
dialami oleh anak-anak hingga lansia, pemicu terjadinya insomnia juga beragam.
Pengunaan obat-obatan serta zat adiktif dapat menjadi penyebab insomnia, hal ini
menyebabkan terkadang mantan pengguna NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya) beresiko mengalami insomnia. Insomnia memiliki akibat buruk pada kesehatan tubuh
sert menyebabkan gangguan disfungsi mental. Perubahan pola tidur telah terbukti
memberikan dampak signifikan pada suasana hati seseorang. Apabila hal ini terus berlanjut
maka akan sangat merugikan sehingga diperlukan langkah efektif untuk mengatasi insomnia
(Sutardi, 2021; Verasari, 2014)
Pengobatan insomnia harus berfokus dan diarahkan pada identifikasi faktor penyebab
terjadinya, kemudian setelah teridentifikasi penting untuk mengelola dan mengontrol masalah
yang mendasari. Penanganan insomnia secara umum terbagi menjadi dua yakni pengobatan
secara famakologis dan non-farmakologis. Penanganan farmakologis merupakan proses
penyembuhan yang berdasar pada penggunaan obat-obatan seperti benzodiazepine.
Sedangkan. Penanganan non-farmakologi terdiri dari cognitive and behavioral therapy yang
meliputi: relaxation therapy, sleep restriction, sleep hygine, dan stimulus control therapy.
Pendekatan dengan cognitive therapy merupakan rangkaian metode untuk mengubah pola
piker serta pemahaman yang salah penderita mengenai sebab dan akibat insomnia. Sebagian
besar penderita mengalami gangguan cemas dan ketakutan berlebih ketika hendak tidur
sehingga menyebabkan mereka sulit tertidur. Penderita insomnia lebih sering berusaha tidur
di siang hari dengan tujuan supaya mengganti waktu tidur di malam hari, namun malah
memperburuk kondisi insomnia mereka. Pada studi yang terbaru, menyatakan bahwa
cognitive therapy mampu mempercepat proses hingga 54 % untuk seseorang dapat tertidur.
Pada studi lainnya mengatakan bahwa metode ini sangat bermanfaat pada penderita insomnia
usia lanjut, dan mempunyai efektifitas yang sama dengan pengobatan menggunakan obat-
obatan (Buysse, 2008; Ghaddafi, 2013).
Buysse, Daniel J. (2008). Chronic insomnia. American journal of psychiatry, 165(6), 678-
686s

Ghaddafi, Muammar. 2013. MANAGEMENT OF INSOMNIA USING PHARMOCOLOGY


OR  NON- PHARMACOLOGY. E-Jurnal Medika Udayana. p. 1812-1829. ISSN 2303-1395.

Purwanto, Setiyo. 2008. Mengatasi Insomnia dengan Terapi Relaksasi. Jurnal Kesehatan. I
(2):141-148.
Sutardi, Muhammad Abdul Ghoni. 2021. TATA LAKSANA INSOMNIA. Jurnal Medika
Hutama. 3(1): 1703-1708.

Verasari, Metty. 2014. EFEKTIVITAS TERAPI SPRITUAL EMOTION FREEDOM TECHNIQUE (SEFT)
TERHADAP PENURUNAN INSOMNIA PADA REMAJA SEBAGAI RESIDEN NAPZA. Jurnal Sosio-Humaniora.
5(1): 75-101.

Anda mungkin juga menyukai